Vitamins Blog

Passionate Love ; 4. Pertemuan Kedua

Bookmark
ClosePlease login

No account yet? Register

24 votes, average: 1.00 out of 1 (24 votes, average: 1.00 out of 1)
You need to be a registered member to rate this post.
Loading...

“Apa kau tahu bahwa pemilik perusahaan akan kemari hari ini?” Terresa berujar antusias membuat Vanessa mengernyitkan dahinya bingung pasalnya dia tidak memberitahu siapapun perihal kedatangan pemilik perusahaan.

Sejenak, matanya berkeliling dan menatap para wanita yang sedikit aneh dengan penampilan mereka. Tidak seperti biasanya. Ada yang sedang memakai bedak, lip, maskara, dan lainnya. Bahkan, baju mereka terlihat baru.

“Terresa, apa kau juga memakai baju baru?” Vanessa bertanya sambil menatap Terresa yang kini menggulung-gulung rambutnya dengan jarinya. “Dan apa kau juga merubah rambutmu?” Vanessa berdecak tidak percaya. Rambut lurus milik temannya itu kini berubah menjadi keriting seperti mie.

“Astagaa.. Ada apa dengan kalian semua?” Tanya Vanessa sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.

Tepukan di bahu Vanessa membuat dirinya menoleh dan menatap Daggel yang tersenyum ke arahnya. Daggel sangat tampan dan itu berhasil membuat beberapa wanita melirik ke arahnya.

“Pak Daggel..” Vanessa sedikit memberi hormat begitupun dengan karyawan yang lain saat melihat Daggel tiba-tiba muncul di loby hanya untuk bertemu dengan Vanessa.

“Ikuti aku, Vane.”

Vanessa mengangguk patuh dan sebelum dia mengikuti langkah Daggel, Vanessa mendelik kepada Terresa dan bergumam dengan nada ancaman yang kental. “Luruskan rambutmu kembali sebelum aku melihatmu lagi!”

Terresa hanya tersenyum dan mendorong Vanessa untuk segera mengikuti langkah Daggel yang kini memasuki lift untuk menuju lantai teratas di ruangannya yang dekat dengan ruangan pemilik perusahaan.

“Apa kau sudah mengatur jadwalnya?” Daggel membuka suara saat mereka berada di lift.

“Sudah, Pak. Beliau akan menemui Mr. Takashi jam 10.”

“Baguslah.” Kini Daggel menatap Vanessa dengan serius. “Dengar Vane, selama Bos datang, kau harus berlaku sesopan mungkin dan bertindaklah cerdas jangan seperti wanita murahan yang ku lihat di bawah tadi atau kau di pecat.” Lebih parah kau dibunuhnya. Sambung Daggel dalam hati.

Vanessa mengangguk. “Saya mengerti.”

Daggel menghela nafasnya. “Aku tahu kau wanita cerdas.” Daggel tersenyum dan dia sejujurnya sangat menyukai Vanessa dalam artian sebagai adiknya. Dia sudah menganggap Vanessa sebagai adiknya saat melihat Vanessa yang memiliki sikap dan tingkah laku yang bersahabat seperti mendiang Correna, adik kandung Daggel.

“Apa ruangannya sudah bersih?”

Vanessa kembali mengangguk. “Sudah. Saya sudah menyuruh OB untuk membersihkan ruangan itu dan saya akan memastikannya setelah ini.”

“Bergegaslah.”

“Baik, Pak.”

Lift bunyi berdenting saat lantai yang mereka tuju sudah sampai. “Dia akan melalui lift pribadi dan jangan sampai kau melakukan kesalahan sedikitpun karena dia sangat benci kesalahan dan juga kekotoran.”

Vanessa mengangguk dan segera melangkah menuju ruangannya untuk meletakkan tas dan setelahnya ia menyusul Daggel ke ruangan pemilik perusahaan untuk memastikan ruangan itu bersih tanpa cela. Sudah berapa kali Daggel mengingatkan dirinya bahwa Bos mereka sangat mencintai kebersihan dan akan marah jika menemukan setitik debu.

Vanessa bahkan sempat berpikir, kenapa dia tidak menjadi penyedot debu saja untuk dirinya sendiri?

“Lakukan tugasmu dengan cepat, Vane. Dalam 20 menit dia akan datang.”

Vanessa mengangguk dan kembali melihat-lihat apa yang kurang dan tidak bersih di ruangan milik Bos mereka. Setelah dirasa tidak ada yang kurang, Vanessa kembali keluar dan menyiapkan diri untuk berjumpa dengan Bos besarnya untuk yang pertama kalinya.

