Vitamins Blog

I Want You (Oneshot)

Bookmark

No account yet? Register

22 votes, average: 1.00 out of 1 (22 votes, average: 1.00 out of 1)
You need to be a registered member to rate this post.
Loading...

Title                : I Want You

Author           : Kalfa — keyxqueen

Genre             : Romance

Length           : Oneshoot

Rated             : PG-13

Casts             : -Sunny Styning Moon

                          -Aidan Williams

                          -Brandon Gaze Robert

                          -Sharon Kelsy Gunanti

                          -Nicki Styning Moon

 

 

WARNING : All scenes, and all of the story ideas are mine. Dan maaf untuk bagian-bagian yang menurut kalian itu salah dan bagian-bagian scenes yang abal-abal dan gaje dan yang pasti membosankan ini.

Ini salah satu my old short story yang dibuat sekitar lima atau empat tahun yang lalu. Happy Reading :)

 

—————-

Cuaca hari ini memanglah tak secerah cuaca seperti biasanya di kota New York. Mungkin hari ini akan turun hujan di kota New York. Karena langit saat ini terlihat sendu. Sama halnya dengan suasan hati Sunny yang mungkin biasanya gembira, berubah menjadi sendu seperti ini karena hal sesuatu yang mengganjal dalam benaknya, entahlah.

Sunny hendak akan melangkahkan kakinya masuk ke gedung sekolah yang besar nan terkenal di kota New York, St. George High School. Ya, Sunny akan menginjak 17 tahun 2 bulan mendatang. Cuaca di bulan Januari kali ini memanglah sedikit agak dingin. Mungkin karna bulan Desember kemarin baru saja turun kepingan kristal yang biasa disebut salju di kota New York.

Baru saja Sunny hendak melangkahkan kakinya ke kelas, sesuatu menghalanginya untuk masuk. “Hey nona manis. Sepertinya aku belum pernah melihat wanita secantik dirimu di sekolah ini. Kau murid baru?” Yeah, Si playboy. Siapa lagi kalau bukan seorang Aidan Williams yang terkenal dengan playboy nya ini.

“Maaf, aku bukan murid baru. Dan maaf, aku tak akan seperti gadis lainnya yang termakan oleh rayuan gombal mu yang bodoh itu.” Ujar Sunny dengan lugas tanpa menoleh sedikitpun kearah Aidan dan Brandon.

“Ku kira nona ini tak pernah mendengar siapa Aidan Williams di sekolah ini.” Bisik Brandon ke Aidan dan menoleh sedikit ke arah Sunny. Ya, Brandon Gaze Robert salah satu teman terbaik Aidan. Mereka selalu bersama-sama saat ada di sekolah ini. Sama-sama playboy tentunya.

“Akan kuberitahu dia bagaimana cara berbicara yang sopan di hadapan Aidan Williams.” Ucap Aidan. Sunny memang sebenarnya tau benar siapa sebenarnya Aidan, tapi hanya saja dia tidak ingin membuang banyak waktu percuma hanya untuk hal yang tak penting seperti ini.

“Maaf tuan Williams. Ku pikir aku hanya membuang waktu 5 menit disini hanya untuk hal yang tak benar-benar penting seperti ini. Biarkanlah aku masuk.” Ujar Sunny sekali lagi seperti mengingatkan Aidan. Berani sekali gadis ini berbicara seperti ini di hadapan Aidan Williams, pikir Aidan.

“Baiklah, ku kira untuk saat ini kubiarkan kau masuk karna mungkin 10 menit lagi bel sekolah berbunyi. Kuperingatkan satu kali lagi, untuk seterusnya, aku tak akan membiarkan kau pergi.” Tukas Aidan sambil menatap tajam kedua bola mata aqua milik Sunny.

“Oh, mengerikan sekali tuan Williams.” Ejek Sunny yang seraya melangkah masuk ke kelas tanpa mengubris Aidan dan Brandon untuk kesekian kalinya. Benar-benar tindakan yang sangat berani. Untung saja, Sunny perempuan, kalau tidak, mungkin saja wajah Sunny sudah akan di warnai lebam ungu oleh Aidan. Jika saja Aidan tau asal-usul gadis ini, mungkin Aidan sudah akan mengejeknya habis-habisan. Tapi ya, kupikir wanita ini tidaklah terlalu buruk untuk kujadikan incaran selanjutnya, ujar Aidan dalam hati.

Sudah puluhan wanita yang termakan rayuan tipu daya Aidan. Aidan memanglah tampan dan kaya tentu saja. Jadi jangan salah jika dia selalu mendapatkan apa yang dia inginkan hanya dengan dentikan jari. Sangat mengesankan memang.

 

***

 

Bel sekolah akhirnya berbunyi untuk yang kesekian kalinya. “Untung saja, pelajaran fisika tadi tidaklah terlalu sulit.” Gerutu Sunny sambil membereskan buku-buku pelajarannya. Memanglah pelajaran fisika, selain pelajaran ini sangatlah susah ―menurut Sunny― gurunya juga sangat killer. Bayangkan saja, jika saja ada salah satu murid yang tidak mengerjakan salah satu tugasnya, dia tidak di biarkan ikut selama 1 pelajaran, dan juga akan di kenai detention. Benar-benar sadis untuk seorang siswa.

Saat Sunny hendak akan melangkahkan kakinya keluar dari gedung sekolah, tiba-tiba saja ada seseorang yang menepuk bahunya. “Siapa lagi ini.” Gumam Sunny dalam hati. “Astaga, kau.” Ujar Sunny saat menoleh ke belakang. Sharon Kelsy Gunanti. Satu-satunya sahabat Sunny di sekolah ini. Sunny memang tak punya banyak teman disini. Mungkin hanya beberapa yang kenal, tapi tak dekat dengannya. Dan satu-satunya yang dekat dengan Sunny ya hanya Sharon. Pikir Sharon, Sunny adalah gadis yang sombong dan sangat amat cuek. Awalnya, Sharon ragu untuk berkenalan dan hendak akan mendekati Sunny, karena memang Sunny gadis yang terlihat sangat amat angkuh dan tak peduli akan apapun. Tapi, dugaan Sharon pun meleset. Buktinya, mereka masih berteman dengan baik sejak Freshman Year.

“Haha, ada apa?” Ujar Sunny sambil menatap Sharon.

“Oh ya, apakah kau sibuk siang ini?” Ujar Sharon cepat sambil mengatur frekuensi nafasnya.

“Hm sepertinya tidak, memangnya ada apa?” Tanya Sunny.

“Aku ingin mengajak mu ke toko buku siang ini, lalu menemani ku belanja. Kau mau tidak?” Sambil menggaruk kepalanya yang tentu saja tidak gatal. Sharon agak ragu untuk menanyakan hal ini pada Sunny. Sunny tentu saja akan menolak ajakan Sharon setiap kali Sharon mengajaknya untuk pergi jalan. Hanya pada saat bulan Desember 2 tahun yang lalu mereka pergi ke sebuah taman hiburan menghabiskan natal dan liburan musim dingin seharian, itupun hanya sekali saja.

“Sepertinya ide yang bagus.” Ujar Sunny dengan mengedipkan mata dan terbentuk sebuah senyuman di bibirnya. Itu pertanda, Sunny mengiyakan ajakan Sharon.

