Vitamins Blog

Dulu.. – gagal move on menahun (story line)

Bookmark
ClosePlease login

No account yet? Register

16 votes, average: 1.00 out of 1 (16 votes, average: 1.00 out of 1)
You need to be a registered member to rate this post.
Loading...

Theme song
Raisa, kali kedua

-ll-

Dulu

“denganmu, dimasa lalu”

 

Jakarta, 2009

Minggu pertama di bulan September.

‘Klik’ ‘klik’ ‘klik’ suara tombol ditekan, dengan sebelah kaki menghentak-hentak lantai ,akibat tak puas dengan main score yang dia dapat, sofa panjang yang ia duduki berderit , menandakan seseorang turut menempati sisa kosong disampingnya, aroma mint dan pinus menguar ke udara , menimbulkan radiasi penciuman yang cukup membahayakan.

“udah gede masih main begituan aja dek”  pemilik suara berat sejati itu mengusiknya, secara segaja menyengol sikunya membuat ia hampir salah pencet, dengan kesal ia menyahut ;

“ini masih sah-sah aja lah bang , selama pabriknya masih ngeluarin seri-nya , berarti ya siapa saja berhak main” jawabnya diplomatis setengah  menggerutu , bocah yang baru nyeberang dari status remaja labil menjadi dewasa muda itu nekat memainkan gamebot miliknya, mencetak sekor dengan menekuni balok-balok tetris, sementara seseorang di sampingnya sudah hampir gila.

Gila karena diabaikan.

Sudah sejam ini dan ia hanya bisa pasrah , pulang kantor menemukan seseorang jelmaan bocah lima tahun nangkring di apartemennya , dengan gamebot ditangan , dengan masih mengenakan baju sekenanya sepulang kuliah. Oblong andalannya dengan jeans kebesaran yang dicomot asal dari lemari-nya.

“nggak mau makan?” ia kembali buka suara , mencoba mencuil sedikit perhatian gadis itu dari benda kotak penghasil bebunyian secara berkala, yg menurutnya cukup memekikan telinga..

“Aku udah” sigkatnya,

“nasi sama sayurnya juga udah aku angetin” singkatnya lagi , kali ini masih dengan intonasi datar, sambil menekan lincah tombol dalam susunan paralel itu.

Dia, yg semula duduk disampingnya itu tak bicara lagi, kemudian melangkah kekamar,baru beberapa menit kemudian dengan sudah berpakaian lebih santai kelihatan duduk dimeja makan.

Sementara disisi lain, gamebot sudah lepas dari tangannya berganti dengan perabot porselen dan mangkuk kaca , kali ini ia dengan cekatan mempersiapkan makan malam, sup ayam dan beberapa menu rumahan yang sempat dimasaknya tadi pagi.

Makan malam berlangsung dalam diam, setelah suapan terakhir dan sebelum ia beranjak , tangan itu menghelanya , membuatnya berhenti berjalan dan terduduk dengan enggan di kursi,tepat disamping orang itu.

“abang tau kamu sudah dengar berita itu” dia buka suara, mengangkat topic yang membuat tiga puluh menit lalu berlangsung canggung.

“Germany tiga tahun kan ?” kali ini ia yang angkat bicara, berbicara dengan nada seringan mungkin, dengan konsekuensi menekan penuh sesuatu didalam sana , yang memberontak karena terlalu keras ditahan , dipukul , melasak jauh kedalam.

Singkatnya ,itu disembunyikan.

“empat  setengah atau lima tahun , atau mungkin lebih” dia menjawab pelan, tampak ada keraguan dari nadanya , tidak yakin dengan perkiraannya sendiri.

Perlahan , pelan tapi pasti udara di paru-parunya seperti dipaksa keluar,sejenak sesak, bagaimana mendengarkan seseorang berbicara seakan duniamu akan runtuh ? , oke tanyakan pada dirimu sendiri , kau yang membangun angan itu, kau.

“atau kemungkinan lain” tambahnya.

Ia mengangkat senyum meggeser mundur kursi dengan gerakannya. Berniat memberesi piring kotor.

“oke, ada internetkan ? life being easy in this century kan bang ?” ia meniru kata-kata yg sering diucapkan pria itu padannya. Membuat segala sesuatu seolah terasa mudah.

