Vitamins Blog

A PRIORI ch. 14 Kemalangan atau Takdir

Bookmark
Please login to bookmark Close

17 votes, average: 1.00 out of 1 (17 votes, average: 1.00 out of 1)
You need to be a registered member to rate this post.
Loading...

A Priori ch. 14 Kemalangan atau Takdir

Bacalah dengan posisi yang nyaman dan jangan membaca terlalu dekat, ingat 30 cm adalah jarak yang paling minimal untuk aman mata.

Sebelumnya

Rupanya Nadia sudah berada di klinik itu terlebih dulu dan membawa Raka yang terluka masuk kedalam ruang perawatan.”Mohon Keluarga sabar menunggu diluar dan apa ada yang terluka lagi?” ucapnya ramah layaknya seorang perawat.

“Yang lain hanya terluka gores kecil.” Ucap Rina sambil menatap kearah Azka dan Zia yang memang terluka kecil karena pecahan kaca yang mengenai mereka.

****

Setelah malam yang melelahkan terlewati Zia dan Rina sekarang berada disebuah kamar hotel yang dekat dengan klinik yang tadi mereka datangi. Setelah memastikan jika luka yang dilami Raka tidak parah maka mereka dipaksa Azka untuk beristirahat dan tidak mengatakan apapun tentang kejadian yang mereka alami kecuali pada pihak polisi dan Rina setuju dengan apa yang diputuskan Azka.

“Rina.” Panggil Zia kearah Rina yang tampak menatap keluar jendela.

“Ada apa Zia?” jawab Rina sambil mengeringkan rambutnya yang basah karena sehabis keramas.

“Apa besok aku ada jadwal?” Zia menatap hpnya dengan tampak nomer yang bertuliskan nama Azka diatasnya.

“ Dalam minggu ini kau masih mendapatkan libur untuk film yang kita laksanakan dan ada syuting iklan untuk sore besok. Jadi kau bisa istirahat Zia.” Rina mengingat-ingat pembicaraannya dengan pak sutradara tempo hari.

“Baiklah. Aku akan idur duluan.” Zia membaringkan tubuhnya lalu menutup seluruh tubuhnya dengan selimut dengan hp masih setia ditangannya. Sesekali jarinyannya meragu untuk menyentuh layar hpnya.

Rina yang sekarang terbayang dengan darah yang terus mengalir dan membasahi baju Raka, perasaan khawatirnya membuatnya memutuskan untuk menanyakan Azka dimana tempat Raka tinggal dan memberikan sebuah imbalan untuk ucapan maaf dan terimakasih untuk hari ini.

“Sebaiknya aku cepat-cepat tidur.” Rina segera menidurkan tubuhnya disamping Zia dan segera menutup matanya hingga terlelap.

Zia yang merasa jika Rina sudah tertidur segera bangun dari posisinya ke posisi duduk sambil menyenderkan tubuhnya di kepala tempat tidur, ambim perlahan memencet layar untuk menelpon seseorang.

***

Walau jam sudah menunjukan jam 1 malam ruang ruangan Ardi sekarang tengah berubah menjadi tempat rapat darurat karena Raka yang berisikeras untuk tetap memaksa ikut untuk membahas perkembangan mengenai kasus.

“Baiklah akan kita mulai rapat kali ini.” Ardi memimpin selaku ketua devisi.

Semua orang tengah menatap papan yang bertulisan semua data tentang organisasi BR yang menjadi incaran mereka. Setelah mendapatkan sebuah bukti yang berupa dua buah peluru yang cukup membantu karena peluru yang mengenai Azka dan Raka memiliki kesamaan yang sangat signifikan yaitu peluru ini berasal dari Jerman dengan produksi khusus yang hanya bisa di beli oleh orang-orang militer atau tertentu saja dengan pusat penjualan ilegal terbesar di pasar gelap Irak dengan kemungkinan campur tangan transport Swiss yang juga berpusat di Bandung. Dengan jenis peluru yang bisanya digunakan padan sebapan jenis G36 buatan Heckler & koch Jerman yang bisanya digunakan oleh Kopasuss dan Denka.