“Akhirnya kau mau juga ikut denganku untuk pergi jalan. Aku sudah bergumam dalam hati jika kau akan menolaknya. Maka dari itu sebelum aku kemari untuk mengajakmu jalan, aku harus berpikir beribu kali sebelum aku mengajakmu.” Ujar Sharon sambil menggandeng lengan Sunny untuk segara melangkahkan kakinya ke parkiran untuk segera naik ke mobil mewahnya Sharon.

Ya, Sharon memang terbilang kalangan anak yang benar-benar mampu. Sunny jugs terbilang anak yang benar-benar mampu namun dia berbeda dengan Sharon. Tentu saja, tipikal gadis seperti Sunny ini tak mempedulikan akan hal fashion atau kehidupan yang glamour meskipun dia punya banyak harta serta rumah yang diberikan mendiang kedua orang tuanya yang sudah berada di surga. Sunny memanglah sangat berbeda dengan gadis lainnya seperti Sharon. Sharon bahkan peduli sekali akan hal fashion atau bahkan selalu boros hanya untuk membeli kebutuhan yang tentu sajalah tak begitu penting.

 

***

 

Sunny Styning Moon Point of View

 

Aku mengiyakan ajakan Sharon untuk kali ini, karena ku pikir, aku hanya akan menghabiskan waktu yang tak penting di rumah siang ini. Ini cukup menyenangkan ku pikir jika aku pergi jalan dengan Sharon, walaupun mungkin saja aku hanya akan melihatnya memilih baju atau buku yang akan di belinya nanti. Kupikir, untuk kali ini aku tak akan menghabiskan beberapa uangku untuk membeli buku dan baju. Buku novel yang baru saja ku beli pekan lalu, belum sama sekali ku baca. Judul bukunya, “Pride & Prejudice.” Cover bukunya keliatan menarik. Selain ceritanya yang kedengaran romantis ―sebagian orang berkata seperti itu― mungkin ada beberapa bagian ceritanya yang benar-benar menarik. Aku lebih baik membeli buku semacam itu, ketimbang harus membeli buku seperti “Harry Potter” atau semacamnya. Aku tak suka cerita-cerita fiksi atau cerita yang tak benar-benar nyata adanya.

Kami melangkah masuk ke toko buku. Terdapat papan besar di bagian pintu masuk toko buku dan terdapat nama, “Glarience Bookstore.” Tentu saja, itu nama toko bukunya.

“Lalu, apa yang akan kau cari, Shay?” Tanyaku sambil melihat koleksi buku-buku yang terdapat di rak buku untuk bagian buku yang baru saja terbit. Dan ‘Shay’ adalah panggilan singkatku untuknya.

“Aku akan mencari beberapa majalah terbaru yang memberitakan tentang Justin Timberlake tentunya.” Astaga, anak ini memang tak pernah henti-hentinya mencari kabar terbaru tentang Justin Timberlake. Sharon adalah penggemar berat Justin Timberlake ketika ia masih duduk di kelas sepuluh dan masih sampai sekarang. 2 Tahun lalu Sharon pernah sekali bertemu dengan penyanyi pria itu dan kau tahu? Selama seminggu setelah bertemu dengan penyanyi pria itulah dia tak pernah berhenti membicarakan tentang penyanyi pria yang tampan ―menurut Sharon― sampai-sampai aku bosan mendengarnya. Itu hal biasa mungkin untuk anak remaja seperti kami. Mengidolakan seseorang tentunya.

“Astaga, shay. Ku pikir demam mu ini sudah berhenti akan Justin Timberlake.” Ujar ku sambil terkekeh melihat tingkahnya yang agak sedikit tak normal begitu dia telah menemukan majalah yang ia inginkan. Maksudku, seperti berteriak atau mengatakan, “Hey Sunny, lihat ini! Justin Timberlake benar-benar terlihat tampan disini!” atau semacamnya.

“Tentu saja, demamku terhadap Justin Timberlake tidak akan pernah hilang!” Ujarnya sambil terus membuka majalahnya dan menemukan sesosok bintang pujaannya sekali lagi di majalah. Aku hanya melihatnya aneh yang bertingkah seperti orang tidak waras saat ia menemukan poster Justin Timberlake di salah satu halaman majalah tersebut. Astaga, anak ini.

“Apa kau sudah puas dengan majalahnya?” Ujarku sambil seraya mendekatinya.

“Hm, kupikir belum!” Kemudian Sharon terkekeh seperti ada yang lucu baginya saat aku menyipitkan mataku. “Aku hanya bercanda. Ku pikir kita bisa pergi sekarang.” Ucap Sharon seraya mengambil beberapa majalah yang di dalamnya terdapat berita beserta foto Justin Timberlake. Kami segera menuju kasir untuk membayar majalah yang di beli Sharon.

Aku sempat melihat sekeliling. Cukup sepi. Mungkin hari ini hujan, atau bagaimana, entahlah.

“Sekarang kita mau kemana lagi?” Tanyaku pada Sharon. “Kita sekarang akan pergi ke salah satu butik milik teman ibuku.” Ujar Sharon seraya kami berdua melangkah keluar dari toko buku dan menuju arah barat. “Apakah jaraknya jauh dari toko buku ini?” Tanyaku sekali lagi memastikan. “Sepertinya tidak. Ayolah.” Ujar Sharon menarik lenganku. “Baiklah.”

 

***

 

Author Point of View

 

Ketika Sharon dan Sunny hendak akan berbelok ke arah barat, Sunny menabrak dua lelaki tampan.

 

Bruk.

 

Sunny terjatuh di bawah sedangkan Sharon tidak sama sekali terjatuh karena jarak Sharon saat itu berbeda 5 langkah dengan Sunny.

“Astaga, apakah kau tidak punya mat-” Ucap Sunny terputus ketika dia mengangkat wajahnya dan menoleh kepada dua lelaki itu.

“Astaga, mereka lagi, mereka lagi.” Pikir Sunny seraya memutar kedua bola mata aqua-nya ketika ia menemukan dua lelaki di hadapannya itu ternyata Aidan dan Brandon.

“Wah, sepertinya kami baru saja bertemu dengan gadis ini lagi.” Ucap Brandon seraya menyikut lengan Aidan.

“Oh ya. Kita bertemu dengan gadis menyebalkan ini lagi.” Ucap Aidan sambil menatap Sunny yang masih duduk terdiam di lantai. Sharon hendak akan membantu Sunny untuk berdiri ketika Sunny langsung berdiri tegap dan melotot ke arah Aidan.

“Apa kau bilang barusan? Gadis menyebalkan? Bukankah kau yang menyebalkan? Dasar playboy!” Ucap Sunny kesal pada Aidan seraya ia mendorong bahu Aidan.

“Apa maksudmu aku menyebalkan? Kaulah yang menyebalkan. Berbicara tidak sopan di hadapanku.” Ucap Aidan balik melotot ke arah Sunny.

“Oh ya? Kaulah yang menyebalkan, tuan Williams! Tiba-tiba mengahalangiku untuk masuk ke kelas tadi pagi. Kaulah yang tidak sopan! Bukan aku.” Ucap Sunny membela dirinya.

“Baik, sudah ku peringatkan kau, jika kita kembali bertemu lagi, aku tak akan membiarkan kau pergi.” Ucap Aidan seraya menarik pergelangan tangan Sunny meninggalkan Brandon dan Sharon berdua.