20 menit hampir berlalu hingga langkah kaki tenang nyaris tanpa suara itu membuat Vanessa berdiri dan menengadah menatap seorang pria tinggi bermata saphire. Sejenak, tatapannya terpaku pada Vince yang kini juga menatapnya heran karena ini pertemuan kedua mereka.

Astaga.. Jadi dia pemilik perusahaan?

“Vane, ini Mr. Valleno Strauss dan ini Vanessa sekretaris yang saya ceritakan sebelumnya.” Daggel memperkenalkan keduanya. Dirinya sengaja tidak memperkenalkan Vince dengan nama asli karena perusahaan ini masih atas nama Sang Kakak. Lagipula, wajah keduanya tidak jauh berbeda dan Vallen juga termasuk orang yang jarang ke perusahaan kecuali jika ada urusan mendesak.

Dengan cepat Vanessa menyadari posisinya dengan kepala sedikit menunduk. “Selamat datang, Mr. Strauss.”

“Aku tidak menyangka jika kau yang menjadi sekretarisku.”

Dengan senyuman kecilnya, Vanessa menjawab. “Saya juga tidak menduga jika anda yang menjadi Bos saya.”

Jawaban yang Vanessa berikan membuat Daggel melotot menatap Vanessa. Namun, sepertinya Vanessa tidak menyadari itu. Daggel segera bertanya sebagai pengalihan dari kedua pasang mata yang saling menusuk tajam itu.

“Kalian sudah bertemu?”

Vanessa mengangguk hendak menjawab namun Vince lebih dulu memotongnya. “Ya, kami bertemu karena ada wanita bodoh yang bahkan menjaga anak kecil saja tidak bisa.”

Mulut Vanessa terasa gatal untuk melontarkan kembali perkataan Bosnya namun segera tertahan karena ini bukan waktu yang tepat.

“Silahkan masuk, Pak.” Vanessa langsung melangkah lebih dulu untuk membuka dua buah pintu besar yang menutup sebuah ruangan mewah nan elegan. Vince masuk diikuti oleh Daggel. Sebelumnya Daggel juga sudah berpesan meminta Vanessa untuk membuatkan dua cangkir kopi dan Vanessa mengiyakannya.

Setelah menutup kembali pintu tersebut, Vanessa segera menyiapkan dua cangkir kopi untuk Bos besarnya dan juga wakilnya. Vanessa kembali masuk setelah mengetok pintu tiga kali sebagai aturan yang berlaku.

Tatapan tajam yang Vince berikan sama sekali tidak mempengaruhi Vanessa yang sedang meletakkan dua cangkir kopi di atas meja yang berada di tengah-tengah sofa.

“Bagaimana bisa kau diterima disini?” Vince bertanya penasaran.

“Karena saya pintar.” Jawab Vanessa sekenanya setelah meletakkan dua gelas kopi tersebut dan mengambil kembali nampannya. “Saya permisi.”

“Terlalu percaya diri.” Sinis Vince membuat Vanessa yang hendak keluar mau tidak mau berhenti dan berbalik sambil menatap Vince dengan senyuman simpulnya.

“Bukankah percaya diri itu perlu untuk melamar di perusahaan anda, Pak? Dan juga jika saya tidak pintar, saya tidak mungkin berhasil lolos mengikuti seleksi ketat yang perusahaan anda jalankan dan menjadi sekretaris I anda. Selamat pagi.” Setelahnya Vanessa benar-benar keluar dari sana.

Daggel memijit pelipisnya mendengar jawaban Vanessa yang seolah menentang Vince. Padahal, sebelumnya Daggel sudah mengingatkan Vanessa untuk tidak terlalu banyak bicara dan mengatakan hal seperlunya saja. Namun, sepertinya pertemuan pertama mereka tidak terlalu bagus sehingga mereka seperti sedang perang dingin saat ini.

“Itu sekretaris yang kau bilang cekatan?” Vince menatap Daggel tajam.

Daggel mengangguk pelan. “Maaf, Bos. Tapi, hasil kerjanya selama ini selalu memuaskan. Apa perlu saya memecatnya?”

“Tidak.” Jawab Vince cepat. “Aku penasaran tentangnya.”

Tbc.

3 Komentar

  1. Mmiiiiiiiiiii
    Udah itu ajahhhhh
    *blom bca dan cuma komen bgni
    Kaburrrrrrrrrrrrr sblm mmi on haha

    1. @farahzamani5 apaan sih pal :DOR! :DOR!
      Ngajak ngerusuh nih??!!! :ternyatahulk :ternyatahulk
      Tumben on?? :LARIDEMIHIDUP :LARIDEMIHIDUP

  2. sikap percaya diri yg luar biasa. Tunjukkan kecerdasan mu Vanessa