Red Prince

The Red Prince | Part 13 : Rencana Eksekusi Kedua

Bookmark
Please login to bookmark Close

red prince cover - CopyRed 3

15 votes, average: 1.00 out of 1 (15 votes, average: 1.00 out of 1)
You need to be a registered member to rate this post.
Loading...

 

Baca Parts Lainnya Klik Di sini

Tubuh Onyx yang remuk redam itu terlempar dengan kejam ke salah satu sisi sungai nan jauh dari taman kota tempat ia terkena serangan kekuatan Reddish sebelumnya. Tubuhnya yang gagah itu kini tampak payah dengan kulitnya yang pasi seolah kehilangan darah. Penampilannya yang semula berwarna merah menyerupai Reddish itu kini kembali ke warnanya semula yang berwarna hitam legam. Pakaiannya sobek di banyak sisi dan terlihat basah serta kotor karena separuh tubuhnya terendam aliran air yang cukup dangkal di sungai itu.

Kedua mata Onyx terpejam rapat. Kesadarannya tercabut paksa berikut kekuatan tubuhnya. Sepertinya Reddish tak tanggung-tanggung dalam mengalahkan lelaki klan hitam itu, hingga Onyx tak menyadari keberadaan dirinya serta keadaan yang menimpa tubuhnya saat ini. Manusia yang tak sengaja melihat pastilah menyangka jika Onyx telah mati, meskipun sebenarnya jantungnya masih memompa darah klan hitam di tubuhnya walau terlihat lemah dan putus asa mempertahankan degupnya untuk menopang agar Onyx tetap hidup.

Ini adalah pertengahan bulan. Langit cukup terang di dunia manusia dengan rembulannya yang membentuk setengah lingkaran. Para bintang bertengger cantik di langit-langit bumi, bekerlip bergantian menghiasi malam.

Dari langit yang redup oleh cahaya-cahaya kecil itu, sosok hitam dengan pakaiannya yang hitam turun perlahan. Rambut hitam jabriknya terlihat mengilap, senada dengan kedua matanya yang hitam berkilat pula.

Sosok itu mendarat tenang di tepi sungai, lantas menatap Onyx dengan kening berkerut. Tatapannya tampak mempelajari Onyx dengan saksama, melihat keadaan lelaki itu dari ujung kepala yang memperlihatkan rambutnya yang basah, keseluruhan tubuhnya yang babak belur serta kulitnya yang putih pasi seperti kapas.

Embusan napasnya terdengar kemudian, mengiringi langkahnya yang mendekat ke arah Onyx. Saat tiba begitu dekat hingga ujung alas kakinya hampir menempel ke tangan Onyx yang tergeletak begitu saja di tanah, sosok itu membungkuk, menyelipkan kedua tangannya di belakang punggung Onyx yang dingin, lalu tanpa perasaan mengangkatnya begitu saja dengan gerakan remeh dan memanggul tubuh itu di pundak kanannya tanpa peduli jika gerakan kasar itu tentu saja menimbulkan rasa sakit yang amat sangat bagi Onyx jika saja lelaki itu sedang dalam keadaan sadarkan diri.

“Dasar payah!” umpatnya sebal dengan dengusan marah.

Sosok itu berjalan dengan santai seolah tubuh Onyx begitu ringannya tanpa isi, menyiapkan diri, sebelum kemudian memendarkan aura hitam dari tubuhnya dan terbang mengangkasa, membawa serta tubuh Onyx yang lemah tak berdaya untuk dibawa kembali di markas mereka.

***

Reddish menginjakkan kakinya di kastil merah tepat di depan pintu ruang pribadinya di sisi bangunan tengah yang sedikit tersembunyi di kastil itu. Pintu itu tertutup rapat, tetapi dengan mudahnya Reddish bisa membuka dengan sedikit sentuhan tubuhnya.

