Baca Parts Lainnya Klik Di sini
- Only You – Extra Part
- Only You – Epilog
- Only You – Chapter 56 (End)
- Only You – Chapter 55
- Only You – Chapter 54
- Only You – Chapter 53
- Only You – Chapter 52
- Only You – Chapter 51
- Only You – Chapter 50
- Only You – Chapter 49
- Only You – Chapter 48
- Only You – Chapter 47
- Only You – Chapter 46
- Only You – Chapter 45
- Only You – Chapter 44
- Only You – Chapter 43
- Only You – Chapter 42
- Only You – Chapter 41
- Only You – Chapter 40
- Only You – Chapter 39
- Only You – Chapter 38
- Only You – Chapter 37
- Only You – Chapter 36
- Only You – Chapter 35
- Only You – Chapter 34
- Only You – Chapter 33
- Only You – Chapter 32
- Only You – Chapter 31
- Only You – Chapter 30
- Only You – Chapter 29
- Only You – Chapter 28
- Only You – Chapter 27
- Only You – Chapter 26
- Only You – Chapter 25
- Only You – Chapter 24
- Only You – Chapter 23
- Only You – Chapter 22
- Only You – Chapter 21
- Only You – Chapter 20
- Only You – Chapter 19
- Only You – Chapter 18
- Only You – Chapter 17
- Only You – Chapter 16
- Only You – Chapter 15
- Only You – Chapter 14
- Only You – Chapter 13
- Only You – Chapter 12
- Only You – Chapter 11
- Only You – Chapter 10
- Only You – Chapter 9
- Only You – Chapter 8
- Only You – Chapter 7
- Only You – Chapter 6
- Only You – Chapter 5
- Only You – Chapter 4
- Only You – Chapter 3
- Only You – Chapter 2
- Only You – Chapter 1
- Only You – Prolog
Pelukan hangat dan aroma maskulin yang memabukkan membuat Nina enggan membuka matanya. Dia semakin mengeratkan pelukannya ketika perutnya bergemuruh lapar. Nina berharap kembali tertidur sehingga rasa lapar itu akan hilang. Namun sayang, rasa sakit dari tenggorokkannya yang kering memaksanya membuka mata untuk mencari air.
“Minum ini.” Nina menerima uluran botol yang datang entah dari mana. Setelah meminumnya, tenggorokkannya menjadi lega dan pikirannya menjadi lebih jernih. Nina menoleh kesebelahnya dan hampir menjerit ketakutan melihat siapa disebelahnya.
“Jangan takut. Kau sudah aman.” Belaian ringan pada wajahnya mampu membuat Nina kembali tenang. Alex memberikan senyum terbaiknya dan menarik Nina mendekat kepelukannya.
Nina menutup wajahnya malu. Rupanya dia tertidur sambil memeluk Alex. Nina lega karena berada didalam mobil. Jika terbangun di tempat lain, Nina tidak mungkin akan tenang dan menyesal seumur hidupnya jika Alex berbuat macam-macam. Untunglah Alex bukan pria yang akan menyerangnya meskipun dia adalah bule.
Nina baru sadar jika dia hanya berdua dengan Alex sekembalinya sang supir. Melihat Nina yang terbangun, supir itu memberikan senyum ramah dan menyerahkan sebuah bungkusan kepada Alex. Alex menerima bungkusan itu dan membukanya. Aroma harum dan asap yang mengepul-ngepul langsung membuat perut Nina berbunyi. Dia langsung menundukkan wajahnya karena malu.
“Buka mulutmu. Kau lapar kan?” Alex menyodorkan sesuap bubur kepada Nina.
Nina menelan air liurnya dan memundurkan kepalanya. Dia merasa segan menerima suapan itu. “A-aku ngak lapar. Itu makanan tuan karena tuan yang beli.” Setelah mengatakannya, perut Nina kembali berbunyi, kali ini lebih keras dari sebelumnya.
“Tidak perlu berpura-pura kuat, Nina. Kau perlu makan dan aku tidak keberatan membelikannya untukmu.”
Nina dapat melihat ketulusan dari mata Alex. Dia menyelipkan rambutnya yang terlepas lalu memakan bubur yang diberikan Alex. Ketika memakannya, air mata Nina kembali jatuh dan membuat Alex panik.
“Kenapa menangis? Apa buburnya panas atau pipimu masih sakit?” tanya Alex khawatir.
Nina mengingat kalau sebelumnya pipinya ditampar. Dia menyentuh bekas tamparan itu dan mengelusnya lembut. “Tidak sakit,” ucap Nina. Tatapannya lalu beralih pada bubur ditangan Alex dan menunjuknya. “Apa aku boleh makan sendiri? Aku sudah tidak apa-apa.” Nina memberikan senyum tipis untuk meyakinkan Alex.
Meskipu tidak yakin, Alex memberikan mangkuk bubur itu kepada Nina. Nina menatap bubur itu lalu tersenyum sebelum memakannya. Matanya kembali berkaca-kaca ketika memakannya. Bubur itu adalah bubur favorit papanya. Setiap akhir minggu, mereka pasti akan memakannya dan bersenda gurau.
