Vitamins Blog

Dark Circle : bab 6

Bookmark
ClosePlease login

No account yet? Register

28 votes, average: 1.00 out of 1 (28 votes, average: 1.00 out of 1)
You need to be a registered member to rate this post.
Loading...

Bella begitu penasaran dengan cowok bertopeng yang memberikannya minuman dengan zat narkotika di dalamnya. Keingintahuan Bella tentang kasus narkoba di SMA Charanata begitu meluap-luap. Tangannya beranjak meraih laptop lalu menyalakannya. Dengan segera, Bella membuka situs pencari lalu mulai mengetik kalimat ‘Kasus narkoba di SMA Charanata.’ Beberapa hasil pencarian muncul. Banyak dari hasil pencarian itu, merupakan berita tentang siswi SMA Charanata yang meninggal karena bunuh diri. Berita itu cukup membuatnya penasaran. Jarinya menekan mouse untuk membuka situs berita itu. ‘Anggrid ditemukan meninggal di kamarnya. Setelah dilakukan pemeriksaan, ditemukan adanya zat berbahaya narkotika darahnya. Dia meninggal karena overdosis zat opium. Sebelumnya, Ananda, ibu kandungnya, menemukan obat-obatan di dalam tas sekolah anaknya.’ Bella terus membaca semua berita-berita tentang Anggrid. Ia ingat cerita teman sekelasnya tentang Anggrid. Pikiran Bella melayang pada kejadian di pesta ulang tahun Sandra.

“Aku hampir saja meminum minuman yang sudah dicampuri zat berbahaya. Bisa saja, hal yang sama seperti yang terjadi denganku saat itu, juga terjadi pada Anggrid. Bisa saja, obat berbahaya itu sengaja ditaruh ke dalam tas Anggrid agar terlihat kalau Anggrid memang pecandu narkoba.” Bella mulai sibuk membuat hipotesis. “Apapun itu, aku harus menyelidikinya.” Tekad Bella.

Tidak puas dengan berita tentang Anggrid, ia mulai mencari berita lain tentang narkoba di sekolahannya. Namun tidak ada berita apapun tentang kasus narkoba di sekolahannya selain berita tentang Anggrid. Bella mengganti kata kuncinya. Ia menggantinya menjadi kasus narkoba di Indonesia. Beberapa berita muncul mengenai hal itu. Namun tidak ada satupun yang menarik untuknya. Bella terus berusaha mencari kata kunci yang tepat untuk menemukan berita tentang narkoba. Ia merasa perlu tahu banyak informasi tentang narkoba agar berguna untuk penyelidikannya ini. Hasil pencarian muncul. Bella memilih salah satu berita yang terlihat menarik. Berita dengan judul ‘Polisi tertembak mati dan keluarganya mati terbakar.’ Membaca judulnya saja, Bella sudah bergidik ngeri. Bella membaca berita itu. ‘Pukul setengah sebelas malam, kebakaran terjadi di rumah Hermawan, kepala polisi bagian kriminalitas. Liliana, istrinya dan Ana, putrinya yang masih berusia sebelas tahun itu meninggal di tempat. Kondisinya mengenaskan karena seluruh tubuhnya terbakar.’

Bella berhenti melanjutkan bacaannya. Entah kenapa, perasaannya begitu sedih setelah membacanya. Seperti menonton film, sebuah gambaran terbayang di otaknya. Ia seperti berada dalam sebuah ruangan yang sepertinya tak asing baginya. Ruangan itu remang-remang karena beberapa lampu sudah dimatikan. Bella bisa melihat jam di dinding menunjukkan pukul setengah sebelas malam. Tiba-tiba ia melihat kobaran api yang menyala dan membakar pintu rumah. Dalam waktu singkat, rumah itu menjadi terang karena kobaran api yang semakin besar dan merambat ke seluruh ruangan. Bella bisa mendengar suara teriakan wanita dan gadis kecil. Suasanya begitu mengerikan. Kobaran api dimana-mana. Kali ini, suara tangisan gadis kecil terdengar menyayat hati. Perabotan rumah hancur dilahap api. Beberapa kayu dari lemari jatuh menimpa seorang wanita disusul dengan teriakan dan tangisan seorang gadis kecil. “Mama!”

