Baca Parts Lainnya Klik Di sini
- Only You – Extra Part
- Only You – Epilog
- Only You – Chapter 56 (End)
- Only You – Chapter 55
- Only You – Chapter 54
- Only You – Chapter 53
- Only You – Chapter 52
- Only You – Chapter 51
- Only You – Chapter 50
- Only You – Chapter 49
- Only You – Chapter 48
- Only You – Chapter 47
- Only You – Chapter 46
- Only You – Chapter 45
- Only You – Chapter 44
- Only You – Chapter 43
- Only You – Chapter 42
- Only You – Chapter 41
- Only You – Chapter 40
- Only You – Chapter 39
- Only You – Chapter 38
- Only You – Chapter 37
- Only You – Chapter 36
- Only You – Chapter 35
- Only You – Chapter 34
- Only You – Chapter 33
- Only You – Chapter 32
- Only You – Chapter 31
- Only You – Chapter 30
- Only You – Chapter 29
- Only You – Chapter 28
- Only You – Chapter 27
- Only You – Chapter 26
- Only You – Chapter 25
- Only You – Chapter 24
- Only You – Chapter 23
- Only You – Chapter 22
- Only You – Chapter 21
- Only You – Chapter 20
- Only You – Chapter 19
- Only You – Chapter 18
- Only You – Chapter 17
- Only You – Chapter 16
- Only You – Chapter 15
- Only You – Chapter 14
- Only You – Chapter 13
- Only You – Chapter 12
- Only You – Chapter 11
- Only You – Chapter 10
- Only You – Chapter 9
- Only You – Chapter 8
- Only You – Chapter 7
- Only You – Chapter 6
- Only You – Chapter 5
- Only You – Chapter 4
- Only You – Chapter 3
- Only You – Chapter 2
- Only You – Chapter 1
- Only You – Prolog
Setelah menempuh perjalanan panjang yang melelahkan, akhirnya Nina tiba di New York. Dia memajamkan mata untuk meredakan sakit kepala akibat dan telinga yang berdengung. Karena terlalu pusing, Nina tidak memperhatikan sekitarnya dan hampir menabrak orang yang melintas. Untung Alex segera menariknya dan membawanya ke kursi.
“Masih pusing, Sayang?” tanya Alex merapikan anak rambutnya.
Nina mengangguk lemah sebagai jawaban. Dia tidak biasa melakukan perjalanan panjang terutama dengan pesawat. Nina hanya mendengar dari Anggi jika naik pesawat itu menyenangkan. Nyatanya menaiki pesawat begitu mengerikan, apalagi saat mereka ingin lepas landas dan mengalami turbulensi. Rasanya dia ingin berteriak dan memuntahkan segala isi perut jika Alex tidak disampingnya untuk menenangkannya.
“Ayo kita pulang. Kau membutuhkan istirahat.”
Nina masih diam saat Alex mulai memapahnya memasuki mobil. Samar-samar, dia melihat Alex memasukkan koper dan menelpon sesorang sebelum masuk. Ketika mobil melaju dan ada sedikit goncangan, rasa mual kembali menyerangnya.
Alex mengelus punggungnya dan memberikan bahu sebagai sandaran. Dia juga menggosokkan minyak angin di hidungnya untuk membuatnya lebih rileks. “Tidurlah dulu, Sayang. Aku akan membangunkanmu nanti setelah sampai.”
Tubuh Alex yang hangat membuat Nina merasa nyaman dan memeluknya. Sayup-sayup dia mendengar Alex mengatakan sesuatu namun dihiraukan. Matanya terlalu berat sehingga sulit untuk bertahan. Pada akhirnya Nina mengalah dan membiarkan alam mimpi menguasinya.
***
Alex mengangkat tubuh Nina yang sedang terlelap dengan hati-hati. Matanya tidak bisa lepas dari wajah Nina yang tengah tertidur pulas. Melihat wajah wanitanya yang terlena merupakan keinginannya sejak lama. Dia selalu mengharapkan untuk melihat wajah Nina setiap kali menutup dan membuka mati. Sekarang, keinginan dan kesabarannya telah berbuah.
Saat menaiki lift, Alex mengelus bibir Nina dengan jempolnya dan memberikan ciuman ringan disana. Entah sudah keberapa kali dia melakukannya dan Alex menyukainya. Alex sangat ingin merasakan betapa lembut dan hangatnya bibir Nina. Setelah ciuman mereka waktu itu, Alex selalu menginginkannya lagi. Namun, dia tidak boleh buru-buru. Tindakannya hanya membuat Nina menilainya sebagai laki-laki mesum, bukan lelaki yang mencintainya.
Alex tidak mempedulikan supir yang berdiri di belakang untuk membawa koper-koper mereka. Siapapun yang bekerja padanya sudah mengetahui sifatnya. Dia juga tidak perlu khawatir jika perbuatannya akan tercium oleh media karena pegawai yang diperkerjakannya pandai menutup mulut.
