Vitamins Blog

The Angel’s Destiny – Bab. 3

Bookmark
ClosePlease login

No account yet? Register

19 votes, average: 1.00 out of 1 (19 votes, average: 1.00 out of 1)
You need to be a registered member to rate this post.
Loading...

 

Mata shappirenya menatap dengan kilat tak terbaca, dia melihatnya setelah cukup lama tidak menemukannya akhirnya dia berhasil datang walau dengan sekujur tubuh yang penuh luka. Dia Azazil, sedang menatap pasangannya dengan senyum senang. Dia Azazil, tubuhnya tengah berdarah karena peperangan dingin yang terjadi antara malaikat terbuang dan pasukan alam bawah. Dia Azazil, lelaki yang akan selalu kembali kepada satu gadis yang telah memiliki hatinya. Gadis itu adalah sosok yang tengah di tatapnya, berlarian di antara pohon indah yang tumbuh lebat setinggi pinggang gadis kecil tersebut.

 

Azazil berusaha menahan diri untuk tidak melangkah, karena nalurinya malah menginginkan dia berada di dekat gadis kecil itu. Mengelus gadis kecil dengan sayang, mengatakan pada gadis itu kalau dirinyalah lelaki yang telah di takdirkan untuknya. Tapi Azazil tak bisa, gadis kecil itu belum cukup mampu menerima informasi yang akan di berikan Azazil padanya. Otaknya masih terlalu muda untuk di jejalkan dengan kenyataan, karena Azazil tahu kalau Aurora akan mengenalnya saat itu juga. Entah bagaimana dia tahu, tapi Azazil memang merasakan.

 

Di genggamannya erat batang pohon yang ada di dekatnya, merasa haus hanya dengan menatap mata indah gadisnya. Mata itu memancarkan aroma keindahan yang jelas tersuguhkan dengan cara yang indah. Aroma gadisnya juga pekat, penuh dengan kasih sayang juga aroma lain yang tidak Azazil kenali. Ada aura terang dalam diri gadisnya, tapi juga aroma kematian. Aurora terlihat unik dan berbahaya. Kombinasi yang tak terlalu di sukai sang malaikat terbuang.

 

“Masih menatapnya dengan cara yang sama wahai Azazil.” Sebuah suara yang terdengar di belakangnya tidak membuat Azazil berbalik, matanya masih menatap gadisnya yang tengah berlari mengejar kupu-kupu.

 

Azazil tahu siapa yang datang, bahkan sebelum sosok itu memunculkan suaranya Azazil sudah lebih dulu tahu kalau aroma itu milik sahabatnya. Raiz.

 

“Tidak ada cara lain untuk aku menatapnya Raiz, aku tidak bisa mendekat. Tapi dia menarikku seolah aku adalah besi, sedangkan dia adalah   magnet untukku.” Azazil mengepalkan tangan. Terlihat frustasi hanya dengan melihat mata shappirenya.

 

“Bukankah itu memang kutukannya wahai Azazil, kalian di takdirkan untuk bersama. Tapi lebih dari itu, kau di minta untuk bersabar.” Raiz mengangkat bahunya dengan cara yang membuat Azazil tahu kalau Raiz bisa tahu bagaimana perasaannya.

 

“Kurasa itu hanya salah satu dari kutukan yang mematikan, aku merasa akan ada yang lebih mengerikan dari pada semua ini. Yang aku takutkan adalah jika semuanya menyangkut keselamatan pasangan takdirku.”

 

“Apa semuanya berhubungan dengan Lucifer?” Pertanyaan Raiz membuat Azazil langsung menatap waspada. Antara yakin kalau Raiz benar, tapi ragu karena ketidaktahuannya tentang kisah Lucifer.

 

“Apa maksudmu Raiz?” Mata Azazil menatap tajam. Penuh waspada dengan apapun yang akan di lontarkan Raiz.

