Vitamins Blog

Helena (Bab. 7 Sebuah Kesepakatan?)

Bookmark
ClosePlease login

No account yet? Register

51 votes, average: 1.00 out of 1 (51 votes, average: 1.00 out of 1)
You need to be a registered member to rate this post.
Loading...

***

Enjoy! ^^

***

Author playlist : Ed Sheeran – Shape of You

***

Girl, you know I want your love
Your love was handmade for somebody like me
Come on now, follow my lead
I may be crazy, don’t mind me
Say, boy, let’s not talk too much
Grab on my waist and put that body on me
Come on now, follow my lead
Come, come on now, follow my lead

***

“Sekarang apa kau sudah puas?” Helena mengangkat dagunya angkuh, bertanya kaku saat James menyeringai penuh kemenangan padanya. “Selamat, Tuan Smith, Anda sudah berhasil menyembuhkan ego anda yang terlampau tinggi,” ejeknya kasar namun James sama sekali tidak terpengaruh.

Pria itu mengangkat bahunya ringan, “Sebenarnya egoku sama sekali belum terpuaskan,” ujarnya penuh arti membuat Helena menyempitkan mata, menatapnya dengan rasa tidak suka yang sama sekali tidak ditutupinya walau untuk sekedar sopan santun.

Persetan dengan sopan santun, pikirnya geram. Pria di hadapannya ini bahkan tidak tahu apa arti kata itu, jadi untuk apa ia memperlakukannya dengan baik?

“Aku menciummu setengah mati tapi kau bersikap seperti seorang perawan yang tidak pernah disentuh sebelumnya.” James memasang pose berpikir. “Ah, tidak. Kau lebih buruk,” ralatnya cepat. “Kau terlalu dingin, bahkan lebih dingin dari puncak gunung es.”

“Tolong beri aku ucapan selamat!” ejek Helena penuh kebencian.

James terkekeh. Ia menggoyangkan jari telunjuknya di depan dada. “Dan egoku hanya akan terpuaskan setelah kau telah menjadi Nyonya Smith,” katanya seraya berusaha untuk mengangkat dagu Helena yang terangkat tinggi dengan ibu jarinya. Namun pria itu lagi-lagi mengangkat bahunya cuek saat wanita itu mengelak dan mendelik ke arahnya tajam. “Kurasa kita sudah terlalu lama berbasa-basi,” lanjutnya tenang dengan kedua tangan dilipat di depan dada. “Dan sejujurnya aku mulai lelah berbasa-basi denganmu.”

Helena menipiskan bibir. “Kalau begitu pergi dari kehidupanku,” ujarnya geram. “Aku sama sekali tidak pernah ingat jika aku pernah mengundangmu ke dalam kehidupanku.”

James pun tergelak keras dibuatnya. Dalam satu gerakan cepat ia menangkup wajah Helana dengan kedua tangannya sebelum melayangkan sebuah ciuman singkat. “Sikap keras kepalamu ini-lah yang membuatku sangat tertarik padamu, Ann. Apa kau masih tidak mengerti?”

Gigi Helena gemeretak keras. Pria ini sangat kurang ajar, benar-benar kurang ajar. Bagaimana bisa dengan ringannya ia memanggilnya dengan panggilan itu? “Berhenti memanggilku ‘Ann’!” tukasnya dengan nada mengancam. Helena mengangkat telunjuknya di udara. “Aku tidak suka panggilan itu diucapkan oleh mulutmu—”

“Ah, jadi kau lebih suka aku memanggilmu ‘Honey’?” ejek James memotong ucapan Helena dengan cepat. Ia memiringkan kepalanya ke satu sisi. “Atau ‘Sweety’?”

“Brengsek James, jangan membuat kesabaranku habis!”

“Tidak,” balas James serak membuat Helena secara otomatis mundur beberapa langkah ke belakang. Sikap pria di hadapannya ini membuatnya bingung, terkadang ia merasa jika James begitu berbahaya hingga pertahanan dirinya mengatakan jika ia harus menjauh dari pria itu. “Seharusnya aku yang berkata seperti itu padamu,” tambahnya masih dengan nada yang sama. “Jangan membuat kesabaranku habis, Helena—”

“Atau apa?” tantang Helena dengan sisa-sisa keberaniannya yang masih tersisa dengan begitu menyedihkannya. “Apa kau berencana untuk menghancurkan keluargaku?” cibirnya kaku. “Lakukan saja, Tuan Smith, sungguh aku tidak peduli.”

James menerawang, seolah menimbang-nimbang, lalu menggelengkan kepalaya dengan gerakan pelan. “Untuk apa aku menghancurkan keluargamu?” Ia balik bertanya dengan nada tenang, membuat jantung Helena berdegup kencang yang didorong oleh perasaan tidak nyaman. Dadanya bahkan terasa sangat sesak saat netranya menangkap senyum licik yang sekilas terukir di bibir yang mungkin akan terlihat begitu menggiurkan andai saja keduanya tidak tengah berseteru saat ini.

