Vitamins Blog

QUEEN’S CURSED : PART 4

Bookmark
ClosePlease login

No account yet? Register

50 votes, average: 1.00 out of 1 (50 votes, average: 1.00 out of 1)
You need to be a registered member to rate this post.
Loading...

Charles menatap kepada map yang terbentang di mejanya. Ia mengamati setiap detail yang ada di sana, perbukitan di area timur laut yang membatasi antara Prancis dan juga Jerman. Ia menyipitkan matanya sambil memainkan jari-jarinya di atas map tersebut, menyapu permukaannya dan mengetuk-ngetuk bagian yang tidak jauh dari perbukitan itu berada tepat di tulisan “Berlin”. Dahinya mengerut tidak suka saat ia mengingat seseorang yang berada di sana.

 

Hingga akhirnya ia mendengar suara langkah kaki seseorang memasuki ruangannya. Suara pintu tertutup terdengar dan langkah kaki itu berjalan kearahnya. Charles menegakkan tubuhnya sambil masih melirik kearah peta tersebut. Ia menoleh ke sampingnya tepat di tempat Aaron yang berdiri.

 

“Yang Mulia,” Aaron menunduk hormat. “Kenapa Yang Mulia memanggilku?”

 

“Aku mendapat kabar dari mata-mataku mengenai perkembangan Jerman,” Sambil berbisik, ia berkata: “Mereka merencanakan penyerangan kepada kita.”

 

“Apa?”

 

“Sebagai Jendral dan juga Master of The War, aku ingin memerintahkanmu untuk menghabisi mereka semua.”

 

Aaron tampak tercengang dengan kabar itu. “Tapi… aku… mereka…”

 

Charles menyipitkan matanya tidak suka saat Aaron ingin menyuarakan penolakannya. “Ada apa?” Tanyanya dingin.

 

“Alexandre adalah saudar iparku. Aku tidak mungkin menyerangnya.”

 

Charles menghela nafasnya sambil memutar bola matanya. Satu hal yang tidak ia sukai dari Aaron, terlalu banyak belas kasihan.

 

“Ini adalah perintah raja, Aaron. Bagaimana pun juga kau harus mentaatinya.”

“Claudia pasti tidak akan menyukai kabar ini.”

 

“Itu bukan urusanku,” Charles menggedikkan dagunya kepada Aaron. “Bukankah kau tidak menyukai perempuan itu? Kenapa kau sekarang mengkhawatirkannya?”

 

Aaron terdiam sejenak, tampak berpikir. Lalu senyum tipis muncul di wajah Aaron. Berlahan-lahan senyum itu berubah menjadi kekehan ironi yang terdengar menakutkan.

 

“Kau benar, aku tidak mencintainya. Kenapa aku harus memikirkan hal itu?” Aaron berucap kepada dirinya sendiri.

 

Charles bergumam sambil menaikkan alisnya. “Bagus.”

 

Charles berjalan kearah meja tempat buah-buahan dan minuman terletak. Ia menuangkan anggur di gelas miliknya dan Aaron. Charles membawanya gelas tersebut dan memberikannya kepada saudaranya.

 

“Kewajibanku, kewajibanmu. Kita itu sama, Aaron,” Charles memberi isyarat agar Aaron duduk di hadapannya. “Bahkan seluruh samudra pun tahu apa dosa kita berdua.”

 

Aaron meneguk winenya. “Aku akan menghabisi mereka semua, bukankah begitu?”

 

Charles terkekeh sambil mengangguk. “Aku senang mendengarnya. Tapi, kita tidak sedang membicarakan hal itu sekarang.”

 

Aaron mengerutkan keningnya. “Maksudmu?”

 

Charles tersenyum getir sambil memandang kebawah. Ia tidak menjawab pertanyaan Aaron cukup lama hingga membuat Aaron semakin bertanya-tanya apa maksud dari Charles.

 

“Charles…”

 

“Hm?” Charles tersadar dari lamunannya. “Ya?”

 

“Apa yang sedang kau bicarakan?”

 

“Oh….” Ia kembali terkekeh. “Maaf, aku hanya ingin mengatakan kalau boleh aku ingin mempunyai pilihan untuk hidupku.”

 

Aaron mengangkat alisnya, masih tidak mengerti dengan perkataan Charles.

 

“Kita benar-benar sama, Aaron. Kita pernah melakukan dosa yang sama dan juga mempunyai perasaan yang sama terhadap sesuatu,” Charles menatap lurus ke mata biru cerah Aaron. “Saat aku melihat mataku, aku selalu memikirkan sesuatu yang aku sesali dan itu juga terbaca di matamu. Dan setiap malam aku selalu berharap bila kita dapat diampuni atas dosa kita.”

 

–{—

 

Suara teriakan manusia terdengar hingga balkon tempat Rosalie tengah duduk sambil menikmati pemandangan di sekitarnya. Apabila manusia yang mendengar, mereka pasti akan merinding. Suara teriakan yang memilukan dan dapat membuat gendang telinga mereka pecah bila mendengarnya dalam jarak yang sangat dekat, begitulah Samuel jelaskan kepadanya. Tapi itu adalah hal yang biasa bagi Rosalie.