“Hey, hey! Apa yang dia akan lakukan pada Sunny? Aku harus mengejarnya!!” Ucap Sharon panik ketika Brandon menahannya untuk tetap tinggal.

“Hey nona, tenang saja. Aidan tak akan melukai Sunny. Aidan sepertinya menyukai Sunny, dan kupikir hari ini mereka akan berkencan.” Ucap Brandon cepat. Tentu saja ia berbohong pada Sharon agar Sharon tidak panik. Aidan akan berbuat sesuatu pada Sunny karna ulah Sunny yang telah bertindak tidak sopan tadi pagi pada Aidan. Entahlah.

“Tapi-”

“Oh nona, tenang saja. Mereka akan-akan baik saja. Percayalah padaku.” Ucap Brandon seperti menenangkan Sharon untuk tidak panik.

“Apa kau yakin? Aku tak ingin Sunny terluka sedikit pun. Aku dan kau tak tahu apa yang akan Aidan perbuat pada Sunny.” Ucap Sharon seraya melihat ke sekelilingnya dan kali ini Aidan dan Sunny benar-benar sudah meninggalkan Brandon dan Sharon.

“Percayalah padaku. Bagaimana kalau kita pergi berdua saja? Biarkanlah Aidan dan Sunny berdua. Kau mau kemana?” Ucap Brandon mulai melangkahkan kakinya.

“Hm tadinya aku akan pergi ke butik milik teman ibuku dengan Sunny, tapi apabila ia pergi dengan Aidan, ku pikir kita dapat pergi berdua kesana. Tapi sekali lagi, apa kau yakin jika Sunny akan baik-baik saja pergi dengan Aidan? Sunny orang yang keras kepala. Aku takut jika Sunny hendak memarahi Aidan, Aidan akan berbuat kasar pada Sunny.” Ucap Sharon mulai ikut melangkahkan kakinya mengikuti Brandon dengan wajah cemas.

“Percayalah padaku. Sunny akan baik-baik saja, dan Aidan pun akan baik-baik saja. Aku akan menjamin itu.” Ucap Brandon seraya menarik lengan Sharon untuk menyamakan langkah kaki Sharon dengannya.

“Baiklah.” Ucap Sharon yang masih memasang wajah cemas. Apa yang akan benar-benar Aidan perbuat pada Sunny, entahlah.

 

***

 

Aidan Williams Point of View

 

Aku menarik pergelangan tangan Sunny dengan kasar menuju ruang lobby. Gadis ini, tak juga berhenti gerutu saat aku masih menarik lengannya. “Hey Williams! Bisakah kau melonggarkan tanganmu pada pergelangan tanganku! Rasanya sakit sekali.” Ucap Sunny berontak padaku.

“Bisakah kau diam sebentar! Jika aku melonggarkan tanganku pada pergelangan tanganmu, bisa saja kau akan kabur dariku. Aku tak mau hal itu terjadi.” Ucapku masih tetap berlari kecil menuju pintu lobby dengannya.

“Astaga, kau ini. Aku bersumpah bahwa kau adalah laki-laki pertama yang paling menyebalkan yang pernah ku temui selama hidupku.” Ucap Sunny masih meringis kesakitan. Sebenarnya, aku memang tak tega menarik pergelangan tangannya kasar seperti ini. Dan ku kira, itu terlihat agak sedikit memerah karena aku menariknya terlalu kencang dan kasar. Tapi apa boleh buat, jika gadis ini benar-benarlah sangat keras kepala, maka aku akan tetap menyeretnya seperti ini. Kami sudah melewati pintu lobby dan hendak akan menuju tempat parkir.

“Hey, mau kemana kita? Bisakah kau melepaskan ku? Sungguh, ini benar-benar sakit.” Ucap Sunny memohon padaku tapi aku tetap menarik pergelangan tangannya hingga kami tiba di tempat parkiran.

“Apa yang akan kita lakukan disini? Lepaskan aku.” Ucap Sunny sekali lagi memohon.

“Baiklah, berjanjilah untuk tetap diam. Jika kau diam, aku akan melepaskan tanganku ini pada pergelangan tanganmu. Tapi jika kau berteriak untuk meminta tolong, aku akan segera mendekapmu.” Ancamku padanya seraya menatap kedua bola mata aqua milik Sunny.

“Oh God. I swear, if you just look into her eyes, then you’ll be hypnotized by her eyes.” Matanya, sungguh unik dan tentu juga cantik. Mata aqua-nya itu. Sungguh, aku tak pernah melihat mata seindah ini pada gadis-gadis yang pernah ku jumpai sebelumnya. Ada yang terlihat seperti ini, tapi rasanya berbeda saat aku menatapnya dengan gadis lain. Jika dia juga mempunyai sifat yang berbeda dengan gadis-gadis yang pernah ku temui, dia juga mempunya mata yang sungguh berbeda dengan gadis lain. Astaga, Williams! Apa yang baru saja kau pikirkan terhadapnya?? Dia hanyalah gadis biasa yang kau tidak tahu asal-usulnya.

“Hey, kenapa kau menatapku seperti itu?” Ucap Sunny melambaikan tangannya tepat di depan wajahku.

“Ah.. uhm.. Tidak apa-apa.” Ucapku terbata-bata. “Baiklah, lupakan. Sekarang, aku akan menanyai mu satu hal. Dimana rumah mu?” Ucapku seraya menempatkan kedua tanganku di sisi kiri dan kanan kepalanya di kaca mobilku.

“Hey Williams, apa yang akan kau lakukan? Mengapa kau menempatkan kedua tanganmu di antara kepalaku?” Ucap Sunny panik.

“Aku tak akan berbuat apa-apa padamu. Sekarang jawab pertanyaanku yang tadi!” Ucapku padanya semakin mendekat.

“Hey, jangan mendekat!! Lepaskan aku jika kau mau aku menjawab pertanyaanmu ini. Ini tempat umum. Apa kau tidak malu jika orang-orang melihat perbuatanmu ini? Ayo lepaskan.” Ucap Sunny mencoba untuk mendorong jauh badanku, tetapi aku tak membiarkan ia mendorong badanku.

“Astaga, aku lelah, Aidan. Posisi ini membuatku canggung.” Ucap Sunny kali ini lemah karna tak kuat lagi mendorong tubuh ku yang lebih besar darinya. Kira-kira tinggi kami hanya berbeda 4-6 inchi, hanya saja tubuh ku yang lebih tinggi dan besar di banding tubuh nya.

Aku hanya bisa tertawa kecil mendengar apa yang barusan ia ucapkan. Apa katanya? Posisi kami ini membuatnya canggung? Aku bahkan bisa saja mendekatkan tubuhku padanya lebih dekat lagi.

“Mengapa kau tertawa kecil seperti itu? Apakah ada yang lucu? Huh.” Sunny mendengus. Kali ini aku tak dapat menahan rasa tawaku ini atas sikap dan perkataannya tadi.

“Aku hanya tertawa dengan ucapanmu barusan bahwa posisi ini sangat membuatmu canggung. Aku bahkan bisa saja mendekatkan tubuhku padamu lebih dekat lagi jika kau mau. Haha.” Ucapku sambil tertawa lepas.