Pria itu untuk sesaat menundukkan kepala, menekuri kuku-kuku jarinya yang terawatt dengan sangat baik sebelum akhirnya ia kembali mengangkat kepala, dan berkata dengan nada tenang menakjubkan, “Aku lebih suka menghancurkan panti asuhan tempatmu tumbuh besar, Helena.”

***

Helena termenung lama. Ia bahkan tidak bisa berpikir jernih setelah James mengutarakan rencana jahat itu padanya. Helena bahkan tidak melakukan perlawanan berarti saat James memapahnya keluar dari ruang inap VVIP itu, lalu menuntunnya turun hingga turun ke lobby rumah sakit dimana supir pribadi dan kendaraannya telah menunggu.

Perjalanan yang memakan waktu tidak singkat itu terasa sangat canggung. Keduanya tidak mengatakan apa pun untuk waktu lama hingga akhirnya keheningan itu terputus saat James menghela napas keras dan bertanya dengan nada tidak sabar, “Apa kau akan terus diam membisu seperti ini?”

Helena tidak langsung menjawab. Otaknya dipenuhi oleh kemungkinan-kemungkinan buruk yang mungkin saja terjadi jika ia benar-benar membuat masalah dengan seorang James Smith. “Kemana kau akan membawaku?”

Satu alis James diangkat naik. “Ke apartemenmu tentu saja, kau pikir kemana lagi?” tanyanya dengan nada mencemooh.

Helena melirik ke arahnya untuk waktu singkat sebelum akhirnya ia membuang muka, menatap jauh keluar jendela mobil.

“Kau pikir aku akan membawamu ke apartemenku?” ejek James.

Helena tida menjawab. James tidak perlu tahu jika untuk sesaat ia memang berpikir jika pria itu akan memaksanya untuk tinggal bersamanya, terlebih setelah dia mengatakan rencana jahatnya itu padanya.

“Kau terlalu banyak membaca novel romantis, Helena,” ujar James terdengar seperti sebuah ejekan yang menohok hati Helena dengan keras. “Aku tidak akan memaksamu untuk tinggal bersamaku jika kau tidak mau.”

Helena melirik lewat bahunya, menyempitkan mata dan mendesis tajam, “Tapi kau memaksaku untuk menikahimu.”

James menyeringai, mengendikkan bahu dan menjawab ringan, “Itu dua hal yang berbeda,” kilahnya nyaris membuat Helena membenturkan kepalanya pada kepala milik pria batu di sampingnya ini. “Aku bukan tipe pria yang rela menghamburkan uang hanya untuk mendapatkan wanita—”

“Kau berusaha menyuap keluargaku agar kau bisa meminangku.” Bentak Helena dengan napas terengah-engah. Oh, Tuhan, apa pria ini sadar dengan apa yang diucapkannya? Apa mungkin James mabuk hingga dia tidak ingat dengan apa yang pernah dilakukannya?

“Keluargamu hanya meminjam padaku, Helena,” sahutnya tenang. Ia bertopang kaki, lalu menggigit bibir bawahnya sementara tatapan tajamnya terarah pada bibir Helena yang sedikit terbuka. “Mereka akan mengembalikannya sesuai dengan kesepakatan yang akan kami sepakati nantinya,” terangnya membuat gigi Helena kembali gemeretak dengan keras.

James terdiam sejenak untuk mengambil napas dalam. “Kau hanya perlu setuju untuk menikah denganku. Itu saja, apa sulitnya?”

“Apa yang membuatmu memilihku?” tanya Helena serak. Ia mengepalkan kedua tangannya. Menahan kemarahannya adalah hal yang dulu sangat mudah untuk dilakukannya namun setelah bertemu dengan James, kenapa hal itu terasa sangat sulit? Sejak kecil, Helena sudah belajar dan mengerti jika ia harus berjuang keras untuk mendapatkan apa yang menjadi keinginannya.

Helena sudah belajar dari kepahitan masa lalunya jika ia harus terlihat kuat agar tidak diremehkan oleh orang lain, namun kenapa kelemahannya justru harus dilihat oleh James? Hingga detik ini ia bahkan masih tidak bisa memungkiri jika dirinya merasa amat sangat malu setelah pingsan tepat di hadapan pria itu. “Aku bukan wanita yang pantas untuk menjadi istrimu,” lanjutnya tenang. “Aku bukan Cinderella yang pantas untuk seorang pangeran sepertimu.”

