Baca Parts Lainnya Klik Di sini
- Only You – Extra Part
- Only You – Epilog
- Only You – Chapter 56 (End)
- Only You – Chapter 55
- Only You – Chapter 54
- Only You – Chapter 53
- Only You – Chapter 52
- Only You – Chapter 51
- Only You – Chapter 50
- Only You – Chapter 49
- Only You – Chapter 48
- Only You – Chapter 47
- Only You – Chapter 46
- Only You – Chapter 45
- Only You – Chapter 44
- Only You – Chapter 43
- Only You – Chapter 42
- Only You – Chapter 41
- Only You – Chapter 40
- Only You – Chapter 39
- Only You – Chapter 38
- Only You – Chapter 37
- Only You – Chapter 36
- Only You – Chapter 35
- Only You – Chapter 34
- Only You – Chapter 33
- Only You – Chapter 32
- Only You – Chapter 31
- Only You – Chapter 30
- Only You – Chapter 29
- Only You – Chapter 28
- Only You – Chapter 27
- Only You – Chapter 26
- Only You – Chapter 25
- Only You – Chapter 24
- Only You – Chapter 23
- Only You – Chapter 22
- Only You – Chapter 21
- Only You – Chapter 20
- Only You – Chapter 19
- Only You – Chapter 18
- Only You – Chapter 17
- Only You – Chapter 16
- Only You – Chapter 15
- Only You – Chapter 14
- Only You – Chapter 13
- Only You – Chapter 12
- Only You – Chapter 11
- Only You – Chapter 10
- Only You – Chapter 9
- Only You – Chapter 8
- Only You – Chapter 7
- Only You – Chapter 6
- Only You – Chapter 5
- Only You – Chapter 4
- Only You – Chapter 3
- Only You – Chapter 2
- Only You – Chapter 1
- Only You – Prolog
Seusai makan malam, Anna memberikan obat yang diminta Nina dan memberikannya pada Alex. Alex tidak sakit. Tentu saja dia tidak akan meminum obat itu. Untungnya Nina hanya menyuruhnya minum obat bukan memanggil dokter.
“Sayang, tolong ambilkan laptopku yang disana,” pinta Alex.
Nina mengangguk dan mengambil laptop yang dimaksud Alex. Kesempatan itu Alex gunakan untuk membuang obat itu. Ketika Nina berbalik, dia berpura-pura memakannya dan meminum air yang telah disediakan.
“Terima kasih, sayang,” ucap Alex menerima laptop dari Nina.
“Jangan terlalu memaksakan dirimu untuk bekerja. Istirahatlah malam ini. Aku tidak mau kalau sakitmu memburuk sampai besok.”
Alex tersenyum mendengar nasihat yang diberikan Nina. Dia kemudian meletakkan laptop itu di nakas dan berbaring. Ditepuknya samping ranjang yang masih lapang dan mengisyaratkan Nina tidur di sampingnya. Nina mengerti isyarat itu dan berbaring di samping Alex.
Alex menatap mata coklat Nina dan mengelus permukaan pipinya yang putih. Nina memejamkan matanya menikmati sentuhan yang diberikannya. Rasanya dia rindu dengan sentuhan ini. Dia menduga kalau dulu Alex sering melakukannya seperti sekarang. Terkadang ada perasaan kosong ketika mengetahui semua kenangannya hilang.
Nina ingin mengingat kenangan-kenangan yang dilaluinya bersama Alex. Apa yang mereka bicarakan, apa yang mereka lakukan ketika bersama dan apa yang membuatnya jatuh cinta kepada Alex.
Setiap kali mencoba mengingat, kepalanya menjadi sakit seperti dihantam hingga remuk. Alex menasehatinya agar tidak terburu-buru. Perlahan-lahan ingatannya pasti akan pulih dan dia akan mengingat waktu yang dilaluinya bersama-sama dengan Alex.
***
Nina duduk termenung di ruang keluarga yang didominasi oleh warna hitam. Matanya tidak lepas dari jam dinding yang menujukkan pukul sepuluh. Waktu terasa sangat lambat ketika Alex tidak ada. Buku-buku yang dimiliki Alex telah selesai dibacanya. Nina juga tidak bisa membantu Anna mengerjakan pekerjaan rumah seperti menyapu, mencuci dan merapikan barang karena dilarang oleh Alex. Alex tidak mau dirinya kelelahan dan membuatnya sakit.