“Hey, apa maksudmu barusan? Kau ingin menciumku hah? Tak akan ku biarkan perbuatanmu itu.” Ucapnya. Lagi-lagi perkataannya ini membuatku tak dapat menahan tawa lebih lepas lagi. Tentu saja aku harus berpikir beribu kali terlebih dahulu sebelum menciumnya. Maksudku, memang Sunny tak terlalu buruk tapi dia berbeda dengan gadis yang ku jumpai sebelumnya. Dia kelihatan lebih tak peduli akan penampilannya, berbeda dengan mantan-mantanku. Ini yang membuatku mulai benar-benar tertarik padanya. Benar-benar gadis unik.

“Ya sudah, lupakan tentang pertanyaan ku tadi. Sekarang kau ikut denganku. Masuklah!” Ucapku seraya menarik pintu mobilku dan membiarkannya masuk.

“Hey apa yang akan kau lakukan lagi? Aku lelah, Aidan. Aku ingin pulang.” Ucapnya.

“Kau mau pulang? Sendiri? Apa kau mau kehujanan? Di luar sana hujan deras. Aku tak akan mungkin membiarkanmu pulang kehujanan.” Ucapku seraya masuk ke dalam mobil ferarri merah milikku dan begitu juga dengannya yang mulai masuk ke mobilku ini.

“Bagaimana dengan Sharon?” Ucapnya lagi. Astaga, gadis ini benar-benar cerewet.

“Dia akan baik-baik saja, nona. Dia sedang bersama Brandon. Akan ku jamin itu.” Ucapku sekali lagi padanya.

“Baiklah. Tapi sebelumnya, apakah kau tidak keberatan jika aku menaiki mobil mewah mu ini, tuan Williams?” Tanyanya untuk kesekian kalinya.

“Kau sangat berlebihan. Tentu saja tidak. Saat kau sedang bersamaku, kau adalah tanggung jawabku sekarang.” Ucapku lagi.

 

***

 

Sunny Styning Moon Point of View

 

Astaga, apa yang baru saja ia katakan? Aku tercekat ketika mendengar kata-kata yang baru saja Aidan katakan.

 

Saat kau sedang bersamaku, kau adalah tanggung jawabku.

 

Ini benar-benar aneh. Ketika tadi ia menarik pergelangan tanganku kasar, tiba-tiba sikapnya berubah 180 derajat dengan sikapnya yang sebelumnya. Dasar lelaki aneh. Aidan mulai menyalakan mesin mobil ferarri merahnya.

“Apa kau baik-baik saja?” Tanya Aidann padaku.

Dia menanyakan kabarku? Astaga, tentu saja aku tidak benar-benar baik saat dia menarik pergelangan tanganku tadi hingga memerah. Ku kira lelaki ini sedang benar-benar tidak waras.

“Aku tak apa-apa, Aidan!” Dustaku. “Ada apa denganmu ini? Tiba-tiba menanyakan kabarku setelah kau berlaku kasar padaku. Apakah kau tidak waras ya?” Ucapku seraya menoleh padanya yang mulai mengendarai.

“Aku hanya.. umm.. Aku hanya khawatir padamu. Aku tak tega saat aku menarik tanganmu kasar tadi dan-” Ucapannya terputus saat tiba-tiba aku menjawab perkataannya.

“Lalu kenapa kau menarik kasar pergelengan tangan ku kalau kau memang tak tega padaku?” Tanyaku padanya sekali lagi. Aku ingin tahu jawabannya.

“Aku.. Aku hanya ingin memastikan bahwa kau baik-baik saja.” Ucapnya singkat tanpa menoleh ke arah ku sedikit pun dan terus menatap badan jalan seraya keluar dari tempat parkiran. Benar-benar jawaban yang singkat untukku.

 

***

 

Aidan Williams Point of View

 

Aku tetap menatap badan jalan tanpa menoleh sedikitpun padanya saat ia menanyakan beberapa pertanyaan yang membuatku benar-benar tercekat dan tak tahu apa yang harus ku jawab. Aku bahkan harus terus dan terus berpikir sebelum menjawab pertanyaan-pertanyaan nya yang sukses membuatku benar-benar tidak fokus pada badan jalanan ini.

“Hanya itu jawabanmu?” Tanya Sunny sekali lagi yang benar-benar membuatku bahkan tidak bisa bernapas karna pertanyaannya yang konyol itu. Ada apa dengan Sunny ini? Tiba-tiba semuanya menjadi sangat canggung dan hening untuk beberapa menit ketika aku tak sama sekali menjawabnya. Ini benar-benar aneh. Apa yang sebenarnya sedang ia pikirkan sekarang? Sampai-sampai dia benar-benar ingin tahu alasan dari semua itu. Aku memang tak berani menjawabnya. Satu hal yang benar-benar membuatku membawanya ada disini, Aku ingin lebih dekat dengannya. Tapi tentu saja aku tak akan berbicara seperti itu padanya. Pasti dia akan tertawa seketika mendengarnya. Seorang Aidan Williams ingin mengenal lebih dekat dengan gadis yang menurutnya ini sangatlah menyebalkan.

 

***

 

Author Point of View

Aidan dan Sunny masih terdiam di dalam mobil ferarri merah milik Aidan ini. Sunny hanya menatap ke arah luar jendela seraya melihat langit-langit kota New York yang masih keliatan sendu akibat butiran-butiran air yang baru saja jatuh yang kini membasahi jalanan kota. Sunny tak menyadari bahwa sebenarnya Aidan diam-diam tengah meliriknya.

“Bisakah kau tunjukan arah menuju rumahmu?” Ucap Aidan seraya memberhentikan mobilnya di persimpangan jalan.

“Tetap jalan ke arah utara, lalu belok kanan, lurus dan di sebelah kiri, itu dia rumahku.” Ucap Sunny ketika ia menoleh kembali ke arah luar jendela. Setelah mendengar perkataan Sunny tadi, Aidan lalu mulai menyalakan kembali mesin mobilnya lalu mulai melaju dengan kecepatan rendah.

New York. Kota metropolitan dengan sejuta cerita dan cinta di dalamnya. Kini Sunny sudah tak bisa merasakan indahnya New York ketika kedua orang tuanya tewas beberapa tahun silam ketika kedua orang tuanya hendak berlibur ke Hawaii. Sesuatu yang janggal sempat terjadi di dalam pesawat itu. Dan setelah beberapa saat pesawat itu meledak dan menewaskan beberapa penumpang, pramugari, dan juga pilot.

Entah apa yang sudah di rencanakan Tuhan untuk Sunny seperti ini, rasanya Sunny ingin sekali sesaat menggantungkan kepalanya di seutas tali jika saja ia tak punya harapan untuk hidup lagi. Aparat kepolisian sudah pasrah untuk mencari jasad kedua orang tuanya yang telah hilang di tengah lautan dengan beberapa penumpang yang ada di pesawat itu. Kakak Sunny, Nicki Styning Moonjuga sudah kehilangan harapan saat mengetahui kedua orang tuanya telah meninggal karena peristiwa jatuhnya pesawat yang di dalamnya terdapat kedua orang tuanya itu. Dan juga saat ketika kejadian itu menimpa keluarganya, Nicki bersikap begitu liar dan seperti tak punya aturan. Pulang tengah malam dengan keadaan mabuk dan membawa lelaki yang berbeda setiap malamnya.