Dia mengangguk , tak membalas senyuman , kerutan didahinya menandakan dia sedang berpikir dalam , atau sedang menyimpan sesuatu.

 

 

Bagian satu.

[]

Secepat itu.

Matahari tengah bersinar terik di penghujung, September.

Barang-barangnya yg tertinggal disana sudah dipack dengan rapih ,  sekarang berada disudut kamar kosnya, sudah seminggu tak tersentuh, seperti ada semacam segel yg mengelilingi kerdus itu, atau lebih tepantnya mengukung hatinya untuk tidak menyentuh kardus itu.

Ia tidak akan menyentuhnya lagi, tak berniat tau jika memang disana ada barang penting, seingatnya pun ia tak pernah punya barang penting.

Seperti dirinya sendiri, ia tidak penting.

Seperti detik ke enampuluh satu dalam satu menit, tidak pernah ada. dan Tidak ‘akan’ pernah ada, seolah memang tidak diciptakan untuk jadi ‘akan’ sekalipun.

Years latter

Jakarta 2015

Wanita ini adalah satu dari tiga wanita, atau empat temasuk ibunya eh, dan neneknya mungkin , yang bertahan berada dilingkarannya selama lebih dari sepuluh tahun.

Wanita yg kisah hidupnya tak patut dicertiakan, biar tetap jadi rahasia.

“udah di pack semuanya kan ne ? pastiin loh nggak ada yg ketinggalan !!” crocosnya , wanita itu tengah sibuk  membantu menata barang pindahannya , bahkan Karenina yg notabene akan pindahan terlihat jauh lebih santai.

“aduh.. aduh” nah panic sendiri, shiellena menggoyangkan tangannya, mengeja waktu membuat perhitungan.

“ini aku udah telat , aduh ada operasi lagi jam satu , Ne pokoknya baju kamu udah dipaketin duluan tadi , dan oh iya.. tadi aku nemu kardus , kalau ga penting mending dibuang aja oke ?, I’ll be back” ujarnya kemudian secepat kilat memasuki mobil merah miliknya. Dia penyuka warna merah , lebih tepatnya warna memang itu pantas di kulit putihnya.

Kardus ?  Karen membawa langkahnya memasuki apartmen yang akan segera bersetatus apartemen lama-nya

Menuju kamarnya , kadus lusuh yg berada diatas meja segera mencuri pehatiannya.

Oh , kardus itu.

Karen termangu sejenak, meraihnya pelan mengamati dengan seksama kardus buluk itu,

yang tidak penting harus dibuang kan ?.

Seperti ia sendiri.

Kardus itu rupanya berisikan , beberapa buku coretan , nofel , tali rambut (?) , kaos kaki (?), mug, baju, celana dan barang perca kecil seperti bolpoint,dan oh- kartu mahasiswa yang ternyata ah-oh ada disini.

Semua sepertinya masih bisa digunakan kecuali baju yg sudah jauh dari pantas kalau ia pakai , kaos oblong , ah sudah sejak kapan ia tak lagi pakai baju ini. Karen kemudian membawa kardus itu sebagai barang terakhir yg harus dibawannya , barang ini tidak akan ia buang , dia hanya akan beralih tempat , untuk tetap disimpan.

Karen, menaruh kardus itu di jok belakang bersamaan dengan barang-barang lain , tak begitu banyak tapi cukup membuat udara dimobil menjadi sesak, ia kemudian memutar stirnya untuk keluar dari kawasan apartemen dengan lebih dulu menyapa satpam mengucap perpisahan, ia akan rindu suasana disini , tetapi mobilitas sudah jadi kodrat manusia , berpindah tempat. Ia perlu tempat baru , yang lebih bisa menunjang mobilitasnya.

Lagu Michael buble “let me go home”  yg terputar otomatis di tape mobilnya membuatnya  merasa rileks. Pria itu memiliki suara seperti waffle renyah dengan selai anggur , seorang Karenina membutuhkan alasan untuk membiarkan lagu itu hilir mudik di tapenya selama dua minggu penuh ,  selain karena suara pria itu yg beraroma anggur, system kompleks di otaknya kadang  memang membuat suatu kualifikasi yg aneh.

