Vitamins Blog

One Night – Ch. 6

Bookmark
ClosePlease login

No account yet? Register

26 votes, average: 1.00 out of 1 (26 votes, average: 1.00 out of 1)
You need to be a registered member to rate this post.
Loading...

 

“Kamu marah?” Setelah diam beberapa saat aku akhirnya mendengar pertanyaan itu juga dari mulut Julian. Ingin saja aku tidak menjawab pertanyaan yang tentu saja sudah dia tahu jawabannya, tapi aku akan terkesan sangat keras kepala kalau sampai aku tidak menjawabnya. Lagian aku juga butuh penjelasan atas segala idenya untuk memasukkan aku menjadi rekan kerja.

Aku menatap Julian sebentar dan kembali menatap jalanan yang cukup lenggang di sore hari. “Jika aku bila tidak maka sudah pasti itu kebohongan. Jadi kamu tahu jawabannya.”

Suara kekehan Julian membuat aku menatap laki-laki itu dengan bertanya. Julian menggeleng, mendapat tatapan tajam dariku, langsung berdehem untuk menghilangkan suara tawa yang memang akan sangat mengganggu buatku.

“Jadi kamu mau menjelaskan?”

“Sepertinya semua sudah jelas.” Julian masih memperlihatkan senyum yang terkesan menggoda, tapi tentu itu tak akan pernah mempan menggodaku. “Aku mau kamu jadi model buat gaun rancangan terbaru kami, itu saja.” Enteng sekali suaranya.

“Tapi aku..”

“Bukankah aku sudah membantu kamu? Seharusnya kamu membalas jasa aku sekarang.” Dan aku berakhir melongo dengan semua ucapannya. Jadi semua tidak gratis? Ya. Tentu saja. Di dunia yang kejam seperti ini kata gratis adalah kata kramat.

“Kalau aku menolak?”

“Aku tahu nomor ponsel Andre. Aku yakin kamu mengerti.” Bibirnya memang tersenyum tapi ucapannya membuat aku ingin menghilangkan senyum sialan itu.

“Kamu membuat aku tidak punya pilihan!” Aku berucap cukup keras, mengabaikan denyut menyebalkan yang ada di kepalaku. Denyut yang di akibatkan oleh lelaki yang sekarang masih sibuk dengan setir mobilnya.

“Kamu memiliki pilihan Luna. Kebenaran yang harus di ketahui Andre, atau kerjasama dengan aku.” Julian menatapku lama, dan saat aku mendongak kutahu kalau kami tengah berhenti di lampu merah. “Semuanya terserah kamu, aku bahkan tidak memaksakan.” Ucapan enteng Julian malah membuat aku kesal setengah mati. Itu bahkan bukan pilihan menurutku.

“Sebaiknya antar aku pulang.” Aku berucap tak menatapnya.

***

Aku membuka sabuk pengaman dan langsung membuka pintu mobil sebelum lebih dulu mendengar suara Julian yang akan menjemput aku dua hari lagi.

Tak ingin meladeni ucapannya membuat aku langsung keluar dari mobil dan menutup pintu dengan kesal. Mataku menangkap mobil hitam Andre membuat aku cukup heran karena biasanya laki-laki itu pulang malam dan tidak pernah ada di rumah sore hari. Suara klakson mobil Julian membuat aku mengerjap dan langsung menatap mobil yang sudah berlalu dari sana.

Aku menghembuskan nafas dan melangkah ke dalam rumah. Ingin langsung tidur dan mengistirahatkan badan yang rasanya pegal, rasanya aku pergi pagi dan sekarang sudah kembali sore hari. Waktu memang cepat berlalu.

Langkahku terhenti saat sosok yang aku kenali berdiri di depanku, menghadang jalurku membuat aku menatap heran kearah mata hitam yang sekarang menatap aku dengan cara yang cukup tak ku mengerti. Bahkan aku baru sadar kalau Tante Delila dan Vio juga ada di ruang depan sedang duduk dengan tampang cemas yang entah tertuju kearah siapa.

