Only You

Only You – Chapter 56 (End)

Bookmark
Please login to bookmark Close

0 votes, average: 0.00 out of 1 (0 votes, average: 0.00 out of 1)
You need to be a registered member to rate this post.
Loading...

1

Baca Parts Lainnya Klik Di sini

Jadi kakak mau menetap di New York sampai lahiran? Baiklah, akan kusampaikan ke Mama dan temanteman kakak.”

Trims, Randy. Tolong jaga Mama. Kalau kau butuh bantuan, jangan lupa untuk menghubungiku.”

Baiklah, kalau begitu selamat istirahat kak.”

Setelah sambungan telepon berakhir, Nina merebahkan punggungnya pada sandaran tempat tidur. Tubuhnya lelah menemani kedua mertuanya yang sangat perhatian padanya dan juga calon cucu mereka. Mereka tidak sabar untuk melihat anaknya lahir dan berniat untuk menetap di New York. Elaine menawarkan diri untuk membatu menjaganya agar Anna tidak kerepotan. Dia rindu dengan masa-masa kehamilannya dan ingin disibukkan dengan segala urusan kehamilan karena menurutnya menyenangkan.

Begitu melihat perlengkapan bayi yang dibeli Alex, Elaine langsung menatap horror, demikian pula dengan Gustav. Semua perlengkapan yang dibelinya bewarna hitam dan terlihat suram. Elaine sampai mengomeli Alex panjang lebar dan menyalahkan Gustav karena memberikannya nama tengah ‘Black’. Tentu saja atas perintah Elaine, semua perlengkapan itu dikembalikan dan diganti dengan warna yang lebih cerah.

Nina memalingkan wajahnya ketika melihat Alex masuk. Dia masih belum sepenuhnya memaafkan pria itu. Nina yakin jika masalah ini hanya sebagian kecil yang ditutupinya. Masih banyak yang disembunyikan darinya dan Alex sama sekali tidak mau berbagi. Jika Alex mengira dirinya akan menjadi istri yang penurut, maka dia salah besar. Mulai hari ini, dia akan menjadi istri pembangkang dan mencari tahu semua rahasia Alex.

“Sayang.”

Nina mengabaikan Alex dengan berpura-pura memejamkan mata. Dari sudut ranjang yang melesak turun, Nina menebak kalau Alex naik ke atas ranjang. Sapuan lembut pada pahanya membuat bulu kuduk Nina meremang. Dia mengernyit ketika belaian itu semakin naik ke atas dan berakhir pada lehernya.

Nina sama sekali tidak berani membuka mata. Detak jantung Alex dan helaan nafasnya terdengar begitu dekat. Debaran jantungnya pun menjadi gila ketika Alex mengelus pipinya dan menciumnya berkali-kali. Ciuman itu lalu berakhir pada bibirnya. Alex menciumnya ringan dan mengulangnya berkali-kali sebelum berbaring disampingnya.

“Apa kau pernah berpikir kenapa Pak Suryo dan Anggi sangat baik padamu? Apa kau tidak pernah heran saat Anggi menaikkan gajimu saat bekerja dulu?”

Mendengar pertanyaan Alex, timbul rasa penasaran dalam benaknya. Namun Nina masih enggan menjawab. Dia tetap kukuh dengan akting tidurnya dan tidak memberikan respon apapun.

“Aku meminta Pak Suryo untuk menjagamu saat meninggalkanmu pertama kali. Aku tidak tenang membiarkanmu sendirian apalagi kau pernah mengalami trauma dengan pria brengsek yang ingin mengantarmu pulang.”

Nina masih tidak bergeming ditempatnya mendengar penjelasan Alex. Dalam hati dia tahu kalau pria itu mulai menyukainya semenjak menghabiskan waktu bersama. Namun Alex tidak pernah mengungkapkan perasaanya. Saat itu, Nina pun tidak berani berharap. Dengan status dan tempat tinggal yang berbeda jauh, dia hanya menganggap kebersamaan itu sebagai mimpi indah semata.