Nina menghela nafas panjang dan membaringkan tubunya pada sofa panjang. Matanya kembali melihat ke arah jam yang hanya bergerak 2 menit dari tempatnya. Bosan. Dia merasa sangat bosan. Karena ingatannya yang hilang, Nina tidak bisa kemana-mana. Alex juga tidak memperbolehkannya keluar karena takut dirinya tersesat. Padahal jika Alex memperbolehkan, dia akan berjalan-jalan dengan Anna.
Mata Nina hampir terpejam jika hidungnya tidak mencium sesuatu yang membuat perutnya memberontak. Dengan malas, Nina mengangkat kepalanya dan berjalan menuju dapur. Disana, dia melihat Anna tengah memasak sesuatu.
“Apa yang kau masak?” tanya Nina penasaran.
Anna langsung menoleh mendapati Nina yang berdiri di belakangnya dan tersenyum. “Aku membuat meatball. Kau mau coba?”
Nina mengangguk dua kali untuk menjawabnya. Dia sangat tergiur untuk mencicipi meatball yang dibuat Anna. Tidak dipungkiri, masakan yang dibuat Anna memang enak. Nina selalu menyantap habis makanan yang dibuatnya. Tidak jarang Nina selalu meminta tambah meskipun Alex duduk disampingnya.
Anna mengangkat beberapa meatball dan meletakkannya di piring terpisah. Satu piring pertama Anna memberikannya pada Nina dan satu piring lainnya diletakkan diatas meja. Sisa dari meatball itu disimpan untuk nanti siang.
Nina meniup-niup meatball yang masih mengepul lalu memakannya. Rasa asin dan lembutnya daging menyatu dimulutnya. Tanpa menunggu lama, Nina melanjutkan suapan berikutnya hingga habis. Nina langsung membawa piringnya ke wastafel dan mencucinya sebelum Anna merebutnya.
“Kau tidak perlu mencucinya, Nina. Sudah tugasku untuk melayanimu.” Anna sedikit merengut karena pekerjaan yang seharusnya dikerjakannya diambil alih olehnya.
“Aku tidak mau kau kelelahan. Lagi pula aku hanya mencuci piringku sendiri, tidak lebih.” Nina meletakkan piring yang selesai dicucinya ke rak besi yang terletak di samping dan membiarkan air menetes hingga kering.
“Alex tidak akan senang kalau kau seperti ini. Bagaimana kalau kau sakit lagi?” tanya Anna khawatir.
“Aku tidak apa-apa. Aku merasa sehat. Lihat, aku bahkan bisa berlari kalau Alex mengijinkanku keluar.”
Benar, Nina sudah sehat. Tidak ada yang salah dengannya. Hanya ingatannya saja yang belum pulih dan itu yang kadang membuatnya sakit kepala jika berusaha mengingatnya.
“Baiklah,” Anna menghela nafasnya tidak mau melawan ke keraskepalaan Nina. Hanya satu itu yang belum berubah dari dirinya meskipun ingatannya telah hilang. “Karena kau sudah kenyang, apa ada hal yang ingin kau lakukan? Misalnya menonton?” tanya Anna sambil mengelap meja.
Nina menoleh ke arah jam dan melihat jarum panjang yang hampir menunjukkan angka sebelas. Satu hal yang Nina sadari, ketika makan waktu berlalu dengan cepat. “Satu jam lagi makan siang.”
Nina menoleh ke arah meatball yang tersisa. Bayangan Alex datang begitu saja dipikirannya. Nina mengira-ngira apa yang sedang dilakukan Alex dan apa dia beristirahat cukup nantinya? Dia rindu. Nina rindu dengan sosok Alex yang selalu menemaninya.
“Anna, aku ingin bertemu Alex.”
Anna menghentikan kegiatannya dan menatap Nina bingung, “Kau selalu bertemu dengannya sayang. Setiap malam kalian selalu bersama.”
“Maksudku, aku ingin bertemu Alex sekarang. Aku istrinya kan? Jadi aku boleh menemuinya saat dikantor, bukan?” tanya Nina bertubi-tubi.
