Vitamins Blog

Take Heart 8

Bookmark
ClosePlease login

No account yet? Register

 

Zaffya tak berhenti memandang wajah tampan yang masih terlelap dalam tidur. Masih setampan dulu, bahkan lebih. Bulu matanya yang panjang, hidungnya yang mancung, dan bibirnya yang sedikit terbuka. Suara napas yang terdengar teratur. Zaffya tak pernah membayangkan akan memiliki pagi yang indah seperti ini.

Senyumnya melebar ketika ingatan semalam kembali berputar di kepalanya. Richard menyentuhnya dengan lembut dan penuh kehangatan yang selama ini ia dambakan. Memuja setiap inci kulitnya. Menyentuhnya dengan sangat lembut seolah dirinya adalah kaca porselen yang sangat  rapuh dan mudah pecah.

“Selamat pagi,” sapa Richard ketika perlahan matanya membuka dan menemukan wajah polos Zaffya tengah menikmati ekspresi tidurnya. Lalu, wajah Zaffya mendekat dan mencuri ciuman singkat di bibirnya sebelum beranjak turun dari ranjang.

“Seharusnya aku ke kamar mandi sepuluh menit yang lalu,” gumam Zaffya sambil meringis menahan rasa sakit di pusat dirinya ketika kakinya menginjak lantai. Seharusnya sekarang ia sudah berpakaian rapi dan mulai merias wajah dan siap ke kantor.

“Bisakah kau menelpon Satya untuk menjemputku?”

Richard tak menyahut. Matanya masih terlalu asyik menikmati Zaffya yang sibuk menutupi ketelanjangannya dengan selimut sambil meraih sesuatu di lantai.

“Rich?” panggil Zaffya sambil membalikkan kepalanya. wajah memerah padam menyadari ke mana fokus Richard berpusat. Lalu, melemparkan bantal di dekatnya ke wajah Richard.

Richard terkekeh. Menyingkirkan bantal itu menjauh dan berusaha menarik selimut yang Zaffya lilitkan di tubuh wanita itu. “Apa salahnya? Aku menikmati keindahan tubuh istriku.”

“Hentikan, Richard!” Zaffya terpekik dan terjatuh kembali ke kasur saat berusaha menahan selimut untuk tetap menutupi ketelanjangannya. Ia belum pernah melihat sisi humor sekaligus mesum milik Richard yang satu ini.

“Masih terlalu pagi bagi pasangan pengantin baru untuk keluar kamar.” Richard berhasil menarik tubuh Zaffya dalam dekapannya dan langsung melumat bibir Zaffya begitu wajah wanita itu dalam jangkauan tangannya.

Zaffya menyerah. Toh dia juga menginginkan kenikmatan ini bersama Richard. Pagi indahnya bersama seseorang yang ia inginkan.

Cukup lama keduanya saling memagut, hingga keduanya berhenti dan wajah mereka saling menjauh ketika suara bel apartemen berbunyi.

“Kau punya tamu?”

Richard menoleh ke arah pintu kamar sekilas dan menjawab, “Setahuku tidak ada yang menghubungiku untuk datang kemari sepagi ini.”

Zaffya menarik tubuhnya menjauh. Berharap bukan si pengganggu sepupu sialannya. “Aku akan ke kamar mandi.”

Zaffya mengernyit ketika tak menemukan Richard di antara ranjang yang berantakan dan seluruh kamar sepuluh menit kemudian ketika ia baru keluar dari kamar mandi. Pandangannya terarah ke pintu kamar yang terbuka sedikit. Samar-samar ia mendengar percakapan suara wanita di antara suara Richard.

Siapa yang bertamu sepagi ini? Seorang wanita? Tidak mungkin salah satu pasien Richard datang ke apartemen ini, bukan?

 

***

 

“Hai, Lun. Ada apa kau kemari pagi-pagi sekali?” Menatap heran menemukan Luna tengah berdiri di depan pintu apartemennya. Sepagi ini dan dengan keterdiaman yang membuat Richard mulai panik.

Luna menggeleng. Ia ingin menangis, tapi ia tak ingin terlihat rapuh. Sudah lama ia tak menunjukkan sisi kerapuhannya pada Richard. Richard selalu menjaganya dengan baik. Kebaikan pria itu tak terhitung, membuatnya kuat dan mendapatkan kehidupan yang tak pernah terbayangkan akan ia inginkan.

“Apa ada masalah?” Richard mengernyit menyadari ekspresi Luna yang tampak sendu dan sedikit pucat. “Duduklah.”

Sekali lagi Luna menggeleng. Ia tidak ingin duduk.

Kernyitan Richard semakin dalam dan dipenuhi keheranan. Jelas wanita itu sedang mendapatkan masalah.

“Apa … “ Luna terbata, “Apa itu benar?”

“Aapa?”

“Apa kau menikah dengan Zaffya?”

Richard mengangguk setelah sesaat sempat terpaku dengan pertanyaan Luna.”Maaf, aku tidak memberitahumu. Kejadiannya begitu tiba-tiba dan aku tidak sempat menghubungimu, mama, ataupun Dania. Aku berencana memberitahu kalian sete ….”

