Baca Parts Lainnya Klik Di sini
- Only You – Extra Part
- Only You – Epilog
- Only You – Chapter 56 (End)
- Only You – Chapter 55
- Only You – Chapter 54
- Only You – Chapter 53
- Only You – Chapter 52
- Only You – Chapter 51
- Only You – Chapter 50
- Only You – Chapter 49
- Only You – Chapter 48
- Only You – Chapter 47
- Only You – Chapter 46
- Only You – Chapter 45
- Only You – Chapter 44
- Only You – Chapter 43
- Only You – Chapter 42
- Only You – Chapter 41
- Only You – Chapter 40
- Only You – Chapter 39
- Only You – Chapter 38
- Only You – Chapter 37
- Only You – Chapter 36
- Only You – Chapter 35
- Only You – Chapter 34
- Only You – Chapter 33
- Only You – Chapter 32
- Only You – Chapter 31
- Only You – Chapter 30
- Only You – Chapter 29
- Only You – Chapter 28
- Only You – Chapter 27
- Only You – Chapter 26
- Only You – Chapter 25
- Only You – Chapter 24
- Only You – Chapter 23
- Only You – Chapter 22
- Only You – Chapter 21
- Only You – Chapter 20
- Only You – Chapter 19
- Only You – Chapter 18
- Only You – Chapter 17
- Only You – Chapter 16
- Only You – Chapter 15
- Only You – Chapter 14
- Only You – Chapter 13
- Only You – Chapter 12
- Only You – Chapter 11
- Only You – Chapter 10
- Only You – Chapter 9
- Only You – Chapter 8
- Only You – Chapter 7
- Only You – Chapter 6
- Only You – Chapter 5
- Only You – Chapter 4
- Only You – Chapter 3
- Only You – Chapter 2
- Only You – Chapter 1
- Only You – Prolog
Sebuah sentakan memaksa Nina membuka matanya. Dengan susah payah, dia bangkit dari posisi terbaring menjadi duduk. Keringat dingin mengucur membasahi wajahnya. Kepalanya terasa sakit dan nafasnya tersenggal-senggal. Tubuhnya terus bergetar, mengingat mimpi yang baru saja dialaminya.
Itu bukan mimpi. Itu adalah ingatan masa lalunya.
Pandangan Nina lalu turun kepada perutnya yang rata. Dengan gemetar, dia mengelus perutnya yang rata. Seharusnya ada nyawa kecil disana, nyawa yang menjadi sumber kebahagiannya. Setiap hari, Nina selalu berdoa dan berharap nyawa kecil itu dapat tumbuh dengan sehat. Dia sudah mempersiapkan diri menjadi seorang ibu dan berjanji akan mencurahkan seluruh kasih sayangnya.
Namun, harapan itu telah pupus. Kehidupan kecil yang seharusnya berkembang dalam perutnya, kini telah tiada.
Air mata kesedihan mengalir deras membasahi wajahnya. Teriakan frustasi menggema keseluruh ruangan. Raungannya begitu menyakitkan, mengeluarkan semua kepahitannya. Semua kebahagiannya telah direngut paksa, rumah yang satu-satunya menjadi tempat kembali telah tiada dan wanita yang sudah melahirkannya, telah membuangnya.
Dada Nina terasa sesak. Dia sudah tidak sanggup menahan semua kepahitan ini. Seharusnya dia juga mati. Seharusnya dia menemani anaknya yang telah tiada dan tidak meninggalkannya sendiri. Nina tidak ingin hidup. Dia ingin bebas, bebas dari semua penderitannya. Baginya tidak ada gunanya dia hidup jika semua orang tidak menginginkannya.
“Nina!” Alex langsung berhambur ke arah Nina dan menghentikannya menjambak rambutnya. Wajah kesakitan Nina membuat dada Alex merasa nyeri. Inilah yang Alex takutkan. Dari tatapan Nina, dia tahu jika ingatannya telah kembali. Nina pasti merasa hancur setelah mengingat semuanya.
“Aku lelah. Biarkan aku mengakhiri semua ini. Aku ingin bertemu ayahku. Aku juga ingin menemani anak kita. Aku… aku… ” Nina memekik kencang lalu tangisannya kembali pecah.
Alex terus memeluk Nina, tidak peduli sekeras apapun dia meronta. Perasaannya ikut hancur melihat keadaan Nina yang seperti ini. Semestinya, dia tidak meninggalkan Nina sendiri. Karena kelalaiannya, dia membuat Nina mengingat kejadian-kejadian pahit. Seharusnya dia mendengar saran Anna agar tidak menyimpan catatan Nina di rumah. Catatan itu menjadi kunci kembalinya ingatan Nina dan hal itu pula lah yang tidak diinginkan.