Kerutan di dahi Anna bertambah dua kali lipat. Reaksi yang diperlihatkan Nina sekarang ini sangat aneh. Seperti seorang gadis kasmaran yang tengah berbunga-bunga dan khawatir jika tidak melihat pasangannya.
“Kau merindukan Alex?” tanya Anna kemudian.
“Rin… rindu?” ulang Nina tergagap.
Melihat kegundahan Nina dalam menjawab membuat Anna yakin kalau Nina mulai terbuasa dengan Alex. “Bagaimana kalau kau membawakan makan siang untuknya? Sebentar lagi juga waktunya makan siang. Jadi kau tidak perlu malu saat beralasan dengannya nanti.”
“Ide bagus. Makanan yang Alex sukai…” Nina termenung dan pandangan sejenak berubah menjadi kosong. “Spaghetti,” gumamnya.
“Nina?” panggil Anna khawatir.
“Spaghetti. Alex menyukai spaghetti,” ulangnya lagi.
Anna tertegun. Nina tidak salah kalau spaghetti adalah makanan kesukaan Alex. Tapi yang menjadi pikirannya, apakah ingatan Nina sudah kembali?
“Nina. Apa ingatanmu sudah kembali?” tanya Anna memastikan.
“Hmm? Tidak. Kenapa?”
“Tidak. Tidak apa-apa.” Anna berpura-pura tersenyum agar tidak menimbulkan kecurigaan. Dia kemudian mengambil bahan-bahan dari kulkas.
Nina mengamati bahan-bahan itu dan entah kenapa dia tahu bagaimana cara membuat spaghetti. “Anna, boleh aku membantu? Entah kenapa rasanya aku tahu bagaimana cara membuatnya.”
Anna ragu sejenak. Tapi bukankah itu baik jika Alex dapat memakan masakan buatan Nina? Lagi pula dari dulu Alex selalu menunggu Nina. “Baiklah. Alex pasti akan sangat senang karena bisa mencicipi masakanmu.”
Nina tersipu mendengarnya. Membayangkan Alex memuji masakannya membuatnya bahagia.
***
Nina menatap kagum pada gedung-gedung pencakar langit yang menghiasi langit kota New York. Setelah dua hari terus berada didalam rumah, akhirnya dia bisa melihat pemandangan disekelilingnya. Pemandangan yang biasa diliatnya dari atas begitu berbeda saat berada dibawah. Jika biasa Nina melihat gedung-gedung itu dari jendela kamar, sekarang dia melihat dari jendela mobil.
Melihat gedung-gedung itu dari sudut yang lain membawa kesenangan tersendiri bagi Nina. Beberapa tempat menarik perhatiannya. Dia ingin sekali mengunjungi tempat-tempat itu bersama Alex nanti. Sejenak Nina ragu, apakah Alex akan mengijinkannya? Mungkin jika dia meminta dengan baik-baik, Alex akan mempertimbangkannya.
Nina melihat bekal yang berada dipangkuannya. Dia menatap cemas ketika memikirkan rasanya. Nina khawatir kalau Alex tidak menyukainya dan membuangnya.
Saat Nina kalut dengan pikirannya, Anna menepuk pundaknya. “Jangan khawatir, Alex akan menyukainya. Justru Alex akan menghabiskannya secepat kilat dan meminta tambah.”
Pipi Nina memerah setelah Anna menyemangatinya. Membayangkan bagaimana wajah Alex saat memakannya membuat jantung Nina berdegup cepat.
Mobil berhenti di sebuah gedung hitam berbentuk kotak. Setiap sisi dari bangunan itu berkilau diterpa cahaya matahari. Gedung itu seperti Alex, begitu tinggi dan kokoh. Saat didalam mobil, Nina tidak bisa mengira tinggi gedung. Tetapi setelah berdiri dibawahnya, dia menyadari jika tinggi gedung ini tidak jauh berbeda dengan tempat tinggalnya.
Anna menemani Nina masuk kedalam gedung dan tidak menyangka akan ada banyak orang disana. Rasa gugup langsung menyerangnya ketika banyak pasang mata tertuju padanya. Rasa gugup itu tidak berlangsung lama ketika semua kembali sibuk dengan pekerjaannya masing. Banyaknya orang yang berlalu-lalang membuat Nina bingung harus mencari Alex dari mana. Dia hanya bisa mengikuti Anna dan berharap bisa menemukannya.
