Vitamins Blog

Across The Railway – Chapter 2 : Liontin Alexa dan Kejadian

Bookmark
ClosePlease login

No account yet? Register

45 votes, average: 1.00 out of 1 (45 votes, average: 1.00 out of 1)
You need to be a registered member to rate this post.
Loading...

Sejeujurnya Alexa sedikit menyesal karena selalu datang ke Klora hanya pada saat musim dingin, itupun sekedar untuk merayakan natal.

Padahal kata bibi Abe, sewaktu ibunya masih hidup. Alexa, ayah dan ibunya juga tinggal di Klora, namun rumahnya terletak di tengah pemukiman, bukan di pinggiran rel kereta seperti rumah bibi Abe ini. Tapi semenjak ibunya mulai sakit-sakitan, ayah memutuskan untuk pergi ke Boston agar ibu mendapatkan perawatan yang lebih baik.

Waktu itu Alexa masih bayi saat mereka bertiga pindah. Pada tahun pertama pengobatan, ibunya memang tampak membaik, tapi setelah memasuki tahun kedua kesehatan ibunya menurun drastis, dan akhirnya ibunya meninggal lima bulan setelah ulang tahun Alexa yang kedua.

Alexa tidak pernah ingat bagaimana sosok ibunya, ia masih sangat kecil dan sama sekali tidak mengingat apapun. Ayahnya juga tidak memiliki foto ibunya karena rumahnya itu pernah terbakar habis dan semuanya hilang. Jadi hanya liontin ini yang tersisa. Itu juga karena liontin ini bibi Abe yang menyimpannya.

Lalu setelah ibunya meninggal, berhubung ayah Alexa sudah memiliki pekerjaan tetap di Boston, akhirnya ayahnya memutuskan untuk tetap tinggal di sana bersama Alexa sampai saat ini. Jadi, Alexa hanya bisa mengunjungi Klora setiap hari natal saja, karena setiap libur musim sekolahnya selalu mengadakan acara yang mengharuskan siswanya untuk tetap datang.

Jika tidak datang?

Maka Alexa akan mendapatkan kemungkinan terburuk. Antara lain :

1. Membuat laporan karya ilmiah dalam satu hari dengan minimal 300 halaman.

2. Membersihkan seluruh toilet sekolah seminggu penuh.

3. Ikut kegiatan bakti sosial selama sebulan dengan membagikan makanan kepada pejalan kaki selepas pulang sekolah.

Pilihan itu untuk satu kali tidak datang, jika dua kali maka hukumannya dikali dua dan begitu seterusnya. So, jika kalian adalah Alexa, mana yang akan kalian pilih? Berangkat walau hanya sekedar duduk-duduk santai, atau tidak berangkat dan siap mendapatkan kemungkinan terburuk?

HAHA, sometimes we just have to deal with the fact that life doesn’t always go our way. True?

Tapi berhubung sekarang Alexa sudah lulus, dirinya itu kini bisa menikmati musim panas di Klora. Bisa melihat hamparan ladang yang luas, bukannya gumpalan salju yang selalu ia lihat di tahun-tahun sebelumnya. Alexa juga bisa berpergian keluar rumah tanpa harus takut akan terkena pneumonia.

“Tidak apa kan, jika kau menunggu di sini dulu sebentar?” Tanya Mia. Kedua tangannya sudah penuh dengan karung pupuk serta sekop kecil.

“Memangnya kau mau apa?”

Mia mengedikkan dagunya ke arah karung pupuk yang ia gendong di depan. “As you see. Mengerjakan perintah dari Jendral Besar a.k.a ibuku tercinta. Karena jika aku melanggar..” Mia menghela nafas dramatis lalu berkata dengan sedikit berbisik. “Ibu akan menjitak kepalaku terus menerus, and for god sake, itu rasanya sangat sakit.”

Alexa tertawa. “Fine then. Go ahead, lakukan pekerjaanmu dan cepatlah selesai. Aku sudah tidak sabar ingin melihat pohon cherry itu.”

“Okkie dockie..” Katanya sambil melompati pagar kayu pendek yang mengelilingi ladang milik bibi Abe, dan setelah itu Mia mulai sibuk dengan pupuknya.

