Baca Parts Lainnya Klik Di sini
- Only You – Extra Part
- Only You – Epilog
- Only You – Chapter 56 (End)
- Only You – Chapter 55
- Only You – Chapter 54
- Only You – Chapter 53
- Only You – Chapter 52
- Only You – Chapter 51
- Only You – Chapter 50
- Only You – Chapter 49
- Only You – Chapter 48
- Only You – Chapter 47
- Only You – Chapter 46
- Only You – Chapter 45
- Only You – Chapter 44
- Only You – Chapter 43
- Only You – Chapter 42
- Only You – Chapter 41
- Only You – Chapter 40
- Only You – Chapter 39
- Only You – Chapter 38
- Only You – Chapter 37
- Only You – Chapter 36
- Only You – Chapter 35
- Only You – Chapter 34
- Only You – Chapter 33
- Only You – Chapter 32
- Only You – Chapter 31
- Only You – Chapter 30
- Only You – Chapter 29
- Only You – Chapter 28
- Only You – Chapter 27
- Only You – Chapter 26
- Only You – Chapter 25
- Only You – Chapter 24
- Only You – Chapter 23
- Only You – Chapter 22
- Only You – Chapter 21
- Only You – Chapter 20
- Only You – Chapter 19
- Only You – Chapter 18
- Only You – Chapter 17
- Only You – Chapter 16
- Only You – Chapter 15
- Only You – Chapter 14
- Only You – Chapter 13
- Only You – Chapter 12
- Only You – Chapter 11
- Only You – Chapter 10
- Only You – Chapter 9
- Only You – Chapter 8
- Only You – Chapter 7
- Only You – Chapter 6
- Only You – Chapter 5
- Only You – Chapter 4
- Only You – Chapter 3
- Only You – Chapter 2
- Only You – Chapter 1
- Only You – Prolog
“Ini untukmu.” Alex menyerahkan sebuah pita yang bermodelkan kabel telepon pada Nina. “Ikat rambutmu dulu sebelum turun,” perintah Alex.
Nina mengamati pita itu keheranan. Namun dia tidak banyak bertanya dan menuruti keinginan Alex. Alex sudah menyetujui untuk tidak memakirkan mobil dekat dengan tempatnya bekerja dan rumah. Hanya permintaan kecil seperti ini, tentu Nina akan melakukannya tanpa keberatan. Lagi pula, Nina tidak biasa rambutnya digerai. Dia lebih suka rambutnya di ikat agar tidak menganggu saat bekerja.
Setelah rambutnya di ikat, Nina merasakan pipi kanannya disentuh oleh Alex. Sentuhannya begitu lembut hingga membuat Nina terbuai. Nina membayangkan bagaimana rasanya wajahnya ditangkup oleh tangan yang besar itu. Rasanya pasti hangat dan nyaman.
“Pipimu masih bengkak. Apa kau tidak apa-apa?” tanya Alex khawatir.
Nina menangkap ada rasa bersalah dalam perkataan Alex ketika mengetahui kondisi pipinya. Bibirnya lalu membentuk senyum dan menggeleng sebagai jawaban. “Sudah tidak sakit. Mungkin hari ini bekasnya akan hilang. Tidak parah kok,” jawab Nina santai.
Alex masih mengelus pipi Nina. Pandangannya lalu beralih pada kedua telapak tangan Nina yang terdapat beberapa goresan. “Ini karena semalam?” tanyanya lagi.
Nina cepat-cepat mengatupkan kedua lengannya menjadi satu dan memundurkan kepalanya. “Aku sungguh sudah tidak apa-apa,” ucapnya meyakinkan.
“Baiklah.” Alex memberi jarak pada Nina tanpa memutuskan kontak mata. Nina menjadi salah tingkah sendiri ketika ditatap se intens itu. “Nanti jam 5 sore, aku akan menunggumu disini.”
Nina mengangguk sebagai jawaban lalu membuka seatbeltnya. Sebelum membuka pintu, Nina menoleh pada Alex dan membuatnya mengernyit kebingungan. “Terima kasih, Alex dan hati-hati di jalan.” Setelah mengucap perpisahan, Nina memberikan senyuman lalu bersiap memulai hari yang baru.
***
Tepat jam 5 sore, Nina telah mengganti seragam kerjanya dengan kaos dan berpamitan dengan pak Suryo. Awalnya pak Suryo bertanya mengenai bengkak di pipinya. Nina memberikan alasan kalau dia terjatuh saat mandi dan pak Suryo mempercayai begitu saja.
