Baca Parts Lainnya Klik Di sini
- Only You – Extra Part
- Only You – Epilog
- Only You – Chapter 56 (End)
- Only You – Chapter 55
- Only You – Chapter 54
- Only You – Chapter 53
- Only You – Chapter 52
- Only You – Chapter 51
- Only You – Chapter 50
- Only You – Chapter 49
- Only You – Chapter 48
- Only You – Chapter 47
- Only You – Chapter 46
- Only You – Chapter 45
- Only You – Chapter 44
- Only You – Chapter 43
- Only You – Chapter 42
- Only You – Chapter 41
- Only You – Chapter 40
- Only You – Chapter 39
- Only You – Chapter 38
- Only You – Chapter 37
- Only You – Chapter 36
- Only You – Chapter 35
- Only You – Chapter 34
- Only You – Chapter 33
- Only You – Chapter 32
- Only You – Chapter 31
- Only You – Chapter 30
- Only You – Chapter 29
- Only You – Chapter 28
- Only You – Chapter 27
- Only You – Chapter 26
- Only You – Chapter 25
- Only You – Chapter 24
- Only You – Chapter 23
- Only You – Chapter 22
- Only You – Chapter 21
- Only You – Chapter 20
- Only You – Chapter 19
- Only You – Chapter 18
- Only You – Chapter 17
- Only You – Chapter 16
- Only You – Chapter 15
- Only You – Chapter 14
- Only You – Chapter 13
- Only You – Chapter 12
- Only You – Chapter 11
- Only You – Chapter 10
- Only You – Chapter 9
- Only You – Chapter 8
- Only You – Chapter 7
- Only You – Chapter 6
- Only You – Chapter 5
- Only You – Chapter 4
- Only You – Chapter 3
- Only You – Chapter 2
- Only You – Chapter 1
- Only You – Prolog
Sepanjang bekerja, pikiran Nina tidak fokus. Berulang kali dia melakukan kesalahan mencatat menu dan menghidangkan makanan. Tugas yang tiba-tiba beralih dan kondisi tubuhnya yang tidak baik membuat kepala pusing. Istri bos terus memarahinya hingga membuat kepalanya semakin berdentum. Puncaknya saat Nina salah membuang sampah dengan makanan. Istri bos menjadi murka dan memarahi Nina di depan semua pelanggan dan pegawai lainnya.
“Kamu tu kerja pakai otak, bisa tidak?! Kamu gak bisa lihat itu makanan bukan sampah! Dasar bodoh!” Makian dari istri bos terdengar hingga kemana-mana. Dalam sekejab Nina dan istri bos pun menjadi pusat perhatian.
“Kamu ya, sudah bodoh, tidak berguna, bikin rugi lagi! Kamu gak bisa keq adikmu yang pintar itu? Otakmu kemana, hah?! Kalau gak dipakai, mati saja kamu!”
Nina tidak berani menjawab dan terus menundukkan wajahnya. Tangannya meremas pinggiran baju dengan erat untuk menahan tangis. Dia terus mengatakan pada dirinya sendiri kalau semua ini akan berakhir. Besok semuanya akan baik-baik saja dan melupakan kejadian malam ini.
“Gimana caramu buat ganti rugi, hah?! Kamu gak lihat pelanggan udah nunggu lama, hah?! Apa kamu mau gaji kamu dipotong, hah?!”
“Saya mohon jangan bu. Saya minta maaf,” pinta Nina menundukkan kepalanya berkali-kali.
“Masih berani jawab kamu ya! Dasar anak kurang ajar!”
Ketika istri bos hendak menampar Nina, bos buru-buru datang dan menghalanginya. Beberapa pegawai perempuan lainnya membawa Nina menjauh dan membiarkan istri bos meracau tidak karuan.
“Kamu gak apa-apa kan, Nin? Gimana kalau kamu pulang aja? Mukamu juga pucat,” tawar salah satu pegawai.
