Baca Parts Lainnya Klik Di sini
- Only You – Extra Part
- Only You – Epilog
- Only You – Chapter 56 (End)
- Only You – Chapter 55
- Only You – Chapter 54
- Only You – Chapter 53
- Only You – Chapter 52
- Only You – Chapter 51
- Only You – Chapter 50
- Only You – Chapter 49
- Only You – Chapter 48
- Only You – Chapter 47
- Only You – Chapter 46
- Only You – Chapter 45
- Only You – Chapter 44
- Only You – Chapter 43
- Only You – Chapter 42
- Only You – Chapter 41
- Only You – Chapter 40
- Only You – Chapter 39
- Only You – Chapter 38
- Only You – Chapter 37
- Only You – Chapter 36
- Only You – Chapter 35
- Only You – Chapter 34
- Only You – Chapter 33
- Only You – Chapter 32
- Only You – Chapter 31
- Only You – Chapter 30
- Only You – Chapter 29
- Only You – Chapter 28
- Only You – Chapter 27
- Only You – Chapter 26
- Only You – Chapter 25
- Only You – Chapter 24
- Only You – Chapter 23
- Only You – Chapter 22
- Only You – Chapter 21
- Only You – Chapter 20
- Only You – Chapter 19
- Only You – Chapter 18
- Only You – Chapter 17
- Only You – Chapter 16
- Only You – Chapter 15
- Only You – Chapter 14
- Only You – Chapter 13
- Only You – Chapter 12
- Only You – Chapter 11
- Only You – Chapter 10
- Only You – Chapter 9
- Only You – Chapter 8
- Only You – Chapter 7
- Only You – Chapter 6
- Only You – Chapter 5
- Only You – Chapter 4
- Only You – Chapter 3
- Only You – Chapter 2
- Only You – Chapter 1
- Only You – Prolog
Seminggu setelah meluncurkan latte art dan menu sarapan baru, cafe cinta selalu diserbu oleh pelanggan. Menu paket sarapan mereka laku dengan pesat. Tiramisu yang merupakan kue perpaduan kopi, coklat dan krim vanilla yang lembut menjadi makanan terfavorit. Rasanya yang manis dan sedikit pahit merupakan kombinasi terbaik apalagi ditambah dengan secangkir cappucino. Roti Bruschetta pun tidak kalah. Roti yang bisa disantap sekali habis itu ditabur dengan bawang putih lalu dipanggang hingga crispy. Setelah itu, potongan tomat, bawang bombai, lada dan minyak zaitun ditambah di atasnya.
Mereka bukan hanya melayani pesanan ditempat. Untuk mengikuti perkembangan zaman sekarang, mereka pun melakukan perluasan dengan menerima pesanan online. Teknologi sekarang membuat pelanggan lebih mudah membeli makanan tanpa harus datang ke tempat dan menunggu antrian. Nina sadar akan hal itu ketika melihat Anna memesan beberapa barang. Karena itu dia menyarankan ide tersebut agar tidak ketinggalan dengan cafe-cafe lain yang menerapkan ide serupa.
Tiga hari pertama saat mereka merilis menu-menu tersebut, Nina dan pegawai lainnya kewalahan menghadapi pelanggan yang datang silih berganti. Tiramisu dan Roti Bruschetta selalu habis di awal jam. Banyak dari mereka yang kecewa namun bersedia menunggu hingga esok harinya.
Anggi terpaksa menambah beberapa pegawai baru dan seorang koki untuk membantu memasak menu tersebut. Dia tidak bisa memaksa Nina melakukan semua pekerjaan sekaligus. Mengajari membuat kopi sekaligus menu baru merupakan hal yang berat. Nina sampai tidak pernah duduk karena harus memberi arahan dan melayani pelanggan.
“437 Tiramisu, 354 Roti Bruschetta dan 751 latte art. Ini rekor baru mengalahkan yang kemaren.”
Para pegawai bersorak gembira mendengar Anggi membacakan hasil pencapaian mereka pagi ini. Mereka sudah menerka-nerka berapa banyak bonus yang akan diterima bulan ini dan berharap bisa terus seperti ini. Meskipun melelahkan karena mereka harus bekerja extra dan datang lebih awal, semua jerih payah mereka terbayarkan.
“Ok, sekarang kalian istirahat bergantian. Ando dan Rita kalian cek stock terlebih dahulu dan laporkan bahan-bahan yang kurang. Sisanya kembali ke posisi masing-masing.”
Semuanya mengangguk dan melaksanakan arahan Anggi. Ketika dia ingin kembali ke ruangannya, Anggi Nina duduk disalah satu kursi bar sambil menyandarkan kepalanya pada meja. Seluruh rambutnya tampak mengkilap oleh keringat. Samar-samar, baju yang dikenakannya pun basah. Jika bukan karena warnanya yang hitam, pasti pakaian dalamnya terlihat.