Setiba di lantai yang merupakan tempat tinggalnya, supir itu menekan bel dan tidak lama kemudian pintu terbuka. Supir itu masuk terlebih dahulu sembari memasukan koper dengan dibantu Anna. Setelahnya, Alex masuk dengan Nina yang masih tertidur dalam pelukannya. Sebelum Anna hendak berbicara, Alex memotongnnya lewat tatapan dan memberikan isyarat untuk membuka pintu kamarnya.
Dengan hati-hati, Alex membaringkan Nina di ranjang dan menyelimutinya. Dia tersenyum ketika melihat tidur Nina yang begitu pulas. Jemarinya mengelus pipi putih dan memberikan ciuman disana.
“Jadi, dia wanita yang membuatmu tergila-gila? Kalau dilihat-lihat tidak buruk juga,” ucap Anna saat Alex menutup pintu.
“Aku yakin kau juga pasti akan menyukainya setelah mengenalnya. Sifat kalian berdua hampir mirip,” jawab Alex dengan senyum yang masih menggantung diwajahnya.
Anna mengangkat sebelah alisnya lalu melipat kedua tangannya di dada. “Kita lihat saja nanti.”
***
Hembusan angin yang hangat menerbangkan tirai jendela yang membentang. Cahaya matahari perlahan-lahan menusuk masuk hingga membuat kelopak matanya bergerak. Nina berbalik ke arah sebaliknya dan mencari kenyamanan di balik selimut. Rasanya dia masih ingin tidur lebih lama. Namun pikiran jernihnya melarang untuk bermalas-malasan.
Sudah lama dia tidak merasakan kenyamanan ini. Semenjak ayahnya meninggal, Nina tidak pernah tidur dengan baik. Setiap hari, dia hanya terus memikirkan uang dan bekerja. Makan pun selalu kurang dan Nina harus bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan Randy. Ingin sekali Nina berharap bahwa semua ini hanya mimpi. Namun kenyataan berkata lain.
Nina menghapus air matanya sebelum memandangi sekitarnya. Dia mengernyit ketika melihat desain ruangan yang berbeda dengan yang diperlihatkan Anggi sebelumnya. Dia seharusnya berada di apartement kecil sederhana yang menjadi tempat tinggalnya selama di New York. Namun ruangan yang ditempatinya sekarang terlihat begitu mewah dan mahal.
Perlahan-lahan, Nina turun dari ranjang dan berjalan ke luar kamar. Dia kebingungan melihat ruangan yang luas dan perabotan-perabotan minimalis yang tertata. Walaupun tidak mengetahui harga pasti, dia tahu jika barang-barang itu tidaklah murah. Kecemasannya berkurang setelah mendengar suara dari arah dapur.
“Nina!”
Nina terperanjat ketika mendengar Alex memanggilnya. Aroma maskulin langsung memenuhi indra penciuman ketika Alex memeluknya. Nina membalas pelukan Alex, menikmati setiap kehangatan yang terpancar dari tubuhnya. Setiap kali memeluk Alex, Nina selalu merasa nyaman. Punggung Alex yang lebar terkadang mengingatkannya pada ayahnya. Tetapi Alex bukan ayahnya. Dia adalah pria yang dicintainya.
“Bagaimana tidurmu? Apa kau sudah merasa baikan?”
Nina tidak langsung menjawab. Dia mengarahkan kedua tangan Alex untuk menangkup pipinya lalu tersenyum. “Sudah lebih baik. Bagaimana denganmu?”
“Aku baik-baik saja. Aku tidak menduga kalau perjalanan pertamamu berakhir tidak menyenangkan.” Alex mengedus lehernya dan memberikan beberapa ciuman basah disana.
Nina menggigit bibir bawahnya, menahan setiap sentuhan yang diberikan. Awalnya, Alex hanya meraba area punggung. Namun lama-lama sentuhannya beralih ke arah perut dan pahanya. Ketika bibir Alex mengarah padanya, akal sehat Nina berdenting keras mengingatkannya untuk berhenti. Dengan sekuat tenaga, Nina mendorong dada Alex dan mengalihkan suasana.
“Er …, Alex, ini dimana? Tempat ini rasanya bukan apartement yang dimaksud Anggi. Apa kita dihotel?”
Sudut bibir Alex terangkat mendengar pertanyaan Nina. Dia duduk terlebih dahulu di meja makan kemudian memberikan isyarat agar Nina duduk disampingnya. “Ini apartementku. Mulai hari ini kau tinggal disini.”
Nina terlonjak dari kursinya dan menatap Alex tidak percaya. “Aku tidak bisa. Anggi sudah memesankan apartement itu untukku. Aku tidak bisa tinggal disini.” Nina berbalik untuk membereskan barang-barangnya. Dia tidak bisa tinggal bersama Alex, hanya berdua. Selama di negaranya, beberapa kali Nina mendapati jika Alex menatapnya penuh gairah. Sekarang setelah berada di negara yang menganut seks bebas, Alex bisa-bisa saja menyerangnya. Meskipun Nina mencintai Alex, tetap saja dia harus berhati-hati.
