Vitamins Blog

Little Things Between You And Me ( Chapter 7)

Bookmark
ClosePlease login

No account yet? Register

28 votes, average: 1.00 out of 1 (28 votes, average: 1.00 out of 1)
You need to be a registered member to rate this post.
Loading...

Previously on Little Things Between You And Me :

“Apa? Setelah semua yang terjadi, sekarang kau meragukan kemampuanku untuk melindungimu?”

“Terus terang, aku tidak nyaman berada di dekatmu akhir-akhir ini. Kau pernah mengatakan tidak akan memaksaku, tetapi tindakanmu justru menunjukkan hal yang sebaliknya.”

=====

Sanada memejamkan mata, menarik napas panjang kemudian menghelanya dengan perlahan. Hari itu, Sanada memberanikan diri untuk membuat satu keputusan besar.

Ketika terdengar sapaan dari sang penerima, sepasang iris obsidian Sanada berkilat dengan penuh kepercayaan diri dan keyakinan.

***

Playlist : Emi Fujita (Le Couple) – Wishes

***

Pertengahan bulan November, ketika pepohonan mulai dihiasi dedaunan berwarna merah, jingga ataupun kuning. Bahkan ada beberapa pohon yang telah meranggas hanya tersisa batang dan ranting-ranting kering.

Udara yang terasa bersih dan menyegarkan jika dibandingkan dengan musim panas beberapa bulan sebelumnya, membuat setiap orang bersemangat melakukan aktivitas di luar rumah.

Saat dimana orang-orang menikmati buah kesemek khas musim gugur yang konon kabarnya satu setengah kali lebih manis daripada gula putih.

Di musim ini juga, orang-orang terbiasa mengumpulkan dedaunan yang rontok dan membuat api unggun kemudian melemparkan ubi ke dalam tumpukan daun yang terbakar untuk mendapatkan ubi bakar yang gurih.

Kegiatan di atas tidak berlaku bagi seorang Himura Nobuo yang memilih untuk lebih banyak berdiam di rumah.

Himura Mansion yang luas sudah menyediakan semuanya.

Pemandangan dari taman di tengah-tengah kompleks yang asri, ditambah dengan pohon kesemek yang sudah bertahun-tahun menghasilkan buah secara rutin.

Tradisi membakar ubi dengan tumpukan dedaunan praktis ditiadakan setelah Nyonya Himura meninggal dan menjadi peraturan tidak tertulis yang sudah diketahui oleh setiap penghuni Himura Mansion.

Hal itu semata-mata demi menjaga perasaan Nobuo yang diam-diam bisa merasa sedih bila melihat atau mengingat hal yang berhubungan dengan kesukaan mendiang istrinya.

Nobuo menikmati usia senja dengan relatif santai, walaupun belum sepenuhnya melepaskan tampuk kepemimpinan perusahaan keluarga Himura pada penerusnya, Himura Shotaro.

Tahun ini, kebahagiaannya terasa lengkap dengan kehadiran Chie di Himura Mansion walaupun hanya untuk sementara.

Tidak ada yang salah bagi seorang anak perempuan untuk mengunjungi ayahnya.

Lagipula  Nobuo selalu memastikan pelayan membersihkan kamar Chie selama bertahun-tahun dan  semua barangnya tetap rapi sesuai susunan sebelum kepergian Chie supaya Chie bisa menempati kamar itu kapan saja.

Keputusan untuk mengeluarkan Chie dari klan tentu saja menimbulkan pro dan kontra.

Bagi para pelayan yang memang memiliki hubungan baik dengan sang nona, tentu saja sangat menyayangkan keputusan tersebut.

Namun setelah melihat bagaimana sikap kepala klan Himura, mereka bisa memaklumi keputusan sulit tersebut.

Hari itu, hanya sebuah akhir pekan yang damai di Himura Mansion kalau saja bukan karena kehadiran seorang tamu yang tidak biasa.

Shotaro yang membawa sang tamu untuk bertemu dengan Himura Nobuo di ruang kerja.

Chie yang baru saja keluar dari kamar dan sedang menyusuri koridor berlantai kayu tentu saja mengenali sosok yang memakai jas , kemeja putih dan celana panjang hitam tersebut.

Kapan terakhir kali ia  berpakaian formal seperti itu? Chie bahkan tidak bisa mengingatnya dengan jelas.