Waktu berlalu dengan cepat tanpa disadarinya. Banyaknya pelanggan yang datang membuat Nina lupa dengan kejadian semalam. Nina bahkan bertanya mengenai Rudi kepada pegawai di jajanan malam. Sayangnya mereka tidak mengetahuinya. Rudi tidak kembali bekerja semenjak mengantarnya dan nomornya tidak bisa dihubungi.
Nina tidak mau ambil pusing dengan laki-laki brengsek itu. Jika dia disekap ataupun dihajar babak belur oleh geng preman bermotor itu pun tidak akan membuatnya iba. Nina tidak akan memaafkan Rudi yang ingin memperkosanya dan memperlakukannya sebagai barang pemuas nafsu untuk melunaskan hutang-hutangnya. Apabila bertemu lagi dengannya nanti, Nina pasti akan memberikan bogem mentah dan membuat hidungnya patah.
Melihat berbagai macam kendaraan yang berdesak-desakan dijalanan membuat mata Nina menyipit. Alex pasti tidak bisa menjemputnya tepat waktu karena terjebak oleh kemacetan. Jam seperti ini adalah jam pulang kerja. Jadi wajar jika jalanan penuh dengan kendaraan dan ojek lainnya.
Nina berjalan menuju tempat yang dijanjikan Alex untuk menjemputnya. Dia berencana untuk menunggu pria itu sembari makan roti dan menulis catatan hariannya. Nina merasa sudah lama tidak menulisnya. Dengan menulis diary, Nina bisa mencurahkan seluruh hati dan pikirannya. Dia juga merasa bebas dan hal itu menjadi hiburan tersendiri baginya semenjak putus sekolah.
Ketika hampir sampai ditempat tujuan, Nina terkejut menemukan mobil hitam yang sudah terpakir diseberangnya. Dengan buru-buru, Nina mengikuti pejalan kaki lainnya yang sedang menyebrang dan berlari kearah mobil itu. Kaca mobil tiba-tiba turun saat Nina mendekat. Nina tersenyum ketika melihat Alex yang duduk diseberang dengan senyuman khasnya.
“Menunggu lama?” tanya Nina seraya memasang seatbelt.
“Tidak. Bagaimana harimu?” Alex mulai menjalankan mobil dengan perlahan dan bergabung dengan kumpulan kendaraan lainnya.
“Sibuk. Banyak pelanggan yang datang. Penjualan bulan ini pasti juga bagus.” Nina bangga karena penjualan yang bagus. Jika terus seperti ini, gajinya akan dinaikkan sesuai janji pak Suryo.
Alex menoleh kearah Nina yang tersenyum sendiri lalu kembali pada jalanan. “Nina, boleh aku meminta sesuatu padamu?”
Nina menaikkan sebelah alisnya dan bertanya antusias. “Apa itu?”
“Selama bersamaku, lepas ikat rambutmu. Tetapi jika sedang bekerja atau keluar, ikat lagi.”
Kerutan di dahi Nina semakin bertambah mendengar permintaan Alex. Tidak mau ambil pusing, Nina melepas ikatan rambutnya dan merapikannya dengan jari-jarinya. “Sudah,” ucap Nina setelah merasa rambutnya lebih rapi.
Nina melihat Alex tersenyum semakin lebar. Alex membawanya menuju jalan yang berbeda dari tempat dia bekerja seharusnya. Tetapi tidak ada rasa takut seperti Rudi semalam. Disekitarnya masih terdapat gedung-gedung perkantoran dan ramai dengan pengendara.
“Kita mau kemana?” tanya Nina penasaran ketika berhenti pada sebuah restoran. Pikiran buruk bisa saja melintas di otaknya jika misalnya Alex membawanya ke hotel.
“Makan malam. Kita akan makan dulu disini lalu aku mengantarmu setelahnya,” jawab Alex memakirkan mobilnya.
“Tetapi aku…”
“Aku ingin mengajakmu makan malam,” potong Alex. “Anggap saja sebagai terima kasih dan permintaan maaf karena sudah membuatmu tidak nyaman selama beberapa hari ini,” terangnya.
