Vitamins Blog

The Crying Boy: Bab 1

Bookmark
ClosePlease login

No account yet? Register

21 votes, average: 1.00 out of 1 (21 votes, average: 1.00 out of 1)
You need to be a registered member to rate this post.
Loading...

SATU
Permulaan

 

 

“Apa barang-barangmu sudah siap, nak?” 

 Claretta menoleh, ayahnya berdiri menjulang di belakangnya. Bibirnya menipis khawatir, sementara sorot matanya tampak lelah. Claretta menundukkan kepalanya, menatap sepasang tangan pucatnya yang kini dibalut sarung tangan hitam. Keningnya mengerut tipis

“Kenapa kita terus melarikan diri, ayah? Apa kita tidak bisa bekerja untuk menabung dan membayar hutang pada rentenir?” tanya Claretta pelan. 

Ayahnya menelan ludah susah-payah. Lelaki itu memegangi pundak putri semata-wayangnya, kacamatanya melorot sedikit ke bawah. Saat berbicara Claretta bisa mendengar getaran hebat dalam suara ayahnya. Tuan Amon sedang ketakutan. “Claretta, ayah tidak punya pilihan lain. Hutang kita terlalu banyak. 5000 emas, Claretta, menurutmu bagaimana kita bisa mengumpulkan uang sebanyak itu? Kita harus pindah ke negeri seberang. Disana kita akan aman—mungkin. Ayah dengar, untuk memasuki negeri itu kita harus berhadapan dengan Pasukan Pertahanan yang berjaga di perbatasan. Kita akan di bawa ke markas mereka dan di interogasi. Intinya, tidak akan mudah untuk memasuki negeri itu. Tapi ayah mengenal Komandan mereka. Kita akan masuk ke sana dengan mudah. Dan rentenir itu tidak akan bisa mengejar kita.”

“Negeri mana yang ayah maksud?”

“Negeri Walley.” Jawab ayahnya tegang. “ayah tau, tidak akan mudah tinggal disana. Tapi kita bisa memulai lembaran baru. Oke?” 

Claretta mengangguk. Ia menghela nafas, lalu membalikkan badan untuk membereskan barang-barangnya. Sedangkan Tuan Amon menyiapkan kereta kuda untuk membawa mereka pergi. Mereka akan menempuh jalan memutar, itu artinya mereka harus melewati hutan dan bukit yang curam. Tapi Tuan Amon yakin, keputusannya kali ini tidak akan salah. Ini lebih baik daripada mereka tertangkap oleh lintah darat sialan itu.

Claretta sedikit tergesa saat ayahnya memanggilnya dari luar. Ia tersandung kayu saat mencoba berlari menuju pintu hingga kepalanya menabrak pintu.

Claretta mengaduh dan menyumpah serapah tanpa sadar. Detik berikutnya gadis itu terkesiap karena sudah mengeluarkan koleksi kosa kata kasarnya di depan ayahnya sendiri. Ia melirik ayahnya, yang sedang sibuk mengatur tali kekang dan menepuk-nepuk kudanya. Claretta berdehem, menghampiri kereta sembari memasukkan perlengkapan ke dalam kereta.

“Kalau Tuan Alan ada disini, dia akan kena serangan jantung,” kata ayahnya. Pandangannya tidak lepas dari kudanya.

“Ah, maafkan aku. Tadi itu refleks,” sahut Claretta salah tingkah.

“Refleksmu buruk,” ayahnya kembali berkomentar jail.

Claretta merengut. Tuan Alan adalah sastrawan paling mahsyur di Desa Musim Semi. Dia terkenal disiplin dalam memilih kata baik dalam lisan maupun tulisan. Sekali Claretta pernah tidak sengaja memaki di depan Tuan Alan pada seorang pria karena tidak sopan, Tuan Alan kena serangan jantung dan hampir mati karenanya.

“Tidak akan terulang lagi.” Claretta berjanji―setidaknya tidak depan ayahnya.

Tuan Amon terkekeh, lalu mengangguk. Kereta mereka perlahan mulai meninggalkan rumah sederhana dari kayu itu. Kalau Claretta tidak salah menghitung, mereka baru tinggal disana selama satu tahun lebih dua bulan, dan sekarang mereka harus pindah tempat lagi.

Langit di atasnya secara perlahan berubah warna. Dari biru yang membawa keberkahan dan energi, kini berubah jingga yang menyiratkan lelah. Claretta menyipitkan mata, menatap dinding kokoh berwarna kelabu nun jauh disana. Negeri Walley, Negeri yang dikelilingi dinding raksasa yang dijaga ribuan pasukan. Kekuatannya sangat gila. Sukar ditembus apalagi dijatuhkan.
Claretta dengar, negeri itu tempat dimana Raja Manusia berpijak. Wilayah kekuasaannya meliputi matahari terbit hingga matahari terbenam. Sebenarnya, Desa Musim Semi dari Negeri Mawar termasuk salah satu negeri di bawah kekuasan Walley. Tapi, Claretta mengerti apa yang dipikirkan ayahnya. Di dalam dinding raksasa itu, mereka akan aman. Para rentenir yang selama ini mengejar mereka tidak akan mudah memasuki negeri itu.

“Tidurlah,” ujar ayahnya.

“Apa kita akan baik-baik saja?” tanya Claretta lelah.

“Kita akan baik-baik saja,” ayahnya mengangguk mantap. “sekarang tidurlah. Akan ayah bangunkan jika kita sudah sampai.

Claretta menyandarkan kepalanya pada bagian dalam kereta. Sensasi dingin menembus kulit wajahnya. Dalam kesunyian yang menyesakkan, mata Claretta perlahan mulai terpejam. Alam mimpinya sudah siap mendekapnya.

Sayup-sayup, Tuan Amon berbisik lirih, “tentu saja kita akan baik-baik saja, Clar. Selama dia tidak menemukanku, kita akan baik-baik saja.”

Baru saja Claretta hendak bertanya pada ayahnya siapa dia yang dimaksud, namun kegelapan sudah memerangkap kesadarannya. []

 

8 Komentar

  1. :KAGEET ada rahasia yg disembunyikan ayah clareta

    1. Apa yaaa rahasianyaaa

  2. Woww

    1. ??

  3. briansyah56 menulis:

    Bagus :inlovebabe

  4. fitriartemisia menulis:

    hmmm, bikin penasaran

  5. Penasaran nih

  6. Ditunggu kelanjutannyaa