Vitamins Blog

Her Desire : A Vampire Story

Bookmark
ClosePlease login

No account yet? Register

P A R T O N E

HER DESIRE

20 votes, average: 1.00 out of 1 (20 votes, average: 1.00 out of 1)
You need to be a registered member to rate this post.
Loading...

 

Giofani mengusap wajahnya, ketakutan mulai menghantuinya. Vampire itu berhasil kabur dan pasti telah menemui adiknya. Seharusnya ia tahu semua itu akan terjadi lambat maupun cepat. Giofani menghela nafasnya. Ingin rasanya pergi dan meninggalkan tugasnya, menjaga tempat ini.

Tugasnya menjadi pengganti pendeta sangatlah melelahkan, ayahnya yang menugaskan tugas ini padahal seharusnya ia sudah meninggalkan tempat ini tahun lalu. Tapi karena ayahnya melakukan perjalanan jauh dengan kapalnya dan belum kembali. Terpaksa ia mengantikan posisi ayahnya.

Setiap hari duduk atau memimpin kebaktian, lalu mendengarkan keluh dan masalah dari para pendosa lain. Tapi setelah ia mendengar rintihan seorang wanita di depan tempat singgahnya. Di bawah hujan, rambut perempuan itu tampak seperti api yang padam. Ada tusukan sebilah kayu yang hampir mengenai jantungnya.

Perempuan itu di tusuk dari belakang. Matanya merah membara, suaranya tecekat dan mulutnya mengeluarkan darah. Awalnya ia tidak mau menolong perempuan asing. Tapi setelah melihat tatapan redup dan suara meminta pertolongan yang sangat ia kenal membuatnya menarik perempuan itu masuk kedalam.

Di pagi harinya ia menemukan bahwa perempuan itu memerlukan darahnya, ia tahu ia salah dengan memberikan perempuan itu darahnya. Tapi ia tidak bisa menahannya, mata itu walau sudah berubah warna. Masih menyimpan beribu kesedihan. Carolina Issabela, namanya bahkan masih sama di waktu kehidupannya. Awalnya ia ingin membunuh perempuan itu, tapi ia tidak bisa.

“My Lord Giofani,” Giofani menolehkan kepalanya pelan kearah ranjang yang di tiduri vampire itu.

“Kau masih mengingatku?” Carolina mengangkat bahunya sambilan menjilati bibirnya yang tadi penuh dengan darah Giofani.

“Tidak, hanya terlintas saja.” Acuh perempuan itu sambilan berdiri mendekati Giofani.

“Kau terluka,” Giofani menghindari sentuhan perempuan itu.

“Aku hanya ingin berterima kasih, ternyata benar aku terlalu hina.” Carolina murung, ia membalikan tubuhnya. Lalu melihat jendela yang tertutup rapat.

“Jangan keluar dari sini, di luar masih terlalu menyengat.” Giofani meninggalkan perempuan itu sendirian lalu naik ke atas.

***

“Sudah lebih tiga minggu dia berada di dalam pengawasanmu ini.” Seorang pria mengangkat dagunya, menatap ke depan ruang kosong sambilan menyilangkan kaki kanan nya keatas yang kiri. Hampir menyalakan rokoknya sambilan duduk jika saja ia lupa bahwa ini adalah tempat yang dihormati banyak orang.

“Kau tidak perlu takut, aku masih bisa menahannya.” Pria dibalik sebuah lubang persegi berkata dengan pelan. Wajahnya yang tampan terkena cahaya matahari memberi efek silau bagi yang ingin melihat wajahnya.

“Dia pasti memberontak di setiap waktu.” Pria yang terkena cahaya terkekeh pelan, kawan lamanya tampaknya tertarik untuk membawa perempuan yang ia bawa tiga minggu lalu ke kediamannya.

“Tidak seharusnya kau disini, Van.” Pendeta itu lalu menutup lubang menandakan bahwa ia sudah cukup berbicara.

“Ah kau tahu Van, kau bisa melihatnya nanti sore.” Lubang itu terbuka, lalu tertutup lagi.

Pria yang disebut Van itu merapikan topinya kedepan, tersenyum lalu keluar dari ruangan itu.

“Aiaiaia! Van Helsing!” Seorang remaja dengan ikatan kain putih di kepalanya berlari dengan nafas terengah-engah karena mengejar langkahnya.

“Anda, anda pemburu para penghisap darah kan?!” Van Helsing tersenyum sambilan mengangguk.

“Anda harus menolong saya kalau begitu.” Remaja itu pasti membawanya ketempat pendeta menjaga mahkluk abadi yang merugikan itu.

“Ikuti saya, perjalanannya lumayan jauh dari sini.” Van Helsing mengerutkan dahinya bingung, kemanakah ia dibawa pergi?

Mereka melalui sebuah jalur di bawah tanah, lorong itu becek dan lembab. Sedikit berbau aneh karena mungkin sudah lama di tinggalkan. Anak itu menghilang! Van Helsing sedikit panik karena ketidakwaspadaannya, anak itu hilang.

Seketika lehernya ditarik kebelakang.

“Well, kau ingin bertemu dengan siapakah yang ia tolong bukan? See, ini aku yang ingin kau temui nanti sore seharusnya.” Suara perempuan itu terdengar gila.

“Kau anak tadi, bukan! Ugh!” Van Helsing merasakan sikut perempuan itu yang terus menekan lehernya secara perlahan.

“Ya dan temuilah aku, tampan. Carolina Isabella.” Bisik perempuan itu.

“Mustahil,” Van Helsing menggertakkan giginya. Vampire yang ditemui Giofani Castillo adalah kakaknya yang telah lama hilang.

Van Helsing mengangkat dagunya, lalu terpaksa menyikut kakaknya.

“Kau kakakku!” Van Helsing mengunci perempuan itu, mengembalikan situasi secara cepat.

“Kau pikir aku percaya?” Carolina tersenyum mengejek.

“Kau kakakku yang hilang terbawa arus. Kau–kau masih hidup!” Van Helsing memeluk kakakknya yang membeku.

“Aku bukan kakakmu!” Lalu sebuah pedang tua menusuk perut Van Helsing.

 

P.s : Terimakasih yang sudah vote dan comment di Prologue dan Sinopsis?

3 Komentar

  1. Wah Caroline tega nusuk Van Helsing? Masih penasaran. Ditunggu next nya yaa :)

  2. farahzamani5 menulis:

    Jdi yg ditolong Pendeta Giofani itu vampire Caroline kk nya van??? Tp Caroline ny lupa gtu sma van, kok nyesek yak huhu
    Omg, jngn2 van berburu vampire sambil nyari kk nya yak
    Ditunggu kelanjutanny
    Semangat trs ya

  3. syj_maomao menulis:

    Bentarrrr jadi Caroline yang ditolong Giofani itu kakaknya Van kan?? Jadi Caroline si Vampire itu kakaknya Van si pemburu Vampire??hmm….oke aku mulai paham….
    Itu kenapa Caroline nusuk Van aihh /,\