Nina rindu masa-masa dimana papanya masih ada. Dia ingin kembali menjadi gadis kecil yang selalu terlindungi oleh punggung tegap dan tangan besar yang merangkulnya. Nina ingin mengomel setiap kali papanya memainkan rambutnya dan membiarkan kepalanya dielus setiap kali mendapat nilai bagus. Dia sangat rindu dengan sosok yang menjadi pahlawannya.
“Papa,” isak Nina dalam bahasa indonesia lalu kembali memakan buburnya.
Alex yang tidak mengerti hanya bisa diam mengamatinya. Dia memberikan kode untuk menunggu sampai Nina menghabiskan makanannya yang dijawab dengan anggukkan. Malam ini, dia melihat sisi lain dari Nina. Gadis yang selalu kuat dan tegar juga memiliki sisi rapuh dan membutuhkan perlindungan. Hatinya terasa sakit melihat Nina nangis. Alex berjanji, selama keberadaanya ada disini, dia akan menjaga Nina dari segala marabahaya.
***
Mobil perlahan melambat ditempat yang di instruksikan oleh Nina. Setelah benar-benar berhenti, Nina bersiap untuk turun. Alex menahan lengannya dan mengelus pipinya hingga meninggalkan rona merah disana.
“Besok aku akan menjemputmu,” ucap Alex, “dan aku tidak mau ada penolakan,” sambungnya ketika Nina hendak memprotes.
“Terima kasih, tuan.” Hanya itu yang Nina ucapkan tanpa bisa menolak.
“Alex. Panggil aku Alex. Besok aku akan menjemputmu jam 6 pagi.”
Nina menahan nafasnya ketika wajah Alex begitu dekat. Rasanya waktu berjalan begitu lambat dan pandangannya hanya terfokus pada wajah Alex. Nina bahkan bisa mendengar jantungnya yang berdetak cepat. Jika boleh, Nina ingin agar waktu berhenti saat itu juga agar bisa terus memandangi wajah Alex.
“Se-selamat malam!” Nina segera turun dari mobil tanpa membalas. Dia lalu berlari menyebrang kesebelahnya dengan wajah tertutup. Rasa menyesal kemudian datang karena telah bersikap konyol di depan Alex. Tanpa sadar Nina tersenyum mengingat perkataan Alex yang ingin menjemputnya. Nina berharap keputusannya untuk sedikit berharap pada Alex akan membuahkan hasil. Sambil membayangkan hari esok, Nina melangkah menuju rumahnya.
***
Pagi hari, ketika Nina berangkat bekerja seperti biasanya, mobil hitam yang dikenalinya dengan sangat telah terparkir persis ditempat yang sama dengan semalam. Nina memandang mobil itu was-was dan memperhatikan sekelilingnya yang dipenuhi dengan tetangga yang beraktivitas. Dengan perasaan bersalah, Nina berjalan menjauh dengan kepala tertunduk. Dia lupa memberitahu Alex untuk menunggunya ditempat lain.
Nina tidak mau hanya karena masalah antar jemput seperti ini akan menjadi gosip dikalangan tetangganya. Terlebih lagi mereka suka membicarakan keburukan seseorang dan berasumsi yang tidak-tidak. Contohnya saat dia memutuskan untuk tidak bersekolah. Para tetanga langsung menggosipkan dirinya yang telah hamil dan ditinggal oleh kekasih atau nilai yang jelek dan kelakuan yang buruk. Jika mereka melihat dirinya naik mobil terlebih lagi dengan seorang bule, pasti gosip buruk tentangnya akan semakin jelek dan itu akan membuat mamanya semakin malu.
Setelah merasa cukup jauh, Nina berbalik dan tidak menemukan mobil hitam yang mengikutinya. Kesedihan langsung melingkupi hatinya karena Alex pasti sudah kecewa padanya. Belum sempat berterima kasih atas kejadian itu, kini Alex telah pergi meninggalkannya.
Sebuah tarikan nafas mengisi paru-paru dengan udara untuk berpikir jernih. Dari awal, dia memang tidak mengenal Alex. Setelah mengembalikan dompetnya, pria itu tiba-tiba muncul dan membuat hari-harinya menjadi kacau. Tetapi kehadirannya juga membuat Nina merasa tenang.
Tanpa di inginkan, mata Nina memanas karena merasa kehilangan. Dia tidak mengira keberadaan Alex selama beberapa hari memberikan pengaruh besar padanya. Seharusnya dia tidak berharap, seharusnya dia tidak mudah bergantung pada orang lain dan menahan semuanya sendiri.
Saat menangisi kebodohannya sendiri, Nina merasakan bahunya ditepuk dari belakang. Nina langsung menutup wajah dengan kedua tangannya ketika Alex berdiri dihadapannya.
“Kenapa kau menangis?” Suara Alex yang begitu lembut, membuat tubuh Nina bergetar. Dia mengutuk air matanya yang tidak mau berhenti dan membuatnya terlihat semakin memalukan.