Begitu pintu itu terbuka, ruangan kamar berwarna merah itu terlihat remang. Seperti biasanya, para pelayan yang bertugas mengurusi kamar Reddish itu selalu melakukan tugasnya dengan sempurna, mempersiapkan segala sesuatu hal yang dibutuhkan oleh tuannya itu manakala ia pulang kembali ke kamarnya.

Lampu-lampu kecil berwarna merah redup menyala di empat sisi dinding. Peraduan berukuran besar yang biasa ditempati oleh Reddish itu terlihat rapi dengan meja nakasnya yang terisi satu botol minuman dan sebuah gelas.

Sebagai makhluk peminum, makhluk langit biasanya akan mengisi waktu mereka sebelum tidur dengan meminum minuman khas berwarna cokelat bening serupa teh yang dikatakan mampu membuat tubuh mereka tertidur dengan nyenyak dan segar ketika bangun.

Makhluk langit hanya mengisi tubuh mereka dengan air, tak ada makanan di dunia mereka seperti di dunia manusia. Dan untuk ritual meminum air sebelum tidur itu, Reddish biasanya tidak melakukannya. Entah bagaimana, minuman yang sebenarnya begitu bermanfaat itu membuatnya terlalu lelap dalam tidur sehingga membuatnya kehilangan kewaspadaan. Reddish hanya sekali dua menyentuh minuman tersebut, mengonsumsinya ketika ia sedang berada dalam rasa penat luar biasa dan membutuhkan istirahat total yang cepat agar bisa terbangun dengan tubuh fit keesokan paginya.

Reddish melangkah masuk ke dalam dan berhenti di tengah-tengah ruangan. Pandangannya menunduk, menatap perempuan biru yang kini telah berubah seutuhnya menjadi perempuan klan biru yang khas seperti sedia kala dengan rambut biru serta pakaian berwarna biru yang menutup tubuhnya.

Perempuan itu lunglai, pasrah pada rengkuhan lengan Reddish yang menggendongnya.

Lelaki itu menipiskan bibir.

Pandangannya lalu terarah pada peraduannya yang telah siap ditempati, lalu kakinya melangkah lagi mendekat ke sana. Ketika tiba di sisi ranjang, dengan gerakan pelan, Reddish menurunkan tubuh Azure ke dalam kelembutan seprai yang terlihat begitu empuk dan nyaman memeluk tubuh perempuan itu.

Dengan baik hati, Reddish lantas menarik selimut yang terlipat di ujung ranjang, menyelimutkannya pada Azure hingga dada. Lelaki itu kemudian membungkuk di tepi ranjang dengan bertumpu pada sebelah tangannya, sementara tangannya yang satu lagi terangkat, lalu bergerak perlahan mendekati wajah Azure.

Aura merah memendar tipis kemudian dari tangan Reddish. Lelaki itu mengusap sejenak kepala Azure, membelainya, merasai rambut biru tebal yang terasa lembut di telapak tangannya itu, lantas mengirimkan warna merah itu ke tubuh Azure, membiarkannya terserap di sana.

Kedua mata Reddish terpaku menatapi wajah cantik itu dengan ekspresi tak terbaca. Dari arah kepala, tangan Reddish beralih menyusuri pipi, turun ke rahang, menyentuh dagu, dan kemudian membiarkan kepalanya yang kini mendekat dengan gerahamnya yang berkedut, menyentuhkan kembali bibirnya ke permukaan bibir Azure, mengecup di sana dengan memejamkan mata.

Ada dorongan yang begitu kuat di sisi keangkuhan Reddish untuk menciumi perempuan itu dengan ciuman yang lebih dekat, tetapi lelaki itu urung. Kepala Reddish malahan mendekat ke arah kening dan mencium singkat di sana. Meninggalkan jejak ciuman bibirnya di tubuh Azure yang tentu saja baru kali ini tersentuh lelaki.

Dia memang begitu menginginkan perempuan ini. Namun, pikirannya masih cukup waras untuk tak terus menerus mengambil kesempatan memesrai Azure dalam keadaan tak sadarkan diri.