“Saat aku kembali, mudah untuk mencari tempat kerjamu karena Anna telah mencari tahu lebih dulu semua tentangmu. Dengan sifatmu, kau pasti tidak akan menerima bantuanku begitu saja dan mempercayaiku. Karena itu, aku memberikan uang pada Anggi untuk memberikannya padamu. Anggi menggunakan alasan kenaikan gaji dan bonus agar kau menerimanya. Aku juga yang memintanya untuk memindahkanmu ke bagaian pembukuan agar tidak ada laki-laki brengsek yang menggodamu. Kedatanganmu ke New York juga karena campur tanganku. Aku yang mengusulkan pada Anggi agar kau mempelajari latte art disini. Itu semua karena aku ingin bersamamu.”

Ada rasa haru, marah dan lega bercampur menjadi satu. Semua rasa penasarannya sudah terjawab. Sejak dulu, Alex telah mencintainya dan ingin bersamanya. Namun caranya salah. Tindakan Alex membuatnya mengalami kesalahpahaman dengan mamanya yang berujung memilukan. Jika Alex lebih terbuka, mereka semua tidak perlu merasakan kesakitan seperti ini. Nina pasti akan menerimanya dengan tangan terbuka karena juga mencintai laki-laki itu.

“Perbuatanmu salah. Apa kau tahu?” tanya Nina membuka suara.

“Aku tahu, aku bodoh, aku menjadi bodoh karena mencintaimu. Apa kau mau memaafkanku?”

Nina membalikkan badannya dan memeluk Alex. Bibirnya tersenyum tipis ketika Alex membalas pelukannya. Pelukan hangatnya membuat Nina merasa nyaman. Meskipun marah, tidak bisa dipungkiri jika dia merindukan pelukan itu.

“Aku mengantuk. Jadi, aku tidak mau menjawabmu.” Setelah mengatakannya, Nina benar-benar terlelap.

Alex merapikan anak rambut yang menutupi wajahnya lalu mencium keningnya. “Aku anggap itu iya untuk pertanyaan tadi dan juga selanjutnya.”

***

***

Elaine mengajak semuanya makan disalah satu restorant favoritnya yaitu Eleven Madison Park

Elaine mengajak semuanya makan disalah satu restorant favoritnya yaitu Eleven Madison Park. Saat memasuki restorant itu, dia mengetahui kenapa Elaine menjadikannya sebagai tempat favorit. Interior ruangan sangat berkelas dan mewah, senyum ramah yang diberikan, dan berbagai lukisan seni dan hiasan tanaman lainnya membuat tempat itu terasa nyaman. Meja dan kursi pun ditata dengan rapi hingga memanjakan mata yang melihat.

“Ayo kita ke lantai atas. Tinggalkan saja para lelaki kalau mereka lambat.”

Nina dan Anna saling melempar senyum ketika Elaine dengan cepatnya menuju lantai 2. Diumurnya yang menginjak kepala 5, Elaine tampak segar bugar dan cantik. Kebiasaannya berolahraga pagi membuatnya tetap sehat dan lincah hingga sekarang.

“Dear, jangan buru-buru. Bagaimana kalau nanti kau jatuh?” Gustav segera menyusul Elaine dan menautkan jemarinya agar tidak istrinya tidak berkeliaran lagi. Perbuatannya itu membuat Elaine merengut karena harus menyesuaikan langkahnya dengan Gustav. Tapi setelah mendapat ciuman di pipi, wajah Elaine kembali cerah seraya memeluk lengan Gustav.

“Mereka berdua sangat akur. Aku jadi iri setiap melihatnya,” bisik Anna. Dia sebenarnya tidak ingin ikut tetapi Elaine memaksa. Soalnya, hanya dia yang sendirian sedangkan Nina sudah berpasangan dengan Alex walaupun dalam keadaan merajuk.