“Maka dari itu penyelidikan kita akan berfokus pada pusat pemasokan senjata yang berada di Jakarta.” Ucap Ardi sambil menambahkan bulatan merah pada sebuah peta yang tertempel pada papan.

“Jadi bagaimana dengan pembagian tugas kita besok?” tanya Nadia sambil menatap Ardi intens.

“Kita akan langsung menyergap mereka karena aku baru saja mendapatkan kabar jika mereka akan melakukan penukaran senjata dan ganja besok jam 3 malam tepat di tempat itu.” Tambah Alda sebelum Ardi kembali berbicara.

“Wow, kau hebat seperti biasanya Alda.” Puji Nadia sambil memberikan dua jempol.

“Baiklah kalau begitu kita putuskan. Nadia dan aku bersama dengan beberapa devisi lapangan akan menyergapmereka sedangkan Alda kau harus tetap pastikan jia mereka tidak pindah lokasi. Azka dan Raka akan tetap di sini untuk memastikan keamanan klien. Apa ada pertanyaan?” ucap Ardi sambil menatap selurug anggita devisinya.

“Hahhh membosankan sekali. Kenapa aku juga harus menjaga klien bukankah Azka saja sudah cukup.” Keluh Raka sambil membuka hp nya karena dia tadi merasa jika ada sms yang masuk karena sempat bergetar beberapa kali.

“Biar Raka saja yang menjaga klien aku ingin ikut kelapangan.” tambah Azka sambil meminta persetujuan.

“Tidak, aku tidak akan mengubah rencana. Rapat selesai.” Ardi menutup rapat secara sepihak lalu keluar dari ruangan.

——

Sesusai hasil rapat Azka dan Raka hanya bisa sama-sama menghembuskan napas gusar mereka karena hanya dapat melihat kepergian tim mereka tanpa bisa mengikuti dan berikutserta. Dalam hati Azka sebenarnya terus terdengar suara pemberontakan atas nama dendam masalalunya yang terus menggema dalam pikirannya sendiri hingga membakar perasaannya untuk memberontak tapi ia tahu jika semuanya tidak bisa dijalankan semaunya saja karena dia tidak ingin membahayakan devisinya hanya karena tindakannya yang gegabah.

“Azka, hei Azka.” Suara Raka membangunkan Azka dari lamunannya.

“hmm kenapa Raka?” Azka kembali meminum kopi yang ada ditangan kanannya sambil kembali merilekskan posisi tubuhnya hingga bersandar pada pintu hotel yang tengah mereka sewa yang tepatnya sekarang bersebrangan dengan kamar miliki Zia dan Rina.

Raka tau apa yang membuat Azka memjadi kehilangan fokusnya bahkan pada pagi hari seperti ini tapi ia tidak ingin memperpanjangnya, “Hp mu sejak tadi terus berbunyi.” Tunjuknya pada meja yang tidak jauh dari tempat duduknya sekarang.

Azka segera mengambil hpnya lalu mulai mencari tau siapa yang menghubunginya tepat jam 8 pagi seperti ini. Mata Azka menatap tidak percaya dengan jumlah misscall yang ada karena bertuliskan nama Zia dengan jumlah 8x dan setelah itu pesan teks masuk yang kembali bertuliskan nama Zia.

“Bagaimana bisa kucing ini semakin berani, apa dia sedang berusaha mengigit ku?” ucap Azka dengan senyum anehnya sambil meletakan hpnya ke samping telinganya karena sekarang ialah yang menelpon Zia.

“Kau?!” teriak Zia dari seberang telpon.