“Tidurlah yang nyenyak, Azure. Kau aman sekarang,” bisiknya sembari sekali lagi membelai kepala perempuan itu dengan penuh perasaan.

Reddish lalu menegakkan tubuh dan memindai ke seisi ruang. Kamar ini sangatlah aman. Dekorasi dan semua aksesorinya jika dilihat sekilas memanglah tampak biasa, tetapi tak ada yang tahu jika ruangan ini telah ia pasangi dengan tera miliknya yang hanya mengizinkan orang-orang tertentu saja yang diperbolehkan masuk.

Tadi, ketika ia tiba di sekitaran kastil ini dengan membawa Azure, para penjaga yang biasanya menampakkan wajah datar dan hanya mengangguk untuk menghormat atas kedatangannya, sampai lupa pada kebiasaan mereka itu. Mereka tak melepas pandangan dari dirinya yang datang dengan sosok mencolok berwarna biru, seolah apa yang dia lakukan itu sangatlah aneh dan jauh dari kebiasaan, walau mereka tahu jika Reddish memanglah sedang memburu perempuan biru itu. Hanya saja, mereka tak menyangka jika pemimpin mereka ternyata mempunyai kekasih perempuan biru yang lain selain yang saat ini ditahan di kastil putih.

Reddish hanya tersenyum sinis alih-alih memarahi mereka, karena ia tahu jika ia tak boleh menciptakan kehebohan tak penting yang justru akan membuat urusan menjadi runyam. Meski para penjaga itu melihat hingga seperti itu, tapi Reddish tahu jika mereka adalah orang-orang setia yang patuh pada perintahnya. Mereka tak akan berbicara saat tak diperintah untuk berbicara dan mereka akan berbicara sesuai dengan yang Reddish perintahkan. Oleh karenanya, Reddish tahu jika prajurit merahnya itu pastilah paham jika mereka saat ini diminta untuk diam.

Saat ini, situasi di luar sana pastilah sedang ingar bingar dalam mempersiapkan segala hal tentang pernikahannya dengan perempuan klan biru itu. Dan itu lebih dari cukup untuk mengalihkan perhatian mereka dari apa yang telah Reddish lakukan malam ini.

Rencananya, demi mempersingkat waktu, Reddish akan mengadakan acara minum bersama sekaligus dansa singkat seperti yang dilakukan calon pengantin pemimpin klan untuk lebih mempererat hubungan dua sejoli itu esok malam. Itu artinya, masih ada sisa waktu singkat baginya untuk membereskan urusan lainnya.

Malam itu, acara berkedok minum bersama itu akan menjadi acara eksekusi terbuka kedua setelah sebelumnya ia merusak taman kota di dunia manusia itu dan mengalahkan si lelaki klan hitam. Ia ingin semua makhluk tahu, bahwa berurusan dengan Reddish, apalagi sampai berbuat macam-macam, maka penghukuman paling murah hati adalah dengan mencabut kekuatannya. Dengan begitu, para pengkhianat itu akan menjadi makhluk langit yang tak berfungsi lagi, tak bisa menyemai warna ke dunia manusia dan mati perlahan-lahan.

Baiklah. Ia akan memulai dengan memanggil Crimson terlebih dahulu dan membahas persiapan acara minum bersama itu.

Reddish menghela napas, ditengoknya kembali Azure yang kini telah menampakkan wajahnya yang telah sembuh dari rona pucatnya tadi. Wajah itu kini terlihat berseri dan damai dalam tidur lelapnya yang dalam.

Lelaki itu kemudian membalikkan badan, membiarkan perempuan itu menikmati waktu tidurnya. Reddish lalu melangkah menuju pintu kamar, berniat meninggalkan ruang kamar itu dan hendak menuju ruang kerja yang terletak tak jauh dari ruang pribadinya itu untuk memanggil Crimson.

