Vitamins Blog

Little Things Between You And Me ( Chapter 6)

Bookmark
ClosePlease login

No account yet? Register

24 votes, average: 1.00 out of 1 (24 votes, average: 1.00 out of 1)
You need to be a registered member to rate this post.
Loading...

Previously on Little Things Between You And Me :

‘Kau terlalu naif.’ 

‘Dia hanya menginginkan tubuhmu.’

‘Sanada bukanlah orang seperti itu.’

===

“Ayolah, jangan mendiamkanku.”

“Tinggalkan aku sendiri!”

Sanada tidak menyadari kalau keusilannya kali ini akan dibayar dengan sangat mahal.

***

The greatest natural enemy of women is insecurity. (Diane von Furstenberg)

Inconsistencies in men are generally testimony to their immaturity. (Edwin Louis Cole)

***

Chie memutuskan untuk menghindari Sanada setelah kejadian malam sebelumnya.

Bagi sebagian orang, sifat Chie mungkin terasa kekanak-kanakan.

Namun bagi sang dara, hal itu disebabkan karena ia tidak mengetahui bagaimana menyelesaikan permasalahan yang muncul.

Semua terasa lebih mudah diungkapkan tanpa beban ketika ia masih bersahabat dengan Sanada.

Dan sekarang, entah kenapa Chie merasa lebih baik memendam semuanya supaya tidak muncul masalah atau konflik baru. Apalagi ditambah kejadian akhir-akhir ini yang membuatnya lelah lahir batin.

Chie berpikir untuk memulai pencarian apartemen tipe studio yang bisa dia tinggali sendiri di akhir pekan nanti.

Dan saat ini, untuk kembali ke apartemen Sanada pun terasa berat sehingga Chie memutuskan untuk bertahan lebih lama di kafetaria Rumah Sakit.

Untunglah Tuan Gouda hanya sehari menjalani rawat inap di ruang VIP untuk medical check up sehingga Chie praktis hanya bertemu dengan orang menyebalkan itu selama dua hari.

Tidak lama kemudian Chie dikejutkan oleh miscall dari Suzu dan menemukan sang sahabat melambaikan tangan ke arahnya dan sudah menempati meja bulat yang dikelilingi empat kursi di pojokan kafetaria bersama seorang pria berambut cokelat yang dipangkas pendek, bermata hazel yang tidak asing lagi bagi Chie.

Himura Shotaro.

Tanpa sadar Chie menepuk dahinya sendiri karena melupakan jadwal kunjungan sang sepupu yang rutin berkunjung setiap bulan.

Ah, Chie belum memberi kabar mengenai kepindahannya.

Wajah Shotaro terlihat muram tidak seperti biasa.

“Chie-sama,” sapanya ketika melihat perempuan itu yang berjalan ke arahnya.

Bahkan sampai hari ini Shotaro tidak melupakan panggilan formal, namun Chie terlalu lelah untuk mengoreksi hal tersebut.

“Shotaro-nii,” balasnya menyapa Shotaro sambil menggeser kursi yang berada tepat di hadapan pria Himura.

Suzu melirik Shotaro dan Chie bergantian sambil menerka-nerka apa yang terjadi di antara kedua sepupu tersebut. Hanya untuk hari ini, Suzu merasa kalau kehadirannya tidak terlalu diharapkan.

“Ano… aku masih ada pekerjaan, kalian berdua kutinggal dulu ya,” ucap Suzu memecah keheningan.

Shotaro dan Chie berusaha mencegah, namun Suzu terlebih dulu memberi senyum ceria yang menenangkan pada Chie dan berlalu setelah memberi kedipan mata kilat pada Shotaro yang tentu saja membuat semburat merah muncul di pipi pria Himura yang terkenal kaku.

Chie tersenyum simpul melihat reaksi sang sepupu yang biasanya selalu berwajah datar pada orang lain.