Mia memang lebih muda satu tahun dari Alexa. Meski terlihat kekanakan, tapi sebenarnya dia selalu bisa berfikir lebih dewasa. Mia kekanakan, namun dia tidak manja. Dia juga dapat diandalkan untuk segala hal seperti mengurus rumah, memasak, berladang.

Sedangkan Alexa?

Alexa kekanakkan dan manja, parahnya lagi dia payah dalam segala hal. Oleh karena itu, dirinya tidak mau repot-repot menawarkan bantuan kepada Mia karena takut bantuannya justru akan menghancurkan semuanya. Jadi, Alexa lebih memilih untuk duduk di bawah pohon-pohon rindang yang ada di tepi pagar dan mulai membaca buku koleksi Max yang dipinjam secara diam-diam tadi.

Max itu fans berat buku, dan di kamarnya terdapat hampir ratusan buku yang tersusun rapi di rak sebelah pintu. Mulai dari buku-buku yang masih bagus sampai buku-buku yang sudah berumur seperti yang Alexa pegang saat ini.

Judulnya… “Macam-Macam Liontin dan Fungsinya.”

Alexa tersenyum geli membaca judul itu. Max mempunyai buku macam ini? Untuk apa? Referensi ketika ingin memberi hadiah kepada pacarnya?

Ups! Tapikan Max tidak punya pacar?

Ah, mungkin untuk ‘calon’ pacarnya. Who knows?

Alexa mulai membuka lembar demi lembar buku itu. banyak sekali macam-macam model liontin yang sangat indah. Dan sekilas ia membaca fungsi-fungsinya yang terkesan aneh dan tidak masuk akal.

Seperti liontin oval berwarna biru, berfungsi untuk membuat pemakainya dapat bertahan lama di dalam air. Liontin persegi berwarna kuning berfungsi untuk mempermudah menjalin persahabatan. Lalu ada lagi, liontin segitiga berwarna hitam berfungsi untuk memperlancar tindakan kriminal.

Semakin banyak lembar yang ia buka semakin banyak pula gambar-gambar liontin yang ada beserta fungsi aneh yang tertera di kolom-kolom kecil di samping gambar. Alexa terus berganti lembar dengan cepat karena hanya melihatnya sekilas-sekilas, hingga akhirnya ia sampai di halaman terakhir yang membuatnya sangat terkejut.

Liontin merah milik ibunya ada di sana.

Iya, liontin yang sekarang ia pakai.

Alexa mendekatkan buku itu ke mata. Mengamatinya dengan seksama, dan semakin heran ketika matanya beralih untuk membaca fungsi yang ada di kolom kecil di sana.

(Ratio Pendant – Liontin Dimensi. Diciptakan oleh Madam Roseta 1976. Berfungsi sebagai kunci dari segala pintu dimensi untuk pemilik yang terpilih.)

Tangannya meraba liontin merah miliknya, melihatnya dengan dahi mengerut karena bingung. Tapi tiba-tiba liontin itu berpendar-pendar, menyala sangat terang.

Alexa baru berniat untuk memanggil Mia atau Max, ketika satu kereta melintas di atas rel yang persis ada di depan tempatnya duduk. Deru kereta sangat memekakkan telinga. Lajunya yang cepat juga membuat butiran tanah disekitarnya berterbangan.

Dan rasanya seperti mimpi…

Ketika langit di atas tiba-tiba tampak menggelap, menghilangkan cahaya matahari yang tadinya bersinar amat terang. Ia tidak tau apakah langit memang benar-benar jadi gelap karena mendung, atau itu hanya perasaannya saja, karena dirinya tidak bisa melihat apapun. Matanya tertutup, takut butiran tanah yang berterbangan masuk ke sana.

Kereta kurang lebih melintas selama setengah menit. Tapi Alexa baru membuka mata ketika merasa semua butiran tanah yang berterbangan sudah kembali turun.

And you know what.. Saat matanya terbuka, yang ia dapati justru..

BIG CRAPPP!!