Saat langkah kakinya baru saja tiba selangkah di depan kamar, sebelah alis Reddish terangkat ketika melihat Crimson sedang berjalan sambil menunduk-nunduk ke arahnya dengan ekspresi gusar, seolah Crimson baru saja melihat kejadian mengejutkan yang membuat dirinya shock tak terkira.

Reddish menghentikan langkah, menunggu Crimson menghampirinya. Crimson yang terkejut untuk kedua kalinya saat menyadari jika Reddish telah kembali dan sedang menantinya dengan ekspresi yang tak mampu ia baca, seketika menelan ludah, membuang napasnya yang gugup dengan berulang kali menggembungkan mulutnya untuk mengeluarkan embusan udara dari paru-parunya yang saat ini seakan terasa sempit.

“Anda sudah kembali.” Crimson menyapa kemudian setelah berhenti di jarak aman, “Adakah yang Anda butuhkan?” tanyanya menawarkan pelayanan.

Tadinya Crimson hendak menunggu Reddish di depan ruang kamar seperti biasanya, tapi tak disangka jika tuannya itu ternyata telah tiba mendahuluinya.

“Ke ruanganku.” Reddish terlebih dulu berjalan, diikuti Crimson yang membuntut seperti ekor yang menempel terus menerus pada tubuh pemiliknya. Namun tiba-tiba, Reddish teringat Candy. Bibinya baru saja mengunjungi perempuan palsu itu di ruang  tahanan ditemani Crimson. Jadi, begitu ia mengingat Candy, Reddish dengan cepat menghentikan langkah dan memiringkan tubuhnya ke arah Crimson untuk bertanya,

“Di mana Candy? Apakah ia sudah kembali ke kastil ini?”

Crimson sigap menjawab, “Ya, Tuan. Nona Candy sudah kembali,” jawabnya dengan nada mengambang.

Kening Reddish mengernyit semakin dalam ketika mendengar ucapan Crimson yang terdengar ragu itu. “Ada apa? Suruh dia kemari,” perintahnya tanpa peduli lalu membalikkan badan kembali dan melanjutkan langkahnya yang sedikit terburu.

“Tap-tapi … Nona Candy terluka, Tuan.” Crimson menunduk, takut untuk beradu pandang dengan tuannya itu karena entah bagaimana, aura yang menguar dari tubuh Reddish terasa begitu kuat dari biasanya, tak seperti beberapa hari terakhir ini yang menampakkan aura merahnya yang tenang dan mendamaikan.

Reddish menghentikan langkahnya lagi dan kembali membalikkan badannya cepat. “Terluka? Siapa yang berani melukai bibiku!” tanyanya dengan nada marah. Terkejut sekaligus tak terima dengan informasi yang baru saja diberitahukan asistennya itu. Aura merah sontak menguar dari kepalan tangan Reddish, bersiap melemparkan kekesalannya.

“Pe-perempuan yang ada dalam tahanan itu, Tuan Reddish. Dia … menyerang Nona Candy saat Nona … saat Nona hendak memeriksa tubuhnya,” ujarnya jujur dengan gemetar.

“Apa! Berani-beraninya.” Reddish menggeram. Wajahnya tampak gelap dengan ekspresi marahnya yang pekat.

“Ecru? Bagaimana Ecru? Apakah dia juga mendapat serangan dari perempuan licik itu?” tanyanya cepat.

Crimson tampak mengambil napas sebelum menjawab. “Tuan Ecru … sepertinya tidak, Tuan. Beliau keluar dari ruang tahanan setelah menginterogasi perempuan itu dalam keadaan baik-baik saja. Hanya saja … ekspresinya terlihat lelah,” sahutnya.

Reddish mendengus. “Undang mereka berdua kemari,” perintahnya tanpa perasaan.

Crimson menengadah. “Mereka … berdua? … Tuan Ecru dan Nona Candy?” ucapnya balik bertanya dengan rasa tak percaya.

“Ya. Memangnya siapa lagi?” Reddish menyahut ketus.