Semua gambaran itu berganti dengan kegelapan. Bella merasakan kepalanya begitu pusing. Air matanya mengalir tanpa ia sadari. Ia merasa gambaran itu begitu nyata dan sangat mengerikan. Seakan-akan, ia benar-benar mengalami hal itu. Seakan-akan, anak kecil itu adalah dirinya. Seakan-akan, ia benar-benar berada dalam ambang kematian. Suara teriakan dan tangisan anak kecil itu terus terngiang-ngiang di telinganya. Bersamaan dengan itu, kepalanya terasa pusing dan ia tidak bisa berhenti menangis. Tangisan Bella semakin kencang. Hingga gambaran itu kembali muncul. Gambaran gadis kecil yang sedang meringkuk ketakutan di tengah kobaran api. Bella bisa melihat dengan jelas wajah gadis kecil itu. “Tidak! Itu bukan aku!” Teriak Bella histeris.

“Bella! Ada apa?” Ivena datang tergopoh-gopoh. Ia makin cemas begitu melihat kondisi Bella. Apa yang ia takutkan terjadi lagi. “Bella, tenang. Mama ada disini untukmu. Jangan takut.” Ivena memeluk Bella untuk menenangkannya. Bella masih menangis histeris. Ivena begitu kalut melihatnya. Dengan segera, ia mengambil obat yang biasa digunakan untuk Bella. Ia meminumkan obat itu pada Bella. “Semua akan baik-baik saja, sayang. Jangan takut. Jangan menangis lagi.” Rasa pusing yang mendera Bella mulai berkurang. Bersamaan dengan itu, Bella merasa pandangannya gelap.

Ivena segera menghubungi suami dan anak laki-lakinya. Raut wajahnya diliputi dengan kecemasan yang amat sangat. Sambil menunggu kedatangan suami dan putranya, Ivena menyiapkan barang-barangnya termasuk sudah berganti pakaian untuk pergi. Ia akan membawa Bella ke dokter. Tak beberapa lama kemudian, Reza datang dengan wajah cemas. “Sepertinya, ia mulai ingat dan hal itu begitu mengguncangnya. Mama khawatir, Reza. Mama takut kalau Bella tidak akan kuat dengan semua itu lalu pikirannya jadi terganggu. Mama takut akan terjadi hal yang lebih buruk lagi dari pada tujuh tahun yang lalu.” Ucap Ivena sambil menangis. “Mama tenang saja. Bella pasti kuat. Dia harus kuat.” Ucap Reza sambil memandang Bella yang tertidur.

==

“Apa yang kamu rasakan saat ini, Bella?” tanya Dewi, dokter psikiater yang menangani Bella. Bella mengalihkan pandangannya dari kaca jendela yang sedari tadi ditatapnya. Matanya yang sendu menatap wajah sang dokter. “Aku sudah ingat semuanya, dok. Aku tahu semuanya.” Dokter itu agak terkejut mendengarnya. “Lalu bagaimana perasaanmu saat ini?”

“Aku merasa sangat bersalah pada kedua orang tua kandungku. seharunsya aku tidak melupakan mereka. Mereka sudah banyak berkorban untukku tapi aku malah melupakan semua hal tentang mereka. semua kenangan manis dan pahit dengan orang tua kandungku. aku…aku malah melupakannya dan hidup bahagia dengan orang tua lain yang bukan siapa- siapaku. Aku merasa kecewa dengan diriku sendiiri.”

“Itu semua bukan salahmu, Bella. Wajar kalau kamu tidak bisa mengingat hal itu. Kamu masih kecil saat itu dan keanangan buruk membuatmu trauma dan melupakan semua hal itu. orang tuamu tidak akan menyalahkanmu atau kecewa padamu. aku yakin itu. Justru mereka pasti ingin agar kamu bisa menjadi orang yang kuat dan bahagia. Kamu jangan merasa bersalah seperti itu.” saran dokter. Bella hanya terdiam. Ia sebnernya masih terlalu shock karena semua ingatan buruk itu.

“Datanglah setiap hari kemari untuk terapi. Aku harus memastikan bahwa kau baik-baik saja. Aku tidak ingin kejadian 5 tahun lalu terulang lagi. Saat kamu begitu frustasi karena ingatan buruk itu.” Bella mengangguk.
“Sebenarnya, ada hal aneh yang menganggu pikiranku tentang kejadian lima tahun yang lalu. Aku merasa, ada memoriku yang hilang tentang kejadian itu.” Dokter itu membetulkan letak kacamatanya.
“Ceritakan padaku semua yang kamu ingat,” ujarnya.