Awalnya Shotaro dan Suzu sama sekali tidak akrab. Namun lambat laut, sikap Shotaro melunak, apalagi keduanya memiliki tujuan yang sama yaitu ingin melindungi Chie.

Dan akhir-akhir ini, Shotaro tidak lagi keberatan jika harus hang out bertiga bersama Chie dan Suzu. Yang tentu saja membuat Chie menduga keduanya memiliki rasa satu sama lain.

‘Sepertinya hubungan mereka sudah jauh lebih baik daripada perkiraanku.’ Chie berpikir dalam hati.

Sepeninggal Suzu, Shotaro meletakkan map di atas meja dan mengeluarkan isinya sambil menghela napas panjang.

“Pagi ini, aku mendapat kiriman surat kaleng seperti ini yang ditujukan ke kantor.”

Chie melihat beberapa fotonya bersama Sanada yang diambil saat membelakangi kamera. Dan sebuah kertas berukuran A4 ditempeli huruf-huruf yang diambil dari potongan surat kabar dan majalah yang membentuk kalimat, “Putri keluarga terhormat menjual diri demi bertahan hidup.”

Bulir air mata Chie mengalir deras dari pelupuk matanya, tidak tertahankan lagi. “Shotaro-nii, aku tidak melakukan hal serendah itu.”

“Aku percaya kepadamu, Chie-sama. Apa yang terjadi padamu sebulan terakhir? Kenapa bisa muncul pihak yang berniat merusak nama baikmu seperti ini?”

Shotaro berusaha menenangkan sang sepupu yang kini terisak tanpa terkendali, dan tentunya mulai menarik perhatian orang-orang di sekitar kafetaria. Pria Himura itu menggeser tempat duduknya dan mulai menepuk bahu Chie yang masih gemetar.

Chie pelan-pelan menceritakan kemunculan Gouda Inoki di depan apartemennya, bagaimana penawaran dan teror yang dilakukan hingga Chie terdepak dari apartemen tersebut dan harus berakhir menginap di tempat kekasihnya, Sanada.

Shotaro terlihat serius ketika Chie menyebutkan kalau dia tinggal di apartemen seorang pria. Insting protektifnya mulai bekerja.

“Chie-sama, karena keadaan sudah berkembang seperti ini. Bukankah lebih baik jika kau perkenalkan Sanada-san pada Nobuo-sama?”

Nah itu dia permasalahannya…

“A-ano… Kupikir terlalu cepat memperkenalkannya pada Otou-sama.”

“Saat ini kalian telah memutuskan untuk tinggal di bawah satu atap. Apakah Sanada-san tidak serius denganmu?”

Chie mengusap matanya yang sembab, kebingungan menjawab pertanyaan Shotaro.

Chie bisa saja mengatakan kalau Sanada serius dengannya, namun yang menjadi hambatan Chie untuk memperkenalkannya pada Himura Nobuo adalah status Sanada yang masih… pengangguran.

Chie enggan mengucapkan hal itu di depan Shotaro, karena kuatir Sanada akan dipandang rendah dan tentunya akan melukai harga diri pria Uemura tersebut suatu hari nanti.

Tiba-tiba terdengar suara bariton berseru lantang tidak jauh dari tempat duduk Shotaro dan Chie, “Oi, apa yang kau lakukan pada wanitaku?”

Kepala Shotaro dan Chie menoleh mencari sumber suara.

Dua pasang mata hazel beradu dengan sepasang manik obsidian yang berkilat penuh kecemburuan.

*****

Sanada yang seharian menunggui Chie, mulai cemas ketika menyadari Chie masih belum pulang di jam yang seharusnya.

Mengingat sikap Chie yang pernah menghindarinya mati-matian sampai jatuh sakit, bukan tidak mungkin hal tersebut terulangi lagi kali ini.

Karena itulah, Sanada memutuskan untuk menjemput Chie dari Rumah Sakit sekaligus berharap bisa menyelesaikan kesalahpahaman kemarin.