“Aku mencintaimu, Richard.”

Richard kembali terpaku. Tidak, ia terkejut. Sangat terkejut. Ia menundukkan wajah, tahu benar ada saatnya ia akan menghadapi hal seperti ini. Sebelumnya, ia selalu berusaha menjaga sikap pada Luna. Tak terlalu sulit menyadari binar cinta yang terpancar di mata Luna untuknya. Sungguh, ia menyesal telah menjadi penyebab patahnya hati wanita itu. Ia sangat menyayangi Luna, sebagai seorang sahabat dan saudara. Hanya itu.

“Aku tahu kau mengetahuinya, dan aku tahu kau selalu menjaga jarak untuk perasaanku yang satu itu.”

Richard mengangkat wajahnya. Luna berjalan mendekat. Berusaha menahan rasa sesal yang begitu dalam ketika melihat air mata yang menetes di wajah Luna.

“Aku tidak bisa menahannya lebih lama lagi.” Luna tak menghapus air mata yang menghalangi pandangannya pada wajah Richard. Bahkan itu membantunya untuk mengabaikan ekspresi kecewa yang tersirat di wajah Richard. Sekali saja, ia memohon dalam hati. Sekali ini saja ia ingin mengungkapkan perasaannya. Agar rasa cinta itu tak berarti sia-sia dan dilupakan begitu saja. “Aku mencintaimu, Richard.”

Zaffya mengikat tali jubbah mandinya dan berjalan keluar demi menuntaskan rasa penasarannya. Tentu saja ia cemburu, menemukan kenyataan bukan hanya dirinya satu-satunya wanita  yang masuk ke apartemen ini. Semakin cemburu mendengar ungkapan kata cinta dari si wanita. Ungkapan cinta yang berlumur kesakitan dan keputusasaan.

Namun, ternyata kecemburuan itu tidak ada apa-apanya saat melihat si wanita melangkah mendekat menempelkan bibirnya di bibir Richard hanya dalam hitungan detik.

Zaffya terpaku. Membeku kehilangan napas dengan kejutan pagi yang beruntun menerjangnya. Matanya berkedip sekali, lalu dua kali dan menemukan pandangan itu bukanlah mimpi. Akan tetapi, keterkejutan ini bukan hanya menimpa dirinya. Ia melihat kesiap kaget melanda kedua sosok tersebut menyadari keberadaannya yang tak jauh dari mereka.

Ya, seharusnya mereka menyadari keberadaannya sedetik lebih awal, bukan? Dan ia tak perlu menyaksikan adegan menyentuh hati tersebut.

Sialan!

Gangguan dan kejahilan Vynno kini lebih baik daripada menemukan pemandangan seperti ini.

Richard tidak tahu, apa yang membuatnya begitu terpaku dan tak bergerak saat Luna semakin mendekatkan wajah wanita itu ke wajahnya dan menempelkan bibir mereka. Mungkin perasaan iba, atau setidaknya ia ingin Luna merasa lega karena wanita itu akhirnya mengungkapkan apa yang selama bertahun-tahun ini dipendam?

Richard dan Luna menoleh mendengar kesiap dan gerakan lain yang tak jauh dari tempatnya dan Luna berdiri. Richard semakin terkejut, melihat Zaffya berdiri di depan pintu kamarnya yang terbuka. Ekspresi terkejut Zaffya tidak kalah jauh dengan miliknya ataupun Luna.

Butuh beberapa detik bagi mereka untuk terlepas dari suasana mencengangkan tersebut. Penuh ketegangan dan tali yang membentang di antara mereka siap terputus. Sampai akhirnya, kebekuan tersebut terpecah ketika Luna menunduk, merasa malu melihat ekpsresi Richard dan Zaffya. Tak menunggu sedetik lebih lama, Luna berbalik dan berjalan keluar.

Richard tak tahu harus mengatakan apa melihat Zaffya memergokinya tengah berciuman dengan wanita lain di depan istrinya. Seharusnya, ia bisa menduga apa yang akan dilakukan Luna, hanya saja …

Richard menoleh ketika Luna berlari meninggalkan apartemennya. Kepalanya berputar kembali, menatap Zaffya dan kebingungan antara harus menjelaskan pada Zaffya atau mengejar Luna. Zaffya dan Luna pasti sama-sama terluka.

“Zaf, kami … aku harus bicara …” Richard menoleh kearah pintu apartemen yang sudah tertutup sekali.

“Kau ingin mengejarnya?” desis Zaffya di antara giginya yang mengertak.

“Aku tidak akan pergi kecuali tanpa ijinmu,” jawab Richard. “Kau harus mempercayaiku.”

Zaffya terdiam. Matanya dan Richard saling menatap lurus. Ia percaya, binar cinta di mata pria itu hanya untuknya. Ia akan percaya pada Richard meskipun memergoki pria itu tengah telanjang di sebuah kamar hotel. Namun, dengan kepercayaan sebesar itu, bukan berarti ia tak akan cemburu dengan wanita-wanita yang menyia-nyiakan tenaga dan usahanya untuk menarik perhatian Richard, suaminya. Dengan wanita-wanita yang berkeliling di sekitar Richard dengan bebas. Menunggu waktu yang tepat untuk memangsa Richard saat ia lengah.