Hari sudah menjelang tengah malam. Ia bisa melihat dengan mata kepalanya sendiri jika pemimpin klan kuning itu tampak penat dengan wajahnya yang kusut. Kemungkinan, lelaki itu saat ini sedang menghabiskan malam dengan beristirahat untuk mengembalikan energi tubuhnya. Lalu Nona Candy … perempuan itu, tadi begitu lemah hingga meminta bantuannya, meracik beberapa ramuan untuk mengusir rasa sakit di tubuhnya setelah mendapat pukulan kekuatan aura biru perempuan tawanan itu.

Dan sekarang … tuannya ini … memintanya untuk memanggil dua orang itu?

Crimson terlihat kalut dengan mulutnya yang membuka dan menutup seperti ikan saat lidahnya kelu dan pikirannya buntu tak bisa berpikir, bingung hendak menyahut apa atas perintah Reddish.

Reddish yang melanjutkan langkahnya dan kini telah tiba di depan pintu ruang kerjanya, pada akhirnya menengok ke samping dan mendecak saat melihat jika Crimson masih berada di tempatnya alih-alih melaksanakan perintah.

“Crimson. Apakah kauingin pensiun dini karena sudah lelah menjalankan tugasmu?” tegurnya yang sontak membuat lelaki tua itu tergeragap dan melangkah terbirit-birit mendekat ke arah Reddish.

“Ampun, Tuan. Saya … saya akan berusaha membawa mereka kemari,” jawab Crimson pada akhirnya karena tak tahu lagi harus mengatakan apa untuk memberi pertimbangan.

Reddish yang sudah kehilangan kesabaran itu masuk ke dalam ruangan begitu saja, membiarkan Crimson tersenyum kecut karena diabaikan. Lelaki itu kemudian melangkah ke meja kerjanya yang kini bersih tanpa sepotong kertas pun di sana, lantas membanting tubuhnya di kursi mewah berwarna merah tua itu dengan ekspresinya yang gelap, penuh dengan pemikiran-pemikiran.

***

Sapphire yang sedang duduk di  kursi minumnya itu kembali menatap kedua tangannya dengan wajahnya yang penuh tanya. Ada perdebatan di dalam dirinya tentang aura biru itu yang tak bisa ia mengerti. Seolah-olah ia mendadak lupa dengan jati dirinya yang sebenarnya.

Berulang kali kedua tangannya menguarkan aura biru yang memendar tipis itu untuk dilihatnya dan berulang kali pula ia mengerjapkan mata, jangan-jangan kedua matanya ini mulai tak normal dan pikirannya kacau. Namun, meski ia berkali-kali melakukan itu, hal yang tak henti-henti ia sangkal itu ternyata tak berubah juga. Kedua tangannya masihlah mengeluarkan warna biru, pun dengan orang lain yang melihatnya. Dan tidak salah lagi, perempuan bernama Candy itu juga menyebutkan jika ia adalah perempuan biru, bukan?

Tapi mengapa ada penyangkalan penuh di hati kecilnya jika ia tak seharusnya seperti ini? Lalu dua orang lelaki yang terlihat samar dalam pikirannya, yang menuntunnya ke dalam hutan lebat itu sebenarnya siapa? Mengapa ia begitu sulit untuk mengingat kejadian tentang apa yang dua orang lelaki itu jelaskan padanya?

Sapphire mengerjapkan matanya lagi. Pandangan kedua matanya lantas teralihkan ke sebuah kotak merah yang diletakkan oleh seorang pelayan berklan putih di hadapannya.

Kotak itu terlihat mewah dengan tera berbentuk api, khas milik klan merah. Pelayan itu berkata jika ia harus mengenakan gaun yang dikirimkan kepadanya itu esok malam karena Reddish mengundangnya dalam acara minum bersama serta berdansa sebelum hari pernikahan mereka tiba.

Reddish.