Nicki Styning Moon, ia sekarang duduk di bangku kuliah. Sunny dan Nicki ini memang sedang ada masalah belakangan ini. Percekcokan antar mulut terjadi setiap malam karena hanya masalah spele. Itulah yang membuat Sunny kini agak murung. Jika saja ia tak punya harapan untuk hidup lagi, mungkin saja sekarang ia sudah ada di alam sana bersama kedua orang tuanya. Sunny merasa, Tuhan tak adil akan ini semua. Mengapa ia mengatur semuanya seperti ini? Sangat pedih memang kehilangan orang yang kita sayangi.

Sunny tak menyadari sesaat butiran air matanya telah membasahi permukaan pipinya yang panas dan merah itu. Sunny sudah tak ingin mengingat beberapa masa lalunya yang menyedihkan untuk diingat itu. Bahkan Sunny sudah berniat untuk membuang semua masa lalunya yang kelam dan menyakitkan itu dalam ingatannya. Sesaat air mata Sunny kembali jatuh untuk yang kedua kalinya, Aidan menyadari akan hal itu.

“Astaga, Sunny! Apa kau baik-baik saja? Mengapa kau menangis?” Ucap Aidan panik seraya dia menghentikan mobilnya seketika.

“Aku tidak apa-apa, Aidan. Aku baik-baik saja. Hanya saja..” Ucap Sunny terputus ketika dia baru saja menyadari bahwa ia tak akan mungkin menceritakan semua masalah keluarganya pada Aidan. Bagaimana jika saja Aidan tak mengubrisnya? Sunny lebih baik tak menceritakannya.

“Hanya apa?” Tanya Aidan kali ini mengarahkan posisi duduknya ke arah Sunny.

“Aku tak apa-apa. Aku baik-baik saja. Sungguh.” Ucap Sunny berbohong pada Aidan yang kini mulai membalikkan posisi duduknya kembali ke arah jendela mobil.

“Tidak. Kau tidak sedang baik-baik saja. Aku dapat melihatnya dari kedua matamu.” Ucap Aidan yang kini mulai meraih kedua tangan Sunny yang hangat itu. Sunny tersentak sesaat ketika Aidan menggenggam kedua tangannya. Apakah memang begini caranya pada wanita, atau? Pertama, memperlakukannya seperti ‘Tuan Putri’, entahlah.

Sunny menatap kedua bola mata coklat karamel Aidan beberapa saat. “Kau bisa kapan saja menceritakan apa yang sesungguhnya terjadi padaku.” Ucap Aidan masih dalam keadaan menggenggam kedua tangan Sunny.

“Aku berjanji tak akan menceritakan hal itu pada siapapun.” Ucap Aidan sekali lagi seraya menatap kedua bola mata aqua milik Sunny.

“Aku baik-baik saja. Dan ku kipir, tentu. Tapi tidak sekarang. Aku hanya tak sedang ingin membicarakan itu.” Ucap Sunny kini melepaskan genggaman tangan Aidan. Aidan sempat terkejut saat Sunny menarik tangannya yang tadi di genggam Aidan.

“Jam berapa sekarang? Bisakah kita pulang sekarang? Ku pikir matahari akan terbenam sebentar lagi.” Ucap Sunny basa-basi sambil sekali lagi memusatkan perhatiannya ke arah langit yang sendu kini sudah agak menghitam karena sang fajar sudah hampir terbenam sekarang.

“Baiklah.” Ucap Aidan seraya menyalakan mesin mobilnya dan melaju dengan kecepatan tinggi.

 

***

 

Kini Aidan dan Sunny sudah tiba di depan rumah Sunny. Rumah Sunny memang tidak kelihatan besar, namun nyaman.

“Ini rumahmu?” Tanya Aidan menoleh ke arah rumah Sunny yang kelihatannya sederhana.

“Iya. Ini rumahku. Kenapa? Kelihatannya sederhana bukan? Rumahku ini tidak terlihat mewah seperti rumahmu, Aidan.” Ucap Sunny.

Beberapa menit kemudian, telepon genggam yang ada di dalam jaket Aidan bergetar. “Tunggu sebentar. Ku kira ada pesan masuk.” Ucap Aidan seraya mengeluarkan telepon genggamnya dan melihat pesan masuk dari Brandon.

From: Brandon Gaze Robert

To: Aidan Williams

Dude, aku harus memberitahumu satu hal tentang gadis ini. Maksudku, Sharon namanya. Ia sangat menyenangkan. Dan tidak cerewet seperti kebanyakan gadis. Aku mulai tertarik saat pertama aku melihat dirinya. Dan kau tau apa, dude? Aku baru saja menyatakan perasaanku padanya. Awalnya, dia memang tak percaya tentang perasaanku yang sebenarnya ini, tapi akhirnya ia percaya juga! Kami baru saja pulang dari Mall dan akan makan malam bersama pukul 7 di rumah Sharon. Apakah kau ingin ikut dengan kami? Oh ya, aku dan Sharon saat ini telah resmi menjadi sepasang kekasih. Dan ku pikir, dia adalah kekasih ku yang terakhir. Aku benar-benar menyayanginya. Oh ya, bagaimana denganmu dan Sunny? Ceritakan padaku apa yang terjadi!!

Apa? Brandon baru saja resmi menjadi kekasih Sharon? Secepat itukah? Bahkan ini belum terhitung 24 jam. Aidan hanya menatap layar telepon genggamnya itu, lalu membalasnya.

From: Aidan Williams

To: Brandon Gaze Robert

Tentu, aku akan ikut denganmu ke rumah Sharon untuk makan malam tapi aku akan mengajak Sunny. Apa kau keberatan jika aku mengajak Sunny? Hmm.. Aku jatuh cinta pada Sunny. Perasaanku pada Sunny sama seperti perasaanmu pada Sharon. Tapi aku belum memberitahunya. Akan ku beritahunya, jika aku menemukan waktu yang tepat. Aku akan segera kesana 20 menit lagi. See you.

Aidan mengirimkan pesan singkatnya pada Brandon. “Siapa yang mengirimu pesan?” Tanya Sunny penasaran dengan seseorang yang mengirimi Justin satu pesan singkat.

“Hanya Brandon. Kenapa? Kau cemburu?” Ucap Aidan yang mulai keluar dari pintu mobilnya dan hendak akan membukakan pintu untuk Sunny.

“Astaga, kau yang benar saja. Aku tak mungkin cemburu denganmu. Itu bukan urusanku, lagian.” Ucap Sunny singkat seraya keluar dari pintu mobil Aidan.

“Lalu mengapa kau menanyakan hal seperti itu padaku? Seperti orang ingin tahu.” Ucap Aidan kali ini seperti menggoda.

“Aku hanya ingin tahu. Hanya itu. Kalo itu dari Brandon, ya sudah.” Ucap Sunny cuek.

“Bagaimana kalo pesan singkat tadi dari seorang gadis yang ingin berkenalan denganku?” Ucap Aidan sekali lagi seperti mengetest apakah gadis yang satu ini akan cemburu padanya atau tidak. Sunny merasakan sesuatu yang mengganjal tenggorokannya saat dia mendengar perkataan Aidan tadi. Apa maksudnya seperti itu? Sunny benar-benar tak mengerti apa yang sedang ada di pikiran Aidan saat ini.

“Baiklah, lupakan perkataanku tadi. Brandon mengirimku pesan singkat bahwa ia akan makan malam dengan Sharon, apakah kau mau ikut?” Tanya Aidan dengan hati-hati. Hati Aidan kini bergejolak saat ia menunggu jawaban dari Sunny. Apakah Sunny akan mengiyakan ajakannya atau bahkan akan menolaknya? Entahlah. Kini suasana di antara mereka berdua hening sejenak. Aidan memang tak suka suasana hening seperti ini. Sunny masih tertunduk diam.