“Darimana saja kamu?” Pertanyaan dengan nada dingin itu membuat aku menelan ludah dengan susah payah. Apa Andre marah? Tapi kenapa dia harus marah? Biasanya dia tidak akan peduli kemana aku pergi.

“Aku..” aku tertunduk dalam.

“Tatap aku Luna!” Suara Andre membentak membuat aku langsung mundur satu langkah dengan terkejut. “Tatap aku saat aku sedang bicara!” Suaranya menggeram, terlihat terlalu tak peduli dengan ketakutan yang ada di mataku. Bahkan aku sendiri baru tahu kalau Andre bisa menjadi lebih mengerikan dari Lucas.

Aku menatap mata hitam itu sejenak, dan kembali tertunduk saat mataku benar-benar tak bisa menantang matanya. “Aku pergi bersama Julian.” Jawabku takut-takut.

“Kamu pergi dengan pria lain saat aku sendiri yang sebagai tunangan kamu tidak tahu? Apa itu cara kamu Luna?” Airmata ku hampir jatuh berlinang tapi sebisa mungkin aku menahannya. Ini bukan saat yang tepat untuk bersikap cengeng.

Aku menggenggam tanganku dengan erat. Ku berikan Andre gelengan lemah. “Aku hanya.. aku hanya keluar bertemu dengan teman-teman Julian. Aku tidak berbuat yang tidak-tidak.” Masih dengan pembelaanku yang bahkan aku sendiri tak yakin apa itu bisa membuat marah Andre yang entah berasal darimana mereda.

Andre maju selangkah membuat aku mundur dua langkah. “Kamu keluar dengan pria lain tanpa sepengatahuan ku. Jadi siapa yang akan tahu apa yang akan kamu lakukan di luar sana!” Andre menekan setiap suku kata yang di ucapnya membuat hatiku menjerit sakit.

Aku tahu Andre tidak pernah sepenuhnya mengenalku, tapi yang aku tidak tahu adalah betapa jeleknya pandangan Andre terhadapku. Ucapannya membuat aku terluka.

“Andre sudah, kamu berlebihan.” Tante Delila terdengar membuat aku bisa bernafas lega sementara. Yang aku takut adalah airmata yang telah mendobrak untuk keluar, aku tidak pernah ingin menitikkan airmata di depan laki-laki ini.

“Mami juga salah.” Andre menjawab tenang tapi matanya tertuju kearahku. Seolah hanya aku yang sekarang ada di dekat Andre, dan vonis mati telah di tetapkan padaku.

“Julian itu temannya Lucas, juga temannya Luna. Jadi pantas mereka jalan keluar bersama, lagian juga mereka tidak berbuat apa-apa. Kamu berlebihan.” Kali ini Vio yang menimpali. Ada nada kesal dalam suara Vio dan ku yakin kekesalan itu bukan karena Vio ingin membela diriku.

“DIAM VIO!” Andre berteriak kasar, langsung berbalik menatap kearah Tante Delila dan Vio. Kulihat Vio berkaca-kaca dan siap menumpahkan airmata. Andre menghembuskan nafas dalam. “Sebaiknya bawa Mami kekamarnya sekarang, atau aku bisa berbuat sesuatu yang tidak akan kamu kira.” Nada mengancam yang di suarakan Andre membuat Vio terlihat tercekik.

“Ini pertama kalinya kamu memberikan aku tatapan semarah itu.” Vio menangis. Langsung berlari kearah tangga menuju kamarnya.

“Sebaiknya selesaikan dengan damai. Luna memucat Andre.” Tante Delila langsung berlalu pergi setelah mengucapkan kata-kata penuh nasihat.

Andre kembali berbalik kearahku, langsung menatap aku dengan mata hitam yang penuh dengan amarah. Ku yakin nasihat Tante Delila tidak masuk di otaknya.