Sapphire mengucapkan nama itu dalam hatinya. Entah dari mana pemikiran itu datang, Sapphire terdorong untuk menurut pada apa yang diperintahkan kepadanya dan tunduk pada semua hal yang diminta oleh Reddish agar tak menjadi bulan-bulanan lelaki itu lantas celaka. Ia juga harus berhati-hati pada perempuan merah yang mengaku sebagai peneliti itu agar jangan sampai dia mengambil apa pun dari dirinya untuk diteliti, karena benaknya berkata jika itu sampai terjadi, maka pernikahannya dengan Reddish akan gagal. Ia hanya harus menjauh dari Candy agar perempuan itu tak mendapatkan apa pun darinya.

Bukankah nanti jika Reddish telah menikahinya, maka ia akan bebas meminta apa pun? Ia hanya tinggal meminta Reddish untuk menjauhkan perempuan itu darinya demi keamanannya.

Sapphire menumpukan kepalanya dengan sebelah tangannya yang bersiku di meja. Perempuan itu memejam dengan keningnya yang mengernyit dalam. Hati kecilnya mengatakan jika ada sesuatu yang tak beres dengan semua hal yang sedang dihadapkan padanya itu. Namun sekali lagi, sampai ia sakit kepala saat memikirkannya, ia tak bisa menemukan jawabannya.

Tanpa terasa, saat kedua matanya membuka kembali, rasa kantuk yang amat berat menimpa dirinya. Dia melirik pada sebotol minuman berwarna cokelat bening yang disuguhkan kepadanya di sisi kotak merah itu. Sapphire menghela napas lelah lantas duduk tegak, menggapai botol minuman itu, membukanya, dan menuangnya ke dalam gelas kecil yang tersedia.

Sapphire mengambil gelas tersebut dan menghabiskan minuman itu dalam sekali tegukan.

Barangkali tidurnya akan lebih nyenyak, dan ia bisa terbangun dengan kenyataan yang lebih nyata dari semua hal memusingkan ini.

Didorong oleh keinginannya untuk segera tidur, Sapphire menuang minuman itu lagi dan lagi hingga menghabiskan setengah botol minuman tersebut. Saat perutnya meneriakkan cukup, barulah Sapphire meletakkan gelas itu dengan suara entakan keras di meja. Perempuan itu lalu berdiri dengan terhuyung, melangkah menuju peraduannya yang seolah melambai-lambai padanya meminta ditiduri.

Sapphire mengerjapkan mata untuk kesekian kali, lalu setelah dekat dengan tepi ranjang, mengabaikan sikap manisnya sebagai perempuan biru, dia lantas menjatuhkan dirinya begitu saja di atas ranjang, bergelung sejenak untuk menyamankan diri, dan membiarkan rasa kantuk yang telah begitu hebat itu mengantarnya ke alam mimpi.

***

Reddish mengangkat sebelah alis saat mendengar penjelasan yang begitu bertentangan dari dua orang di depannya. Begitu juga dengan dua orang itu. Mereka turut mengernyitkan kening dengan ekspresi heran sekaligus terkejut dengan penjelasan masing-masing yang terdengar aneh.

“Dia tak melawanmu sama sekali?” Reddish meyakinkan pendapatnya dengan bertanya. Menatap tajam berganti-ganti pada dua orang yang duduk di hadapannya.

Ecru dan Candy pada akhirnya datang memenuhi undangan Reddish di ruang kerja pemimpin klan merah itu. Mereka berdua tiba di waktu yang hampir bersamaan, beberapa waktu setelah Crimson secara pribadi mendatangi ruang kamar mereka, di saat mereka sedang mengistirahatkan tubuh yang terasa lelah luar biasa.

Crimson, asisten Reddish itu datang dengan wajah gugup serta berkali-kali meminta maaf dengan perasaan tak enak. Namun baik Ecru dan Candy sama-sama memberi maklum karena itu pastilah perintah dari Reddish yang sungguh tak bisa mengerti keadaan orang lain. Meski begitu, dua orang terdekat Reddish itu memenuhi undangan karena tahu betul jika waktu Reddish sangatlah singkat dan mendesak dan lelaki itu pastilah lebih lelah dari diri mereka, tak memiliki waktu tidur apalagi istirahat layak seperti yang bisa mereka lakukan serta harus melakukan banyak hal untuk persiapan pernikahannya yang akan digelar sebentar lagi.