“Aku yakin kau pasti bisa mendapatkan pria yang baik seperti Dad. Aku pasti akan mendukungmu,” balas Nina.

“Kalau pria seperti Gustav, lebih baik tidak apalagi Alex. Satu ribut dan satu dingin. Aku lebih suka yang bersemangat sepertiku atau kalem sepertimu,” ucap Anna sambil mengedipkan sebelah matanya. Setelah itu, dia berjalan lebih pelan dan mendorong Alex hingga mendekati Nina.

Alex menggenggam tangan Nina Ketika berjalan bersisian dengannya. Nina membalas genggaman tangan itu dan mendekatkan dirinya pada Alex. Dari sudut matanya, dia menangkap wajah senang Alex yang terpampang jelas. Nina memang tidak bisa marah terlalu marah kepada seseorang. Setelah makan malam ini, dia akan berbaikan dengan Alex.

Sesampai di lantai 2 yang telah khusus dipesan Elaine, mereka duduk di meja yang dekat dengan lounge bar nya. Ruangan itu hanya ada mereka berlima karena Elaine telah memesan semuanya. Dia ingin di acara makan malam ini tidak ada orang lain dan khusus hanya mereka. Begitu mereka duduk, seorang pelayan muncul dan menyajikan makanan.

 

Melihat makanan yang disajikan, Nina melirik ke arah Anna

Melihat makanan yang disajikan, Nina melirik ke arah Anna. Semua makanan itu memiliki porsi sedikit dan ditata dengan menarik. Dalam hati, Nina bertanya apakah semua masakan di restoran sesedikit ini? Mengingat harganya fantastis, pastilah bahan yang digunakan berkualitas baik dan segar.

Selama makan, Elaine bercerita tentang pertemuannya dengan Gustav. Semuanya tampak bahagia apalagi dengan Anna yang merespon setiap ceritanya. Nina sesekali juga ikut tertawa dan berkomentar. Dia juga merasa gemas setiap kali Elaine menceritakan pengalamannya merawat Alex. Menurutnya Elaine adalah ibu yang baik dan hangat. Bersamanya, Nina dapat merasakan kasih sayang seorang ibu terhadap anaknya.

“Seharusnya Mommy membawa foto Alexander dulu untuk dibandingkan dengan cucu Mommy nanti. Mommy yakin kalau dia pasti tidak kalah tampan dari Daddynya.” Elaine sesekali mengelus perut Nina dengan lembut dan meninggalkan ciuman disana.

“Tentu saja! Lihat Alexander! Aku membuatnya dari bibit terbaik! Pastinya cucu kita juga tidak akan kalah dan cantik dari orang tuanya!” Tawa Gustav memenuhi seluruh ruangan.

Wajah Nina memerah mendengar perkataan Gustav yang menurutnya vulgar. Di saat dia tidak tahu harus menjawab apa, Alex mengelus pipinya hingga membuatnya tersontak.

“Anak ini pasti seperti ibunya yang luar biasa. Tidak seperti kakeknya yang cabul dan hanya bisa bermain-main.”

Elaine menginjak kaki Gustav untuk menghentikannya berteriak. “Nak, Mommy lihat Nina sudah lelah. Kalian pulanglah dulu untuk beristirahat. Mommy masih mau berbincang-bincang dengan Anna disini.”

Nina ingin menolak tetapi Elaine memberikan isyarat kalau dia tidak apa-apa, begitu juga dengan Anna. Setelah mengucap perpisahan, Nina tidak lagi menghindari Alex dan mengenggam tangannya lebih dulu. Tidak ada sepatah katapun yang keluar dari mulut mereka. Namun dari tindakan masing-masing mereka mengerti jika mereka saling mencintai satu sama lain.