Alexa bahkan menampar pipinya dua kali untuk memastikan apakah ia sedang bermimpi atau tidak. Dan kengerian langsung merayapi sekujur tubuh hingga bulu kuduknya berdiri mengetahui bahwa pipinya yang ditampar terasa sakit, dan ini berarti bukanlah sebuah mimpi.

Alexa mengedarkan pandangan untuk menatap sekitar.

Semua yang ada di hadapannya bukanlah lagi hamparan ladang. Ia juga tidak lagi duduk di bawah pohon rindang seperti tadi. Buku yang tadi ia pegang kini tidak ada. Langit pun gelap dan hanya ada penerangan dari beberapa obor yang menggantung di pinggiran jalan.

Rasa cemas membuat degup jantung Alexa meliar. Ia takut suasana sepi dan tempat gelap. Dan apa yang dialami sekarang ini sukses membuatnya menggigil karena ketakutan. Alexa menolehkan kepalanya ke kanan dan ke kiri sambil berjalan perlahan. Namun ia tidak menemukan seorang pun yang dapat ia tanya. Ia juga tidak menemukan satu rumahpun, disekelilingnya hanya terlihat bangunan-bangunan rusak dengan obor menyala yang berjejer di sepanjang jalan.

“MIA!!

“MAX!!”

“BIBI ABE!!”

Alexa mulai berlari menyusuri jalanan dan berteriak seperti orang kesetanan mencari Mia, Max, bibi Abe, atau siapapun manusia yang bisa ia temui. Tapi ia tidak berjumpa dengan siapapun.

Suasana tetap hening dan tempat ini sangat asing.

Ini bukanlah Klora dan bukan juga Boston yang ia ketahui.

Jadi ini dimana?

Alexa mencoba mencerna kebenaran yang ada sambil berusaha menepis rasa takut yang mulai menyesakkan dada.

Tapi sepertinya dua hal itu tidak bisa ia lakukan, kepalanya justru jadi sakit memikirkan hal itu. Rasanya seperti ditusuk puluhan jarum.

Alexa berusaha untuk tetap sadar, namun gagal karena pada akhirnya ia terjatuh, dan semuanya yang sudah gelap menjadi lebih gelap lagi dengan matanya yang tertutup.

 

Kunci dari segala pintu dimensi untuk pemilik yang terpilih

Ratio Pendant

1976

Madam Roseta

Kunci dari segala pintu dimensi untuk pemilik yang terpilih

 

Alexa pingsan…

Alexa pingsan ditemani dengan suara-suara seringan bulu yang hantarkan dirinya pada suasana kelam tak berujung.
*****

19 Komentar

  1. boljug nihh

    1. bintarinf menulis:

      pantengin terus new chapternya ya. voment jan lupa, thankssss

  2. :KAGEET terjatuh ke dimensi lain ????? Petualangan niih

    1. hmm, apakah benar ini sebuah petualangan(?) tunggu terus ya ^^

  3. Petualangan di dimensi lain?? :KAGEET
    wahh pasti seru nih :LOONCAT

    1. pasti dong, tunggu ya kelanjutannya ^^

  4. Oow,, Alexa sesat dimana tuh??

    1. bintarinf menulis:

      guess where.. kayanya si di dunianya harry potter ya? hihi cari tau di part selanjutnya kuy ^^

  5. Waaah like it like it!!!

    1. bintarinf menulis:

      cihuyy!! :LOONCAT :LOONCAT

  6. Kayax seru nich…

    1. bintarinf menulis:

      cek part yang baru yukk.. voment ya thenkyuuu :tepuk2tangan

  7. ResiSaptariyani menulis:

    Seruuu

    1. bintarinf menulis:

      cek part yang baru yukk.. voment ya thenkyuuu :tepuk2tangan

  8. Wahhh, seru nih

  9. farahzamani5 menulis:

    Nahhh loh
    Alexa kemana itu????
    Aihhhh seru nihhhh seru, jelong2 ke dimensi laen wow wow wow
    Cuzz ke part berikutnya
    Semangat trs

  10. Kereennn :tepuk2tangan

  11. fitriartemisia menulis:

    whoaaa, macem mesin waktu gitu ya ini liontinnya?

  12. Ditunggu yaaa :BAAAAAA