Nina berjalan dengan kikuk ditengah keramaian. Tubuhnya merinding dan kepalanya sedikit berdenyut. Nina mengira mungkin ini berhubungan dengan ingatannya. Selang beberapa menit sakit itu menghilang dan tubuhnya kembali baik-baik saja. Untung Anna tidak menyadarinya. Jika Anna mengetahuinya, dia pasti akan langsung melaporkannya pada Alex dan itu akan membuatnya khawatir.
Nina terus mengikuti Anna yang membawanya menaiki lift menuju lantai teratas. Melihat lift yang bergerak semakin mendekati puncak, jantung Nina berdebar semakin kencang pula. Dia kembali merasa gugup. Bagaimana reaksi Alex nanti ketika melihatnya? Apa akan marah? Atau senang? Bagaimana jika Alex menyurunya pulang?
Nina menggeleng kepalanya kuat-kuat dan meremas gagang tas bekal yang dibawanya. Dia tidak boleh mundur. Anna sudah membantunya sampai sejauh ini, jadi dia tidak boleh menyerah. Nina menyemangati dirinya sendiri dalam hati, berkata kalau semuanya baik-baik saja. Anna yang melihat reaksi Nina, terus menahan senyum. Nina tidak sadar kalau dia berpikir terlalu serius sampai kerutan di dahinya muncul.
Bunyi denting lift terdengar ketika mereka sudah sampai. Nina menarik nafas panjang sebelum keluar dari lift. Dia lalu mengikuti Anna menuju meja seketaris.
“Selamat siang. Kami ingin bertemu dengan Mr. Black. Apa dia ada?” tanya Anna.
Sekretaris wanita yang duduk di sana menghentikan pekerjaannya dan mengangkat sebelah alisnya. Menurut Nina, wanita itu sangat cantik, berbanding balik dengan pandangan Anna. Riasan yang berlebihan dan pakaian yang sengaja terbuka dibagian dada membuat Anna memutar kedua bola matanya. Seketaris dihadapannya ini jelas-jelas ingin menarik perhatian Alex. Anna bahkan berani bertaruh jika seketaris itu pernah bertingkah genit dihadapan Alex.
“Maaf, apa kalian sudah membuat janji sebelumnya?” tanyanya dengan pandangan yang merendahkan.
Nina menatap Anna bingung bercampur khawatir. Pasalnya dia tidak memberi tahu Alex atau membuat janji untuk bertemu dengannya. Nina tertunduk pasrah karena tidak bisa menemui Alex siang ini dan memberikan bekal buatannya.
“Kami tidak perlu membuat janji. Apa Mr. Black ada ditempat?” ulang Anna dengan pertanyaan yang sama.
Seketaris itu berdiri dari kursinya dan menatap Anna dengan wajah menantang. “Jika kalian tidak membuat janji, kalian tidak bisa bertemu dengan Mr. Black!” ucapnya ketus.
Anna dan seketaris itu saling menatap tajam hingga membuat Nina takut. Dia tidak mengira jika ingin bertemu Alex akan menimbulkan keributan seperti ini. Nina menatap bekal yang berada dalam genggamannya dan tersenyum lemah.
“Anna, sudahlah, ayo kita kembali. Ini salahku karena tiba-tiba ingin bertemu Alex.”
“Tidak! Ini bukan salahmu. Tidak apa-apa kau ingin menemuinya, kalian adalah sepasang kekasih,” balas Anna lalu kembali menatap seketaris itu. “Kami akan menunggu didalam tanpa persetujuanmu! Silahkan memanggil security. Akan ku pastikan kau yang keluar dari tempat ini!”
Seketaris itu mendengus dan menatap Anna tanpa takut. “Silahkan saja. Begitu Mr. Black kembali, kalianlah yang akan diusir olehnya!” balasnya.
Bukan tanpa sebab dia mengatakan itu. Banyak wanita yang sering mencari atasannya, bersikap seenaknya dan mengklaim sebagai kekasih. Seketaris itu yakin jika dua wanita yang dihadapannya sekarang akan bernasib sama dengan wanita-wanita lainnya, diusir dengan dingin.