Alangkah terkejutnya sang Uemura ketika menemukan Chie sedang dirangkul oleh pria asing di pojokan kafetaria. Hatinya terasa panas sehingga langsung menghampiri mereka dan berseru lantang.

Sanada meraih pergelangan tangan Chie dan menariknya berdiri. Chie memekik pelan karena kaget yang tentu saja disalah artikan Shotaro kalau sang sepupu tersakiti sehingga refleks mendaratkan telapak tangannya ke dada Sanada.

Sanada yang tidak menyangka akan diserang seperti itu, sempat mundur beberapa langkah sambil merasakan nyeri di dada. Dia menemukan lawan sepadan setelah bertahun-tahun menjadi yang terbaik dalam bidang bela diri.

“Kalian berdua, hentikan!” Suara Chie yang berwibawa dan ampuh membuat kedua pria itu menghentikan pertarungan.

Terdengar bisik-bisik dan dengungan dari sekitar mereka sehingga Chie membungkukkan badan beberapa kali sambil meminta maaf sebelum meminta kedua pria tersebut, yang masih saling melemparkan tatapan tidak bersahabat, untuk kembali ke tempat duduk.

Suasana canggung sedikit mencekam ketika dua orang pria yang berbeda sifat, perawakan, warna rambut, warna mata ,duduk bersama di kafetaria dengan Chie sebagai penengah.

Hanya ada satu kesamaan dari mereka, keduanya terlihat menyilangkan lengan di depan dada tanpa melepaskan tatapan tajam terhadap satu sama lain.

Satu gerakan kecil saja cukup membuat Chie hampir terkena serangan jantung karena kuatir akan terjadi baku hantam lagi.

Chie memberanikan diri memperkenalkan Sanada sebagai kekasihnya, dan Shotaro sebagai sepupunya. Usaha Chie tidak serta merta membuat suasana mencair.

Di mata Shotaro, pria yang bernama Uemura Sanada terlihat angkuh dan tidak memiliki sopan santun. Memiliki wajah yang termasuk tampan dan terkesan badboy.

Sanada mengenakan jaket berwarna hitam sehingga penampilannya berbeda dengan para pekerja kantoran yang idealnya baru pulang kerja, ada aura misterius dan sedikit rasa sungkan yang tidak bisa dideskripsikan. Shotaro tentu saja tidak bisa menebak apa bidang pekerjaan pria Uemura tersebut.

Apakah karena sifatnya, Chie-sama tidak berani memperkenalkan dia kepada Nobuo-sama? 

Sementara itu, Sanada juga diam-diam menilai Himura Shotaro di hadapannya.

Pria berambut pendek yang mengenakan jas dan dasi, jelas-jelas menunjukkan statusnya sebagai orang yang memiliki jabatan cukup tinggi di kantor. Sekilas terlihat kalem namun ternyata menguasai ilmu bela diri dengan baik.

Kalau saja Chie tidak menyebutnya sebagai sepupu, Sanada merasa orang ini akan menjadi saingan terberatnya dibandingkan dengan pria brunet yang ditemuinya dulu.

Shotaro yang terlebih dulu berbicara, “Ada masalah serius yang dihadapi Chie-sama. Hari ini kantor kami mendapat kiriman surat kaleng.”

Sanada mengalihkan pandangannya dari Shotaro dan mulai melihat dokumen yang berserakan di atas meja. Foto-foto tersebut ada sebagian yang belum pernah dilihat Sanada, sepertinya ada beberapa orang yang ditugaskan untuk menjadi stalker dan mengambil foto mereka sehingga orang yang dibereskan oleh tim Kakashi hanya sebagian kecil saja.

Sanada mengernyitkan dahi saat membaca isi surat kaleng tersebut.

Setelah merasa suasana sedikit membaik, Chie meninggalkan mereka berdua dan berjalan ke arah counter untuk memesan minuman.