“Aku akan ikut denganmu.” Jawab Sunny dengan pelan namun cepat. Entah apa yang di rasakan Aidan, rasanya ia sangat bahagia saat tahu bahwa gadis di hadapannya ini mengiyakan ajakannya.

“Baik, aku akan tetap menunggu disini, kau bisa membenahi dirimu.” Ucap Aidan pada Sunny. “Kau bisa membenahi dirimu dalam 10 menit. Berdandanlah yang cantik.” Ucapnya lagi yang kini terukir senyuman di bibirnya. Sunny tentu tidak akan berdandan. Mungkin dia hanya akan mempoles bibirnya dengan lip-gloss yang baru di belinya tempo lalu dengan Sharon. Sunny sebelumnya tak pernah memakai benda semacam itu setelah Sharon menasihatinya untuk memakainya agar penampilannya terlihat menarik.

“Apakah kau keberatan menginjakkan kakimu di rumahku ini, begitu?” Ucap Sunny yang kini membuang waktu tiap detiknya.

“Bukan begitu. Maksudku, kukira kau akan keberatan jika aku masuk ke dalam rumahmu, eh?” Ucap Aidan pada Sunny yang terpaku di hadapannya.

“Tentu saja tidak, Aidan. Aku senang jika ada tamu di rumahku. Ayo masuk!” Ucap Sunny seraya menarik lengan Aidan menyuruhnya untuk masuk. Aidan hanya terdiam menurut ajakan Sunny karna sebenarnya dalam hatinya, ia sangat gembira saat Sunny menarik lengannya dan menyuruhnya untuk masuk ke dalam rumahnya.

Sunny meraih kenop pintu rumahnya dan membiarkan Aidan masuk ke dalam rumahnya yang tampaknya kelihatan nyaman itu. “Kau bisa duduk di sofa ini, tuan Williams. Dan… oh ya, kau mau minum apa? Air putih? Sirup? Teh? Susu? Kopi? Haha.” Ucap Sunny dengan gelak tawa kecilnya. Aidan bahagia saat melihat Sunny tertawa seperti itu. Jika saja ia bisa melihatnya tertawa seperti itu setiap hari dan menunjukan senyum termanis yang pernah terukir di bibir merahnya, Aidan akan merasa seperti orang paling bahagia di dunia ini.

“Hmm.. pilihan yang banyak. Tapi maaf, kukira aku tak membutuhkan semua itu. Tapi yang ku butuhkan sekarang ini hanyalah kau pergi ke kamarmu sekarang dan segera membenahi dirimu untuk pergi makan malam denganku, Brandon, dan Sharon. C’mon, mereka menunggu kita dalam 20 menit.” Ucap Aidan seraya melirik arloji miliknya yang harganya bisa ratusan juta dollar itu.

“Oh okay, aku akan kembali dalam 5 menit. Tunggu sebentar.” Ucap Sunny yang kini telah berlari cepat ke arah kamarnya yang ada di sebelah kiri itu.

Kini Aidan hanya duduk terdiam sambil melihat keadaan rumah Sunny. Rumahnya tampak sepi. “Sepertinya ia tinggal sendiri di rumah ini, atau bagaimana, entahlah.” Gumam Aidan dalam hati. Aidan mulai melangkahkan kakinya menuju tempat dimana terdapat banyak bingkai foto Sunny bersama keluarganya. “Sunny terlihat lucu saat ia masih kecil. Dan sampai sekarang juga masih lucu.” ucap Aidan dalam hati seraya tersenyum melihat foto Sunny dengan boneka teddy bear yang kini telah rusak dan telah di buangnya 4 tahun yang lalu.

Aidan terus melihat foto demi foto Sunny dengan keluarganya dan saat Sunny memasuki ruang tamu. “Hey!” Ucap Sunny yang kini menatap apa yang sedang Aidan lakukan. Justin menoleh ke belakang dan menatap Sunny balik.

“Apa yang sedang kau lakukan? Melihat foto-foto keluargaku? Astaga, mengerikan sekali!” Ucap Sunny yang kini telah ada di depan Aidan menutupi fotonya saat ia masih berumur 5 tahun yang menurutnya wajahnya itu tampak mengerikan di foto itu.

“Tidak. Kau sangat lucu di foto itu. Aku menyukainya. Sungguh.” Ucap Aidan yang sedikit tertawa kecil saat ia sekali lagi ingin melihat foto Sunny itu.

“Tidak, Aidan. Aku sangatlah mengerikan di foto itu. Lebih baik sekarang kita pergi dari sini dan menuju rumah Sharon segera untuk makan malam.” Ucap Sunny menarik tangan Aidan, lagi. Aidan hanya tertawa kecil sesaat lalu terkejut melihat Sunny yang kini menarik lengannya. Aidan sangat senang atas perlakuan kecil Sunny terhadapnya ini, setidaknya Sunny menyentuh lengannya untuk kedua kalinya.

Sunny telah menutup pintu rumahnya dan menguncinya sesaat tiba-tiba Aidan terdiam sesaat dan menatap Sunny dari ujung kepalanya sampai ujung kakinya.

“Apa? Aku kelihatan buruk dengan pakaian ini ya?” Ucap Sunny seraya melihat penampilannya yang menurutnya, penampilannya malam ini tidaklah terlalu buruk. Lalu ada apa? entahlah. Sunny hanya memakai celana jeans panjang dengan baju tanktop berwarna biru muda yang tak terlalu kelihatan ketat di pakainya dengan sweater berwarna hijau dan ugg boots. Penampilan yang benar-benar simple. Sangatlah simple namun kelihatan menarik dan sesuai dengan tubuh Sunny yang ramping ini.

“Ah.. Uhm.. Ti-i..dak! Kau sungguh cantik dengan pakaian ini. Aku suka penampilanmu yang terlihat natural. Kau kelihatan lebih baik daripada sebelumnya.” Ucap Aidan terbata-bata yang masih terpaku dengan Sunny. Entahlah, sepertinya Aidan benar-benar menyukai Sunny apa adanya, bukan ada apanya.

Well, sekarang lebih baik kita pergi kerumah Sharon. Jangan hanya membuang waktu seperti ini. Kau membuatku canggung dengan penampilanku saat kau menatapku berlebihan.” Ucap Sunny mengalihkan pandangannya ke arah lain.

“Okay, okay. Ayo kita pergi.” Ucap Aidan yang seraya membuka pintu mobilnya dengan diikuti Sunny yang juga melakukan hal yang sama dengan Aidan.

 

***

 

Kini mereka berdua telah sampai tepat di depan rumah Sharon. Sunny dan Aidan mulai mengetuk pintu rumah Sharon. Tak ada jawaban sama sekali. Sunny kembali mengetuk pintu rumah Sharon dan kembali tak ada jawaban. Kemana orang-orang ini? Apakah mereka telah meninggalkan Sunny dan Aidan karena sepertinya mereka telat 10 menit.

“Baiklah, untuk kali ini, kita tak perlu mengetuk pintunya.” Ucap Sunny seraya meraih kenop pintu. Suasana rumah Sharon sangatlah sepi, tak ada orang di dalam sepertinya. Lalu Sunny dan Aidan melihat sekeliling rumahnya. Dan melangkah maju ke arah dapur dan..