Alasan Alex tidak mau menyingkirkan catatan itu karena hanya itulah yang selalu mengingatkannya pada sosok Nina yang sebenarnya. Catatan itu jugalah yang senantiasa menemani selama Nina tertidur. Alex tidak bisa membuang semua milik Nina, karena jika dia melakukannya, dia takut, akan melupakan semua tentangnya.
“Kumohon tenanglah, Sayang. Jangan membuatku tersiksa seperti ini. Ni – !”
Sebuah goresan mengenai wajah Alex ketika Nina terus meronta. Saat pelukannya mengendur, Nina menggunakan kesempatan itu untuk melepaskan diri. Alex yang lebih cekatan, dengan cepat menangkap Nina dan menjatuhkannya ke atas ranjang.
“Berhenti seperti ini! Apa kau tidak mau melihat anak kita nanti?!”
Dalam sekejab, Nina berhenti memberontak dan menatap Alex. Dia bukannya takut karena tiba-tiba suara Alex yang meninggi, melainkan perkataannya yang menarik perhatiannya.
“Apa … maksudmu … ?”
Pandangan Alex langsung melunak dan mengelus perut rata miliknya. “Disini, ada anak kita. Kau sedang hamil, Sayang. Jadi kumohon, jangan menyakiti dirimu.”
Tanpa sadar, Nina mengelus perutnya. Sebuah nyawa tengah berkembang di sana. Untuk kesekian kalinya, mata Nina berkaca-kaca. Dia tidak sendirian. Alex selalu berada disampingnya, menjaga dan mencintainya dengan tulus. Dia masih memiliki kesempatan untuk merasakan bagaimana menjadi seorang ibu dan mendapatkan kebahagiaan dari pria yang setia menunggunya membuka mata.
“Maafkan aku … Aku hanya bingung … Aku tidak bermaksud … ” Nina kesulitan melanjutkan kata-katanya setelah semua yang terjadi. Rasa senang, benci dan lega bercampur menjadi satu. Dia tidak tahu harus bersikap bagaimana. Sekarang ini, yang di inginkannya hanyalah menangis dalam pelukan pria yang dicintainya.
“Kumohon … jangan tinggalkan aku. Aku membutuhkanmu.” Nina meremas kemeja yang dikenakan Alex dan terus menatapnya dengan linangan air mata.
Alex memberikan senyuman terbaiknya. Senyuman yang sangat disukai olehnya hingga membuatnya tidak pernah bosan untuk menatapnya. Dengan pelan, Alex membawanya kedalam pelukan dan membelainya dengan hangat. “I won’t leave you. Cause you’re the only one i love.“
***
Dua minggu telah berlalu semenjak ingatan Nina kembali. Karena kondisi tubuhnya yang lemah, dokter menyuruhnya untuk bed rest. Alex menjadi sangat sensitif ketika Nina berjalan untuk mengambil air ataupun sekedar ke toilet. Dia takut jika terjadi sesuatu pada Nina dan menyuruh Anna untuk selalu berada disampingnya ketika dia bekerja.
Sebenarnya, Alex berniat menelantarkan perusahaan yang dibangunnya dengan susah payah agar bisa menjaga Nina selama masa kehamilannya. Dia ingin menjadi pria nomor satu yang selalu memenuhi keinginan Nina ataupun anaknya. Alex juga ingin mengawasi perkembangan Nina dan memastikannya beristirahat dengan benar. Alex yang seperti itu, menjadi lebih hati-hati dan posesif jika sudah menyangkut Nina dan calon anaknya.
‘Jangan lupa istirahat, Sayang. Aku akan segera pulang untuk menemanimu.’
“Fokus pada pekerjaanmu terlebih dahulu. Aku tidak apa-apa, ada Anna yang menemani. Pulang nanti, berhati-hatilah di jalan.”
‘Baik, Sayang. Aku mencintaimu.’
Setelah sambungan telepon terputus, Nina mengembalikan ponsel Anna dan mengalihkan pandangannya pada gedung-gedung pencakar langit. Nina tidak pernah bosan mengamati pemandangan itu. Menurutnya, cahaya yang terpantul dari cermin membuat bangunan terlihat berkilauan. Belum lagi langit yang bersinar cerah, membuat semuanya tampak seperti lukisan hidup.
“Alex ini, selalu saja menelepon. Untung saja tidak ada kamera disini. Jika iya, dia pasti akan mengomeliku kalau tahu kau berada disini,” gerutu Anna.