***

Pergerakan kasar dan tiba-tiba membuat dahi Nina berkerut. Samar-samar, dia mencium aroma parfum Alex sebelum penglihatannya terbuka sempurna. Perlahan-lahan, saat matanya telah menyesuaikan dengan sekitarnya, Nina mendapati dirinya berada di ruang makan apartement dalam keadaan gelap.

Nina mengucek matanya sembari mengingat kembali apa yang terjadi. Dia dan Alex pulang terlebih dahulu karena Elaine menyuruhnya istirahat. Saat berada di dalam mobil, dia merasa mengantuk dan tertidur. Setelahnya Nina tidak ingat lagi dan tidak tahu bagaimana dia bisa berada disini.

Dalam keadaan gelap, Nina melihat sekelilingnya mencari sosok Alex. Satu-satunya penerangan yang dapat diandalkan adalah cahaya kota yang remang-remang dari jendela. Seingatnya, sebelum pergi jendela itu sudah tertutup. Namun sekarang jendela itu terbuka dan membiarkan angin berhembus sepoi-sepoi menerbangkan tirai tipis yang terbentang.

Dari jendela itu, Nina bisa melihat bulan bersinar penuh dikelilingi bintang-bintang mengelilingi kerlap-kerlip

Dari jendela itu, Nina bisa melihat bulan bersinar penuh dikelilingi bintang-bintang mengelilingi kerlap-kerlip. Cahaya kuning yang tiba-tiba muncul membuat Nina mengalihkan perhatiannya. Diatas meja makan, sebuah serbet putih dengan terbentang dengan rapi. Yang membuatnya menarik adalah kelopak mawar yang ditata dengan kumpulan lilin yang dipajang pada gelas. Bentuk gelas yang tidak sama membuat lilin itu tampak cantik. Ditambah dengan pantulan cahaya pada air membuat seluruh ruangan terang seketika.

Nina tersenyum mendapati sosok siluet pria yang sangat dikenalnya diseberang

Nina tersenyum mendapati sosok siluet pria yang sangat dikenalnya diseberang. “Kau menyiapkan ini semua?”

Dari samping, bayangan pria itu ikut mengangguk mengikuti tuannya. “Kau suka?”

“Aku suka.” Nina menjawab dengan senyum lebarnya. Senyum yang sangat disukai oleh pria yang mencintainya dengan tulus itu. “Mengangkatku pasti berat. Kenapa tidak membangunkanku?”

“Aku tidak mau menganggu tidurmu. Sebaliknya, kalian tidak berat. Aku khawatir kalian tidak memiliki gizi yang cukup sehingga membuat badan kalian ringan.”

Nina hanya memberikan senyum dan memangku wajah dengan kedua tangannya mengamati sosok diseberang yang tidak tidak terlihat jelas. Dalam hati dia sedikit tertawa karena sepertinya Alex salah mengatur pencahayaan sehingga wajahnya tidak terlihat. Melihat semua pengaturan ini, Nina menebak jika ketiga orang lainnya juga ikut terlibat. Mungkin untuk momen ini juga Anna dan Elaine tidak mengijinkannya ke dapur. Alex pasti menyiapkan semua ini sendiri karena sejak sore tidak menemaninya.

Saat sedang menatap bayangan didepannya, tiba-tiba Alex beranjak dari kursi dan mendekatinya perlahan. Ketika Alex berdiri dihadapannya, Nina bisa melihat wajahnya dengan jelas. Sepasang mata abu-abu itu terlihat begitu memesona dan berkilat secara bersamaan.

Nina bisa mengerti kenapa Luisa begitu menginginkan Alex. Sosoknya yang begitu sempurna dengan ketampanan yang luar biasa begitu memikat. Diluar sifatnya yang dingin, Alex adalah sosok yang lembut. Dia akan memberikan perhatian, tatapan hangat dan senyumnya kepada wanita yang dicintai.