Anggi memaklumi jika Nina kelelahan. Setiap hari dia harus membuat ratusan latte art dengan permintaan yang macam-macam. Belum lagi, Nina harus mengajari dan mengawasi pegawai lain yang mengerjakannya. Pekerjaannya semakin berat karena harus membereskan pembukuan pada sore harinya. Sebenarnya Anggi menyuruhnya untuk menunda hingga besok. Namun Nina tidak mau karena menurutnya tidak baik menunda pekerjaan.
“Nin, ayo bangun.” Anggi mengguncang bahu Nina pelan yang tidak direspon. “Nina, bangun!” panggil Anggi lebih keras.
Panggilan Anggi sontak membuat Nina terlonjak dari tempatnya. Dia langsung menoleh ke kiri dan kanan lalu menundukkan wajahnya. Menurut Anggi, Nina tampak seperti orang linglung.
“Istirahat di ruanganku saja. Kamu pasti capek banget kan?”
Nina kembali terlonjak di tempatnya dan menoleh ke arah Anggi. “Oh, Anggi. Sorry, aku gak tahu kamu disini.”
Kerutan di dahi Anggi bertambah berkali-kali lipat. Dia langsung menarik lengan Nina dan menyeretnya ke ruanganya. “Kamu pakai ini dulu soalnya bajumu basah. Terus tidur aja di sofa dan lupakan pembukuan soal pembukuan. Gak pake tapi!” Anggi sudah tahu kalau Nina akan menolak dan segera berlalu dari ruangannya.
Nina hanya tersenyum seraya mengamati jaket pink bermotif beruang pemberiannya. “Anggi benar-benar lucu.”
***
‘Maafkan aku, Sayang. Aku belum bisa menemuimu. Aku janji akan segera menyelesaikan semuanya dan melamarmu. Kau sehat-sehat saja kan, Sayang?’
‘Tidak apa-apa, aku sehat disini. Selesaikan dulu pekerjaanmu dan jangan lupa dengan kesehatanmu.’
‘Terima kasih, Sayang. Aku mencintaimu.’
‘Aku juga.’
Setelah membalas pesan Alex, Nina melanjutkan menulis catatan hariannya. Perbedaan waktu antara 11 jam membuatnya menyesuaikan waktu agar Alex tidak kelelahan. Dia sengaja mengirim pesan saat sore hari karena waktu di New York sedang pagi. Nina tidak mau membuat Alex harus bergadang menunggu pesannya disela-sela istirahatnya.
Nina mencurahkan semua pengalamannya selama di New York, kecuali pengalamannya bersama Alex. Hanya mengingatnya saja mampu membuat wajahnya merah. Setiap sentuhan yang Alex berikan begitu panas dan lembut. Sensasi yang diberikan membuat dirinya sangat bergairah dan tidak bisa menolak. Seperti sekarang, tubuhnya begitu berhasrat menginginkan sentuhan Alex.
Hari hampir malam ketika Nina selesai menorehkan isi hatinya. Ketika dia memeriksa jadwal bulanannya, dahinya berkerut melihat ada yang janggal. Dia sudah terlambat 4 hari lamanya. Biasanya, jadwal kedatangannya selalu beraturan. Nina selalu mencatat kapan dia datang dan selesai sebagai pengingat.
Sejenak terbesit kemungkinan alasan keterlambatannya. Rasa takut dan senang bercampur aduk. Dia mencoba berpikir positif jika dia hanya kelelahan sehingga menyebabkannya terlambat. Namun dugaan yang lain juga tidak berhenti menyerang pikirannya.
Untuk membunuh rasa penasarannya, Nina pergi ke apotek yang terletak tidak jauh dari cafe. Dia membeli test pack dengan 3 merk yang berbeda sekaligus dan langsung menyimpannya agar tidak ketahuan. Setelah kembali ke cafe, Nina pun langsung menuju kamar mandi dan mengunci pintu. Dalam hati dia berdoa, meminta ketenangan sekaligus jawaban dari dugaannya.
5 menit kemudian, hasil dari test pack itu terlihat. Nina menutup mulutnya menahan jeritan yang ingin keluar. Matanya memanas ketika melihat 2 garis jelas yang muncul. Dia hamil.
Nina senang karena dia mengandung anak Alex. Pria itu pasti akan senang mendengar kabar kehamilannya ini. Jika menghitung sejak kembalinya dari New York, usia kandungannya sekitar 2 minggu atau kurang. Tapi ada rasa takut yang juga melandanya. Nina takut jika Alex tiba-tiba berubah pikiran dan meninggalkannya.
