Vitamins Blog

Heliosentris – Evando’s Side

Bookmark
ClosePlease login

No account yet? Register

20 votes, average: 1.00 out of 1 (20 votes, average: 1.00 out of 1)
You need to be a registered member to rate this post.
Loading...

 

 

Evando’s Side

 

Di waktu yang sama, di tempat lain…

“Bener-bener unik.”

Lelaki itu menggeleng pelan lantas tersenyum kecil. Kedua kakinya tetap melangkah ke depan sementara pikirannya terbang entah kemana.

“Gue-“

“Van!”

“Astogeh!”

Ia melompat mundur begitu suara itu mengisi indera pendengarannya secara tiba-tiba. Kedua tangannya secara refleks bergerak menutupi telinganya rapat.

Dan…

Dia lagi…

Oh, apakah ia harus melempar sepatunya untuk oknum satu ini?

“Napa lo senyum-senyum gaje? Otak lo nggak korslet kan, Van?” tanya seorang lelaki yang menjadi sumber perusak moodnya pagi ini. Evan memutar bola matanya jengah.

Andai saja, ia bisa mengubur laki-laki yang tengah berdiri di hadapannya ini di kaki Himalaya, ia pasti sudah melakukannya sejak mereka masih mengenyot dot dan menggunakan popok. Tapi jika ia melakukan hal yang ada di imajinasinya sekarang, sudah bisa dipastikan kalau nama Evando Kalvian Collins pasti benar-benar tercatat di salah satu batu nisan atau paling ringan, hanya tercatat di buku administrasi rumah sakit dengan keterangan patah tulang, koma, atau bahkan kritis.

Oke, terlalu lebay memang. Tapi, itu memang benar. Sahabat se-generasinya itu benar-benar mengerikan di kala marah. Semua orang pasti akan langsung meminta lenyap seketika dari dunia jika sampai seorang Varelino murka.

“Kepo lo, Rel! Nggak tau apa gue lagi seneng?!”

Ia kembali melanjutkan langkahnya yang sempat tertunda.

Di belakangnya, Varel hanya tertawa menanggapi ucapan penuh kekesalan dari sohibnya. Kedua kakinya secara otomatis mengikuti setiap langkah lelaki di sampingnya sedangkan sebelah lengannya merangkul bahu sahabatnya itu.

“Ya elah… Gitu aja sewot. Woles bro! Secara baru dapet gebetan baru gitu?”

Evan mendelik. Kan, apa dia bilang barusan. Sahabatnya itu terkadang menjelma menjadi seorang cenayang, seperti ini. Entah mendapat bisikan gaib mana, ia bisa tau tentang hal itu. Atau…

“Rel, lo nggak bisa baca pikiran orang kan?” Pemikiran itu entah muncul dari mana tapi terasa benar untuk siapa saja yang tengah berada di posisinya. Bayangkan saja, tidak ada hal yang tidak diketahui Varel tentang dirinya. Mulai dari celana dalam, boxer yang tengah ia pakai (dari yang berwarna kuning hingga hitam, Varel pasti selalu bisa menebaknya dengan benar), suasana hatinya (seperti sekarang), bahkan terkadang isi lamunannya.

Ia bergidik.

Mengerikan sekali kalau sampai si menyebalkan ini juga tau kapan Evan berencana membuang gas metana. Secara, ehem ia kan memang selalu melakukan hal itu dimanapun ia mau dan sering tak mengaku. Mau ditaruh dimana wajahnya nanti kalau ia ketahuan. Apalagi, si Varel ini tak bisa menyimpan rahasia. Mulut ember, istilahnya.

Oke, sepertinya ia harus jauh-jauh dari Varel mulai sekarang.

“Van…”
Masa bodoh dengan predikat sahabat masa kecilnya, tapi kalau hal seperti ini ia harus benar-benar menyelamatkan hidupnya.

“Ev…”
Mimpi apa ia bisa bersahabat dengan Varel.

“Evan…”
Kalau dipikir-pikir, kenapa ia bodoh sekali ya mau berkawan dengan manusia satu itu. Sudah tidak ada bagus-bagusnya, em-

“EVAAAAAAANNNN!!!!”

“MAMAAAAAAAAAA…” Mereka menyahut bersamaan. Evan nyaris terjengkang ke belakang saat dengan kurang ajarnya, manusia usil satu itu berteriak tepat di depan wajahnya.

Bayangkan!

Wajahnya.

Kalau sampai orang lain melihat mereka, pasti ia akan disangka manusia setengah-setengah.

Hiiiiii…

Big no! Hanya Varel yang kurang waras dan mungkin sedikit menyimpang. Ia tak mau ikut terseret-seret.

“BWAHAHAHAHAHA….” Dan yeah. Menyebalkan dan tak tau aturan seperti biasa.

Evan mendengus.

Tertawakan saja sepuasnya sampai mengeluarkan air mata. Ia ikhlas. Ikhlas…

Brakk

Hening…

“BWAHAHAHAHAHA DASAR ANAK MAMA HAHAHAHAHA…”

Grrr…

Bolehkah ia membungkus makhluk Tuhan satu ini dan melemparnya ke Samudra Arktik?

To Be Continue