Himura Nobuo memandangi sosok sang tamu dari atas sampai bawah dan menerka-nerka maksud kedatangan dari pemuda asing yang usianya mungkin hanya separuh dari usia tetua Himura.

Shotaro memperkenalkan sang tamu kepada tetua klan Himura, “Nobuo-sama. Orang ini adalah Uemura Sanada yang ingin membahas mengenai Chie-sama.”

Sanada menundukkan kepala untuk memberikan salam, sedikit terlihat gugup namun sepasang mata kelam itu terus menatap pria tua di hadapannya.

Nobuo menganggukkan kepalanya kepada Shotaro, yang segera disambut dengan tundukan hormat kemudian Shotaro memohon diri untuk keluar ruangan supaya bisa memberikan keleluasaan bagi mereka.

Apa hubungan pemuda bau kencur ini dengan Chie?  Dan apa yang ia inginkan?

*****

Chie masih berjalan mondar-mandir di koridor yang berada tidak terlalu jauh dari ruang kerja Nobuo.

Bukan karena kepo ataupun ingin menguping, tetapi lebih disebabkan oleh rasa penasaran dan juga rindu yang membuncah.

Ketika melihat Sanada keluar dari ruang kerja ayahnya, Chie segera menghampiri sang kekasih hati dengan langkah cepat sambil setengah berjinjit supaya tidak menimbulkan suara.

“Bagaimana? Apa yang kau bicarakan dengan Otou-sama?” bisik Chie sambil menggamit lengan Sanada menjauhi ruang kerja Nobuo dan sedikit memaksa pria Uemura itu untuk menjawab pertanyaannya.

“Hn. Hanya pembicaraan antar lelaki.”

Chie terlihat gemas dan mulai mengerucutkan bibir untuk protes, “iihh, menyebalkan. Memangnya membahas apa, sampai tidak menemuiku terlebih dulu?”

“Siapa bilang kalau aku datang ke Himura Mansion untuk menemuimu?”

Chie menghentikan langkah dan mengernyitkan sepasang alis sambil menatap Sanada melalui ekor mata.

Ketika sang dara menemukan seringaian jahil dari kekasihnya, Chie mencengkeram bagian depan dari baju yang dikenakan Sanada, bersiap membanting pria itu untuk meluapkan kekesalan.

Ternyata sang Uemura terlebih dulu merangkul pinggang Chie dan mengangkat tubuh sang gadis sampai kedua kakinya tidak menjejak tanah.

Demi menjaga keseimbangan, mau tak mau Chie refleks merangkul leher Sanada dengan kedua lengan.

“Wow, wow, easy milady. Jangan harap kau bisa membantingku seperti saat di Konoha Gakuen dulu. Seorang Uemura tidak jatuh ke dalam lubang yang sama dua kali dan sejak saat itu aku sudah melakukan pekerjaan rumah untuk mencari cara mematahkan seranganmu.”

“Tu-turunkan aku!” protes Chie sambil berbisik, melirik kiri kanan dan terlihat takut-takut kalau ada anggota keluarga Himura yang melihatnya dalam posisi memalukan seperti itu.

“Tidak mau,” jawab Sanada tegas, melangkahkan kakinya dengan santai sambil memanggul Chie layaknya karung beras.

“Sanada~” rengek Chie dengan suara manja.

“Hukuman karena kau meninggalkanku, tidak membalas pesan ataupun mengangkat telepon. Menurutku, hal itu sangatlah tidak sopan, Chie.”

“Sanada-kun… Kumohon…” rengek Chie dengan nada suara yang lebih menyedihkan.

Ha!

Taktiknya berhasil karena sang Uemura mulai menghentikan langkahnya.

“Akan kuturunkan kalau kau menjawab ‘iya’ untuk permintaanku, Himura.”

Chie terkesiap, memangnya apa yang akan diminta oleh Sanada? Jangan-jangan Sanada ingin meminta hal yang aneh-aneh lagi. Dan warna merah mulai menghiasi pipi sang dara.

“Aku ingin mengajakmu kencan.” ucap Sanada.

“Eh? Hanya itu?”

“Hn?” Sanada sedikit menurunkan posisi Chie ketika mendengar pertanyaan janggal itu.

“Memangnya kau pikir aku akan meminta apa?”

Blush!

Wajah Chie memerah beberapa kali lipat dari sebelumnya dan membuat pria Uemura menghadiahi sentilan di dahi sang gadis saking kesalnya.

“Kau ini… selalu berpikiran buruk tentangku,” protes Sanada sambil berpura-pura marah.