Shotaro kembali melanjutkan, “Saat ini kami menduga Gouda Inoki yang menjadi dalang di balik semua ini.”

“Gouda Inoki?”

Inikah jawaban yang dicari Sanada mengenai siapa pria misterius tersebut?

Shotaro terlihat enggan menceritakan lebih jauh mengenai sosok tersebut setelah melihat reaksi Sanada yang ternyata belum mengetahui siapa Inoki dan berarti Chie belum menceritakan masa lalunya pada pria ini.

Sanada merasa tidak nyaman, ada apa sebenarnya dengan pria bernama Gouda ini? Baik Chie maupun Shotaro sepertinya menutupi sesuatu.

Chie kembali ke tempat duduk sambil membawa minuman untuk mereka bertiga.

“Bagaimana reaksi Otou-sama?” tanya Chie sambil melirik ke arah dokumen yang masih ada di meja.

“Nobuo-sama belum mengetahui hal ini. Karena itu, aku bermaksud mengajakmu kembali ke Himura Mansion. Hanya sampai masalah ini terselesaikan.” Shotaro memberikan pendapatnya.

Hal tersebut tentu saja memberikan reaksi yang berbeda bagi Sanada dan Chie.

Sanada melirik pada gadis yang duduk disebelahnya dan bertemu dengan sepasang mata hazel yang ternyata juga melirik ke arahnya, “Ikut aku. Ada yang ingin kubicarakan berdua denganmu.”

Shotaro menarik napas panjang memandangi pasangan tersebut, yang kini berjalan menjauh kemudian memilih berdiri di sudut yang sepi pengunjung dan melanjutkan pembahasan.

Sebenarnya Shotaro tidak bermaksud mencampuri hubungan pribadi sepupu kesayangannya, asalkan pria pilihan sang sepupu benar-benar serius dengan hubungan mereka.

Di dalam hati, dia teringat akan Suzu dan berandai-andai jika masalah ini menimpa mereka. Baik dirinya maupun Suzu, sama-sama sudah tidak memiliki orang tua. Nama Himura yang diembannya bukanlah berasal dari keluarga utama seperti Chie, melainkan keluarga cabang yang tidak memiliki pengaruh.

Idealnya tidak ada tetua yang menghambat hubungan mereka atau mengharuskan Shotaro mengambil istri dari klan tertentu.

Ditambah lagi Suzu tidak memiliki nama belakang seperti orang Jepang pada umumnya karena keluarga Suzu merupakan imigran dari Negeri Bambu.

Shotaro pernah berpikir untuk melamar Suzu, tetapi entah kenapa perempuan itu selalu menghindari topik mengenai hubungan mereka.

*****

“Katakan sejujurnya, siapa Gouda Inoki?”

Chie menggigit bibir bawahnya. Dia tidak bisa mengelak lagi, cepat atau lambat Sanada mesti mengetahui hal sebenarnya.

“Dia adalah orang yang pernah melamarku di saat perusahaan Himura mengalami kemunduran. Tetapi aku tidak ingin menikah dengan orang yang jelas-jelas mengincar perusahaan kami sehingga aku memutuskan untuk keluar dari klan Himura. Otou-sama beserta Shotaro-nii menyetujui hal ini dan membuat skenario yang memberi kesan aku didepak dari klan demi menjaga keselamatanku.”

Mata Sanada menatap tajam pada Chie, tidak menyangka kalau perempuan yang dikenalnya selama ini ternyata menyimpan banyak rahasia daripada perkiraannya.

“Ada berapa orang yang tahu hal ini?”

“Sedari awal hanya aku, ayahku dan Shotaro-nii yang tahu kebenarannya.”

Sanada terlihat gusar dan ingin marah karena merasa dibohongi. “Kau mengenalku bukan hanya sehari dua hari, Chie. Apakah aku tidak bisa dipercaya sampai harus timbul masalah sebesar ini baru kau bisa mengatakan semuanya kepadaku?”