Lagi-lagi James tergelak, terdengar begitu renyah di telingan Helena. “Benar dugaanku, kau terlalu banyak membaca novel-novel percintaan, Helena,” ejeknya seraya mencubit gemas hidung mancung wanita itu. “Seorang pria kaya jatuh cinta pada wanita miskin yang dalam hal ini dirimu.” Satu alisnya kembali diangkat saat mengatakannya. James menggelengkan kepala pelan. “Tidak Helena. Aku tidak mencintaimu,” terangnya membuat kedua bahu Helena merosot.

Oh, kenapa ia harus merasa terganggu oleh pengakuan pria itu? Seharusnya ia merasa biasa karena Helena sudah tahu jika James berniat menikahinya hanya untuk memuaskan egonya saja. Tidak lebih.

“Aku memilihmu karena kau berbeda,” lanjut James dengan ekspresi serius. “Dan satu hal yang sudah kau ketahui dengan baik, aku memilihmu karena kau menolakku. Sekarang kau harus camkan di dalam kepalamu jika aku tidak suka ditolak!”

Helena kembali membisu, terlalu malas untuk menyahut ucapan James yang terdengar semakin menyebalkan.

“Ancamanku bukan main-main, Helena,” lanjutnya membuat dada wanita itu kembali terasa sesak, penuh antipati. “Aku tidak akan segan-segan menyakiti ornag-orang yang kau sayangi jika kau berani menolakku,” ujarnya dingin.

Sialan! Maki Helena di dalam hati. Bagaimana bisa pria ini menyembunyikan sifat aslinya dengan sangat baik? Tanyanya penasaran. Seorang James Smith yang terkenal akan keramahan dan kemurahan hatinya ternyata memiliki sisi gelap yang mungkin tidak akan dipercayai oleh orang lain walau seandainya Helena melemparkan kebenaran ini ke wajah mereka.

James kembali menegakkan punggungnya. “Tugas pertamamu sudah menanti, Ann.”

“Berhenti memanggilku dengan panggilan itu!”

Satu alis James terangkat. “Kau tidak bisa melarangku untuk melakukan apa pun yang kuinginkan,” ujarnya tenang membuat Helena hanya bisa mendecih, dan memutar kedua bola matanya, kesal.

Brengsek! Sialan! Umpatnya Helena di dalam hati.

“Aku memerlukanmu, si calon istriku untuk mendampingiku untuk jamuan makan, malam ini.”

Helena terbelalak. “Kau pasti bercanda!” pekiknya garang.

“Aku tidak bercanda—”

“Diam dan dengarkan aku!” bentak Helena membuat James terlihat kaget oleh keberanian yang kembali diperlihatkan oleh wanita itu.

Ah, Helena tidak akan membuatnya bosan, pikirnya senang.

“Kau tidak bisa mengaturku untuk melakukan ini dan itu,” ujarnya dengan napas terengah. Helena melirik sekilas ke arah supir pribadi James yang sepertinya sama sekali tidak terganggu oleh pertengkaran di belakang jok kursinya. “Aku bukan budakmu,” tegasnya dengan suara tertahan.

“Kau memang bukan budakku, Ann. Siapa yang mengatakan hal itu padamu?” ujarnya santai. James mencondongkan tubuhnya. “Kau calon istriku. Ingat itu!” bisiknya merdu tepat di telinga kiri wanita itu.

.

.

.

TBC

14 Komentar

  1. RoseSherinX menulis:

    aih..james bikin geregetan deh..aw aw aw nice story,, seru ceritanya ???

  2. :inlovebabe :tepuk2tangan

  3. arimbieMey menulis:

    baca episode helena selalu ngerasa greget diujung dan kurang panjang partnya
    padahal nunggunya lamaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa
    hehe makasih author, semangat ya biar cerita helena cepet update dan panjang partnya

  4. RahmatulHusna3 menulis:

    Sukaa sama ceritanya…. :NGEBETT aku nungguin selalu loh….. kasian ama helena nya terlalu banyak menanggung beban hidup…. :PATAHHATI :GERAAH
    Semangat terus kk jgn lama lama update nya ya…hehehe :BAAAAAA sama satu lagi part nya tolong dipanjangin….tapi jgn dipaksa juga kk…takutnya nanti gak nyambung lagi… :KISSYOU :CURIGAH

  5. KhairaAlfia menulis:

    Penasaran,, :bearbertanya

  6. Ga tau kenapa menurut ku pertengkaran mereka itu sweet bangeet hehehe

  7. ini kapan update lagii ._.

  8. salsabilanurutami menulis:

    Gw baca sekaligus malah benci banget sama ibunya helena

  9. Sisca_samosir menulis:

    Baru nemu cerita ini dan suka..

  10. alivatukaruzzaman menulis:

    Emaknya bikin gua pengen jambak rambutnyaa,bikinnn greget…..

  11. Kasian si Helena :PATAHHATI

  12. fitriartemisia menulis:

    kalo James sama Helena adu mulut tuh bikin geregetan hahaha

  13. So sweet banget daaaah???

  14. Ditunggu kelanjutannyaa