“Jadi, apa jawabanmu?”

H-hai.”

Chie tertawa kecil menahan malu dan mengusap dahinya, sementara sang Uemura tersenyum simpul sambil menurunkan sang kekasih.

Kemudian mereka berjalan bersisian menyusuri koridor Mansion sambil berpegangan tangan menuju ke ruang tamu.

Nobuo yang diam-diam memperhatikan interaksi keduanya dari balik pintu shoji yang sedikit terbuka, hanya menghela napas dan memejamkan sepasang matanya.

Kapan terakhir kali dia melihat Chie tertawa dari hati seperti apa yang dilihatnya barusan?

“Ryoko,” gumam pria itu mengenang mendiang istrinya, “aku bukanlah ayah yang baik untuk Chie sampai hari ini. Semoga aku bisa memberikan keputusan terbaik untuk masa depan dan kebahagiaan Chie.”

*****

Sore hari di Himura Mansion.

Pria Uemura tersebut menghabiskan sepanjang hari bersama Chie dan memang sudah membawakan beberapa barang peninggalan Chie dari apartemen dan pakaian ganti untuk acara mereka malam nanti.

Sanada mengganti pakaiannya dengan baju yang lebih kasual dan menggunakan mantel tebal mengingat suhu udara di malam musim gugur biasanya di bawah 10 derajat Celcius.

Chie menggunakan sweater dan syal yang membuatnya tampak manis. Di saat ini, orang-orang belum mengenakan sarung tangan.

Saat berpamitan pada sang ayah, entah kenapa Nobuo memutuskan untuk mengantarkan mereka berdua sampai ke depan gerbang Mansion.

“Jangan pulang terlalu malam,” gumam Nobuo singkat yang disambut dengan anggukan Chie dan Sanada.

Kedua anak muda itu melihat Nobuo berbalik kemudian menjauhi pintu utama sehingga mereka juga bermaksud melanjutkan perjalanan.

Tiba-tiba Nobuo menghentikan langkahnya dan mengucapkan dengan suara yang cukup keras sehingga bisa didengar oleh pasangan tersebut.

“Usahakan mengunjungi tempat ini beberapa kali dalam setahun.”

Chie kebingungan dan tertawa mendengar ucapan sang ayah yang menurutnya berlebihan, “Otousama, kami hanya keluar sebentar. Malam ini aku pasti kembali ke rumah.”

Mata Sanada membulat sempurna. Pemuda itu sudah memahami maksud ucapan Nobuo segera membungkukkan badan ke arah tetua Himura yang masih membelakangi mereka dan berseru lantang, “Terima kasih, Himura-san”

Ucapan yang tentu saja membuat Himura Nobuo menarik sudut bibirnya ke atas dan kembali berjalan ke dalam mansion. ‘Kau membawa pulang seorang pemuda pintar dan berkualitas, Chie.’

Chie memandang sosok punggung sang ayah yang mulai menghilang dibalik pintu utama mansion Himura dan kemudian menatap Sanada dengan wajah bertanya-tanya.

“Kenapa kalian berdua bersikap aneh? Ada apa sebenarnya?”

“Hanya sedikit kelanjutan dari pembicaraan antar lelaki tadi siang. Ah, kita harus cepat, acaranya sebentar lagi dimulai.”

Chie memasang wajah cemberut karena mendapat jawaban ambigu, namun si bungsu Uemura memilih untuk tidak menggubris rengekan sang kekasih dan mengalihkan topik pembicaraan.

*****

Sanada mengajak Chie berkencan di dalam kota, mengikuti Festival of Light yang hanya muncul setahun sekali saat pertengahan musim gugur sampai akhir musim dingin.

Dalam situasi normal, sang Uemura tidak akan menghabiskan waktunya untuk melakukan kegiatan yang tidak memberikan imbal hasil seperti ini.

Namun tahun ini berbeda, karena kehadiran Chie sebagai kekasihnyalah Sanada mulai bisa menghargai momen-momen kecil kebersamaan dalam hidup mereka.

Sudah banyak kejadian yang mereka lewati berdua.

Rintangan demi rintangan bermunculan seakan ingin membujuk Sanada untuk kembali menjalani hidup penuh kebebasan seperti dulu, namun disisi lain memunculkan sisi manusiawi dari seorang Uemura kalau pria tersebut juga hanya manusia biasa yang memiliki emosi, bisa merasa kehilangan dan bisa merasa kesepian.

