Vitamins Blog

The Ruthless

Bookmark
ClosePlease login

No account yet? Register

19 votes, average: 1.00 out of 1 (19 votes, average: 1.00 out of 1)
You need to be a registered member to rate this post.
Loading...

5. Pergi

Seorang pengawal memberikan salah satu mantel hitam milik Jonathan padanya. Jika diingat, Jonxathan hanya membelikan Jenny sepasang pakaian dalam dan sebuah dress putih gading.

Aroma Luxury terpancar saat mantel itu terlampir kebesaran di tubuh Jenny. Hangat terasa begitu nyaman, karena walaupun Washington mulai memasuki musim semi dan bunga cherry blossom bermekaran, tapi hawa dingin tetap menggigit.

Jonathan masuk ke dalam kamar setelah berurusan dengan Sebastian. Sejam yang lalu, lelaki itu tiba-tiba sudah ada di depan kamar hotelnya tanpa menghubunginya terlebih dulu. Beruntung Jenny tidak banyak bicara saat ia mengunci perempuan tersebut di dalam kamar.

Mungkin sebagian orang kesulitan menjalani pekerjaan sebagai makelar. Namun, lumayan mudah bagi Jonathan, sebab dia terkenal memiliki banyak koneksi penting. Jadi, bukan dirinya yang mencari pelanggan tapi malah sebaliknya.

Apalagi banyak sekali mengharapkan Jonathan membuka pelelangan. Ide itu bisa di terima Jonathan, asalkan bisa menghasilkan uang yang banyak.

“Kau sudah selesai?”

“Memang aku melakukan apa? aku hanya memakai mantelmu saja, lagi pula tidak ada make-up dan pakaian lain yang bisa kugunakan.” Jenny menampilkan ekspresi cemberut, hampir dia mati kebosanan di dalam kamar. Tidak ada ponsel ataupun televisi untuk menemaninya. Dia juga sudah terlalu lama tidur membuat kepalanya sakit.

Jonathan diam saja. Segera dia menggengam tangan kiri gadisnya erat. Mobil Audy milik Jonathan telah menunggu di depan lobi. Jonathan segera membawa gadisnya untuk check out dari hotel. Matanya terus mengawasi sekitar seolah Jonathan mencari sesuatu yang mencurigakan. Awalnya Jenny penasaran atas sikap aneh laki-laki tersebut, kemudian rasa itu menghilang begitu saja saat telah memasuki mobil.

Mobil melaju menggunakan kecepatan tinggi. Bahkan Jenny sedikit merasa agak was-was mendengar beberapa pengemudi mengklaksoni Audinya.

Genggaman tangan Jonathan belum kunjung terlepas. Justru sebaliknya, malah semakin erat. Jenny menemukan butiran keringat dingin di pelupuk kening Jonathan dan semburat kepanikan tersembunyi rapih hingga orang lainpun akan tidak sadar dengan itu.

Ponsel Jonathan berdering. Di perhatikanlah semua gerak-gerik laki-laki tersebut oleh Jenny, mulai dari menjawab telpon lalu berbicara dengan orang asing di seberang sana. Dia butuh mengerti masalah seperti apa yang sedang di lalui oleh Jonathan.

Shit! bunuh dia,” umpat Jonathan.

Alam bawah sadar Jenny terkejut. Siapa yang akan di bunuh? Semoga bukan daddynya. Sebelum mereka pergi dari hotel, diam-diam Jenny meninggalkan sebuah kalung miliknya untuk meninggalkan jejak kepada daddy kalau dirinya pernah singgah sementara di hotel tersebut.

Jonathan mematikan sambungan sepihak. Napasnya begitu memburu walaupun tetap dalam kendali.

“Kemarilah, aku butuh mencium aromamu” perintah Jonathan.

Segera Jenny menaiki pangkuan laki-laki tersebut dan membuat mereka saling berhadapan, dalam kenyataanya, Jenny enggan melakukannya. Rencanya takut ketahuan oleh Jonathan.

“Siapa yang dibunuh?” tanya Jenny sangat hati-hati.

“Kau ketakutan?” Jonathan justru malah bertanya balik. Entah kenapa laki-laki itu tidak ingin Jenny melihat sisi buruknya, Apalagi bisa membuat Jenny ketakukan dan menghindarinya.

“Sedikit takut. Jadi siapa yang dibunuh?”

“Hardy. Laki-laki yang memberimu dengan harga $ 700,000 USD saat pelelangan.”

Syukurlah bukan daddy. Batin Jenny mulai tenang sesaat sampai sebuah perkataan meluncur begitu saja dari mulutnya kemudian mengubah atmosfir.

“Kau tau. Aku sudah berjanji akan menurutimu dan tidak meninggalkanmu?” tukas Jenny.

Well, Jonathan telah menunjukkan bukti berupa foto Poppy sedang duduk di depan perapian yang di foto dari jarak jauh.

“Berikan aku kesempatan bertemu daddy sebelum kau membawaku pergi.”

“Tidak akan pernah,” suara Jonathan begitu dalam. Ini pertama kalinya Jenny melihat sisi kelam dari laki-laki di hadapannya sekarang.

“Kau miliku Jenny,” dinding hati Jenny tergores sampai berdarah menandakan kepemilikan Jonathan atas dirinya.

“Oke, fine,” Jenny memilih menghentikan obrolan mereka. Rasa enggan kembali menerpa diri Jenny walaupun untuk sekedar bersandar di dada bidang Jonathan yang nampak nyaman. Semakin Jonathan melarangnya. Ada banyak rencana teralir dalam otaknya untuk kabur dari laki-laki itu.

Mobil telah sampai pada sebuah landasan pesawat. Kepanikan menerjang Jenny karena dia akan di bawa pergi jauh dari Washington D.C.