Nina hanya tersenyum mendengar celotehan Anna. Dokter memang menyuruhnya untuk bed rest, tetapi Nina adalah orang yang mudah bosan. Dia tidak bisa hanya berdiam ditempat tidur. Sesekali dia juga ingin bergerak dan melakukan hal yang disukainya. Lagi pula, dokter juga menyarankan untuk sesekali jalan-jalan sebagai olahraga. Hanya saja, Alex terlalu protektif dan tidak mengizinkannya berbuat apapun.
“Well, Alex hanya khawatir. Jangan marah padanya, ya.” Nina lalu mengelus perutnya yang masih rata. Dia bisa merasakan jika bayi dalam kandungannya tengah berkembang. Ada rasa sedih ketika mengingat anaknya yang dulu telah tiada. Alex mengatakan jika anak itu telah kembali dan kini tengah tumbuh dalam perutnya. “Tumbulah dengan sehat. Mommy dan Daddy menunggu kehadiranmu.”
Anna pun ikut mengelus perut Nina. “Aunty juga menunggumu. Jadi cepatlah lahir agar Aunty bisa melihat wajahmu. Tapi ingat, jangan ikuti sifat Daddy mu yang jelek itu. Ikutilah sifat Mommy yang ceria dan pantang menyerah ya.”
Nina pun tertawa mendengar perkataan Anna. Berkatnya, perasaannya menjadi membaik. Nina bersyukur mempunyai sosok kakak seperti Anna yang selalu menghiburnya. Anna sangat peka terhadap suasana hatinya. Dia selalu berhasil memperbaiki moodnya dan membuatnya menjadi lebih baik.
“Anna, aku lapar. Aku mau bubur ayam,” pintanya.
Anna langsung beranjak dari kursinya dan tersenyum bangga. “Serahkan padaku! Bubur ayam dengan bawang goreng dan kerupuk udang yang banyak kan? Tunggu sebentar, aku akan segera membuatkannya!”
Nina tersenyum kecil melihat kepergian Anna. Setelah kepergiannya, perlahan wajah Nina berubah muram. Alex dan Anna memperlakukannya dengan baik sehingga dia dapat merasakan hangatnya keluarga. Nina juga tahu kalau Alex ingin membuatnya tidak mengingat tentang keluarga kandungnya. Namun, Nina merindukan Ayah dan juga adiknya.
Sudah lima tahun lamanya mereka berpisah dan selama itu pula dia tertidur. Bagi Nina, pertengkaran dengan Ibunya terasa seperti kemarin. Semua berlalu dengan cepat termasuk saat-saat dia kehilangan ingatan. Waktu yang dilaluinya bersama Alex saat hilang ingatan pun hanya sebentar. Namun Nina menikmati masa-masa itu dan mengetahui alasan Alex tidak ingin memorinya kembali.
Masa lalunya terlalu pahit untuk di ingat. Memang lebih baik dia tidak mengingatnya, sehingga tidak merindukan keluarga dan teman yang ditinggalkan. Sekalipun iya, Nina merasa tidak rela harus melupakan kenangannya bersama orang yang peduli padanya dan saat-saat yang dilewati bersama Alex.
“Lebih baik seperti ini, jauh dari mereka yang menyakitiku. Aku bahagia disini, bersama pria yang mencintaiku.”
***
Setelah makan malam, Nina mencuci piring sedangkan Anna membereskan kamar. Nina ingin sedikit bergerak agar badannya tidak kaku karena kebanyakan duduk dan tidur. Untungnya Alex tidak melarang dan hanya mengawasinya dari belakang.
“Sayang, bagaimana kalau kita jalan-jalan untuk membeli perlengkapan bayi?” bisik Alex setelah Nina membersihkan piring terakhir.
“Bukankah sekarang terlalu cepat? Lagi pula kita belum tahu anak ini laki-laki atau perempuan.”
Alex sengaja memanyunkan bibirnya dan memeluk Nina dari depan. “Ayolah, aku hanya ingin memanjakan anak kita. Aku yakin, anak kita pasti laki-laki dan memiliki mata yang sama denganmu.”
Nina hanya tersenyum pasrah ketika Alex sudah merengek. Jika sudah menginginkan sesuatu, keinginannya harus dituruti. Itulah sifat Alex yang tidak berubah dari dulu. Terkadang, keinginan Alex bermacam-macam seperti ingin mengikuti apa yang dimakannya ataupun meminta yang aneh-aneh. Nina sampai mengira jika Alex lah yang mengidam, bukan dirinya.
