Vitamins Blog

The Crying Boy: Bab 2

Bookmark
ClosePlease login

No account yet? Register

15 votes, average: 1.00 out of 1 (15 votes, average: 1.00 out of 1)
You need to be a registered member to rate this post.
Loading...

DUA
Negeri Dinding

 

Claretta mengaduh saat kepalanya terantuk membentur kayu. Cahaya putih menembus ke dalam kelopak matanya, membuat gadis itu mengerjap-ngerjapkan matanya karena merasa terganggu. Ia merasakan kereta kudanya sudah tidak berjalan. Telinganya mendengar suara orang-orang yang sedang berdiskusi dalam kecepatan tinggi. Sehingga Claretta tidak bisa menangkap apa yang dibicarakan mereka. 

Claretta mengintip dari celah pintu kereta. Ayahnya tengah berdebat dengan seorang pria tinggi bertubuh tegap. Kepalanya botak plontos, sementara kumis hitamnya bergerak-gerak tersapu angin. Claretta mengedip-ngedipkan matanya. Pria itu tidak sendiri. Di belakangnya berbaris para pria berseragam militer berwarna hitam. Pasukan Pertahanan Negeri Walley. Saat salah satu pasukan mundur ke belakang dan berbalik, Claretta melihat logo Aegnis, perisai milik Dewi Athena. Kepala Medusa berada di depan perisai, matanya melotot ke segala arah seolah mengatakan “berani mendekatiku maka kau akan mati!”

Claretta menelan ludah susah-payah.

Beberapa saat kemudian, ayahnya berbalik dan begegas memasuki kereta kudanya. Bulir peluh meluncur mulus di sisi kepalanya. Claretta mengira ayahnya telah gagal bernegosiasi. Namun tak lama kemudian, pintu gerbang dibuka. Menciptakan bunyi keriut mengerikan yang memekakkan telinga. Pintu gerbang itu ditarik ke atas menggunakan rantai raksasa. Claretta memperhatikan pria botak itu tersenyum ke arah keretanya.

“Selamat datang, Amon sahabatku! Semoga kau diberkahi dimana pun kau berada,” serunya.

“Semoga kau juga,” balas ayahku.

“Dia Komandan Pasukan Pertahanan?” tanya Claretta.

“Ya, dia sahabatku,” sahut ayahnya. Senyum tipis terukir di bibirnya.

Claretta mengerutkan kening, lalu ia menyuarakan pertanyaan yang muncul di benaknya. “Kok ayah bisa mengenalnya?”

Senyum Tuan Amon perlahan menghilang. Dahinya berkerut, sementara bibirnya melurus datar. Tuan Amon sedang menahan kesabarannya. “Jangan khawatir. Bukan sesuatu yang perlu dipikirkan. Yang penting kita berhasil masuk.”

“Hm.” Claretta mengangguk.

Lagi-lagi merasa lelah karena sikap misterius ayahnya.

***

 

“Tempat ini besar sekali,” komentar Claretta.

Kereta mereka memasuki kawasan ramai. Berdasarkan peta yang diberikan Komandan Aaron tadi, mereka tengah berada di distrik 1, yakni ibukota Negeri Walley. Kereta mereka melewati jembatan besar dimana anak-anak tengah bermain lempar batu ke sungai.

Claretta menjulurkan kepala melewati jendela kereta, terperangah saat manik abunya memandang istana yang berdiri megah nun jauh disana. Claretta memandang sekelilingnya, anak-anak melambaikan tangan menyapanya, para penjual ramai menawarkan barang dagangan mereka. Keramaian itu membuat gadis surai coklat tersebut menyeringai kesenangan. Selama ini mereka bersembunyi di dalam desa yang hening dan asri. Claretta merindukan suara bising dan keramaian yang justru membuatnya merasa nyaman dan diterima.

“Disini keren sekali! Banyak rumah bertingkat!” seru Claretta kekanakan.

Tuan Amon tersenyum pada puterinya. Mata kelabu Claretta kembali memandangi sekitarnya dengan takjub.

“Istananya juga keren!”

“Itu istana Kerajaan yang memerintah negeri ini. Kini kekuasaan dipegang oleh keluarga Frisia,” ayahnya menjelaskan. “semua pemain di dalamnya menggunakan topeng. Raja, permaisuri, selir, pangeran, perdana menteri, bahkan tukang kebunnya juga.” Tuan Amon menyipitkan matanya, “mereka juga merahasiakan identitas mereka. Kita tidak pernah tau siapa nama asli Raja di negeri ini, kita hanya mengenal mereka dengan nama aliasnya. Raja Negeri Walley, disebut Raja Owl. Putra Mahkota, dipanggil sebagai Pangeran Astaroth. Pangeran kedua bernama Light. Dan anak bungsu Raja Owl, si kesayangan kerajaan, di panggil sebagai Putri Nemesis.”