“Iya, pulang Nin. Biar kami aja gantikan bagianmu. Kalau kamu ngak tahan, berhenti aja. Kamu juga tau mulut istri bos gimana,” sahut pegawai lainnya.
“Aku gapapa. Aku masih bisa kerja kok,” senyum Nina meyakinkan teman-temannya. Dia masih belum boleh berhenti. Tidak sampai Randy naik tahun ajaran baru.
Saat mereka berusaha meyakinkan Nina, seorang pegawai laki-laki lainnya datang menghampiri mereka. “Nin, bos suruh kamu pulang dulu besok baru datang.”
Nina melirik ke arah istri bos yang masih mengamuk dan mengangguk lesu. Dengan langkah gontai, Nina berjalan menuju kamar ganti untuk menukar bajunya dan mengambil tas punggungnya. Ketika Nina ingin pergi, laki-laki yang tadi datang dengan membawa helm.
“Nin, aku antar pulang ya biar kamu lebih cepat istirahatnya,” tawarnya.
Nina ingin menolak. Tetapi ketika mengingat kembali pesan Tommy padanya, dia mengangguk sebagai jawaban dan mengambil helm itu. Laki-laki yang dikenalnya sebagai Rudi itu langsung tersenyum sumringah dan mengeluarkan motornya. Begitu Nina telah duduk dibelakang, motor langsung melesat dengan cepat.
Angin yang tiba-tiba menerpa wajahnya membuat Nina menutup matanya. Dia tetap berpegangan pada besi penyangga meskipun Rudi telah mengizinkan untuk memeluknya. Nina tentu saja tidak mau. Rudi salah satu laki-laki yang menyukainya. Nina tidak mau dengan menuruti permintaannya akan membuatnya menjadi berharap.
Saat Nina sudah menyesuaikan matanya dengan kecepatan motor Rudi, dia baru menyadari keadaanya sekitarnya. Jalan yang dilalui Rudi berbeda dengan biasa yang dia lalui. Nina mulai merasakan firasat buruk ketika tidak melihat satupun rumah penduduk dan jalanan yang gelap.
“Rud, ini bukan jalan yang ku bilang tadi loh. Putar balik lagi!” Nina sengaja meninggikan suaranya untuk menggertaknya.
“Jalan sini lebih cepat. Lu tenang aja, Nin. Serahkan semua sama abang.”
Bukannya memperlambat laju motor, Rudi semakin menambah kecepatannya dan semakin masuk kedalam pedalaman. Firasat Nina yang semakin menjadi-jadi membuatnya mencubit pinggang Rudi dengan keras. Rudi otomatis mengerem motornya karena rasa sakit yang tidak diduganya. Kesempatan itu diambil Nina untuk turun dan mengembalikan helm.
“Gua udah tahu jalannya. Gua pulang sendiri aja. Trims udah antarin.” Bohong jika Nina mengetahui jalan pulang. Dia sendiri tidak tahu berada dimana. Terkutuklah nasehat Tommy soal menerima bantuan. Sekarang dia merasakan akibat dari perbuatan bodohnya apalagi bersama laki-laki yang tidak dikenalnya dekat.
“Eh, gak apa abang anterin. Naik aja lagi.” Kali ini Rudi menarik lengan Nina erat dan memaksanya untuk ikut dengannya.
Nina menolak dengan menepisnya kuat. “Ngak! Aku bisa pulang sendiri!” Nina langsung berbalik dan berjalan cepat meninggalkan Rudi. Tiba-tiba dia merasakan sakit saat rambutnya dipaksa ditarik belakang.
“Ngak usah jual mahal kamu! Kamu tahu selama ini abang ada perasaan sama kamu tapi kamu terus cuekin abang. Sekarang gak ada siapa-siapa disini dan abang akan buat kamu menyesal!”