Anna berjalan melewati seketaris itu dengan dagu yang terangkat tinggi. Saat bertemu Alex nanti, dia akan menyuruhnya mengganti seketaris kurang ajar ini.
Nina mengikuti dari belakang. Dia bergumam minta maaf yang dibalas dengan desisan. Ketika memasuki ruangan Alex, Nina terkesima dengan ruangan yang didominasi dengan warna gelap. Berbagai barang mewah yang terpajang menambahkan kesan berkuasa. Melihat semua warna gelap disekitarnya membuat Nina merasa lucu karena Alex menyukai warna yang sama dengan nama keluarganya.
Anna menyuruh Nina duduk di sofa putih yang berada ditengah ruangan sedangkan dia mengubungi Alex. Nina mengamati jam yang menunjukkan sebelas tiga puluh menit. Setengah jam lagi, dia bisa bertemu Alex.
“Kenapa tidak diangkat?” gumam Anna sambil melihat ke arah ponselnya.
“Jangan menganggunya. Aku akan menunggu Alex disini. Biarkan dia menyelesaikan pekerjaannya dulu.”
Anna membenarkan perkataan Nina. Mungkin Alex sedang rapat sehingga tidak bisa menjawabnya. “Aku akan mencari Alex. Kau tidak apa-apa menunggu disini sendirian?”
Nina mengangguk dan tersenyum kepada Anna. “Tidak apa-apa. Aku baik-baik saja disini.”
“Aku akan segera membawa Alex kemari.” Anna berjalan keluar ruangan dan meninggalkan Nina.
Ketika Anna pergi, keheningan langsung memenuhi ruangan. Dia menatap meja kerja Alex dan mengusap kedua tangannya. Bekerja sendirian diruangan ini terasa sepi dan dingin.
Nina membaringkan kepalanya pada bahu sofa ditemani bunyi deritan AC. Matanya merasa berat dan rasa kantuk datang tanpa diduga. Nina memejamkan matanya sejenak kemudian tertidur dengan bekal dipangkuannya.
Baca Parts Lainnya Klik Di sini
- Only You – Extra Part
- Only You – Epilog
- Only You – Chapter 56 (End)
- Only You – Chapter 55
- Only You – Chapter 54
- Only You – Chapter 53
- Only You – Chapter 52
- Only You – Chapter 51
- Only You – Chapter 50
- Only You – Chapter 49
- Only You – Chapter 48
- Only You – Chapter 47
- Only You – Chapter 46
- Only You – Chapter 45
- Only You – Chapter 44
- Only You – Chapter 43
- Only You – Chapter 42
- Only You – Chapter 41
- Only You – Chapter 40
- Only You – Chapter 39
- Only You – Chapter 38
- Only You – Chapter 37
- Only You – Chapter 36
- Only You – Chapter 35
- Only You – Chapter 34
- Only You – Chapter 33
- Only You – Chapter 32
- Only You – Chapter 31
- Only You – Chapter 30
- Only You – Chapter 29
- Only You – Chapter 28
- Only You – Chapter 27
- Only You – Chapter 26
- Only You – Chapter 25
- Only You – Chapter 24
- Only You – Chapter 23
- Only You – Chapter 22
- Only You – Chapter 21
- Only You – Chapter 20
- Only You – Chapter 19
- Only You – Chapter 18
- Only You – Chapter 17
- Only You – Chapter 16
- Only You – Chapter 15
- Only You – Chapter 14
- Only You – Chapter 13
- Only You – Chapter 12
- Only You – Chapter 11
- Only You – Chapter 10
- Only You – Chapter 9
- Only You – Chapter 8
- Only You – Chapter 7
- Only You – Chapter 6
- Only You – Chapter 5
- Only You – Chapter 4
- Only You – Chapter 3
- Only You – Chapter 2
- Only You – Chapter 1
- Only You – Prolog
bukannya mereka suami istri ya. Kenapa sepasang kekasih… Aku suka ceritanyaaaaa semangat nulis thor
Aku awam
Hayoloh Anna keceplosan kah?
Tks ya kak udh update.