Ecru yang ditanya itu mengangguk tegas. “Dia bersikap seperti saat ditangkap oleh Shamrock dan Sandstone pertama kali, terlihat sebagai perempuan lemah tanpa kekuatan yang bahkan menjawab pertanyaanku saja dengan takut-takut. Mungkin … kita membutuhkan anggota klan merah muda? Fuschia? Dia mungkin saja bisa membantu dengan kekuatan hipnotisnya untuk mengetahui yang sebenarnya tentang asal-usul perempuan itu,” ucapnya sambil mengusap dagu.

“Tapi … dia tak begitu denganku, Reddish.” Candy menukas.

Perhatian dua laki-laki itu sontak terarah pada Candy.

“Dia terlihat begitu ganas. Dia … berani menentangku bahkan setelah aku membujuknya dengan baik-baik. Entah apa yang perempuan itu pikirkan, tapi begitu melihatku, dia seperti sedang melihat musuh dengan ekspresinya yang menampakkan tak suka secara terbuka. Dan kau pasti sudah mendengarnya dari Crimson, perempuan itu mengeluarkan aura birunya untuk menyerangku,” sanggahnya.

Reddish mengambil napas. “Kita tak membutuhkan Fuschia kali ini, Ecru. Karena aku tak akan berbasa-basi,” ucapnya sambil menyeringai.

Ecru dan Candy memasang ekspresi bertanya.

“Dan aku begitu penasaran, kekuatan warna apa sebenarnya yang dikeluarkan oleh perempuan itu jika dilihat dari mataku yang cacat ini?” Reddish menipiskan bibir dengan sebelah tangannya yang menunjuk sisi pelipisnya, menegaskan ucapannya tentang matanya itu.

Dua orang di depan Reddish itu diam-diam menahan napas sejenak saat mulai paham dengan apa yang dikatakan Reddish. Entah bagaimana, dengan keadaan mata aslinya yang kini terbuka, Reddish tampak menyeramkan dengan aura merahnya yang berkali-kali lipat lebih membunuh daripada sebelumnya. Belum lagi, ternyata mata Reddish itu seolah-olah bisa membaca apa saja yang tersembunyi, sehingga membuat baik Ecru maupun Candy menjadi salah tingkah.

“Apakah menurutmu … kau bisa melihat warna aura perempuan itu yang sebenarnya jika melihat dengan mata aslimu?” Candy menyuarakan pertanyaannya dengan ekspresi ngeri. “Jadi, aku tak perlu memeriksa darahnya untuk memastikan?” lanjutnya dengan menelan ludah.

“Mungkin.” Reddish menyeringai. “Aku tak bisa memastikan sebelum aku melihatnya sendiri esok malam,” imbuhnya menjelaskan.

Reddish menyandarkan tubuhnya dengan santai. Lelaki itu menatap ke samping, ke sisi jendela besar yang menampakkan pemandangan negeri langit yang bekerlipan oleh cahaya lampu rumah-rumah anggota klan itu dengan ekspresi berpikir.

Ecru mengerutkan kening melihat sikap sahabatnya itu. “Kau bilang … kau datang ke dunia manusia untuk menjemput perempuan birumu? Apakah kau berhasil membawanya pulang?” tanyanya kemudian.

Reddish mengarahkan pandangannya ke arah Ecru.

“Ah, ya. Perempuan biru di dunia manusia itu.” Teringat tentang hal itu juga, Candy berkata dengan ekspresi senangnya yang tak ditutup-tutupi.

Reddish tersenyum tipis. Ada rona senang yang sekilas diperlihatkan oleh lelaki itu.

“Ya. Aku membawanya pulang,” ujarnya dengan nada bangga.