Detik berikutnya, Rudi langsung memeluk Nina dari belakang dan mencium lehernya. Rasa jijik langsung memenuhinya ketika Rudi ingin meraih bibirnya. Dengan keras, Nina menyikut perut Rudi hingga membuatnya mundur. Nina langsung berlari sekuat tenanganya. Namun sayang gerakan Rudi yang lebih cepat kembali menjambak rambutnya hingga kepalanya tertarik kebelakang dan membuat ikatan rambutnya putus.
“Jangan lari kamu! Abang akan nikmati setiap jengkal badan kamu!” Rudi tertawa ketika meremas sebelah dada Nina.
Nina menggigit bibir bawanya untuk menahan rasa sakit itu. Perbuatan Rudi kepadanya benar-benar membuatnya marah. Nina melayangkan tinju tepat di wajah Rudi hingga membuatnya terjatuh. Tinjuannya mampu membuat gigi depan Rudi patah dan hidungnya berdarah.
Ketika Nina merasa aman karena Rudi telah pingsan, sekumpulan geng motor tiba-tiba muncul dan menyorotkan lampu kearahnya hingga membuat matanya silau. Setelah itu, sebuah tamparan melayang ke pipinya hingga membuatnya jatuh terjerembab. Seorang pria menarik wajahnya dengan kasar dan tersenyum memamerkan kumpulan gigi kuningnya.
“Cewek mantap oy! Hebat juga bisa kalahi Rudi. Tu bocah memang gak guna!” Rekan-rekan geng yang lain ikut tertawa mendengar ejekan itu. Pria itu lalu menjilat bibir bawahnya dan selanjutnya mendorong Nina hingga terbaring ditanah. “Semoga lu bisa puasin kami semua. Kalau mau marah, marahlah sama cecunguk itu!” tunjuknya pada Rudi yang masih tergeletak ditanah. “Dia yang bilang akan memberikanmu pada kami untuk melunasi hutang-hutangnya.”
Mata Nina memanas mendengar tawa dari pria-pria hidung belang dihadapannya. Bukan hanya ingin memperkosanya, Rudi ternyata juga memperlakukannya seperti barang yang bisa diperjual belikan. Persetan dengan hutang kepada mereka. Nina akan melawan dengan segenap tenaganya untuk bebas. Bagaimanapun caranya dia tidak akan menyerahkan keperawanannya kepada pria-pria brengsek dihadapannya. Nina lebih memilih mati dengan terhormat daripada harus hidup menanggung malu.
Rontakkan Nina membuat pria-pria itu semakin bersemangat. Mereka mulai memegangi tangan dan kaki Nina satu per satu. Tidak ada rasa iba ketika melihat tangisannya. Mereka semua telah dikuasi oleh nafsu. Tidak ada satupun yang menolongnya meskipun teriakkannya sudah membuat tenggorokannya sakit.
Ketika Nina telah merasa hancur, sebuah cahaya dari lampu mobil diiringi klakson yang memekakkan telinga mengembalikan harapannya.Pria-pria hidung belang itu menghentikan aksinya. Pria bergigi kuning yang berbicara padanya mengumpat marah dan berdiri berhadapan dengan mobil yang berhenti didepannya.
“Keluar lu brengsek! Berani-beraninya ganggu kesenangan kami!” raungnya marah.
Seorang pria turun dari mobil dan menatap mereka tatapan tajam. Melihat setelannya yang rapi, pria bergigi kuning tertawa lalu diikuti rekan-rekan lainnya.
“Ternyata bule oy! Hari ini kita dapat rejeki nomplok!” tawanya keras.
Mata Nina membulat ketika mendengar perkataan mereka. Dengan susah payah dia mendongak dan melihat Alex yang berdiri disana. Alex juga menatapnya dan berganti menatap pria dihadapannya.
“If money you want, i will give you but leave that girl!”
“Hah? Apa? Dia bilang mau kasih kita uang? Money?” Pria itu menggesekkan telunjuk dan ibu jarinya dengan memamerkan giginya yang kuning.