“Ikut aku.” Alex menarik sebelah lengannya dan membawanya masuk ke dalam mobil. Dia hampir berteriak ketika lengan Alex tiba-tiba melingkari perutnya untuk mengenakan seatbelt.
“Jadi, apa yang membuatmu menangis? Kenapa kau kabur saat melihatku tadi?” tanyanya khawatir.
Sebelum Nina menjawab, dia menyadari kalau Alex duduk di kursi pengemudi sedangkan dia disebelahnya. “Kau yang menyetir?”
Alex mengangkat sebelah alisnya lalu mendekatkan wajahnya pada wajah Nina. “Jawab pertanyaanku dulu setelah itu baru aku akan menjawab pertanyaanmu.”
Nina menahan nafasnya selama interaksi itu berlangsung. Pandangannya tidak bisa lepas dari mata Alex yang menatapnya lekat. Walaupun sudah sering bertemu, ini pertama kalinya dia melihat wajah Alex dengan jarak yang sangat dekat. Nina dapat menghirup aromat mint dari mulutnya. Hembusan nafas yang lembut membuat wajah Nina terasa gatal dan memerah disaat yang bersamaan.
“Itu, aku tidak mau dilihat tetangga. Nanti aku digosipkan yang tidak-tidak jika melihatku naik mobilmu. Lalu tadi mataku tertusuk rambut jadinya terlihat seolah-olah sedang menangis,” jelas Nina sambil membuang wajahnya ke arah lain. Dia tidak bisa melihat wajah Alex secara langsung. Rambutnya memang dibiarkan tergerai karena pita rambutnya putus saat kejadian semalam. Karena pita itu hanya satu-satunya, Nina jadi tidak bisa mengikat rambutnya seperti biasa.
Alex tidak memberikan respon, sebaliknya dia memberikan Nina semangkuk bubur dan mulai menjalankan mobilnya. “Ini untukmu dan ya, mulai sekarang aku menyetir sendiri.”
“Lalu, bapak supir itu?” tanya Nina lagi.
“Aku menyuruhnya istirahat. Lagi pula aku sudah hapal jalan yang ku lalui setiap hari,” jawab Alex dengan enteng.
Nina hanya mengangguk dan memakan bubur pemberian Alex. Saat aroma bubur menguar diudara, Nina tersenyum mengingat kembali kenangan masa lalunya. Dengan lahap, Nina menyantap bubur itu dan tersenyum setiap kali menyendokkannya.
“Jam berapa kamu pulang dari betamart?” tanya Alex.
“Jam 5 sore. Selanjutnya dimulai pukul 8 delapan malam,” jawab Nina tanpa melepas padangannya pada bubur.
Seulas senyum tipis tercetak diwajah Alex. Nina juga telah menjawab pertanyaan yang ingin ditanyakan setelahnya. Nina juga tidak sadar kalau setiap gerak-geriknya terus dipantau olehnya. Alex mengetuk jarinya pada setir menghitung waktu dan setelahnya dia menutup mulut dengan tangan satunya untuk menyembunyikan senyum yang semakin lebar.
Baca Parts Lainnya Klik Di sini
- Only You – Extra Part
- Only You – Epilog
- Only You – Chapter 56 (End)
- Only You – Chapter 55
- Only You – Chapter 54
- Only You – Chapter 53
- Only You – Chapter 52
- Only You – Chapter 51
- Only You – Chapter 50
- Only You – Chapter 49
- Only You – Chapter 48
- Only You – Chapter 47
- Only You – Chapter 46
- Only You – Chapter 45
- Only You – Chapter 44
- Only You – Chapter 43
- Only You – Chapter 42
- Only You – Chapter 41
- Only You – Chapter 40
- Only You – Chapter 39
- Only You – Chapter 38
- Only You – Chapter 37
- Only You – Chapter 36
- Only You – Chapter 35
- Only You – Chapter 34
- Only You – Chapter 33
- Only You – Chapter 32
- Only You – Chapter 31
- Only You – Chapter 30
- Only You – Chapter 29
- Only You – Chapter 28
- Only You – Chapter 27
- Only You – Chapter 26
- Only You – Chapter 25
- Only You – Chapter 24
- Only You – Chapter 23
- Only You – Chapter 22
- Only You – Chapter 21
- Only You – Chapter 20
- Only You – Chapter 19
- Only You – Chapter 18
- Only You – Chapter 17
- Only You – Chapter 16
- Only You – Chapter 15
- Only You – Chapter 14
- Only You – Chapter 13
- Only You – Chapter 12
- Only You – Chapter 11
- Only You – Chapter 10
- Only You – Chapter 9
- Only You – Chapter 8
- Only You – Chapter 7
- Only You – Chapter 6
- Only You – Chapter 5
- Only You – Chapter 4
- Only You – Chapter 3
- Only You – Chapter 2
- Only You – Chapter 1
- Only You – Prolog
Tersenyum dianya padaku
Ouuuhhhh