Nina beruntung menjadi wanita itu. Sejak awal pertemuan, tidak pernah tepikir olehnya untuk memanfaatkan Alex ataupun dicintai olehnya. Dia yang biasa-biasa saja dengan semua keterbatasan yang dimilikinya bisa mendapat rasa cinta yang luar biasa. Dicintai oleh Alex dan juga mencintainya merupakan kebahagiaan terbesar yang pernah dirasakannya.

“Nina.” Alex tiba-tiba berlutut dan mengeluarkan sebuah kotak hitam berlapis beludru dari kantongnya. Ketika kotak itu dibuka, sebuah cincin emas yang indah terletak disana. Dibandingkan dengan yang dikenakannya sekarang, cincin itu begitu indah dan mewah dengan batu berlian yang menghiasinya. Berlian-berlian lain yang lebih kecil menghiasi tiap tepi dari cincin dan memberikan kesan megah namun tetap sederhana.

 Berlian-berlian lain yang lebih kecil menghiasi tiap tepi dari cincin dan memberikan kesan megah namun tetap sederhana

Alex meraih tangan Nina lalu menciumnya setelah mengamati cincin yang dulu dipasang di jari manisnya. “Dulu aku memberikan cincin dengan maksud untuk menipumu setelah kau sadar. Kau yang amnesia pasti akan mempercayaiku dan aku berharap kau terus seperti itu. Namun, pada akhirnya ingatanmu kembali dan kau berhasil berdamai dengan masa lalumu.”

Alex lalu menatap Nina dan menggenggam tangannya. “Aku juga ingin berbaikan dengan kebencianku. Apa yang terjadi saat aku meninggalkanmu bersama ibumu, aku mengetahui semuanya dan aku tersanjung dengan kebaikanmu.”

Alex lalu mencium setiap jemari Nina dan mengangkat kotak itu dengan kedua tangannya. Apa yang tidak bisa dilakukannya dulu akan dilakukannya sekarang. “Aku mencintaimu. Apa kau mau menikah denganku?”

Nina tidak bisa menahan tangis harunya. Hari itu, jika kecelakaan itu tidak terjadi, Alex akan melamarnya didepan didepan ibunya. Dia berpikir, Alex tidak akan melakukannya karena telah memberikan nama Testa padanya. Nina mengira, dia tidak akan mendapat kesempatan seperti ini. Tetapi Alex melamarnya dan memberinya kesempatan untuk merasakan bagaimana rasanya menjadi pasangan seutuhnya.

“Aku bersedia!”

Jawaban Nina membuat senyum Alex semakin lebar. Dia mengambil cincin itu dan menyematkannya di salah satu jarinya. Setelahnya, Alex menangkup wajah Nina dan memberikan ciuman pada keningnya. “Terima kasih. Aku mencintaimu, dari dulu hingga sekarang.”

“Aku juga, aku sangat mencintaimu. Terima kasih telah mencintaiku.”

Malam itu, kebahagiaan mereka berdua telah lengkap. Alex mencium Nina dengan penuh kasih. Begitu juga dengan Nina. Dia membalas setiap ciuman yang diberikan dan memeluknya dengan erat. Baik Nina dan Alex, semuanya telah terbayar dengan kebahagiaan yang didapat sekarang. Setelah ini, mereka akan terus bersama hingga waktu terus berlalu.

Perjalanan panjang kesedihan akhirnya telah berakhir. Berbagai kesulitan yang datang, dijalani dengan sabar. Kebahagian akan datang pada mereka yang berusaha. Sejauh apapun, selama apapun, jika mereka ditakdirkan untuk bersama maka tidak ada yang bisa memisahkan.

.
.
.
.
.

Next part Epilog ?

Baca Parts Lainnya Klik Di sini

4 Komentar

  1. Kali ini akhirnya Alex melamar Nina secara resmi. ? Epilognya bakalan ada anaknya Nina dan Alex kah? ?

    1. kamu sudah ketinggalan berapa hari nak???

      1. Indah Narty menulis:

        Hmmmmm

  2. Happy ever after