Ada sebuah ruang kosong dalam jiwa setiap manusia yang mungkin hanya bisa tertutupi oleh kasih sayang yang tulus dan tanpa pamrih.

Karena pertimbangan itu juga, sang Uemura memutuskan untuk melayangkan pertanyaan penting yang akan mempengaruhi hidup mereka berdua ke depannya.

“Chie, seandainya hidup kita akan lebih berat lagi ke depannya? Bagaimana menurutmu?”

“Lebih berat bagaimana, Sanada-kun?”

“Yah mungkin aku akan sangat sibuk dan kita hanya bisa bertemu beberapa bulan sekali.”

“Oh? Kau mendapat pekerjaan baru?” tanya Chie dengan mata berbinar. “Atau kau mulai berbaikan dengan ayahmu?”

Sanada menggaruk belakang kepalanya, “Bisa dibilang begitu.”

“Syukurlah, aku senang sekali. Kalau seperti itu permasalahannya, aku rela kalau kita hanya bertemu beberapa kali dalam setahun. Lagipula kau kan memang workaholic dari dulu.”

Sanada menepuk puncak kepala Chie sebelum mengacak lembut surai kekasihnya tersebut. Sanada bersyukur karena memiliki Chie yang pengertian dan selalu mendukung impiannya.

“Kapan kau akan memulai rencanamu?”

“Secepatnya.”

Chie tersenyum namun dalam sorot matanya terlihat pancaran kesedihan.

“Pantas saja, kau agak memaksaku untuk memberikan jawaban ‘iya’ pada kencan kita sekarang.”

Sanada tidak menjawab namun menggamit tangan kanan Chie, memasukkannya ke dalam saku mantel tebal kemudian keduanya berjalan bersisian tanpa mengucapkan sepatah katapun.

Sayup-sayup terdengar lirik lagu Le Couple berkumandang di tempat itu.

Someone who needed me, someone to share my life…

Berbagai perasaan berkecamuk dalam hati Chie. Satu kalimat dalam lirik tersebut seakan mewakili apa isi hatinya saat bersama Sanada.

Sosok yang sedang berjalan di sisinya sekarang adalah orang yang membutuhkan kehadirannya sekaligus menjadi teman berbagi selama ini.

Sejak keputusan mereka untuk mengubah status persahabatan mereka menjadi pasangan kekasih, hanya sekali ini mereka bisa berkencan dengan normal tanpa adanya intervensi dari siapapun.

Ketika sampai di tempat yang agak tinggi dan bisa melihat kilauan lampu-lampu yang menjadi imitasi dari rerumputan, daun dan bunga wisteria yang bergantungan dengan indah dalam terowongan cahaya, Sanada menghentikan langkahnya.

“Kau mungkin akan berpikir kalau aku terlalu cepat dan gegabah dalam hubungan kita, akan tetapi aku hanya memiliki kesempatan terbaik malam ini.”

Chie masih bingung menerka maksud perkataan Sanada. manik hazel-nya menatap intens pada sepasang mata elang sang Uemura yang kini terlihat gugup.

“Dalam hidup ini banyak sekali tantangan dan aku percaya aku bisa melewati semuanya jika kau ada disisiku.”

Tangan Sanada meraih tangan kiri Chie dan dalam hitungan detik sebuah cincin platina bertabur butiran berlian sudah tersemat di jari manis Chie.

Chie masih menatap tangan kirinya dan sang Uemura bergantian.

Bibirnya setengah terbuka namun tidak ada suara yang keluar, hanya kepulan asap yang menandakan kalau suhu udara malam itu sangat dingin.

Sanada menghela napas panjang dan menggelengkan kepala melihat Chie yang masih bingung harus bereaksi seperti apa.

Merasa dejavu seperti saat pria Uemura itu memberikan kunci apartemennya dulu.

Tanpa banyak berbicara, Sanada mengangkat tangan kiri menunjukkan cincin berbahan sama namun polos tanpa ukiran sudah terlebih dahulu terpasang di jari manisnya.

Saat itulah Chie menangkup bibirnya dengan kedua belah tangan. Tanpa disadari, pelupuk matanya menghangat dan mulai kabur oleh air mata yang menggenang.

Sanada merengkuh tubuh mungil Chie yang kini mulai terisak dengan bahu bergetar, membelai lembut punggung sang gadis sebelum mendekapnya erat.