 

Sudah cukup lama ia berada di dunia iblis ini, merasakan pemandangan gersang, suara teriakan manusia di neraka, dan cahaya matahari dengan warna hitam-keunguannya, itu adalah hal biasa. Setiap malam ia bisa merasakan udara yang menusuk tulangnya hingga ke sumsumnya. Tapi itu bukanlah masalah bagi Rosalie karena Samuel selalu ada berada di sampingnya setiap malam, memeluknya dalam rengkuhan hangatnya.

 

Suara decitan kursi yang berada di sampingnya menyadarkannya dari lamunannya. Rosalie menolehkan kepalanya ke kursi tersebut dan mendapati Marlene yang tengah duduk di hadapannya. Ia tersenyum kepada Rosalie yang dijawab dengan senyuman kaku olehnya. Ia belum pernah berbicara dengan Marlene sebelumnya. Ia hanya pernah melihat wanita itu dari kejauhan. Samuel menceritakan semuanya kepadanya mengenai wanita itu, keturunan terkutuk yang pertama.

 

Rosalie memandang Marlene dari atas hingga bawah. Pakaian merah darah dengan potongan yang sama sepertinya. Rambutnya berwarna pirang madu panjang ikal di ujungnya. Sekilas mereka tampak sama, yang membedakan mereka hanyalah rambut, mata, dan juga kulit Marlene yang tampak lebih pucat.

 

“Menikmati pemandangan, ha?” Ujar Marlene.

 

“Menikmati suara merdu dari neraka tentu saja,” Jawab Rosalie.

 

“Aku selalu melihatmu duduk di balkon ini, melihat dari atas menara kearah kawah neraka. Apa kau tidak takut?”

 

Rosalie mengggelengkan kepalanya. “Ini sudah menjadi rumahku sekarang. Tidak ada yang perlu aku takutkan di rumahku sendiri.”

 

Marlene tersenyum. “Ya— akan selamanya akan menjadi rumahmu, Yang Mulia.”

 

Rosalie menoleh dengan cepat saat Marlene mengatakan sebutan itu kepadanya. “Jangan memanggilku dengan sebutan itu, Marlene. Aku sudah menganggapmu sebagai kakakku sendiri.”

 

“Tapi, kau sudah menjadi ratu para iblis sekarang, istri dari Samuel Sang Raja Iblis. Sudah keharusan bagiku untuk memanggilmu dengan sebutan itu.”

 

Rosalie menghela nafasnya sambil memutar bola matanya. Ia tidak ingin menyangkal hal itu, itu semua benar, ia sudah menjadi ratu di tempat ini sekarang. Atau mungkin ia akan terkekang selamanya disini bagaikan Dewi Persephonie di Underworld.

 

“Anda tampak kalut, Yang Mulia,” Marlene mengamati wajah Rosalie.

 

Rosalie mendecakkan lidahnya. “Kumohon jangan panggil aku dengan sebutan itu. Rosalie, hanya Rosalie.”

 

“Baiklah. Apa yang sedang kau pikirkan, Rosalie?”

 

“Hanya….” Rosalie merasa ragu untuk mengatakannya. “Hanya mengenai…” Ia melirik kearah Marlene yang dijawab oleh alis terangkat olehnya. “Mengenai dirimu.”

 

Marlene tertegun dan menegakkan punggungnya saat Rosalie mengatakan beberapa patah kata terakhir. Ia mengerjap-ngerjapkan matanya lalu bergumam “oh” sambil menoleh kearah lain.

 

“Sungguh aku cukup terkejut bila kau ingin mengetahui tentang diriku,” Ucapnya.

 

“Kenapa kau terkejut? Bukankah itu adalah hal yang biasa?” Rosalie bertanya.

 

“Semua anak terkutuk yang pernah aku temui tidak ingin menanyakan atau pun menceritakan nasibnya di dunia,” Marlene mengibaskan tangannya. “Ceritanya pasti sangat buruk untuk dikatakan.”

 

“Setidaknya aku sudah mendengarkan sebagian cerita anak terkutuk saat aku masih hidup di “sana”. Aku hanya ingin mendengarnya dari kalian.”

 

Rosalie bisa melihat raut ragu di wajahnya. Marlene benar, ini bukanlah hal yang menyenangkan untuk diceritakan. Setiap detik yang mereka alami hanyalah kesengsaraan, penyiksaan, pengasingan yang sunyi dan menyeramkan dan berakhir dengan kesakitan yang luar biasa hingga mencabik-cabik jiwa mereka. Tapi mereka tidak akan pernah mati walau setiap darah menyucur deras dari luka mereka.

 

“Aku selalu menghitungnya.”

 

Kata-kata pertama yang keluar dari mulut Marlene saat menceritakan masa lalunya. Kegetiran terasa sangat kental saat Rosalie mendengarkannya.

 

“Sembilan puluh sembilan kali saudara-saudaraku mati karena mereka. Mungkin kau tidak tahu, Rosalie. Aku ada saat pembakaranmu saat itu. Setiap saudara-saudaraku mati, aku bisa merasakan sakit yang mereka terima. Aku bisa merasakan kulit yang terkelupas saat Richard di kuliti hidup-hidup. Aku bisa merasakan panas saat kau di bakar di alun-alun kota.”