Sebenarnya Zia meragu sejak semalam untuk menghubungu Azka, ia merasakan khawatir yang berlebihan sejak kejadian penyerangan pada rumahnya semalam. Karena itu ia terus menghubungi Azka sejak pagi sampai berani mengirimkan sebuah pesan yang berbunyi ”Jika kau tidak kembali menelponku maka akan kupastikan kau dikeluarkan dari proses film.” Dan ancaman Zia berhasil.

“Ada apa?” Suara tenang Azka mengalir begitu saja tanpa ada hambatan sedikitpun walau sempat mengheka napas sedikit.

“Kenapa kau tidak mengangkat telponku!” teriak Zia marah.

“Apa kau sebegitunya merindukan ku Zia?” Azka lagi-lagi memulai siasatnya agar memancing jawaban yang ingin dia dengarkan.

“Iya. Aku merindukan mu jadi cepatlah datang temui aku.” Ucap Zia dengan nada ketus sebelum kembali mematikan sambungan telponnya.

“Binggo.” Azka segera mengambil jaket hitam dan kunci mobilnya sampai hpnya kembali berhetar hingga menampilkan sebuah pesan.

Zizia : Janang terlalu senang dulu, aku memintamu datang karena aku dan Rina ingin mengunjungi si bocah yang terluka kemarin. Bukankah kau yang mnengantarnya pulang. Kita akan menjenguknya.

Mata Azka segera melebar setekah selesai membaca pesan di hpnya, “Woi Raka, oii bangun.”  Teriak Azka sambil beberapakali menendang sosok yang tengah nyaman tidur dibawah selimutnya saat ini.

“Astaga, Kenapa kau tidak bangun juga. Apa kau tau Zia dan Rina ingin mejengukmu!” jelas Azka sambil menarik selimut Raka.

“Hah!” Raka langsung terduduk dari posisi tidurnya tadi sambil sedikit meringis karena pergerakannya yang tiba-tiba itu tangannya yang terluka jadi sakit.

“Sekerang cepat kau ke tempat kita bisa. Aku akan kesana dengan mengulur waktu selambat mungkin” jelas Azka sambil memakai jaketnya lalu berjalan ke arag pintu kamar mereka sambil mnatap melalui lubang pintu untuk mencari tau apakah Zia ada diluar attau tidak. Jika ketahuan kalau mereka ada di satu hotel yang sama semua ini akan menjadi runyam itupikir Azka.

Sekarang Raka dengan cepat menggunakan pakaiannya lalu mengambil kunci motor dan membuka jendela untuk segera bergegas pergi. “Hoi A aku duluan.” Ucapnya sebelum melompat keluar melewati jendela.

“Ok R jalankan peranmu dengan baik.” Ejek Azka sebelum Raka benar-benar jauh.

“Cih.” Desisan Raka keluar begitu saja ketika harus kembali ikut berpura-pura menjadi seorang yang bisu.

——

 Azka terdiam ketika melihat Zia yang keluar dari kamar htelnya tanpa Rina sambil berwajah ketakutan, “Apa yang terjadi?”. Dengan cepat Azka juga melompat keluar melewati jendela lalu berlari dan terus melompat turun melewati sisi hotel hingga tiba di tempat parkir lantai 2.

Disana Azka melihat sosok lelak yang mencurigakan tengah melewati lorong diantara mobil, matanya menajam ketika mengenali sosok itu, Fadli pamanya Azka kembali muncul dihadapannya walau topi yang dipakai cukup membuat wajahnya tertutup tapi Azka sangat tau dari gerak geriknya dengan kaki sedikit diseretnya.

Dengan cepat Azka berlari tapi rupanya Fadli menyadarinya, terjadilah kejar-kejaran antara Fadli dan Azka sampai berhenti di sebuah lorong bawah tanah yang gelap. “Aku kehilangannya.” Ucap Azka sambil melihat keseliling dan sekarang ia teringat pada Zia, dengan cepat Azka kembali berlari agar menemukan Zia secepat mungkin.