“ASTAGA, KALIAN BERDUA! APA YANG SEDANG KALIAN LAKUKAN?!” Ucap Sunny terkejut dan seketika ia menutup wajahnya dengan kedua tangannya.

Sharon dan Brandon baru saja melakukan aksi panas mereka yaitu berciuman dan sesaat mereka berdua berhenti melakukan aksinya itu dan menatap Aidan dan Sunny yang menatapnya dengan mata horror, masih terdiam di ambang pintu yang terpaku karena aksi yang mereka lakukan barusan. Seketika Sharon bangkit dari tempat duduk meja makannya dan mundur beberapa langkah dari Brandon yang masih terdiam malu.

“Woah.. Apakah kami mengganggu ciuman kalian yang panas ini? HAHA.” Ledek Aidan.

“Kau ini apa-apaan!” Ucap Sunny sambil menyikut rusuk Aidan hingga ia menatap Sunny dengan tatapan, “Apa?” masih dengan gelak tawanya itu.

“Kami hanya… Uhmm kami hanya-”

“Uhm Aidan, Sunny, kau terlambat 10 menit dalam acara makan malam ini dan kami berdua juga sudah makan bersama. Maaf tidak menunggumu, karena kupikir, itu akan membuang waktu. Dan kami pikir, kami akan pergi setelah ini. Apa kau akan tetap makan disini?” Ucap Brandon cepat namun lugas.

“Tidak, kami pikir kami akan pergi makan di luar saja. Ayo Aidan.” Sunny mendengus seraya melangkahkan kakinya keluar dari tempat itu.

“Aku pergi dulu. Bye.” Ucap Aidan yang juga mengikuti langkah kaki Sunny di belakang.

 

*****

 

Sunny Styning Moon Point of View

 

Brandon maupun Sharon membuatku benar-benar jengkel setengah mati. Apa-apaan mereka ini! Mengundang kami untuk makan malam bersama dan tiba-tiba mengusir kami begitu saja hanya karena kami terlambat 10 menit. Dasar tidak sopan!

“Aku berani bertaruh jika saja kita tak segera datang ke dapur tadi, mereka akan melakukan tindakan yang lebih dari itu. Menjijikan.” Gerutu Sunny saat mereka sudah berada di depan mobil ferarri merah Aidan.

“Santai saja, Manis. Biarkan saja mereka melakukan hal seperti itu.” Ucap Aidan santai masih dengan gelak tawanya.

“Hey, apa maksud perkataanmu barusan? Aku tak mengerti!” Tanyaku yang kini mengerutkan dahiku.

“Mereka sudah resmi berpacaran sejak tadi sore.” Ucap Aidan tanpa ada rasa bersalah.

“Apa? Baru saja bertemu bahkan tak sampai 24 jam lalu dia sudah jatuh hati satu sama lain? Mustahil.” Ucapku dengan nada tak percaya.

“Kau tak percaya? Buktinya tadi mereka berciuman, itu berarti mereka sudah berpacaran. Kukira itu baik-baik saja.” Astaga, ucapannya tadi benar-benar sangat membuatku ingin muntah. Apa maksud perkataannya tadi itu hal yang wajar untuk sepasang kekasih?

“Menjijikan. Benar-benar menjijikan. Maksudmu, itu hal yang wajar untuk mereka berdua? Oh aku tahu, kau pernah merasakannya dengan kekasihmu jadi kau anggap hal itu wajar-wajar saja, bukan begitu?” Perkataanku kini benar-benar membuat gelak tawanya semakin membahana. Apa yang lucu dengan ini semua sampai-sampai ia tertawa seperti itu? Dasar lelaki sinting.

“Haha aku memang pernah melakukannya, tapi, ya, kau tahu.” Kata Aidan sambil terkekeh

“Ah sudahlah, jangan bahas itu lagi. Aku muak. Sekarang kita mau pergi kemana?” Tanyaku seraya menatap arlojiku yang kini sudah menunjukkan tepat pukul 8 malam. Astaga, secepat itukah waktu berjalan?

“Kupikir kita bisa pergi ke bistro yang makanannya terkenal enak itu. Aku bisa mengantarkanmu kesana sekarang juga.” Ucapnya sambil mengeluarkan kunci mobil ferarrinya itu. Kami berdua masuk kedalam mobil milik Aidan ini dan langsung menuju bistro yang di maksud Aidan.

 

***

 

Author Point of View

 

Sunny hanya menyuruput secangkir cappuccino yang di pesannya sedari tadi. “Kau kenapa diam saja?” Tanya Aidan yang kini tatapannya tertuju pada gadis yang di depannya ini. Entahlah, sedari tadi ia hanya menatap ke arah luar jendela sambil menyuruput secangkir cappuccino-nya itu.

“Tidak apa-apa.” Ucapnya dengan tatapan bahwa semuanya baik-baik saja. Sunny hanya ingin diam untuk saat ini.

“Aku ada ide! Bagaimana kalau kita ke taman dekat sini? Disini terdapat taman luas. Kau mau kesana?” Tanya Aidan bersemangat. Dan jawabannya adalah.. “Ide yang bagus. Aku sedang tidak dalam mood yang bagus saat ini, tapi ku pikir itu akan menjadi begitu menyenangkan.” Sunny mengiyakan ajakan Aidan.

 

***

Kini Aidan dan Sunny tengah berdua di taman itu. Disana terdapat beberapa arena permainan seperti jungkat-jungkit, ayunan, dan lain-lain. Tatapan Sunny kosong. Aidan hanya terdiam dan sesekali melirik Sunny. Entah apa yang sedang di pikirkan oleh gadis yang duduk di sebelahnya ini. Aidan bingung harus berbuat apa.

“Ehmm. Sunny?”

“Ya?” Jawab Sunny tidak menoleh sedikitpun ke arah Aidan.

“Bolehkah aku menanyakanmu sesuatu?” Aidan menelan ludah sekali lagi.

“Tentu saja boleh. Apa yang ingin kau tanyakan, Aidan?” Ucap Sunny kini menoleh ke arah Aidan. Entah kenapa jantung Aidan kini berdetak begitu cepat. Ada apa dengan Aidan sehingga ia jadi panas dingin begini? Apakah ia akan memberi tahu tentang perasaan yang sebenarnya terhadap Sunny? Entahlah.

“Apa yang akan kau lakukan jika ada seseorang akan menyatakan perasaannya padamu?” Ucap Aidan dengan sangat hati-hati. Entah kenapa perasaan Aidan kini bercampur aduk jadi satu. Sebelumnya, Aidan tak pernah seperti ini kalau ia hendak akan menyatakan perasaannya pada seorang wanita, tapi entah mengapa, kini ia merasakan sesuatu yang sangat aneh saat ia akan menyatakan perasaannya terhadap Sunny.

Sunny terdiam beberapa saat karna memikirkan satu pertanyaan ini yang menurutnya benar-benar konyol. Mana ada lelaki yang mau dengannya? Cuek, sombong, dan angkuh. Itu semua sikap Sunny yang mungkin kebanyakan lelaki tak suka sikap perempuan yang seperti itu.

“Haha Aidan. Pertanyaanmu itu benar-benarlah konyol. Kau bisa pikirkan sendiri, memang ada lelaki yang mau denganku? Kupikir kebanyakan lelaki tak suka dengan sikap buruk yang kupunya.” Ucap Sunny.