Alex menyerahkan beberapa lembar dollar dan seratus rupiahan kepada pria bergigi kuning itu. Pria itu menjilat ibu jarinya dan menghitung uang yang berada ditangannya. Dia juga memperhatikan setelan dan jam yang dikenakan Alex lalu menyeringai. Setelah menyimpan uang itu disaku jeans nya, dia mengeluarkan pisau lipat dan mengarahkannya pada Alex.
“Lu masih punya money kan? Tinggalkan semua harta berharga lu dan pergi dari sini!”
Alex yang mengetahui jika pria itu mengisyaratkan lebih dan mengancamnya, mengambil sesuatu dari balik jasnya dan mengarahkan kelangit. Selanjutnya, bunyi tembakan keras terdengar dan membuat pria itu mundur. Alex lalu mengarahkan pistolnya kearah pria bergigi kuning itu yang langsung berteriak kabur diikuti rekan lainnya.
Nina yang melihat semua itu hanya terduduk diam. Pikirannya terasa kosong dengan apa yang baru terjadi dihadapannya. Sebuah sentuhan di bahu membuatnya sadar dan berteriak sekencang-kencangnya.
“It’s alright. You already save.”
Ucapan lembut dan bahasa yang berbeda membuat Nina mendongak lalu bertatapan dengan Alex. Pandangannya yang lembut dan usapan pada pipinya membuat Nina berhambur kepelukannya dan menangis.
Nina menangis karena dikhianati oleh yang bahkan tidak dikenalinya. Dia hampir celaka jika Alex tidak datang menolongnya. Alex, laki-laki yang sudah beberapa hari membuatnya marah dan kesal datang menolongnya dari laki-laki hidung belang. Nina lelah dengan semua yang menimpanya. Semuanya terus datang silih berganti tanpa berhenti. Malam itu, Nina terus menangis hingga tertidur dan tanpa diketahuinya bahwa semua kepedihannya perlahan akan berakhir.
Baca Parts Lainnya Klik Di sini
- Only You – Extra Part
- Only You – Epilog
- Only You – Chapter 56 (End)
- Only You – Chapter 55
- Only You – Chapter 54
- Only You – Chapter 53
- Only You – Chapter 52
- Only You – Chapter 51
- Only You – Chapter 50
- Only You – Chapter 49
- Only You – Chapter 48
- Only You – Chapter 47
- Only You – Chapter 46
- Only You – Chapter 45
- Only You – Chapter 44
- Only You – Chapter 43
- Only You – Chapter 42
- Only You – Chapter 41
- Only You – Chapter 40
- Only You – Chapter 39
- Only You – Chapter 38
- Only You – Chapter 37
- Only You – Chapter 36
- Only You – Chapter 35
- Only You – Chapter 34
- Only You – Chapter 33
- Only You – Chapter 32
- Only You – Chapter 31
- Only You – Chapter 30
- Only You – Chapter 29
- Only You – Chapter 28
- Only You – Chapter 27
- Only You – Chapter 26
- Only You – Chapter 25
- Only You – Chapter 24
- Only You – Chapter 23
- Only You – Chapter 22
- Only You – Chapter 21
- Only You – Chapter 20
- Only You – Chapter 19
- Only You – Chapter 18
- Only You – Chapter 17
- Only You – Chapter 16
- Only You – Chapter 15
- Only You – Chapter 14
- Only You – Chapter 13
- Only You – Chapter 12
- Only You – Chapter 11
- Only You – Chapter 10
- Only You – Chapter 9
- Only You – Chapter 8
- Only You – Chapter 7
- Only You – Chapter 6
- Only You – Chapter 5
- Only You – Chapter 4
- Only You – Chapter 3
- Only You – Chapter 2
- Only You – Chapter 1
- Only You – Prolog
Saya produktif sebelum kursus. Jadi, sya rajin menjelang kursus dan kebetulan lagi ada ide. Terima kasih sudah mengikuti sampai sejauh ini!
Semoga ide buat nulis Alex-Nina makin lancar.
Hahahaha tapi banyak typo
Efek mata lelah mata masih seger ?
It’s alright
Tks ya kak udh update.