Kembali ke alasan lagu pria itu berhak diputar untuk menemaninya membelah macet, lebih karena ia membaca nofel dan terbawa oleh karakter didalamnya yg begitu menyukai Michael buble , atau bahkan sebenarnya penulisnya yg menyukainya , tapi itu cukup baginya, karena ia begitu terlarut dengan karakter dalam cerita itu , klise memang seolah ia tidak mempunyai pendirian music sendiri , tapi mau bagaimana lagi ? ia adalah jenis orang yg memerlukan baper berlebihan dengan sebuah lagu, jika tidak lagu itu hanya akan bertahan dua hari dan kemudian ia depak dari playlistnya.

Kutukan april. Mudah bosan.

Kupercaya alam pun berbahasa

“nah berbahasa betul kau rupanya” bait itu bukanlah bait terakhir dari lagu firasat milik marcel yg dinyanyikan kembali oleh Raisa. Karen mematikan mesin mobilnya , turut membuat tape berhenti berceloteh ,menjadikan bait itu menjadi bait terakhir kali ini.

Karen menepikan mobilnya di depan sebuah toko lawas yang telah lama tak beroperasi, terakhir ia melihat toko ini masih menjajakan barangnya adalah tiga tahun lalu,sebuah toko sepatu dengan pemiliknya si pak tua berjenggot, ah ia sudah lupa namanya. Berlindung dipayung toko itu sebentar, mempersiapkan diri untuk berbaur dengan guyuran hujan, sebelum membelah traffic menyebrang ke toko yg ditujunya. Ia lantas menelaah penampilannya sendiri, baiklah ini buruk ;

Kemeja tipis , rok mini dan high heels  memang bukan kombinasi yg cocok di saat hujan , lagu romantic yg didengarkannya sepanjang perjalanan tadi seolah memperolok-oloknya ,

berjuang melawan hujan sendirian ?, itu miris.

ketahuan banget jomblonya.

“fiuh..”  mengabaikan dengungan mengejek dari  medulla oblongatanya , kehangatan segera menyergapnya begitu memasuki toko roti sekaligus caffe diseberang jalan itu. Matanya segera menangkap sosok berbaju pink dengan kuncir kuda yg masih mengenakan aparon berwarna pink senada , dia berkacak pingang begitu melihat ia yg basah memasuki tokonya

Rain, apa-apan sih lo ?! ia gue suka julukin lo ‘hujan’ tapi masak ya lo basah-basahan begini ?”  wanita kuncir kuda itu segera menyambarnya begitu sosoknya memasuki toko.

“marahnya ntar dulu ya uf ? kasih apa gitu kek dari pada sambel pedes , expresso juga boleh ” ujar Karenina , tak berniat bernegosiasi ia lalu berjalan ke ruangan belakang , tempat ia biasa melepas penat , di bagian lain dari café milik Rauftheen , wanita lain yang  juga- telah menghabiskan sepuluh tahun terakhir bersamanya .

Kalau wanita ini, bisa diceritakan , samasekali tidak ada kelihatan ujungnya dulu, kalau ia akan jadi tukang roti sukses dengan cabang dimana-mana. Secara dulu ia adalah calon akuntan andal dengan kelakuan kepria-priaan , bahkan kalau potong pendek , dan dilakukan surfei; Sembilan dari sepuluh orang akan mengira dia itu laki-laki.

Dialihkannnya pandangannya dari photo empat wanita yg terpajang dimeja kepada Rauf yang membawa expresso dan handuk pink kecil , menggantung disebelah tangannya.

see ? waktu memang merubah orang , bahkan si Rauf gembongnya supporter Bola jersi orange kini berubah jadi penggila warna pink, warna yg dianggapnya dulu amat menjijikkan.

Ah, tak pantas mengomentari perubahan orang lain sementara dirimu pun tak lepas dari perubahan itu sendiri.

“gila ya , gue itu nggak pernah setuju foto itu dipasang disitu, secara gue jelek banget” Rauf tau Karen sempat memperhatikan foto itu, foto empat wanita yang masih bau kencur dengan  pose alay pada jamannya di depan teater keong mas, ada tulisan “Taman Mini Indonesia Indah” cetak miring di pojok bawah foto itu , memberitahukan  dimana foto itu diambil, disesapnya expreso pelan sementara handuk pink dibiarkan menggantung dilehernya.