 

“Apa… Samuel?”

 

“Samuel?” Marlene tersenyum sinis. “Dia tidak bisa berbuat apa-apa saat itu. Saat aku berada di sini, aku merasa bila aku telah dikhianati. Tapi, saat aku tahu kebenarannya aku merasa terbebaskan sekarang.”

 

“Kebenaran apa?”

 

Marlene mengangkat alisnya. “Apa kau tidak tahu?”

 

Rosalie menggelengkan kepalanya. Ia benar-benar tidak tahu apa yang sedang dikatakan oleh Marlene.

 

“Kebenaran mengenai kutukan ini dan juga cara menghilangkannya.”

 

Rosalie mencondongkan tubuhnya. “Benarkah? Bagaimana cara menghilangkannya?”

 

Marlene tidak langsung menjawabnya. Ia hanya menyinggung senyumnya dengan arti terselubung yang membuat Rosalie semakin penasaran.

 

“Kau akan tahu nantinya.”

 

–{—

 

Malam harinya ia tidak bisa tertidur. Matanya masih terjaga dan ia berbaring membelakangi Samuel. Setelah semua yang mereka lakukan berdua di atas ranjang yang tampak kusut ini, Rosalie tidak merasakan kebahagiaan sedikit pun. Ia tidak menikmati permainannya hingga akhirnya Samuel menyerah dan membiarkan Rosalie untuk beristirahat sebentar.

 

Samuel melirik punggung Rosalie yang terbuka menampakkan kulit mulusnya yang berwarna putih. Ia memperhatikan wanitanya saat permainan tadi. Tidak ada gairah, matanya tampak kosong dan juga ia selalu memberikan isyarat bila ia tidak ingin bermain saat ini.

 

Samuel meletakkan telapak tangannya di punggung Rosalie. Ia bisa merasakan kekagetan Rosalie saat tangan dinginnya menembus kulitnya. Berlahan, Samuel mengusap punggungnya dan menjalar hingga tubuh Rosalie bagian depan. Samuel menarik tubuh Rosalie hingga punggung gadis itu berbenturan dengan dadanya yang bidang.

 

“Apa yang kau pikirkan, sayang?” Tanyanya.

 

“Banyak hal,” Jawab Rosalie lirih.

 

Samuel mengecup telinga Rosalie. “Katakan padaku.”

 

Rosalie melenguh saat Samuel mengigit bagian telinganya. Sebelah tangan Rosalie meraih rambut Samuel agar Samuel berhenti melakukan hal itu. Rosalie memutar tubuhnya menghadap Samuel.

 

“Boleh aku bertanya?” Tanyanya.

 

“Katakanlah.”

 

“Apa kau tahu asal-usul kutukan ini terjadi?”

 

Samuel menggeleng. “Tidak, aku tidak tahu dan aku tidak mau tahu.”

 

“Kenapa?”

 

Samuel tersenyum. “Bila kutukan ini tidak ada, aku tidak akan pernah bertemu denganmu,” Samuel mengecup bibir Rosalie. “Sayangku…”

 

Ia melahap bibir Rosalie dengan gairahnya yang tertahan. Sungguh, malam ini ia ingin melupakan semuanya dan bermain bersama wanitanya hingga puncak kenikmatannya. Ia tidak ingin mendengarkan cerita kutukan yang selalu menyusahkan hidupnya. Tapi tidak dengan Rosalie, saat ini gadis itu sedang tidak ingin bermain. Rosalie meronta sambil memukul dada Samuel untuk menghentikan ciumannya. Samuel dengan kedua tangannya yang kuat menghentikan tindakan Rosalie dan mencengkram kedua tangan mungil itu ke atas kepalanya. Ia menindah tubuh kecil itu hingga Rosalie terkejut dan membelalakkan matanya.

 

“Sebelum aku menjawab pertanyaanmu, biarkan aku melakukan dua hal kepadamu,” Samuel tersenyum sinis saat melihat wajah ketakutan Rosalie. “Pertama, lupakan masalah kutukan dan balaskan dendam kita berdua. Kedua, biarkan aku menikmati tubuhmu hingga akhir cerita kita.”

 

Rosalie tidak bisa berkata-kata lagi saat Samuel segera menyatukan tubuh mereka. Semua pikirannya tiba-tiba saja buyar hingga akhirnya Rosalie menyerah pada kuasa Samuel.

6 Komentar

  1. penasaran y rosalie

  2. Kk ini klw mau baca dari part 1nya,harus kmna??? Biar ku ngerti jln ceritay

    1. afifah putri menulis:

      Baca dulu season 1 nya dulu kalau mau lebih ngerti judulnya pandora’s cursed udh itu baru baca queen’s cursed dari prolog

  3. Lagi lagi lagii,…. hehehee,…. :inlovebabe :sangatterpesona

  4. Jadi… Aku makin penasaran sama benang merahnyaaa

  5. :BAAAAAA :BAAAAAA :BAAAAAA :BAAAAAA