“Seharusnya aku yang minta maaf! Kau sudah menolongku dari bajingan-bajingan itu. Jika tidak, jika tidak, aku…” Mata Nina seketika berkaca-kaca meluapkan emosi yang berkecamuk dihatinya. Untuk sementara waktu, Nina bisa mengalihkan pikirannya dengan hal lain. Tetapi kadang-kadang itu masih muncul dan membuatnya trauma.
Alex menghapus air mata Nina dengan ibu jarinya dan mengelus pipi Nina yang sudah membaik. “Jangan memikirkannya lagi.” Alex menyatukan keningnya dengan milik Nina hingga jarak diantara mereka terputus. “Aku tidak akan memperlakukanmu seperti mereka. Jadi jangan takut kepadaku dan tersenyumlah. Aku menyukai senyumanmu.”
Pipi Nina memerah mendengar penuturan itu. Buru-buru dia menarik diri dari Alex dan berpura-pura merapikan rambutnya. Nina bisa mendengar gelak tawa dari Alex. Wajahnya saat ini pasti sudah semerah tomat dan terlihat memalukan didepannya. Nina tidak menyangka Alex akan melakukan hal mengejutkan seperti itu dan membuat jantungnya berdetak tidak karuan.
“I-itu, penampilanku jelek. Apa tidak apa-apa makan disini?” tanya Nina sambil berusaha tidak melakukan kontak mata dengan Alex.
“Who care. Come on!”
Alex memaksanya masuk menaiki lift dan memencet tombol tertinggi dari gedung itu. Nina berulang kali memperhatikan dirinya yang terpantul cermin. Penampilannya terlihat lusuh, berbeda dengan Alex yang begitu berkelas dan menawan.
Nina tidak tahu merk-merk jas ataupun kemeja lainnya tapi dia yakin jika setelan pakaian yang dikenakan Alex pasti sangat mahal. Belum lagi Nina menangkap jam rolex dan iphone keluaran terbaru. Pekerjaan Alex pasti mampu menunjang gaya hidupnya yang berkelas. Dalam hati, Nina berpikir jika dia tidak menyerah dengan pendidikannya, apakah dia mampu menjadi seperti Alex? Sukses berkarir dan pada akhirnya mempunyai keluarga impian.
Dengan cepat Nina menepis khayalan tidak mungkin itu. Mamanya tidak akan sanggup membayar biaya pendidikan dirinya dan Randy secara bersamaan. Biaya pendidikan Randy saja sanggup menguras penghasilannya selama sebulan. Jika Nina tidak bekerja, dia tidak bisa membayangkan bagaimana mamanya harus bekerja keras membiayai semuanya.
Bunyi dentingan lift menyadarkan Nina dari lamunannya. Tangannya digenggam Alex dan diajak untuk berdiri sejajar dengannya. Saat itu, Nina menyadari jika tingginya hanya mencapai dagu Alex. Tatapannya menyendu ketika melihat sosok Alex yang mirip dengan papanya. Alex mungkin akan kecewa jika dianggap sebagai pengganti papanya.
Nina harus belajar untuk tidak terus terbayang-bayang oleh masa lalu. Dia harus melihat Alex sebagai pribadi tersendiri dan mulai menganggapnya sebagai teman, tidak lebih.
Alex mengajaknya duduk ditengah ruangan. Meskipun luas, tidak ada satupun orang selain mereka. Alex menarik kursi untuknya dan membuat Nina merasa mendapat perlakuan istimewa. Setelahnya, Alex duduk diseberangnya dan tidak lama kemudian seorang pelayan laki-laki datang dengan membawa menu.
“Apa yang mau kau makan?” tanya Alex seraya membaca menu.
Tidak ada satupun tulisan dari menu itu yang dimengerti Nina. Kerutan di dahinya semakin bertambah melihat angka yang tertera pada setiap makanan. Harga sebuah air mineral biasa pun menjadi berkali-kali lipat dari biasanya. Nina meletakkan menu dihadapannya dan mengeluarkan roti dan air minum yang dibawa.
“Aku ada bawa roti dan air sendiri. Kau pesan saja punyamu sendiri. Setelah datang, baru kita makan sama-sama,” tawar Nina.
Alex ikut meletakkan menunya dan menatap Nina dengan serius. “Kalau begitu apa kau menyukai eskrim?”
Nina menatap keheranan sesaat lalu mengangguk sekali sebagai jawaban.
“Rasa apa yang kau suka?” tanya Alex lagi
“Aku suka vanila dan rasa buah-buahan lainnya,” jawab Nina.