“tapi gue hargai itu sebagai bagian dari diri gue” masih dengan merenung Rauf berbicara, menyilangkan kakinya yg jenjang wanita itu duduk menyandar sambil memandang ‘dalam ‘  foto empat wanita itu.

‘Bagian dari diri gue’ , kata-kata rauf menggantung di udara, ia masih mencium harum experesonya , berniat membiarkan Rauf terus berbicara.

Diantara mereka berempat, sejak dulu Karen memang memilih posisi jadi pendengar , selain karena tak banyak yg perlu diceritakan dari kisahnya, mendengar memang sudah jadi caranya untuk berteman dengan orang-orang ini ,berteman dengan nyaman dengan tiga wanita yg jadi poros dalam dunianya masing-masing ,sesuatu yg sudah digariskan begitu , dan Karin tidak bisa capai , yang memang bukan menjadi tujuannya.

Menyadari Rauf yg berhenti bicara dan memasang pose memperhatikannya , Karen mengenyritkan dahi,

“apaan ?” ada yang salah dengan raut Rauf dengan muka mupeg begitu.

“keinget Karen yang dulu” ujar Rauf tiba-tiba , Karen sedikit menegakkan  pungungnya tak nyaman, kemudian berusaha merilekskan dengan menyesap ekspresonya kembali,

“handuk basah dan Karen seperti kombinasi pas antara racikan kopi Sumatra dan amiericano torabika” ujar Rauf kembali , mata bulatnya memandang dengan siratan penuh , kelihatan masih bernostalgia.

Ini buruk dan Karen harus melakukan sesuatu.

“kombinasi apaantuh kedengerannya alien banget , eh kopi gue udah lo pack kan ?” Tanya Karen , membelokkan topic,sambil mengeringkan rambut basahnya dengan gerakan pelan nan anggun , menepis jauh-jauh bayangan ‘Karen yang dulu-nya’ Rauf , melengos sekilas wanita itu kemudian memanggil salah satu pegawai , tak lama kemudian pegawai itu datang membawakan pesanan karen. Karen tersenyum, membuat pegawai wanita itu mengagumi kecantikannya barangkali sejenak.

Rauf meletakkan kopi yang dibungkus degan cantik itu dimeja , sementara Karen sudah selesai merapihkan diri.

“masih ujan udah mau balik ?”   Karen mengangguk memasukkan bungkusan itu ke tasnya.

“masih banyak yg perlu di tata , secara gue bakal sibuk banget kalo udah ketemu senin , jadi yah gue harus balik” Karen menghembus jengah ,bayangan akan rutinitasnya seperti ruh jahat menginfansi pikirannya menjadikannya penat.

“maaf nggak bisa bantuin , tau sendiri kan minggu begini ini toko nggak bisa ditinggal” ujar rauf

“gue tau , Alen juga udah bantuin gue tadi , cukup deh satu orang nyerocos ke gue pagi ini , ngga perlu ditambah elo” canda Karen menenangkan Rauf.

“Ke deh , di deket pintu tuh ada payung” ujar Rauf pada Karen yg mengangguk, bersiap berjalan keluar toko.

“Pada hujan di bulan februari yang tak berujung

Yang membasahi jendela

Menjejakkan disana laksana bulir air mata”

             Karen memasukkan bubuk kopi racikan rauf ke mesin otomatis pembuat kopi di sudut apartemennya , sembari menunggu ia menyempatkan membuka line group di ponselnya , mengetik sepatah dua patah kata untuk menghangatkan diri , becengkrama dengan teman, sebelum kopi mengepul dan menggantikan peran mereka.

 

Group line

**Karensofian

Uf , ini mah ga sampe besok pagi udah abis , ga sesuai takaran ih

**Alenashaleen

Adik butuh kopi bang rauf :* :*, kirimin kesini deh lewat gelombang radio di udara- dara ( joget ala warkop)

**Karinsofian

Operasi lancar ?

Ps. Lapor kondisi apartemen sudah aman buk, buat malam senin ceria, kalo mau mampir sih.

**alenashaleen

lancar buwanget yuhuuu

Ps. Kolabs sama dr.hot, ngga bisa mampir,eke cedih deh

Karen hampir menyemburkan kopinya , dr hot yg menjadi buronan mereka berempat -minus rauf yang hampir jadian dengan importir kopi asal jepang-, aliasnya most wanted suami idaman.