“Aku sudah menyimpannya selama bertahun-tahun, Sanada-kun. Dan, benar, aku berniat menyimpannya sampai akhir hayat nanti. Darimana aku tahu kalau orang itu akan muncul dan membuatku diusir dari apartemen?”

Nada suara Chie juga mulai meninggi namun untungnya belum sampai membuat orang lain menoleh pada mereka.

Ucapan Chie melengkapi potongan puzzle yang selama ini menjadi sumber rasa penasaran Sanada. Ternyata orang inilah yang menyebabkan Chie bisa muncul di depan apartemennya.

“Ini benar-benar gila. Kau memintaku untuk mempercayai hal ini sekarang?”

Sanada memijat pelipisnya dengan sebelah tangan sambil memejamkan mata.

Chie terdiam kemudian menghela napas panjang. Tentu saja tidak mungkin meminta Sanada untuk berlapang dada menerima semua informasi yang mengejutkan.

Ini adalah pertengkaran pertama mereka sejak menjadi pasangan.

“Aku sudah memikirkan ucapan Shotaro-nii. Aku akan kembali ke Himura Mansion dan setelah semua terselesaikan, aku akan kembali mencari apartemen seperti sebelumnya.”

Kepala Sanada terangkat dan menatap Chie dengan tatapan tidak percaya.

“Apa? Setelah semua yang terjadi, sekarang kau meragukan kemampuanku untuk melindungimu?”

“Terus terang, aku tidak nyaman berada di dekatmu akhir-akhir ini. Kau pernah mengatakan tidak akan memaksaku, tetapi tindakanmu justru menunjukkan hal yang sebaliknya.”

Ulu hati Sanada seakan dihantam palu transparan.

Ya, Chie benar. Sebelum berpikir untuk melindunginya dari dunia luar, sebaiknya kau berpikir bagaimana melindunginya dari dirimu sendiri.

Chie memalingkan wajah, tidak berani menatap langsung pada mata Sanada setelah menyuarakan isi hatinya karena merasa malu.

Sebenarnya adalah hal yang wajar bagi pasangan kekasih untuk melakukan hubungan intim sebelum menikah di Jepang.

Akan tetapi, apakah Chie salah jika menginginkan hubungan yang dilandasi ikatan emosional yang kuat dibandingkan ikatan fisik yang bisa memudar seiring waktu dan kejenuhan?

Salahkah bila Chie berharap agar Sanada bertemu dengan ayahnya terlebih dahulu untuk menunjukkan keseriusan sebelum mereka melangkah lebih jauh?

Keduanya terdiam cukup lama, larut dalam pikiran masing-masing.

“Aku harus pergi sekarang, Shotaro-nii menungguku dari tadi,” ucap Chie sambil melirik jam tangan dan berjalan menjauhi Sanada.

Lengan Sanada terulur hendak menggapai pergelangan tangan Chie untuk menahan kepergian sang dara, namun gerakannya terhenti dan niatnya tidak terlaksana.

Dari kejauhan, Sanada bisa melihat Chie menghampiri meja Shotaro di pojok kafetaria dan berbincang sejenak. Setelahnya gadis Himura tersebut meninggalkan kafetaria, mungkin mengambil tas untuk pulang bersama Shotaro.

Setelah itu, giliran Shotaro yang berjalan menghampiri Sanada.

“Aku ingin berterima kasih kepadamu karena sudah menyediakan tempat tinggal bagi Chie-sama, Uemura-san.”

Sanada masih tidak menunjukkan ekspresi apapun.

“Saranku sebaiknya tidak berurusan dengan klan Gouda demi kelancaran bisnismu. Kalau kau mendapat ancaman atau menemukan bukti lain yang berkaitan dengan Chie-sama, jangan sungkan untuk menghubungiku.”