Raka kembali! Orang-orang itu ada di sini!” perintah Azka yang terdengar jelas oleh Raka hingga dengan cepat ia memutar balik arah motornya dan mneambah kecepatan agar sampai ke hotel dengan cepat.

­­——

Azka terus menelpon Zia tapi tidak tersabung sampai ia melihat Zia tengah diseret memasuki mobil hitam, “Zia!!” teriak Azka nyaring sambil berlari mendekati orang-orang itu.

“Azk-a to-lo-ng a-ku!! Az-ka!!” Balas Zia dengan teriakannya yang tertahan karena sekarang mulutnya berusaha ditutup oleh orang-orang yang tidak dikenalinya, sampai Zia merasakan ia sangat ngantuk dan menutup matanya.

Orang suruhan Wira berhasil membius Zia hingga dengan mudah mereka masukkan kedalam mobil tanpa perlawanan dan Azka tidak sempat mengganggu pekerjaan mereka karena sekarang mereka sudah mendapatkan Zia dengan cepat dinyalakannya mobil dan menjalankannya tanpa peduli Azka yang tengah menghadang ditengah lintasan.

Brakkk. Azka terlempar kesamping karena ditabrak oleh mobil hitam walau semoat dia sedikit menghindar tetap saja Azka telah diserempet dengan keras. “Zi-a” ucap Azka sambil menatap mobil hitam itu menghilang dari pandangannya.

Dengan berlari sedikit tertatih Azka berusaha bangkit hingga menyalakan mobil hitamnya untuk mengikuti orang yang membawa Zia, “Agh, mereka menggunakan Fadli untuk mengecohku!” marah Azka sambil memukul stir mobilnya.

Raka dan Azka betemu ditengah jalan, kereka sama-sama kembali melacak keberadaan Zia karena Azka sempat menaruh alat yang membuatnya selalu tau posisi Zia. Saat ini mereka berjarak 32 Km dari sisi utara kota, dan Azka segera meminta persetujuan Ardi untuk membekuk Wira yang merupakan salah satu incaran mereka.

Ingat A, keselamatan Zia merupakan hal yang utama.” Balas Ardi ketika mendengarkan penjelasan Azka jika mereka kecolongan dan ini sungguh diluar kendali karena mereka juga gagal menemukan perkumpulan para penyelundup yang mereka incar pagi ini.

“Aku mengerti” Balas Azka walau dia sedikit keberatan tapi memang Zia lah yang menjadi tanggung jawabnya.

Baiklah, Kami juga akan segera menuju kesana!.”  Nadia ikut bergerak cepat ketika mengetahui posisi jelas dimana Zia di tawan yaitu di sebuah bangunan tua bekas sekolah Smp Swasta wanita di pingguran kota.

­­­—–

Wira tersenyum puas melihat Zia yang sudah berada dalam tawanannya,”Kerja bagus Tuan  Dulra pasti senang mendengar kabar satu-saunya saksi mata sebentar lagi akan kita lenyapkan.” Tawa wira memenuhi ruangan beserta suara gemuruh tawa dari anak buahnya.

“hngg” suara Zia tertahan terdengar hingga semua pandangan tertuju padanya, sekarang Zia sudah tidak dapat berbuat apa-apa. Ia di ikat menjadi satu dengan sebuah kursi yang berada ditengah-tengah ruangan dengan mulutnya ditutu dengan kain yang terikat.

Air mata mulai mengalir menandakan seberapa ketakutannya dia saat ini, ditambah lagi sosok Fadli yang dikenalnya sebagai paman Azka tengah menodongkan pistol tepat didepan matanya.

“Selamat tinggal gadis manis.” Ucap Fadli bagai memberikan senyum perpisahan.

 

SEE YOU ~~~

BY : RP

 

2 Komentar

  1. azka… help meeeee *eh :LARIDEMIHIDUP

  2. waduh….. :LARIDEMIHIDUP :LARIDEMIHIDUP