“Bahkan sampai hari ini pun kau tetap tidak peka, calon Nyonya Uemura.” Bisik Sanada sambil menempelkan pipinya pada puncak kepala Chie.

Chie berpura-pura marah dengan memukul dada bidang Sanada, “Kau selalu saja sulit ditebak, kau bahkan tidak menanyakan apakah aku bersedia atau tidak?”

“Tadi sore kan sudah, dan kau sudah menjawab ‘iya’.”

“Kau hanya mengajakku kencan, Sanada-kun.”

” … ”

Sanada mendelik pada Chie melalui ekor matanya dan sedikit berdecak dengan kesal.

“Dari sekian banyak wanita yang bersamaku, kau satu-satunya yang mendapat perlakuan istimewa dan selalu menjadi anomali yang paling bisa kutoleransi. Don’t push your luck, Chie.”

Chie terkikik geli setengah terisak mendengar jawaban Sanada sambil mengusap air mata yang masih belum berhenti mengalir dengan punggung tangannya.

Beberapa tahun berlalu,  sifat Sanada yang bagaikan enigma tetaplah tidak berubah.

Lebih mudah menyandingkan kata “workaholic” dan “misterius” pada pria Uemura tersebut daripada kata “romantis”.

Tiba-tiba dagu Chie terangkat oleh sentuhan tangan sang pria, dan sepasang obsidian menatapnya lekat-lekat.

“Terima kasih telah menerima diriku apa adanya dan membuatku bahagia di saat aku tidak punya apa-apa,” ucap Sanada dengan suara bergetar menahan haru.

Chie segera memejamkan mata dan sedikit berjinjit untuk memberikan kecupan-kecupan ringan di bibir sang pria yang tentu saja disambut dengan antusias oleh Sanada dan berlanjut menjadi lumatan yang lebih menuntut.

Di bawah sinar bulan purnama di akhir musim gugur, dikelilingi oleh ribuan lampu Festival of Lights, dan suara lembut Emi Fujita masih mengalun merdu mengukuhkan atmosfir romantis seakan dunia hanya milik mereka berdua malam itu.

One star brighter than the other, two hearts beating for each other. You will see wishes really come true…

*****

Satu minggu berlalu setelah kejadian itu.

Di apartemen Suzu yang tidak jauh berbeda ukurannya dibandingkan apartemen Chie dulu.

“Suzu, kau tidak bisa mengelak lagi. Aku tidak mau mendengar apapun alasanmu, pokoknya kau harus ikut.”

Suara Chie terdengar bergema dari ponsel yang dipegang Suzu.

“Ta-tapi, aku tidak punya… ”

“Aku sudah membawa gaun untukmu, alat-alat make up juga sudah tersedia dan buka pintumu sekarang juga atau perlu kudobrak? Shotaro-nii sudah menunggu kita di bawah.”

Suzu dengan pasrah membuka pintu apartemennya sambil memasang wajah cemberut.

Chie tidak menggubris sikap protes sang sahabat dan mulai menjalankan aksinya.

Shotaro yang berada di lobi apartemen benar-benar menikmati buah kesabarannya dalam menunggui dua perempuan terpenting dalam hidupnya.

Suzu yang terbiasa menggunakan seragam perawat atau berpenampilan tomboy di kala senggang, sekarang terlihat memukau dalam balutan gaun hijau gelap.  Tatanan rambutnya tetap seperti biasa namun dihiasi sedikit aksesoris. Sentuhan make up kreasi Chie, membuat Suzu terlihat sangat cantik malam itu.

Chie sendiri memakai gaun hitam pemberian Michiko, yang dibawakan Sanada dalam kunjungan sebelumnya dan terlihat elegant.

Mereka akan menghadiri acara gala dinner yang diselenggarakan oleh holding company  dari perusahaan yang memiliki kontrak bisnis dengan Himura.

Karena keluarga mereka mendapat dua undangan dimana Himura Nobuo sudah didampingi oleh Chie, sehingga Suzu “sedikit dipaksa” untuk mendampingi Shotaro.

Suzu tentu saja gugup, karena bisa jadi wajahnya akan terpajang di salah satu majalah gosip karena mendampingi sang penerus Himura. Apalagi dia akan bertemu dengan Himura Nobuo untuk pertama kalinya dalam acara resmi pula.

Di pintu masuk ballroom, terlihatlah Himura Nobuo yang terlebih dahulu sampai di tempat itu. Suzu membungkuk hormat pada tetua Himura yang terlihat tanpa ekspresi. Tidak ada pembicaraan yang terjadi karena mereka berempat harus bergegas masuk ke ruang utama ballroom.