Shotaro mengulurkan sebuah kartu nama yang disambut Sanada dengan tidak antusias dan setelahnya pria Himura itu berpamitan dengan formal sambil berdoa dalam hati.

‘Aku berharap kau bisa memanfaatkan bantuan kecil dariku semaksimal mungkin, Sanada-san.’

*****

Sepanjang perjalanan pulang ke Himura Mansion, Chie tidak berbicara dengan Shotaro yang menyetir di sebelahnya.

Gadis Himura itu hanya melemparkan pandangan ke luar jendela mobil melihat jalanan, namun Shotaro berani bersumpah kalau dia melihat kilatan cahaya yang memantul dari jendela mobil yang menandakan kalau sang sepupu sedang menangis tanpa suara.

Tidak ada yang bisa Shotaro lakukan selain membiarkan Chie meluapkan emosinya malam itu. Chie bahkan tidak menangis ketika harus meninggalkan Himura Mansion dulu. Hal ini menunjukkan kalau sosok Uemura Sanada adalah orang yang sangat berarti bagi Chie.

Sementara itu, Sanada sendiri keadaannya tidak jauh lebih baik. Dengan langkah gontai kembali ke apartemen, berjalan dari ruangan ke ruangan dengan pikiran kosong.

Saat memeriksa isi kulkas untuk mengambil bir, Sanada tertegun dan hatinya teriris. Bahkan sebelum meninggalkannya, Chie memastikan kulkas tersebut diisi penuh dengan makanan kesukaan Sanada yang bisa dihangatkan ulang.

Untuk pertama kalinya dalam hidup, Sanada merasa rumahnya saat ini terlalu besar untuk ditempati satu orang saja.

Bagaimana jika Chie tidak pernah kembali lagi karena ulahnya sendiri? Apalagi tadi Sanada melewatkan kesempatan untuk meminta maaf atas kejadian kemarin.

Tanpa sadar, Sanada membuka pintu yang menjadi pembatas ruang tamu dan kamar Chie.

Aroma khas Chie menguar dan kerinduan akan kehadiran sosok yang menjadi penyemangatnya dalam beberapa minggu terakhir semakin terasa.

Susunan kamar Chie tidak jauh berbeda dengan apartemennya dulu. Tidak terlalu banyak barang dan semuanya tertata rapih, menjadi saksi hidup perjalanan gadis Himura tersebut untuk bertahan hidup se-efisien mungkin.

Inilah bukti nyata dari konsekwensi yang harus dijalani Chie setelah keluar dari klan. Tidak ada kemewahan yang dinikmati selama bertahun-tahun.

Dan tadi, Sanada marah kepadanya hanya karena merasa dibohongi? Sementara Chie sudah menjalani getirnya kehidupan sejak keluar dari klan Himura beberapa tahun lalu seorang diri.

Sanada merutuki diri yang kurang peka dalam menanggapi suasana hati orang lain, terlalu egois dan tanpa sadar jika sikap dan ulahnya malah menyakiti orang yang disayanginya.

Sanada terduduk di lantai, tepat di samping ranjang yang dipakai Chie, menumpukan kepala pada lutut yang kini ditarik sampai ke dada.

Ah benar-benar sial, bahkan bir kesukaannya pun terasa sangat pahit malam ini.

*****

Sudah tiga hari Chie meninggalkan apartemen Sanada. Dan selama itu juga, Sanada tidak tahu harus melakukan apa.

Sanada mencoba menghubungi ponsel Chie namun yang bersangkutan tidak mengangkat, mungkin suasana hatinya belum membaik.

Sanada merenung di kuil keluarga Uemura, sambil memikirkan nasibnya yang saat ini seperti ditimpa musibah bertubi-tubi.

Status pengangguran, Chie yang sedang terlibat masalah akibat Inoki yang memaksa mendapatkannya dengan berbagai cara yang licik, ditambah lagi sikap dan ulahnya sendiri membuat Sanada sadar kalau posisinya saat ini sama sekali tidak bisa melindungi Chie apalagi membahagiakannya.