“Baik-baik. Aku ganti baju dulu ya Tuan Ngidam. Tunggu disitu dan duduk yang manis.” Nina terkekeh sembari mengusap-usap kepala Alex layaknya anak kecil. Alex justru berwajah cemberut lalu memajukan wajahnya meminta untuk dicium. Nina hanya menggeleng melihat tingkahya yang kekanak-kanakan lalu memberikan ciuman sekilas. “Sudah ya, kalau aku tidak ganti baju sekarang nanti kita malah tidak jadi pergi.”
Alex tersenyum puas lalu melepaskan pelukannya, membiarkan istrinya untuk berganti pakaian. “Jangan terlalu cantik, Sayang. Aku cemburu jika ada laki-laki lain yang menatapmu.”
Nina hanya mengedipkan sebelah matanya sebagai jawaban dan masuk ke kamar.
***
Melihat berbagai perlengkapan bayi yang dipajang membuat Alex bersemangat. Setiap ada sesuatu yang menurutnya menarik, tanpa pikir panjang dia akan langsung membelinya. Dengan sikapnya yang seperti itu, para pramuniaga juga ikut aktif merekomendasikan barang.
Nina hanya menggeleng melihat Alex yang sangat antusias membeli perlengkapan bayi. Dengan perlahan, dia mengusap perutnya sembari tersenyum. Anak dalam kandungannya akan tumbuh dengan mendapatkan perhatian dan kasih sayang dari kedua orang tuanya. Baik dia dan Alex akan merawat mereka dengan penuh cinta. Nina tidak mau jika anak itu mengalami nasib yang sama sepertinya ataupun kesepian seperti Alex karena merupakan anak tunggal.
Sebuah kekehan terlepas dari mulut Nina ketika mengingat perkataan Alex tadi yang menginginkan banyak anak agar rumah terasa ramai. Alex bersedia mengganti popok, menyuapi makan dan kekurangan tidur. Tapi dibalik semua itu, Alex juga menginginkan sesuatu sebagai balasan. Sesuatu yang bisa di dapat selama dirinya menyusui.
“Sayang, bagaimana ayunan ini? Kau tidak perlu capek-capek mengayunkan anak kita saat tidur nanti dan semuanya aman. Aku sudah mengecek tegangan listrik dan bahan yang digunakan. Ayunannya juga mudah dibersihkan jika terkena tumpahan lalu kita bisa menggantukan mainan disini dan – “
“Alex.” Satu panggilan Nina membuatnya berhenti dan langsung menoleh ke arahnya.
“Ya, Sayang? Apa kau ingin ayunan yang lebih bagus lagi? Aku bisa menyuruh orang untuk membuatnya agar – “
“Bukan itu,” potong Nina. Satu yang Nina sadari semenjak mereka memasuki toko, Alex semakin cerewet. Bukan hanya cerewet memilih barang, dia juga aktif bertanya sampai ke detail-detailnya. Nina jadi tidak bisa membayangkan bagaimana Alex menghadapi kliennya dengan sikap seperti ini. “Kita bisa angsur-angsur membelinya nanti. Lagi pula kita belum tahu jenis kelamin anak kita. Lihat, warna yang kamu pilih semuanya hitam. Apa kau tidak mau memilih warna lain?”
Alex memperhatikan barang-barang yang dipilihnya. Keranjang bayi, Stroller dan ayunan, semuanya berwarna hitam. Belum lagi dengan setelan pakaian yang dipilihnya, semuanya juga warna hitam. “Kau benar. Kalau begitu warna apa yang menurutmu cocok dengan anak kita nanti? Bagaimana kalau biru?”
Nina mendesah pelan sembari merangkul lengan Alex. “Kau cerewet sekali. Kita belum mengetahui jenis kelamin anak kita. Apa kau tidak terlalu buru-buru?”
Alex hanya tersenyum memamerkan deretan gigi putihnya. Nina yakin jika tadi dia melihat pramuniaga yang berada didekatnya tersipu ketika melihat senyuman suaminya. “Aku yakin anak kita laki-laki. Aku justru ingin mempersiapkan semuanya sekarang agar nanti kedepannya kau tidak terlalu lelah. Aku ingin menghabiskan waktu denganmu selama kehamilanmu.”
Nina menyerah jika Alex sudah bersikap manis seperti ini. Selama hamil, Nina tidak pernah menang berdebat dengan Alex. Dia justru tidak pernah marah dan semakin lengket dengannya. Saat tidur pun, dia harus dipeluk Alex. Jika tidak, dia tidak akan bisa tidur dan terus uring-uringan.