“Erghm. Bagaimana kalau ada lelaki yang benar-benar menyukaimu dengan tulus? Dan bagaimana jika lelaki yang menyukaimu itu adalah lelaki yang kini berada di sampingmu?” Ucap Aidan dengan cepat dan hati yang bergejolak itu.

Kini Aidan tak dapat menyembunyikan wajahnya yang telah di penuhi oleh keringat dingin yang keluar dari pori-pori kulitnya. Sunny tercekat akan pertanyaannya yang kini di luar dugaannya. Seorang Aidan Williams menyukai gadis cuek, sombong, dan angkuh seperti Sunny ini? Apakah kau bergurau? Tentu saja mustahil bagi Sunny untuk mempercayainya.

Keadaan kini kembali sunyi dan senyap. Hanya terdapat suara lalu lalang mobil. Sunny tak tahu apa yang harus ia katakan saat ini. Sunny juga merasakan hal yang berbeda saat ia ada di dekat Aidan. Ia tak bisa membohongi perasaannya sendiri. Ia tak akan mungkin menolak lelaki setampan Aidan ini. Namun yang Sunny takutkan hanyalah satu, jika suatu hari nanti Aidan sudah bosan dengan Sunny, apakah Aidan akan meninggalkan Sunny begitu saja dengan gadis lain? Tentu saja Sunny tak ingin di sakiti. Mana ada perempuan yang ingin di duakan? Kau cari sampai ke belahan dunia pun, tak ada satupun yang ingin di duakan oleh pasangannya sendiri.

Sesuatu menghantam tenggorokan Sunny saat ia hendak akan mengatakan bahwa ia mempunyai perasaan yang sama akan Aidan. Tapi entahlah, sepertinya ia susah untuk mengatakan yang sebenarnya pada Aidan. Sunny menarik napas sekali lagi lalu menjawab perkataan lelaki di sampingnya itu.

“Kau tak akan percaya ini, Aidan. Bahwa sebenarnya gadis bernama Sunny Styning Moon ini juga merasakan hal yang sama denganmu.” Ucap Sunny pelan.

Terukir sebuah senyuman lebar dari bibir Aidan yang merah dan lembab itu. Rasanya, ia ingin sekali memeluk Sunny erat-erat sesaat ketika Sunny mengatakan kata-kata ajaib yang barusan ia katakan bahwa ia juga memiliki perasaan yang sama terhadap Aidan.

“Aku berjanji tak akan meninggalkanmu apapun yang terjadi. Aku akan selalu ada di sampingmu ketika kau membutuhkanku. Aku tak akan mengkhianatimu. Aku berjanji padamu. Kau bisa tinggalkan aku jika aku sesekali mengkhianati atau menyakitimu.” Bisik Aidan di telinga Sunny yang membuat Sunny kini mengejang.

I want you.” Bisik Sunny pelan tepat di telinga Aidan lalu mengecup kedua pipi Aidan lembut. Aidan terkejut dan tentu saja bahagia sekali akan hal itu. Aidan tak percaya jika sebenarnya Sunny mempunyai perasaan yang sama dengannya.

“I want you too. So badly.” Ucap Aidan yang kini telah bangkit di hadapan Sunny dan langsung mengangkat tubuh gadis itu dan menempatkan kedua kaki gadisnya itu di pinggangnya lalu menciumnya. Sunny membalas kecupan lembut dari Aidan tepat di bibirnya.

Bahagia. Itulah yang sedang mereka rasakan sekarang ini.

 

 

 

 

 

 

THE END.

 

 

 

A/N: Hai! Aku kali ini hadir dengan oneshot ku hehe :3 FYI, ini cerita oneshot jadi gak ada chapternya. Jadi aku iseng ngubek-ngubek file dokumen aku dan menemukan cerita ini! :) Cerita ini aku buat waktu aku masih kelas 2 SMP hehehe :3 Jadi kira-kira cerita ini udah dibuat lima tahun yang lalu. Dan juga sebenernya ini itu fanfiction yang tadi aku rombak sedikit lah sebelum di post disini. Butuh waktu yang ya, lumayan makan waktu lama untuk edit cerita ini sebelum di post kesini.

Sumpah, aku iseng aja pengen post sesuatu disini sekalian ngumpulin poin juga sih, hehehe. Maklum, soalnya pengacara (pengangguran banyak acara) sekarang jadi ga ada kerjaan hehehe. Ceritanya singkat, gaje, abal-abal, dan receh banget. Maaf kalo ada yang ga suka baca cerita ini, maklum lagi ya soalnya waktu bikin cerita ini masih ababil a.k.a labil dan amat sangat amatiran. But again, makasih yang udah mau buang-buang waktunya untuk baca cerita ini, it means a lot! <3

Aku juga masih ada beberapa oneshot lagi di file ku, entah kapan aku ga janji juga kapan mau post lagi, tapi ntar deh. Nunggu aku iseng lagi, siapa tau aku post disini oneshot nya hehehe. Itu juga sih kalo ada yang mau. Kalo ADA YANG MAU ya. hehehe.

Sekian dari aku. Author’s Note terpanjang nih hehehe.

Selamat menunaikan ibadah puasa bagi yang menjalankan yaa :*

See you when I see you in the next blog!

 

Much Love,

Kalfa♥

11 Komentar

  1. Kereennn

    1. Oiyaaa tulisannya di edit lagi. Kasih [ratings] di bagian atasnya supaya cerita kamu bisa di vote.
      Pake [r] di depan
      Pake [s] di belakang
      Tulisannya [ratings] tanpa spasi
      Selamat mencobaaaa

    2. iyaaa ka sela thanks yaa info and also the compliment nya hehe :*

  2. lovesela: Nambahin tulisan itu di bagian paling atas cerita atau gimana ka??

    1. Di bagian atas cerita hehe. Nah itu udah bisa di voteee

  3. Silahkan di share aja kalau ada lagi :MAWARR

    1. Nanti deh kalo aku lagi iseng lagi ya aku post oneshot ku yang lain di blog :) hehehe

  4. farahzamani5 menulis:

    Haiii itu ratings ny ga bsa diklik, dikau abis edit tulisanny yak, nahh klo abis edit, tulisan ratingsny jg kudu diedit hehe mksdny, apus dlu terua tulis ulang dah [ratings]
    Yuks dicba lgi
    Semangat

  5. farahzamani5 menulis:

    Ga tahan mau komen dah sblm bca, itu cover klip Katty ny seksehhh benerrrr ehh hihi
    Udahh ahh dritd mau bca ga jadi2
    Cuzz bca

  6. farahzamani5 menulis:

    Wahhhh panjang jg ceritany nih haha
    Ini tulisan 5 thn yg lalu, dan dikau dah bsa nulis kyk gni, wahhhhh kerennnn, aq mah apa atuh nulis judul aja msh susah haha
    So sweet bngt sih mereka berdua eaaaaa, kirain ini berchapter ternyata oneshoot yak, alurny kecepetan tp namany jg oneshoot yak, jdi kurang greget gtu proses pdkt Aidan ny eaaaaa ‘bilang aja mau mnt nmbh cerita mereka haha’
    Yuks post cerita kmu yg laen jg, aq siap baca eaaaaa hihi
    Semangat

  7. fitriartemisia menulis:

    Aih Aidaaaaaaaaann haha i want you so badly :dragonmintacium