“Kali ini aku akan membiarkan kalian. Kedua kalinya, aku pastikan kau akan menyesal jika melakukan ini padaku,” kata Zaffya dingin. Berbalik dan kembali masuk ke dalam kamar Richard. Membiarkan Richard mengejar wanita itu dan menyelesaikan apa pun yang ada di antara mereka berdua.

 

 

***

 

Richard menghela napas ketika menutup kembali pintu apartemen. Ia tak menemukan Luna di sekitar gedung dan tak mau mengangkat panggilannya. Mungkin wanita itu perlu waktu untuk dirinya sendiri.

Kamarnya masih berantakan saat berusaha mencari keberadaan Zaffya. Ia bergegas melangkah ke kamar mandi karena yakin Zaffya belum berangkat ke kantor.

“Hai.” Richard menghampiri Zaffya yang tengah sibuk menata rambutnya di depan wastafel. Meraih pinggang wanita itu dan menenggelamkan wajahnya di lekukan leher Zaffya. “Apa kau marah?”

“Kau tak perlu mempertanyakan jawaban yang kau sudah tahu.”

“Maaf.”

“Hmm,” Zaffya menggumam. Memungut anting di samping kran dan memakainya. Sedikit kesusahan dengan seluruh tubuhnya yang hampir tenggelam dalam pelukan Richard.

“Apa kau tahu hal termudah yang bisa kulakukan seumur hidupku?”

“Jatuh cinta padaku,” jawab Zaffya dengan ringan.

Richard mengangkat wajahnya. Membelalak tak percaya dengan jawaban yang keluar dari mulur Zaffya begitu mudahnya. Seharusnya kata-kata itu diucapkan dengan penuh keromantisan, bukan? Dan Zaffya akan tersenyum manja mendengar kata itu.

“Itu kutipan di film yang biasa ditonton Vynno.”

Richard melongo, menelan ludah dan kehilangan suara.

“Tenanglah, Richard. Kau dan cintamu sudah lebih dari cukup dijadikan sebagai keromantisan yang sempurna untukku.”

“Setidaknya kau bisa berpura-pura polos dan tak tahu apa-apa.”

“Aku tidak suka berpura-pura.” Zaffya mengurai pelukan Richard, berbalik, dan berjinjit untuk mencium bibir Richard secepat kilat. “Kau harus segera mandi, aku sudah terlambat untuk meeting pagiku.”

“Apa kita bisa makan siang bersama?” teriak Richard ketika Zaffya mulai keluar dari kamarnya.

“Telfon aku.”

Ya, itulah Zaffya. Zaffyanya. Istrinya.

 

***

 

“Apa itu kissmark?” Vynno menunjuk kulit telanjang di leher Zaffya yang memerah. “Aku tak tahu Richard tahu cara membuat hal semacam itu?”

Zaffya melempar bantal di sampingnya ke wajah Vynno dengan mendesah kesal.

“Mungkin ini bukan kali pertama ia …”

“Ini isyarat halus kau ingin mengundurkan diri sebagai pengangguran atau kau sengaja membuatku marah?” ancam Zaffya yang langsung membuat wajah Vynno membeku dan bibir terkatup rapat.

Ryffa tertawa. “Darah memang tak sekental itu, Vyn.”

“Kau benar-benar sepupu yang durhaka, Zaf,” dengkus Vynno.

“Kau yang memulai.”

“Durhaka itu tergantung dirimu sendiri, tidak ada hubungannya dengan orang lain.”

Zaffya berdecak. Memilih tak meladeni cemooh Vynno lebih lanjut dan membuang wajah ke samping. Richard baru saja menelpon dan mengatakan ada operasi dadakan. Zaffya kesal, seharusnya pasien Richard melahirkan satu jam lebih lambat dan ia tak perlu bertemu Vynno. Lalu, ia kembali bersyukur ketika ingatannya tentang tadi pagi kembali berputar di kepala.

Zaffya tak mengenali siapa wanita itu, tapi di saat bersamaan, ia merasa begitu familiar. Wanita itu cantik, memiliki tubuh seorang model dengan rambut keriting panjang yang terurai bebas.

Keningnya mengerut. Menggali-gali sesuatu dalam kepalanya. Memilah-milah siapa saja wanita yang pernah singgah atau ada di sekeliling Richard. Lalu, kepalanya menggeleng, ia tak perlu memikirkan. Ia percaya Richard.

“Apa yang kau pikirkan?”

Zaffya tersadar dan menoleh ke arah Ryffa. Bahkan pesanan makanan mereka sudah memenuhi meja. Well, mungkin ia bisa mempercayai Richard, tapi ia tak pernah mempercayai wanita yang ada di sekeliling pria itu.

“Aku akan ke rumah sakit.” Zaffya berdiri dan melangkah keluar pintu restoran.

 

2 Komentar

  1. Semoga happy ending

  2. Semoga berakhir bahagia