“Bereskan barang kamu. Kamu tinggal sama aku mulai sekarang.” Andre berucap tenang, menyimpan amarah yang mungkin bisa keluar kapan saja.

“Tinggal sama kamu? Dimana?” Tanyaku mulai kelabakan. Tinggal dengan Andre artinya berdua saja, tidak. Itu adalah hal yang tidak akan bisa aku lakukan.

“Aku memiliki apartemen dekat kantor jadi kamu tinggal di sana sama aku.”

“Tidak. Aku suka tinggal di sini.” Jawabku cepat. Aku tidak ingin memiliki kenangan lebih banyak lagi bersama laki-laki ini, bahkan aku sekarang masih ragu kalau kami bisa berpisah tanpa aku perlu mengingat dirinya. Dia akan melepaskan aku jadi kenapa aku harus semakin membuat kami dekat?

“Luna! Jangan memancing kemarahan yang coba aku tahan.” Andre kembali maju hingga aku kembali mundur.

Dengan kesal Andre meraih lenganku membuat aku langsung menabrak dadanya, dengan wajah yang hampir tidak berjarak.

“Cepat lakukan, sebelum aku hilang kesabaran.” Aku bisa merasakan desah nafas yang memburu. Andre memang sedang menahan amarah sepertinya.

“Tapi kamu bilang aku harus menunggu, dan kamu akan memberitahu Tante kalau kita tidak bisa bersama.”

Andre mengangkat alisnya membuat aku bisa melihat kalau ada pandangan menantang di sana. “Aku berubah pikiran. Mulai sekarang Julian berengsek itu tidak akan bisa menemui kamu lagi.” Aku melongo bahkan aku hanya mampu membeku saat kuyakinkan diriku kalau apa yang aku dengar bukanlah kenyataan.

Jadi semuanya hanya karena Julian? Jadi Andre hanya tidak mau tersaingi oleh Julian? Kenapa rasanya harus sesakit ini? Tidak di cintai adalah luka yang paling tak terlihat, tapi memiliki kesaktian yang tak kalah hebatnya dengan luka-luka yang lain.

“Bibi!”

“Ya tuan?”

“Bereskan semua barang calon istriku. Sepertinya dia terlalu lelah untuk melakukannya sendiri.”

Aku hanya mampu memendam lukaku di dalam hati, tak akan bisa menyuarakan semuanya.

 

7 Komentar

  1. :anakayammainlaptop :NGEBETT

  2. Vote dulu yaaaa :BAAAAAA

  3. farahzamani5 menulis:

    Cieee Andre cemburu cieeee hihi
    Udah numbuh benih2 cinta ya ke Luna hihi, mulai panas gtu klo Luna jalan ama cwo lain hihi
    Julian bertingkah skli aja, Andre dah ketar ketir yak hihi
    Itu vio ngapa jdi tinggal disitu, plis usir ajahhhh ehhhh tp ga apa2 deh kan Luna ama Andre ny mau pindah hihi, nahh nahhh ni yg bikin Luna gamang ni,Andre mau ny apa sih, plis deh cwe tuh butuh kepastian eaaaaa haha, tp kan blom nikah yak, kira2 boleh gtu tinggal bareng di apartemen ama mama ny Andre emmmmmmm
    Ditunggu kelanjutanny
    Semangat trs ya

  4. angelisagita menulis:

    Aishhhhh makin sukaaaa sm jalan cerita nyaa!!!! Love u thor

  5. Aihhh babang Andre kalo marah nyeremin, tapi aku yang baca kok malah senyam-senyum sendiri hihihi~
    Ditunggulah aksi Julian selanjutnya kekekek~

  6. fitriartemisia menulis:

    ehm, baubaunya ada yg cemburu nih hihihi
    cowok psycho kayaknya emang gemesin ya wkwkwk

  7. Eheeemm Andre cemburu tuh?