 

Raiz menggeleng, terlihat salah tingkah dengan tatapan tajam sang Azazil. “Lucifer berhasil​ melarikan diri dari kurungannya.” Raiz mendiamkan diri saat selubung api yang ada di tubuh Azazil tiba-tiba menyala. Warnanya persis warna matanya.

 

“Lalu apa yang di lakukan Gabriel dan yang lainnya?” Suara Azazil tajam, bagai mampu merobek apapun yang ada di sekelilingnya.

 

Raiz kembali menggeleng. “Kami semua sedang berusaha mencari keberadaan Lucifer, kami benar-benar mencobanya. Tapi dia selicin ular, aku mendengar dia memasuki dunia ini.” Azazil memejamkan mata, dia sedang tidak ingin bertarung dengan siapapun, tapi mendengar Lucifer ada di dunia ini membuat Azazil seperti tak memiliki pilihan lain.

 

“Aku…”

 

“AZAZIL!!!” Azazil bergerak waspada, langsung menatap kearah seberang dan menemukan gadisnya telah jatuh ke atas rumput. Bukan itu yang membuat Azazil menatap horor, tapi lebih kepada sesosok ular yang menjulang tinggi di depan gadisnya yang membuat Azazil langsung melesat bagai anak panah.

 

Azazil meraup gadis itu dalam gendongannya, langsung menyembunyikan kepala gadis itu di lekuk lehernya. Mata shappirenya menatap tajam, membuat ular besar itu langsung menjulang tinggi di hadapan malaikat terbuang.

 

Azazil berdecak kesal, ular sialan di depannya telah membuat takut gadisnya. Harusnya Azazil langsung membunuh ular itu, tapi Azazil menahan diri. “Apa yang kau inginkan Edna, putri Medusa?” Azazil bertanya tajam, menyebut nama ular itu dengan hina. Mata kuning ular itu membelalak tak percaya, serta-merta tubuhnya berubah menjadi sesosok gadis dengan tubuh gemulai.

 

“Azazil.” Gadis itu tercekat menyebut nama sang malaikat terbuang, bibirnya menipis. “Saya benar-benar minta maaf wahai Azazil, saya tidak bermaksud mengganggu pasangan takdir Anda. Saya hanya kebetulan lewat dan mencium aroma harum, aromanya sama persis dengan bunga kesukaan semua ular. Tapi aroma gadis itu lebih pekat, saya berharap bisa mencicipinya walau setetes.” Edna tertunduk dalam, rambutnya yang di hiasi dengan ular-ular kecil terlihat ikut menunduk melihat mata tajam sang Azazil.

 

“Berani sekali kau meminta darahnya putri Medusa! Kau pikir aku akan menggores kulitnya hanya untuk mahluk rendahan sepertimu!?” Mata Azazil berpendar ganas, bahkan api biru telah mengelilinginya dengan menakutkan. Azazil merentangkan sebelah tangannya yang bebas, membuat pedang Angkara mengeluarkan diri.

 

Mata Edna terbelalak kaget, rasa-rasanya sudah cukup ibunya yang mati dengan pedang itu. Sebelum terlambat Edna langsung menjatuhkan diri dan berlutut di depan Azazil, menunduk sedalam mungkin hanya sekedar untuk mencari pengampunan dari sang malaikat terbuang.

 

Pedang Angkara sudah siap melesat ke jantung Edna, tapi tiba-tiba pedang itu berhenti tepat di depan bola mata gadis berwujud ular tersebut. Azazil tercengang, merasa dirinya tak menghentikan pedang itu. Dengan pemahaman​ yang baru singgah di otaknya Azazil langsung menatap gadis kecil yang telah mengeluarkan diri dari ceruk lehernya.

 

“Kau yang melakukannya?” Pertanyaan Azazil pada gadis kecil itu hanya di tanggapi dengan anggukan pelan. Azazil memejamkan mata, ternyata tidak hanya dirinya yang tunduk di bawah gadis kecil ini. Pedangnya juga turut serta.