Cepat-cepat Nina menggeleng kepalanya menepis pemikiran itu. Diusapnya cincin yang melingkar di jari manis kanannya dan memberikan ciuman. Alex tidak mungkin meninggalkannya. Pria itu sudah berjanji akan menikahinya. Dia tidak akan menarik kata-katanya secara tiba-tiba. Setelah pikirannya kembali tenang, Nina kembali mengirim pesan.
‘Alex, aku sangat mencintaimu. Sangat, hingga rasanya aku ingin menciummu sekarang juga.’
‘Aku juga mencintaimu, Sayang. Aku merindukan ciumanmu. Juniorku juga merindukanmu.’
Nina terkekeh membaca pesan Alex yang begitu vulgar. Tanpa sadar air mata jatuh membasahinya. Entah sudah berapa kali dia mendengar Alex mengatakan cinta padanya tapi tidak pernah sebahagia ini. Dia sangat merindukan Alex dan ingin memberitahu pria itu tentang kehamilannya sekarang.
‘Terima kasih, terima kasih karena sudah mencintaiku dan membuatku bahagia. Aku akan selalu mencintaimu sampai kapanpun.’
***
Mendapat giliran untuk membeli persediaan, Sukma memanfaatkan kesempatan itu dengan mengambil beberapa keperluan pribadinya. Setiap kali dia membeli, bon belanjanya akan digabung dengan bon milik cafe. Perbuatannya tidak pernah ketahuan dan tentu saja itu membuatnya ketagihan dan diuntungkan. Tetapi setelah Nina memegang pembukuan, dia mulai kesulitan menggunakan uang tersebut.
Tangan Sukma terkepal erat saat mendorong kereta troli dan memasukkan barang dengan kasar tanpa peduli jika itu akan membuatnya rusak atau tidak. Setiap kali memikirkan Nina darahnya mendidih. Semenjak Nina menyusun pembukuan, semua bon yang dulu diselipkan menjadi pertanyaan. Semua kecurangan yang dilakukannya dulu terungkap dan Anggi hampir memecatnya jika bukan karena Nina mencegahnya.
Sukma menganggap jika Nina membelanya adalah hal yang pantas. Nina tahu kalau dia sangat membencinya dan selalu saja mencuri perhatian yang seharusnya tertuju padanya. Sukma tidak merasa bersalah. Seharusnya semua hak istimewa yang diberikan kepada Nina adalah miliknya. Nina tidak lebih dari seorang pencuri berhati busuk yang bersembunyi dibalik senyum cantinya.
Kebenciannya semakin memuncak ketika mengetahui jika Nina ke New York hanya untuk mempelajari kopi. Bukan hanya itu, kepergian Nina ke New York karena diminta oleh laki-laki bule yang ternyata adalah pacarnya. Sudah mendapat kesempatan liburan selama 3 bulan dan mempunyai seseorang kekasih yang tampan membuatnya semakin iri. Sukma bersumpah jika dia akan membalas Nina dan membuatnya menderita.
“Oh, ini kue kesukaan Randy. Dia pasti akan senang jika aku membelikannya.”
Sukma menoleh tanpa sadar ketika mendengar nama familiar yang disebutkan. Dia menoleh dan mendapati wanita paruh baya yang dikenalnya. Wanita itu, Dian adalah ibu dari Nina dan Randy.
Sukma pernah bertemu dengannya beberapa kali saat berbelanja dengan ibunya ke pasar. Wanita itu terlihat ramah pada awalnya. Namun ketika menyinggung Nina yang berhenti sekolah, raut wajahnya berubah.
Dian tidak suka setiap kali ada bertanya mengenai Nina. Menurutnya, anak itu adalah aib karena mempermalukan keluarga. Perlakuan yang diberikan kepada kakak beradik itu sangat berbeda. Sudah menjadi rahasia umum jika Dian lebih menyayangi Randy ketimbang melihat usaha Nina.
Senyum licik terukir di wajah Sukma. Keberuntungan berpihak padanya kali ini karena menemukan Dian disini. Jika dia tidak bisa membalas Nina selama di lingkungan kerja, maka dia bisa membuatnya menderita di tangan ibunya. Membayangkan hal itu mampu membuat tubuhnya bergejolak riang. Dia tidak sabar melihat Nina yang hancur oleh ibu yang sangat disayanginya.
“Hai, tante! Masih ingat aku?”
Merasa dipanggil, Dian menoleh ke asal suara. “Kamu Sukma, anaknya bu Nini kan? Tumben ketemu kamu disini. Kamu gak kerja?”
“Saya kerja kok, Tante. Ini lagi dapat giliran tugas belanja. Cafe lagi sibuk karena menu baru yang Nina usulkan. Jadinya saya belanja sendiri. Biasanya berdua sama teman.”