==

“Bella!” Panggil Reza, yang baru saja datang. Disusul kemudian, mamanya datang dengan langkah tergesa-gesa. “Kau sudah sadar, sayang.” Ucapnya lega. Bella menatap kedua orang yang baru masuk itu dengan wajah sendu. “Bagaimana keadaannya, dok?” tanya Reza. “Dia baik-baik saja. Mungkin hanya sedikit shock saja karena ingatannya__”

“Kamu sudah mengingat semuanya?” tanya Reza pada Bella dengan terkejut. Ivena juga menatap Bella dengan terkejut. Mereka berdua sama-sama menanti ucapan Bella. “Aku ingin istirahat. Bisakah kalian semua keluar?” Bella mengalihkan pandangannya dari tatapan Reza dan Ivena. Ia menutup matanya berpura-pura tidur. Ivena dan Reza menghela nafas kecewa. “Baiklah. Kami akan keluar.” Ujar dokter. “Kalau kamu membutuhkan sesuatu, kamu bisa segera memanggil kami. Kami akan menunggumu di luar.” Ucap Ivena, sebelum pergi meninggalkan ruangan. Dokter dan Reza juga ikut berjalan keluar kamar Bella. “Sepertinya, kamu memang sudah ingat semuanya, Bella. Apa itu berarti, kamu akan pergi meninggalkanku?” Batin Reza.

Bella menitikkan air matanya. Semua masa lalunya, telah dapat ia ingat dengan jelas. Ia masih ingat saat-saat kebersamaan dengan papa dan mama kandungnya. Papanya seorang polisi. Bella ingat. Papanya baru saja diangkat menjadi kepala polisi beberapa bulan sebelum kebakaran itu terjadi. Sejak papanya naik pangkat, papanya sering sekali pulang larut malam. Bahkan, pernah beberapa hari tidak pulang ke rumah. Karena itu, Bella merasa kesal pada papanya.

“Ma, aku tidak bisa tidur.” Ucap Bella sambil menghampiri Lili yang duduk di sofa. “Kenapa tidak bisa tidur, sayang?”tanya Lili lembut. “Aku bermimpi buruk. Entah kenapa, perasaanku tidak enak. Aku merasa sangat sedih dan cemas.” Lili memandang putrinya dengan wajah sendu. Ia memeluk putrinya dengan penuh kasih sayang. Sebenarnya, Lili juga merasakan perasaan yang sama dengan putrinya. Sampai sekarang, suaminya belum juga pulang. Sudah lima hari, Hermawan memilih untuk tidur di penginapan dekat kantor polisi. Terkadang, Hermawan juga tidur di kantor polisi. Ia menjalankan tugas yang sangat berat sebagai kepala polisi. Hermawan telah menemukan beberapa bukti tentang jaringan mafia narkoba terbesar di Indonesia. Ia sadar betapa bahayanya menangani kasus itu. Karena itu, Hermawan lebih memilih untuk menjauh dari keluarganya, sementara waktu untuk melindungi keluarganya. Ia juga menugasi beberapa polisi, termasuk sahabat baiknya, Hendra.

“Mama pasti menunggu papa pulang ya? Papa itu selalu saja begitu. Sudah beberapa hari, tidak pulang-pulang. Pulangnya juga selalu malam-malam.” Omel Bella. “Sebentar lagi, pasti pulang. Papamu itu kan orang sibuk. Apalagi, banyak sekali orang yang membutuhkan polisi untuk membantu menegakkan hukum. Tugas papamu itu sangat mulia. Kamu harus bangga dengan papamu. Dia bekerja untuk negara ini.”

Ketukan pintu yang keras mengejutkan mereka berdua. Hendra dan Dimas, polisi yang lain, datang. “Bagaimana? Hermawan baik-baik saja kan?” tanya Lili dengan nada cemas. Hermawan menghela nafas panjang. Wajahnya terlihat sendu. “Kenapa kalian diam? Apa yang terjadi? Hendra, apa yang terjadi pada Hermawan?”

“Aku ingin menemui Hermawan.” Tangis Lili. “Tunggu semuanya aman.”

==

10 Komentar

  1. :PATAHHATI

  2. :PEDIHH kasian bella .. hilang ingatan

  3. Tks ya thor udh update. Kacian Bella mungkinkah yang membunuh orang tua itu adalah jaringan narkoba yang sama

    1. Sama2..thanks juga sudah baca ya..

  4. indahlestari644 menulis:

    Aduduh bella nya kenawhy?

  5. jadi nama asli Bella itu Ana,,
    kebetulankah?? atau emang disengaja??

  6. Kasian si Bella

  7. :PATAHHATI

  8. :beruraiairmata

  9. Ditunggu kelanjutannyaa