**theen.moon

Sekali-sekali merasa kompetitif kek beli kopi , lo keduluan , tumben aja hari ini ada yg order kopi lo, Biasanya aja kopi lo kurang peminat Ne haha

Silahkan buka aplikasi gojek aja ya mbak Alien, life being easy in the century ? iya nggak Ne ?

Berhenti sejenak sebelum mengetik menjawab, kemudian ditampiknya perasaan itu dengan sebuah senyuman menanggapi obrolan yg sudah melantur kemana-mana.

**Karensofian

Ih , selera gue aja yang emang berkelas. Alen besok kita ganti  tempat nangkring kopi.

Ps. Good job dr hot, kali aja si jasen gue obatin ke dia sembuh ya ?

**Theen.moon

Fine, gue ga keberatan kehilanggan dua  pelanggan , mati dua tumbuh seribu yuhu…..

Perlu diketahui jasen adalah kucing Persia milik tetangga apartemennya dulu

**Alenashaleen

Jangan ne, gue masih belum siap di tagih rentenir karena kebanyakan ngutang kopi ,lol

Ps. Wanjir,  Ya kali ne , kalo jasen kena penyakit dalam sih, secarakan dr.hot dokter bedah. Btw , Kangen jasen

**Theen.moon

Nah kan nyadar, kalian masih butuh belas kasihan darikuh , dasar fakir kopi !

Ps. Nggak bisa main unyu-unyan sama dia lagi kita , secara saudara  “mawar” kan udah pindah.

..

Dan Karen resign dari obrolan yg tidak akan berujung sampai tengah malam itu, ia mengambil kopinya sebelum terlalu ‘dingin’ untuk dinikmati.

Jasen , kucing yg lebih suka berada di balkon kamar apartemennya daripada di apartemen majikannya , kucing pun memilih tempat yang lebih bisa mengurusnya.

 

Kucing di apartemennya , dulu.

Yang dulu gemar menemaninya minum kopi.

Ada masanya ia tidak suka kopi.

Dan itu dulu sekali

Ah banyak sekali dulu hari ini….

 

 

 

 

 

…..

 

this post adalah tulisan lama aku yang not edited, jadi well [full of typo, ada huruf ‘f’ yg sebenarnya adalah ‘v’ karena laptopku eror waktu itu], banyak maklum ya , ku akan edit soon (kalau mood dan masih gagal move on)-a kiss from wkwkwkwk land

9 Komentar

  1. Vote dulu yaakkkk

    1. Oiyaaa, tulisannya di edit lagi yakkk. Kasih tulisan [ratings] biar muncul love nya. Supaya kita bisa kasih lovenya di karya mu ituuu. Caranya:
      Pake [r] di depan
      Pake [s] di belakang tanpa spasi
      Tulisannya [ratings]
      Selamat mencobaaaa

    2. let me try it, thanks sarannya

    3. Belum muncul tanda love nya.
      Ditulis manual aja yakkk, soalnya kalau di copy ga muncul love nya.
      Yuk, sekali lagi. Dicobaaa
      [ratings]
      Hehehe

    4. Aku kira cuma aku doang yg ngk bisa vote, tenyata ada temen jg, hihi

  2. farahzamani5 menulis:

    12.41
    Ni aq ny yg lgi eror apa krna bca ny jam sgtu, aq kok ga mudeng ya ama ni cerita hehe
    Aduhhh gmn dongs ka, aq mau paham ni tp ga paham, gmn dah hihi
    Gni ka, dikau edit dikit dah
    Tu [ratings] yg udah dikau tulis sblmny, dikau apus dlu terus tulis ulang, nnt akan muncul dah lope2 ny
    Inget: jngn copas tulisas [rarings] dri part sblmny coz nnt lope2 ga akan muncul
    Yuks ka dicba
    Semangat

  3. Ini udh ada tanda vote nya, tp aku blm bisa kasih rating nih :LARIDEMIHIDUP

  4. Ke deh itu apa ya?
    Rada bingung, baca balik lagi tetep ngk ngeh, hhej

  5. Aku kok ga paham ya kak sama ceritanya. Apa aku aja yang telmi :ragunih