Ketika menaiki tangga, tanpa sadar Suzu terhuyung di belakang Chie dan bahunya tertabrak oleh orang yang juga sedang menuruni tangga sehingga Suzu kehilangan keseimbangan.

Saat hampir jatuh dan Suzu sudah pasrah, punggungnya menghantam tubuh tegap yang disadarinya adalah milik Shotaro.

Chie yang menoleh ke belakang ketika mendengar pekikan Suzu, terkejut melihat bagaimana sang sepupu dengan sigap menahan tubuh sahabatnya dan merangkul pinggangnya tanpa ragu.

“Suzu, kau kenapa?”

Suzu menggelengkan kepala, namun siapapun yang melihat tentu saja tidak akan berpikir bahwa Suzu baik-baik saja.

Saat mendengar pengumuman kalau acara akan dimulai, Shotaro segera meminta Chie menemani Nobuo dan dia yang akan mengurus Suzu.

Nobuo dan Chie segera mencari meja sesuai dengan nomor urut yang tertera dalam undangan mereka. Dan pencarian tersebut menuntun mereka pada sebuah meja bulat yang terbalut kain putih mengkilat dengan empat buah kursi yang juga dibalut kain berbahan sama.

Sebagai orang yang terbiasa mengikuti acara makan malam resmi, Nobuo sedikit mengerutkan dahi ketika menemukan kalau tempat yang disediakan untuk keluarga Himura termasuk di area VIP.

Seumur-umur Nobuo melakukan kontrak bisnis dengan perusahaan ini, belum pernah sekalipun mendapat undangan untuk menempati meja VIP.

Apalagi yang menyelenggarakan pesta malam ini adalah perusahaan induk yang menaungi perusahaan tersebut (yang tidak pernah berhubungan langsung dengan perusahaan Himura). Namun kepala klan Himura tidak mengatakan apapun pada Chie yang tidak menyadari hal tersebut.

Seorang pria berambut hitam dalam balutan jas hitam mewah maju ke atas pentas dan mulai memberikan kata  sambutan singkat. Ketika para tamu mendengar kalimat kalau Uemura Group akan mengumumkan kepada publik siapa yang menjadi penerusnya, suasana menjadi tegang dan hening.

Master of Ceremony menyebutkan sebuah nama dan para hadirin bertepuk tangan.

Sebuah nama yang membuat beberapa orang dalam ruangan terlihat shock, terutama Chie dan Nobuo saling berpandangan. Sepertinya sang pembawa acara menyebutkan “Uemura Sanada” dan mereka berdua tidak salah dengar, kan?

Nobuo mengusap wajah, memijat pelipis kemudian memicingkan mata tuanya untuk melihat lebih jelas sosok pria muda yang baru saja menaiki panggung.

Sekedar memastikan kalau orang itu adalah pemuda bau kencur yang baru berkunjung ke rumahnya minggu lalu.

Mau dilihat dari sudut manapun, sosok yang sedang berdiri di depan panggung adalah orang yang sama.

Sanada memberikan sebuah speech singkat dan tentunya tidak lupa berterima kasih kepada orang-orang yang telah mendukungnya saat dia masih berada di bawah sambil melirik ke meja yang ditempati oleh keluarga Himura.

Nobuo melirik ke arah putrinya dan bisa merasakan perubahan mimik wajah Chie yang terlihat lebih galau daripada saat baru kembali ke Himura Mansion.

Setelah acara penyambutan selesai dan para hadirin melakukan toast,  kepala klan Himura dan putrinya sudah menghilang dari meja yang mereka tempati sebelumnya.

*****

Nobuo berinsiatif meminta Chie membawanya ke balkon untuk mencari udara segar. Mereka berdua mencari tempat yang tidak tersorot sinar lampu dari ballroom.

Dari tempat mereka berdiri bisa terlihat pemandangan kota Tokyo di waktu malam.

“Chie,” panggil Nobuo dengan suara rendah.

Chie mendongakkan kepala dan sepasang manik mutiaranya tampak berkaca-kaca walaupun belum ada air mata yang mengalir.

“Otou-sama… Aku…” ucap Chie dengan nada tercekat.

Nobuo memandang putrinya dengan lembut, “Tidak perlu menjelaskan apapun, kau juga baru mengetahuinya hari ini, bukan?”