Wajah Dian berubah masam ketika nama Nina disebutkan. Tanpa menyembunyikan rasa tidak sukanya, Dian melipat tangannya di dada. “Hanya membuat kopi itu gampang. Tidak ada susah-susahnya seperti Randy yang harus kerja pagi kuliah malam. Belum lagi tugas-tugas yang menumpuk dan harus dinas!”
Sesuai dugaan Sukma, Dian tidak suka dengan Nina. Dia hanya perlu menambah sedikit agar kebencian itu bertambah. “Membuat kopi memang mudah, tapi Nina harus sampai ke New York untuk mempelajarinya. Kalau sudah belajar ke luar negeri, hasilnya memang beda ya. Apalagi sampai punya pacar orang bule.”
Mata Dian melotot mendengar penjelasan Sukma. Tangannya terkepal menahan amarah yang tersulut. “Apa maksudmu?! Ke New York? Kapan Nina kesana dan sejak kapan dia berpacaran?!” tanyanya bertubi-tubi.
“Tante gak tahu? Nina pergi ke New York selama 3 bulan loh. Terus sebelum kesana, ada bule yang naksir sama Nina sampe tiap hari datang buat nyariin dia. Lalu pas Nina ke New York, bule itu juga loh yang nemanin dia. Terus ada lagi – “
“Cukup!” seru Dian memotong ucapan Sukma. Telinganya panas setelah mengetahui kebenaran yang sebenarnya. 3 bulan yang lalu, Nina memberikan surat dinas yang menugaskannya untuk keluar kota mengurus cabang cafe yang lainnya. Karena Nina selalu mengirimkan uang padanya, Dian tidak pernah curiga bahkan tidak tahu jika Nina memiliki kekasih bule.
Dian meletakkan keranjangnya sembarang tempat dan tidak melanjutkan belanjanya. Kebenaran yang baru diketahui membuatnya gelap mata. Tujuan saat ini adalah memastikan apa yang dikatakan Sukma benar atau tidak. Sampai kapanpun Dian tidak akan membiarkan jika Nina lebih bahagia dari pada Randy.
Baca Parts Lainnya Klik Di sini
- Only You – Extra Part
- Only You – Epilog
- Only You – Chapter 56 (End)
- Only You – Chapter 55
- Only You – Chapter 54
- Only You – Chapter 53
- Only You – Chapter 52
- Only You – Chapter 51
- Only You – Chapter 50
- Only You – Chapter 49
- Only You – Chapter 48
- Only You – Chapter 47
- Only You – Chapter 46
- Only You – Chapter 45
- Only You – Chapter 44
- Only You – Chapter 43
- Only You – Chapter 42
- Only You – Chapter 41
- Only You – Chapter 40
- Only You – Chapter 39
- Only You – Chapter 38
- Only You – Chapter 37
- Only You – Chapter 36
- Only You – Chapter 35
- Only You – Chapter 34
- Only You – Chapter 33
- Only You – Chapter 32
- Only You – Chapter 31
- Only You – Chapter 30
- Only You – Chapter 29
- Only You – Chapter 28
- Only You – Chapter 27
- Only You – Chapter 26
- Only You – Chapter 25
- Only You – Chapter 24
- Only You – Chapter 23
- Only You – Chapter 22
- Only You – Chapter 21
- Only You – Chapter 20
- Only You – Chapter 19
- Only You – Chapter 18
- Only You – Chapter 17
- Only You – Chapter 16
- Only You – Chapter 15
- Only You – Chapter 14
- Only You – Chapter 13
- Only You – Chapter 12
- Only You – Chapter 11
- Only You – Chapter 10
- Only You – Chapter 9
- Only You – Chapter 8
- Only You – Chapter 7
- Only You – Chapter 6
- Only You – Chapter 5
- Only You – Chapter 4
- Only You – Chapter 3
- Only You – Chapter 2
- Only You – Chapter 1
- Only You – Prolog
Apa mungkin nina ini bukan anak kandung ibu nya ya. Kok kayaknya benci bgt gitu . Dan rendy diam2 dia peduli sama kakanya tapi kurang cepat mengambil sikap ajah sih menurutku . Kak tumben satu part biasanya bejibun ?
yang kemaren itu kebetulan aku udah ada draftnya lumayan banyak, jadi sekalian upload. sekarang satu” ngerjainnya
Sukma bikin ulah. Apa ibunya Nina yang bakalan bikin Nina kecelakaan dan akhirnya keguguran?
nantikan kisah selanjutnya!
Aku nantikan
Aku nantikan kelanjutannya
Dimana mana sih yak yg namanya iri dengki selalu tumbuh kek rumput liar