Dilema.

Tanpa diketahui asalnya, muncul seorang pria tua dari keluarga Uemura yang tidak memiliki jabatan penting dan terjadi pembicaraan singkat diantara keduanya.

“Sedang menghadapi pilihan yang sulit, eh?”

Sanada tidak serta merta menjawab, dalam situasi normal pria Uemura itu mungkin sudah menghardik pria tua itu. Namun saat ini Sanada tidak bersemangat untuk melakukan apapun.

Pria tua itu bermonolog sambil mengenang masa lalunya.

Aku pernah dihadapkan pada jalan bercabang dengan banyak pilihan. dan pelajaran yang bisa kubagikan pada generasi muda adalah pertimbangkan baik-baik semua pilihan yang ada.

Setiap pilihan memiliki tanggung jawab dan konsekwensi yang akan terasa akibatnya untuk jangka panjang.

Ada kalanya ketika kau membuat kesalahan, masih ada pilihan untuk memperbaikinya.

Ada juga pilihan yang sekali berbuat salah, maka tidak ada kesempatan kedua untuk memperbaikinya dan harus menanggung akibatnya seumur hidup.

Bahkan pilihan akan kebebasan pun memiliki konsekwensi yang sama, salah satunya adalah kehilangan cinta.

Karena ketika kau mulai mencintai dan ingin berbagi hidup dengan seseorang maka pada saat itu kau juga harus siap untuk terikat dan memegang komitmen itu seumur hidup.

Perlahan tapi pasti, Sanada mulai tertarik mendengarkan ucapan kakek tua tersebut karena terasa begitu mengena dan sesuai dengan masalah yang dia hadapi.

“Aku hidup sesuai dengan apa yang aku mau, dan di masa tua ini aku hidup sendirian. Orang yang menjagaku ketika sakit adalah sanak keluarga yang kebetulan punya waktu untuk mengunjungiku, bila tidak, semua kejadian harus dihadapi sendirian.”

“Apakah kau menyesalinya?”

“Keh, kau memandangku terlalu rendah, seorang Uemura tidak pernah menyesali keputusan yang sudah dibuatnya.”

“Namun ada kalanya aku bisa tergoda untuk mengetahui garis hidup seperti apa yang akan kuhadapi kalau saat itu aku sedikit menekan harga diriku dan memilih untuk hidup bersama orang yang aku cintai sepenuh hati.”

Pria tua itu berdiri dan menepuk-nepuk celana lusuhnya kemudian membungkuk pada Sanada sebelum berlalu dengan langkah tertatih.

Sanada masih memandang tubuh ringkih yang berjalan menjauhinya, walaupun sudah jauh dari kata gagah, namun pria tua tersebut tetaplah seorang Uemura yang senantiasa memiliki harga diri tinggi.

Sanada memejamkan mata, menarik napas panjang kemudian menghelanya dengan perlahan. Hari itu, Sanada memberanikan diri untuk membuat satu keputusan besar.

Tangannya dengan cepat mencari satu nama di dalam ponsel dan menekan tombol berwarna hijau.

Ketika terdengar sapaan dari sang penerima, sepasang iris obsidian Sanada berkilat dengan penuh kepercayaan diri dan keyakinan.

*****

To be continue

7 Komentar

  1. Sanada nelpon siapa itu??
    Chie kesiian harus difitnah seperti itu,,

    1. hehehe jawabannya ada di next chapter ya

  2. Kira2 keputusan besar apa ya?? Emm..lngsng ke part 7

    1. keputusan besar untuk masa depan mereka berdua

  3. siapa yang ditelpon sama Sanada kun ya… penasran nich..

    1. jawabannya ada di next chapter ^.^ @dekoceria

  4. fitriartemisia menulis:

    dududuuuuh, Sanada dan Chie yg berantem, akunya yg baperrr haha :PATAHHATI