Alex lalu menatap kepada pelayan pria yang berdiri disampingnya dan memesan makanan. “2 spaghetti dan 2 gelato rasa vanila. Lalu 2 air mineral tanpa es.”
Pelayan pria itu mengulang pesanan Alex dan mengambil buku menu sebelum pergi. Setelah kepergian pelayan pria itu, Nina tidak bisa membendung rasa penasarannya dan bertanya.
“Kenapa hanya memesan spagetthi? Gelato itu eskrim?” tanya Nina bertubi-tubi.
Alex tersenyum ketika Nina mulai terbuka padanya. “Karena itu makanan favoritku dan kau bilang menyukai eskrim karena itu aku memesannya.”
“Tapi tidak perlu sengaja memesannya. Aku…”
“Aku mengajakmu makan malam, Nina.” Ketika mendengar Alex memanggil namanya, ada sesuatu dalam tubuh Nina yang bergetar. Apalagi saat Alex kembali menatapnya dengan dalam. Perasaan Nina menjadi tidak karuan.
“Aku mengajakmu makan malam. Tentu saja aku tidak mungkin membiarkanmu tidak makan. Jangan memikirkan yang lain dan nikmati saja malam ini,” pinta Alex.
Nina tidak berani menjawab bahkan bertatapan dengan Alex. Dia takut, kebaikan dan perhatian yang Alex berikan padanya akan membuatnya kembali merasa lemah. Nina takut untuk berharap padanya. Dia sadar kalau hubungan ini tidak mungkin berlanjut. Karena itu sebisa mungkin, Nina ingin menjaga jarak dan perasaannya dari Alex.
“Jangan menutup dirimu dariku. Aku tidak meminta apapun tetapi biarkan aku menjagamu selama aku berada disini,” ucap Alex seolah-olah mengetahui isi pikirannya.
Tentu saja semuanya terbaca dari gerak-gerik tubuhnya. Nina menghela nafas dan membalas tatapan Alex yang tengah menatapnya. Biarlah dia merasa bahagia walau hanya sesaat. Jika nanti setelah kepergian Alex, dia harus kembali menjalani hari-harinya yang hampa, maka biarlah dia menikmati kesenangan sesaat bersama Alex. Karena Nina tidak bisa membohongi perasaannya bahwa ia mulai menyukai pria bermata abu-abu yang duduk dihadapannya saat ini.
Baca Parts Lainnya Klik Di sini
- Only You – Extra Part
- Only You – Epilog
- Only You – Chapter 56 (End)
- Only You – Chapter 55
- Only You – Chapter 54
- Only You – Chapter 53
- Only You – Chapter 52
- Only You – Chapter 51
- Only You – Chapter 50
- Only You – Chapter 49
- Only You – Chapter 48
- Only You – Chapter 47
- Only You – Chapter 46
- Only You – Chapter 45
- Only You – Chapter 44
- Only You – Chapter 43
- Only You – Chapter 42
- Only You – Chapter 41
- Only You – Chapter 40
- Only You – Chapter 39
- Only You – Chapter 38
- Only You – Chapter 37
- Only You – Chapter 36
- Only You – Chapter 35
- Only You – Chapter 34
- Only You – Chapter 33
- Only You – Chapter 32
- Only You – Chapter 31
- Only You – Chapter 30
- Only You – Chapter 29
- Only You – Chapter 28
- Only You – Chapter 27
- Only You – Chapter 26
- Only You – Chapter 25
- Only You – Chapter 24
- Only You – Chapter 23
- Only You – Chapter 22
- Only You – Chapter 21
- Only You – Chapter 20
- Only You – Chapter 19
- Only You – Chapter 18
- Only You – Chapter 17
- Only You – Chapter 16
- Only You – Chapter 15
- Only You – Chapter 14
- Only You – Chapter 13
- Only You – Chapter 12
- Only You – Chapter 11
- Only You – Chapter 10
- Only You – Chapter 9
- Only You – Chapter 8
- Only You – Chapter 7
- Only You – Chapter 6
- Only You – Chapter 5
- Only You – Chapter 4
- Only You – Chapter 3
- Only You – Chapter 2
- Only You – Chapter 1
- Only You – Prolog
Harus mencoba membuka diri
Selama kau disini setelah kau pergi laluuuuu
Huhu sedih ya ternyata kehidupan nina sblm lupa ingatan. Masih penasaran kenapa nina bisa kecelakaan