 

“Turunkan aku,” gadis kecil itu meminta membuat Azazil menatapnga ragu. Gadis itu jelas baru berusia enam tahun, tapi matanya di penuhi tekad.

 

Azazil menurut saja, melihat gadisnya langsung mendekat kearah Edna yang masih tertunduk. “Kau bisa menjadi batu Aurora!” Azazil memperingatkan.

 

Aurora meraih pipi Edna, membuat Edna menatapnya dengan nyalang. Satu pemahaman yang membuat Edna menitikkan airmata, tapi Aurora hanya balas tersenyum padanya. “Aku hampir membunuh sang takdir, maafkan aku!” Edna terisak, rasanya hancur sudah dadanya.

 

“Kau tidak bersalah Edna, kau benar dengan datang padaku. Tidak ada yang salah dengan mencoba membunuhku, kau ingin darahku aku akan memberikan padamu.” Aurora menatap pedang Angkara yang berputar di atas kepalanya, langsung membuat pedang itu turun dan menggores telapak tangan Aurora. “Minum darah ini. Katakan pada anak keturunanmu, ada gadis yang akan lahir dari rahimnya. Gadis itu adalah Dewi yang telah di takdirkan bersama anak dari pangeran api. Satu hal yang harus kalian ingat, aku tidak tahu mana yang lebih tepat dia seorang perempuan atau malah laki-laki.” Suara Aurora penuh khidmat, bahkan Azazil tidak tahu cara menyela walau dirinya di rundung dengan tanya.

 

“Baiklah Putri, baikalah.” Edna meraih telapak tangan Aurora, mencicip darah gadis itu yang terasa manis. Detik itu juga Edna merasa sanggup memberikan nyawa pada Aurora. Darah gadis itu itu adalah sebuah keajaiban.

 

Edna berlalu pergi setelah Aurora mempersilahkan dia untuk pergi. Azazil mendekat, mencoba melihat wajah Aurora, tapi mata itu tiba-tiba menutup dan Azazil langsung meraih tubuh yang tiba-tiba kehilangan daya. Aurora telah pingsan di dalam dekap Azazil. Yang Azazil tahu adalah gadis itu tak pernah ingat sama sekali apa yang terjadi, bahkan saat di tanya apa dia mengingat Azazil, Aurora hanya bisa mengerutkan kening bingung.

 

7 Komentar

  1. Wah, apakah Aurora kerasukan dewi lain? Atau ada Aurora dewasanya yaaa xD untung aja Edna gajadi dibunuh. Aurora baik banget wkwkwk. Wah azazil dan pedangnya patuh sama Aurora xD
    Pingin donggg di peluk abang Azazil hahahaha

  2. farahzamani5 menulis:

    Kok sakit ya ni hati pas liat azazil cuma bsa mandang aurora dri jauh gtu huhu
    Apakah akan ada sesuatu antara azazil, aurora dan lucifer, emmmmm penasaran
    Wahhh Edna nyari mati nih berurusan sma azazil hihi, dan knp aurora bertindak kyk gtu, siapa sbnrnya aurora itu????jeng jeng jeng hihi
    Ditunggu kelanjutanny
    Semangat trs ya ka

  3. syj_maomao menulis:

    Hmm……nyesek jugaaa yaaa kalo hanya melihat dambaan hati dari jauh :LARIDEMIHIDUP :PATAHHATI
    Aihhh aku senyam-senyum sendiri liat moment mereka walau bisa dikatakan Aurora masih muda, jadi ibarat kata Azazil pedopil hihihi :BAAAAAA

    1. Hihi, iya bener banget, kalo dipikir2 Azhura Khan jg gitu kn?

  4. Ini nih yg aku tunggu2 updatenya
    Senang dngn kenyataan Azazil patuh sama Aurora
    Penasaran sama sosok Aurora..

  5. Akhirnya bang Azazil hadir, vote dulu lah

    1. Azazil tunduk pada Aurora yg bida dikatakan masih muda, hihi