“Baiklah. Kalau sudah selesai, ayo pulang. Kakiku mulai pegal.”
Mendengar itu, Alex langsung menyuruh pramuniaga mencarikan kursi untuknya. Setelah kakinya membaik, barulah mereka mengantri untuk membayar. Saat sedang menunggu, Nina melihat dua orang perempuan yang tengah melihat-lihat barang. Salah satu diantara wanita itu terlihat tengah hamil dengan perut yang sedikit membuncit. Sedangkan yang lainnya tampak telah lanjut usia.
“Ma, kurasa ini sudah cukup. Tidak perlu membeli banyak-banyak.”
“No, Dear. Ini kehamilan pertamamu. Tentu saja kau membutuhkan banyak hal. Percaya pada Mommy. Suatu saat, kau pasti membutuhkannya.”
Melihat keakraban ibu dan anak itu, Nina teringat dengan ibunya. Jika hubungan mereka tidak buruk, apakah dia bisa mendapatkan kasih sayang ibunya?
Nina mau melupakan semua yang terjadi. Semua hal buruk yang menimpanya termasuk pertengkaran mereka saat itu. Setelah kecelakaan 5 tahun yang lalu, keluarganya pasti khawatir ditambah dengan Alex yang membawanya pergi. Dalam lubuk hatinya, Nina berharap jika keluarganya selalu sehat walau tidak mengetahui tentang dirinya.
Dalam lamunannya, Nina tidak sadar jika Alex terus memperhatikannya dengan raut tak terbaca. Alex lebih memilih diam dan pura-pura tidak mengetahui keinginan Nina. Dia tidak bisa mengambil resiko kehilangan Nina dan calon anaknya untuk yang kedua kalinya. Biarlah kali ini dia berperan sebagai penjahat asal Nina selalu disisinya.
Baca Parts Lainnya Klik Di sini
- Only You – Extra Part
- Only You – Epilog
- Only You – Chapter 56 (End)
- Only You – Chapter 55
- Only You – Chapter 54
- Only You – Chapter 53
- Only You – Chapter 52
- Only You – Chapter 51
- Only You – Chapter 50
- Only You – Chapter 49
- Only You – Chapter 48
- Only You – Chapter 47
- Only You – Chapter 46
- Only You – Chapter 45
- Only You – Chapter 44
- Only You – Chapter 43
- Only You – Chapter 42
- Only You – Chapter 41
- Only You – Chapter 40
- Only You – Chapter 39
- Only You – Chapter 38
- Only You – Chapter 37
- Only You – Chapter 36
- Only You – Chapter 35
- Only You – Chapter 34
- Only You – Chapter 33
- Only You – Chapter 32
- Only You – Chapter 31
- Only You – Chapter 30
- Only You – Chapter 29
- Only You – Chapter 28
- Only You – Chapter 27
- Only You – Chapter 26
- Only You – Chapter 25
- Only You – Chapter 24
- Only You – Chapter 23
- Only You – Chapter 22
- Only You – Chapter 21
- Only You – Chapter 20
- Only You – Chapter 19
- Only You – Chapter 18
- Only You – Chapter 17
- Only You – Chapter 16
- Only You – Chapter 15
- Only You – Chapter 14
- Only You – Chapter 13
- Only You – Chapter 12
- Only You – Chapter 11
- Only You – Chapter 10
- Only You – Chapter 9
- Only You – Chapter 8
- Only You – Chapter 7
- Only You – Chapter 6
- Only You – Chapter 5
- Only You – Chapter 4
- Only You – Chapter 3
- Only You – Chapter 2
- Only You – Chapter 1
- Only You – Prolog
Setiap hari update kak hahahhaha. Seenggaknya adeknya klo udah sukses cariin kakaknya ya. Jgn diem2 bae . Nina udah banyak kasih buat kamu ?
berat tiap hari update, hehehe. Tenang-tenang, adeknya tidak akan mengecewakan
Warna perlengkapan bayi yang dibeli Alex didominasi warna hitam. Suram amat ?. Biasanya kalau bayinya laki-laki, dibeliinnya yang warna biru bukan hitam. Tapi selera Alex sih ya. ?
Alex, tolong jangan sampai Nina dibiarin pulang. Bisa terjadi kehilangan anak jilid 2 nanti kalau Nina ketemu emaknya, bahkan kalau Nina sampai ketemu Sukma, Sang Pengadu Domba.
Hitam adalah nama tengah Alex jadi ya begitulah hahahaha
I love black