Chie mengangguk dan menjawab dengan terbata-bata, “Sanada tidak pernah menceritakan apapun mengenai bisnis keluarganya…”

Chie tidak sanggup melanjutkan karena merasa takut kalau dirinya tidak pantas bersanding dengan Sanada.

Dia tidak menyangka kalau dunia mereka ternyata begitu berbeda.

“Kemana perginya putri Ayah yang pulang dengan wajah berseri-seri karena dilamar beberapa hari lalu?” Nobuo sengaja membuat suaranya terdengar sedih.

Chie masih terdiam.

“Pemuda bau kencur itu memang sulit ditebak. Beberapa jam sebelum dia melamarmu, dia berbincang dengan Ayah dan mengutarakan keinginannya untuk menikahimu.”

“Eh?”

“Dia tidak menyebutkan pekerjaannya dan mengatakan kalau dia sedang merintis bisnis. Ayah sempat merasa ragu kalau dia hanya mempermainkanmu. Benar-benar pemuda yang nekad dan berani melamar putri keluarga Himura tanpa masa depan yang pasti.”

Nobuo mengenang percakapannya dengan bocah Uemura tersebut.

“Akan tetapi, ketika melihat ekspresi wajahmu saat sedang berdua dengannya, mengingatkanku pada ekspresi Ryoko saat aku memutuskan untuk menikahinya. Karena itulah aku mengizinkannya untuk melamarmu.”

Chie mendengar kalimat demi kalimat yang meluncur dari bibir sang ayah dengan seksama tanpa bisa memberi balasan.

“Kau tidak perlu berkecil hati atau merasa tidak pantas untuk Sanada, karena dia terlebih dahulu melamarmu sebelum kejadian hari ini. Percaya dirilah sedikit, kalau Sanada pun menginginkan seorang pendamping yang tidak memandang harta atau kedudukan.”

Nobuo melirik putrinya yang kini tertunduk malu, tidak menyangka kalau sang ayah bisa membaca isi hatinya sejelas membaca lembaran buku yang terbuka.

“Ayah tidak akan lupa bagaimana mendiang ibumu menemani ayah berjuang melewati masa sulit mengelola perusahaan Himura. Dan Ayah pikir Sanada akan selalu mengingat orang-orang yang setia di sisinya saat ia tidak punya apa-apa.”

Chie mengangguk dan tersenyum manis mendengar kata-kata wejangan yang membawa kesejukan dalam hati.

*****

Sanada melihat Nobuo dan Chie yang baru masuk dari balkon. Dengan langkah tegap dan penuh keyakinan, ia melangkah menuju tempat mereka sambil mengabaikan bisik-bisik penuh harap dari para wanita berbalut gaun mewah di dalam ballroom.

Setelah membungkukkan badan memberi hormat pada Nobuo, tangan Sanada terulur mengajak Chie berdansa.

Nobuo menganggukkan kepala kepada putrinya yang masih terlihat ragu-ragu menerima uluran tangan Sanada yang kemudian menariknya ke lantai dansa, bergabung dengan pasangan lain.

“Kau cantik sekali, Chie.”

Chie tidak bisa berkata-kata, lidahnya masih kelu setelah mengetahui siapa sosok Sanada sebenarnya di acara malam ini.

“Setelah lagu ini selesai, aku ingin kau mengikutiku ke tangga darurat.”

Chie memasang wajah bertanya-tanya, namun Sanada mengedipkan sebelah mata kepadanya kemudian menaikkan sepasang alis meminta jawaban.

Chie mengangguk sambil bertanya-tanya dalam hati. Ada kejutan apa lagi?

Beberapa saat kemudian satu lagu selesai dan para pasangan memberikan penghormatan.

Terlihatlah para wanita yang berharap bisa berdansa minimal satu kali dengan sang pewaris.

Akan tetapi, sang putra mahkota Uemura sudah terlebih dahulu menghilang.

*****

Yuuto  ingin menyusul dan mengejar si bungsu Uemura yang terlihat setengah berlari ke tangga darurat bersama seorang perempuan.

Entah kenapa hati kecilnya mengingatkan dia untuk meminta persetujuan dengan melirik ke arah Uemura Masahito.

‘Bagaimana, Masahito-sama?’

Namun malam itu Masahito terlihat tidak antusias dan membalas dengan gerakan tangan sekedarnya.