“Aku sudah membatalkan perjanjiannya.”Langkah Nina membeku dan setelah mendengar ucapan Alex. “Aku sudah membayar ganti rugi dengan pemilik apartement itu dan aku menyuruhnya untuk berbohong jika Anggi menelpon.”
“Kenapa kau melakukan itu?!” Nina tidak bisa mengontrol suaranya. Matanya memanas akibat emosinya yang naik turun karena merasa perasaannya telah dipermainkan dan dijebak.
“Karena aku mencintaimu.”
Seketika semua kemarahan didada Nina lenyap digantikan dengan wajah bingung. Dia bahkan tidak bereaksi ketika melihat Alex tertawa ditempatnya.
“Aku tidak mau kau tinggal di tempat sempit itu, Sayang. Lebih baik kau tinggal disini. Disini dekat dengan cafe tempatmu bekerja dan aku memiliki kamar kosong yang banyak. Kau juga bisa menghemat pengeluaran dan tidak perlu khawatir dengan transportasi.”
“Tapi, aku …”
“Sayang,” potong Alex seraya mendekati Nina. “Tinggal lah bersamaku. Aku hanya sendirian disini. Apa kau tidak merasa kasihan?”
Tatapan permohonan Alex membuat Nina sulit menolak. Disatu sisi, dia mempertimbangkan kemudahan akses menuju tempat bekerjanya dan tidak perlu menyulitkan Anggi dengan biaya apartement. Namun sisi satunya merasa tidak etis jika mereka tinggal bersama padahal belum terikat dalam pernikahan. Masih ada sedikit rasa takut dalam dirinya jika Alex hanya mempermainkannya. Nina tidak ingin jika dia menyesal terlalu jauh.
“Baik, tapi aku tidak mau tidur satu kamar denganmu. Aku mau kamar sendiri.”
“Tentu saja, kau bebas memilih kamar yang kau mau. Nah sekarang, ayo sarapan!”
Nina membiarkan lengannya ditarik Alex menuju meja makan. Dia tidak sadar jika tatapannya tidak bisa lepas dari wajah Alex. Sejenak, terbesit di otaknya untuk menyentuh bibir Alex. Dia ingin merasakan lembutnya bibir Alex setelah menciumnya malam itu. Nina tidak bisa melupakan, ciuman pertama yang dilakukan bersama pria yang dicintainya.
Seolah-olah mengerti apa yang dipikirkannya, Alex mengangkat dagunya dan mendekatkan wajahnya. Ketika bibir mereka hampir menyatu, suara dehemen membuat mereka saling menjauh dan menoleh ke asal suara.
“Wah, wah, apa aku mengganggu?” Seorang wanita berambut yang berpakaian maid berdiri di ujung ruangan dengan senyuman diwajahnya. Wanita itu kemudian berjalan ke arah Nina dan menjulurkan tangannya untuk memberi salam. “Perkenalkan namaku Anna, aku maid yang bekerja disini jadi sebenarnya Alex tidak tinggal sendiri. Senang bertemu denganmu, Sayang.”
Wanita bernama Anna itu lalu menoleh ke arah Alex dan memberikan senyum mengejek padanya. “Tinggal sendiri, ya?” dengusnya sebelum pergi meninggalkan mereka berdua dengan perasaan yang berbeda-beda.
Baca Parts Lainnya Klik Di sini
- Only You – Extra Part
- Only You – Epilog
- Only You – Chapter 56 (End)
- Only You – Chapter 55
- Only You – Chapter 54
- Only You – Chapter 53
- Only You – Chapter 52
- Only You – Chapter 51
- Only You – Chapter 50
- Only You – Chapter 49
- Only You – Chapter 48
- Only You – Chapter 47
- Only You – Chapter 46
- Only You – Chapter 45
- Only You – Chapter 44
- Only You – Chapter 43
- Only You – Chapter 42
- Only You – Chapter 41
- Only You – Chapter 40
- Only You – Chapter 39
- Only You – Chapter 38
- Only You – Chapter 37
- Only You – Chapter 36
- Only You – Chapter 35
- Only You – Chapter 34
- Only You – Chapter 33
- Only You – Chapter 32
- Only You – Chapter 31
- Only You – Chapter 30
- Only You – Chapter 29
- Only You – Chapter 28
- Only You – Chapter 27
- Only You – Chapter 26
- Only You – Chapter 25
- Only You – Chapter 24
- Only You – Chapter 23
- Only You – Chapter 22
- Only You – Chapter 21
- Only You – Chapter 20
- Only You – Chapter 19
- Only You – Chapter 18
- Only You – Chapter 17
- Only You – Chapter 16
- Only You – Chapter 15
- Only You – Chapter 14
- Only You – Chapter 13
- Only You – Chapter 12
- Only You – Chapter 11
- Only You – Chapter 10
- Only You – Chapter 9
- Only You – Chapter 8
- Only You – Chapter 7
- Only You – Chapter 6
- Only You – Chapter 5
- Only You – Chapter 4
- Only You – Chapter 3
- Only You – Chapter 2
- Only You – Chapter 1
- Only You – Prolog
Ga dianggap
Eheeyyy alex bohonggg