“Kita akan pergi kemana?” tanya Jenny frustasi untuk ke tiga kalinya sambil menghempaskan kasar tangan Jonathan dari genggamannya.

“Tepatilah janjimu untuk bersikap baik kalau tidak aku akan memberimu hukuman.”

“Kalau kau menjawab pertanyaanku, aku akan terima hukumannya.” Jenny memandang Jonathan penuh emosi.

Jonathan mengehela napas begitu kasar kemudian meraih kembali tangan Jenny dengan lembut dan mencium punggung tangan gadisnya tanpa memutuskan kontak mata mereka.

“Mulut cerdasmu selalu membuatku terkeju,t” perkataan itu membuat Jenny memutar bola matanya jengah.

“Katakanlah Jonathan! kita akan pergi kemana?” Jenny nyaris berteriak.

Banyak sekali sepasang mata yang penasaran dengan pembicaraan antara Jonathan dan Jenny. Bahkan mereka ikutan menantikan jawaban yang akan diberikan oleh Jonathan.

“Intinya kita akan keluar dari negara ini menuju belahan bumi yang lain.”

“Canada? Rusia? Mongolia? Australia? Afrika?…”

“Salah satu dari terbakanmu ada yang benar”

“Rusia?”

Good girl” Jonathan mengecup pipi Jenny lembut. Jantung Jenny sontak berhenti berdetak sepersikian detik. Alam bawah sadarnya mengalirkan air mata kesedihan. Apakah semua akan baik-baik saja? dirinya terlalu takut memandang masa depan terkurung bersama Jonathan.

Jonathan memilih menggendong Jenny karena perempuan itu tidak kunjung merespon perintahnya untuk segera masuk ke dalam pesawat. Pilot mulai menerbangkan pesawat pribadi milik Jonathan menuju Rusia, negara dengan kawasan militer yang menakjubkan. Sedangkan Jenny masih mengendalikan dirinya menerima semua kenyataan. Ia kesulitan bernapas, bahkan tangannya bergerak untuk memukul dadanya.

“Kau kenapa?” tanya Jonathan khawatir sambil menahan pergerakan tangan Jenny. Segera dia membawanya ke kamar agar gadisnya dapat beristirahat tenang. Jonathan merengkuh lembut tubuh Jenny dalam dekapan. Hatinya tidak tenang. Membayangan Jenny sakit, itu hal menakutkan baginya.

“Oh Jonathan, aku ingin menemui keluargaku,” sendu Jenny lemah.

“Tidak, kau tidak boleh menemui mereka.”

Jenny melepaskan diri dari pelukan laki-laki yang telah membelinya, lalu memilih meringkuk sendirian meratapi kesedihannya. Bukan dirinya tidak mau berjuang membujuk Jonathan, tapi dirinya sadar permintaan satu ini tidak akan dituruti. Karena sama saja Jonathan mencari mati dihadapan daddy-nya.

“Jangan seperti ini Jen.” Jonathan sangat tidak menyukai Jenny menghindarinya. Dia memeluk Jenny dari belakang. Menikmati kembali aroma Jenny yang dapat menenangkan hatinya.

Jenny hanya diam memandang kosong kabin pesawat, otaknya sekarang harus dipaksa memikirkan bagaimana caranya memberi tahu daddy kalau dirinya berada di Rusia?

Anna Pavlova, salah satu ballerina terbaik dari akademik tari balet Vaganova, Saint Petersburg. Perempuan itu mengenal salah satu guru tari balet Jenny di Madrid, Spanyol.

Sekarang giliran membuat rencana bagaimana pergi ke tempat Anna Pavlova. Jadi Jenny mengajukan sebuah pertanyaan kemana Jonathan akan tinggal.

“Kau sangat penasaran sekali ingin tahu padahal kau tidak akan bisa lari dariku.” Seru Jonathan tersenyum tipis.

“Katakan saja kita akan tinggal Rusia bagian apa?”

“Nezametny” Jonathan menyeringai karena nama kota tersebut mulai berganti nama pada tahun 1939.

Jenny mengeluh pelan. Nama kota itu begitu asing di telinganya. Kenapa Rusia memiliki wilayah yang sangat luas?

“Kau tidak akan bisa pergi, lupakanlah rencanamu itu dan pikirkanlah hukuman seperti apa yang akan kuberikan padamu”

Tubuh Jenny menegang. Dia kelupaan dengan hukuman itu. Jenny membalikan kembali tubuhnya mengahadap Jonathan.

“Sesakit apa nanti hukumannya? aku ingin memperkirakan apakah aku bisa kuat menerimanya”

“Intinya aku akan membuatmu sampai putus asa dan memohon padaku” bisik Jonathan lalu menggigit pelan telinga Jenny. Hantaran panas seketika menjalar cepat pada seluruh tubuh Jenny. Dia tidak ingin jatuh pada godaan Jonathan. Sayangan ciuman Jonathan begitu memilukannya.

~~~~~~TBC~~~~~

9 Komentar

  1. Yah ngga ada tanda lope-lopenya :PATAHHATI

    1. udah aku kasih [ratings] nya

  2. Ceritanx bkin mesem2 sndri,, d tnggu lnjutanx ya.. Smangat,,

  3. Jonathan sampai sejauh ini ya untuk ngebuat Jenny jadi miliknya,,
    kayak mana ya nanti kalau Jenny samai berhasil kabur,,

  4. Dasar nih si Jonathan

  5. :tidakks! :tidakks! :tidakks!

  6. Baguss

  7. fitriartemisia menulis:

    eyyy Jo kok takluk ya sama Jenny

  8. Ditunggu kelanjutannyaa