‘Biarkan saja’

Tiba-tiba terlihatlah sosok Michiko yang berdiri di sebelah Masahito dan…

Sang Nyonya sedang tersenyum manis ke arah Yuuto.

Ternyata inilah alasan kenapa Masahito-sama memberinya perintah yang berbeda malam ini.

Yuuto bergidik ngeri teringat akan kejadian beberapa tahun lalu dimana dia melihat senyum seperti itu dari Michiko untuk pertama kali, saat tuan muda sulung Kazuma memutuskan untuk pindah ke Eropa secara permanen.

Dan tidak lama setelahnya, Yuuto harus rela gajinya dipotong selama enam bulan berturut-turut karena dia ikut andil menyebabkan si sulung Uemura tidak betah berada di Jepang.

Yuuto diam-diam memanjatkan doa dengan khusyuk dalam hati.

Semoga senyum sang Nyonya tidak berarti apa-apa dan tidak membawa petaka seperti kejadian beberapa tahun sebelumnya.

Para tamu memberikan ruang bagi Masahito dan Michiko untuk berdansa.

“Masahito-kun” panggil sang istri dengan manja.

“Hn?”

“Apakah kau masih ingat saat kau melamarku 35 tahun yang lalu?”

“…”

“Kau berjanji untuk membuatku bahagia.”

Ya. Karena janji itulah Masahito mati-matian mengembangkan perusahaan keluarga Uemura sampai seperti sekarang, memiliki jaringan bisnis yang menggurita di Jepang.

“Dan sekarang, putra bungsumu melakukan hal yang sama pada tunangannya. Karena itulah dia bersedia menerima tahta sebagai pewaris Uemura.”

Masahito tertawa dalam hati.

Walaupun ayah dan anak itu tidak akur, tetapi semua sifat Sanada menurun darinya.

Kepala klan Uemura itu masih ingat bagaimana si bungsu Uemura tiba-tiba menelpon dan meminta waktunya untuk bertemu.

“Aku akan bergabung dalam manajemen sesuai dengan keinginan Otousama.”

“Hn. Hal ini seharusnya sudah kau lakukan dari dulu.”

“Akan tetapi, aku tidak ingin Otousama ikut campur dalam kehidupan pribadiku.”

“Aku hanya mengarahkanmu untuk memilih teman yang tepat dan tentunya mencari pasangan hidup yang tepat. Kau tentunya tidak menginginkan penjilat atau social climber yang berharap bisa menghamburkan hasil kerja kerasmu.”

“Aku bisa memastikan kalau wanita pilihanku bukan orang seperti itu.”

“Keh. Aku lebih tertarik melihat buktinya daripada omong kosongmu. Sebentar lagi acara tahunan holding company kita. Kalau bisa membuat keluarga calon pasanganmu hadir di tempat itu tanpa mengetahui siapa kau sebenarnya, aku tidak akan mencampuri hidupmu di luar perusahaan. Aku bisa menilai mereka dari acara itu.”

Ternyata Sanada melewati ujian dari sang ayah dengan prestasi gemilang.

Selain berhasil  mengajak keluarga Himura untuk hadir dalam acara tersebut sebelum mereka mengetahui siapa Sanada sebenarnya, si bungsu Uemura juga berhasil melamar gadis incarannya dan membuktikan kepada Masahito kalau keluarga gadis itu memang tidak silau oleh harta.

*****

To be continue

9 Komentar

  1. Sering kesepianlah Chie, Sanada jadi pemimpin perusahaan besar,,

    1. resiko pekerjaan :)

  2. Keputusan yg besar Sanada smga bahagia terus ya sma Chie..

    1. uda hampir end kok ini, stay tune

  3. Buah memang jatuh dekat pohonnya
    Walaupun mereka ngk akut tp ttp aja ada kesamaan diantara keduanya, hihi

    1. ayah dan anak yang sifatnya sama ibarat magnet berkutub sama, saling tolak menolak kalau berdekatan. @xixihana

  4. ooo jadi yang ditelp itu ayahnya ya…ok. Masih di tunggu kelanjutannya…

    1. @dekoceria stay tune for next chapter

  5. fitriartemisia menulis:

    ya ampuuun, karakter favoritku itu Michiko hahahahahaaaa
    senyumnya bikin orang ketar-ketir ya hahaha :ngetawain :ngetawain :ngetawain

    aku udah pernah bilang belum kalo aku suka ceritanya??
    kalo udah, aku bilang lagi yaaa…
    aku sukaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa ceritanya :KISSYOU