“Kenapa mereka bisa seperti itu?” Claretta mengerutkan kening. “kenapa mereka memakai alias?”

Ayah mengedikkan bahu. “Entahlah. Intinya, jangan sampai kita berurusan dengan kerajaan.”

Claretta menunduk sejenak, lalu kembali mengalihkan atensi pada pemandangan di luarnya. Jalan yang mereka lewati mulai mengecil, langit-langit di atasnya sedikit gelap karena cahaya matahari terhalang bangunan. Mereka semakin masuk ke pusat kota. Mata Claretta membulat takjub ketika mendapati di bawah mereka memakai keramik.

“Ini pusat kota?” Claretta menggeleng-gelengkan kepalanya kagum.

“Baru mau masuk pusat kota,” koreksi Tuan Amon. “kita tidak akan masuk ke sana, itu khusus untuk pejalan kaki. Alat transportasi dilarang masuk.”

“Kita akan tinggal di distrik mana, ayah?” tanya Claretta lagi.

“Sementara kita menginap di penginapan Lotus distrik 3, sampai ayah menemukan rumah yang murah,” jawab ayahnya.

Claretta mengangguk. Distrik 3 ternyata tidak terlalu jauh dari ibukota. Masih termasuk daerah ramai, namun lebih rapi dan lengang karena jarang ada bangunan bertingkat. Claretta memperhatikan, setiap distrik memiliki ciri khasnya masing-masing. Distrik 3 memiliki ciri khas rumah-rumah sederhana bergaya kuno, di dominasi oleh bunga lily berwarna kuning.

Kereta kuda mereka sampai pada sebuah penginapan sederhana. Seorang pria paruh baya langsung menghampiri mereka dan mengambil alih kereta kuda.

“Selamat datang di penginapan kami,” sambut pria itu ramah. Matanya hampir terpejam ketika tersenyum. “nama saya Marco. Permisi, biar saya yang mengurus kereta kudanya.”

“Ah, iya, terima kasih.”

Claretta membawa tas bajunya kemudian melompat turun dari kereta. Ia mendesah kagum pada kerapihan tata letak distrik 3. Saat melewati pintu utama penginapan, atensinya menangkap sebuah kertas yang terbuat dari kulit hewan berkualitas, tertempel di pintu utama penginapan.

“Sayembara rahasia dilaksanakan pada malam bulan sabit, di aula istana kerajaan. Bagi siapapun yang berhasil memenangkan sayembara, akan mendapatkan 10.000 emas murni,” Claretta membaca.

Gadis itu terdiam. Manik kelabunya menatap cermat satu per satu huruf pada kertas pengumuman itu. Jarinya merasakan tekstur lembut kertas itu, memang bukan kertas sembarangan. Ini pengumuman asli dari Kerajaan.

“Claretta!” Tuan Amon menyambar tangan putrinya dan menariknya. “apa yang kau lakukan?”

“A-aku hanya membacanya, ayah,” ujar Claretta terbata-bata.

“Kau terlihat tertarik.” Tuan Amon menyipitkan matanya, sinar aneh berkilat di netranya yang berwarna hitam. “apa kau ingin ikut sayembara itu?”

Claretta terperangah, lalu menyentakkan tangannya hingga terlepas dari cengkraman ayahnya. “Ayah! Hanya karena aku membacanya bukan berarti aku tertarik! Kenapa ayah parno sekali?”

10.000 emas, pikir Claretta.

“Sungguh?”

“Tentu saja! Aku tidak sebodoh itu ingin ikut sayembara yang tidak jelas seperti itu,” sahut Claretta. Ia memalingkan wajahnya, tidak peduli.

10.000 emas, pikir Claretta lagi. Dadanya sedikit sesak.

Tuan Amon merenungi kertas di sampingnya, lalu berkata, “mereka tidak memberitahu sayembaranya akan seperti apa. Kita tidak akan tau sampai kita memutuskan untuk ikut dan pada akhirnya terjebak dalam permainan mereka. Ayah harap, kau tidak tergiur dengan hadiahnya, Claretta.”

10.000 emas, Claretta berpikir sekali lagi. kalau aku menang, kami tidak perlu bersembunyi lagi demi menghindari rentenir sialan itu. Aku akan membayar semua hutang ayah.

“Tidak, ayah,” ujar Claretta pelan. “aku tidak tertarik sama sekali.”

Bagaimana caranya aku bisa ke istana tanpa sepengetahuan ayah?

TBC.

    3 Komentar

    1. Nah loh gimana caranya :ngupildoeloe

    2. Bener2 nekat .. lagian sayembara apa tuh ..

    3. fitriartemisia menulis:

      eyyyyy bakalan nekat ikut sayembara nih kayaknya yaa :CURIGAH