Ekspresi keterkejutan senang langsung tercipta di wajah Ecru dan Candy.

“Aku ingin melihatnya.”

“Aku ingin melihatnya.”

Ucapan dua orang itu terlontar bersamaan, membuat ekspresi Reddish seketika gelap dengan penuh penolakan. Lelaki itu bersedekap dengan wajah cemberutnya yang tampan.

“Tidak boleh,” sahutnya tegas.

Selanjutnya, yang terlihat dari dua orang terdekat Reddish itu adalah ekspresi tak terima.

“Kenapa tidak boleh?” Ecru yang pertama kali bertanya.

Reddish mendengus.

“Dia adalah maharaniku. Perempuan berharga yang begitu kulindungi. Saat ini dia berada di kamar peraduanku dan sedang tertidur. Kalian pikir, dia ini adalah tontonan apa sehingga kalian begitu ingin melihat? Tidak. Kalian akan melihatnya seperti yang lainnya. Saat pernikahanku tiba,” jawabnya angkuh dengan obsesi kepemilikan yang tak terbantahkan.

Jika perlu, Reddish akan meminta para penjahit baju pengantin agar membuat tudung bagi Azure agar tak ada siapa pun yang bisa melihat perempuannya yang cantik itu. Ia tidak mau mendengar bahkan melihat seorang saja memuji-muji kecantikan dan mengagumi perempuan biru itu di depan matanya.

Azure hanya boleh dinikmati olehnya. Perempuan itu hanya boleh menyenangkannya seorang.

Pemikiran penuh egoisme yang berbalut posesif itu menguar kuat dari dalam dirinya.

Ecru dan Candy saling melempar pandang. Merasa geli karena pemimpin negeri mereka ini, pemimpin klan merah yang sangat kuat ini, ternyata adalah seorang laki-laki pencemburu akut yang sepertinya akan menyusahkan perempuan biru itu nantinya.

Candy mengembuskan napas. Memutuskan untuk tak akan memperpanjang persoalan tentang keinginannya melihat perempuan biru itu, karena sepertinya, ada hal yang menyebabkan Reddish begitu posesif hingga memenjarakan wanitanya dengan tertutup yang bahkan dirinya sebagai bibi dan Ecru sebagai sahabat baiknya itu tak diizinkan untuk sekadar bertemu sapa dengan calon maharaninya.

“Baiklah. Terserah kau saja.” Ecru mengangguk-angguk dengan sikap sebal. “Sudah selesai, bukan? Ada lagi yang akan kita bahas?” tanyanya dengan menoleh pula ke arah Candy untuk meminta pendapat.

“Tidak ada, Ecru.” Reddish menjawab singkat.

Ecru beranjak berdiri. “Oke. Aku akan kembali dulu ke kastilku,” putusnya kemudian.

“Aku juga, Reddish. Aku akan kembali ke ruanganku.” Candy turut berdiri.

Reddish menatap tajam pada Candy. “Siapa bilang aku sudah selesai denganmu, Candy?” tanyanya tanpa mau bersikap sopan, menunjukkan jika ia telah kembali menjadi Reddish dengan emosinya yang semula.

Candy yang telah membalikkan badan itu terkejut dengan tubuh tegang saat mendengar sapaan keponakannya itu. Hatinya menggemakan firasat buruk jika sesuatu yang berbeda telah terjadi pada Reddish.

Ecru hanya mengangkat alis dan memandangi berganti-ganti pada dua makhluk klan merah di depannya itu.

Tak ingin berlama-lama menahan rasa penasaran, Candy lantas menghadapkan tubuhnya pada Reddish lagi. Belum sempat ia bertanya, ada apa, Reddish telah menguarkan aura merah dari sebelah tangannya dan diarahkan padanya, membuat Candy menjerit tak siap dan terlempar ke arah Reddish. Lelaki itu menangkap Candy dengan mendongakkan dagunya. Ekspresinya tampak menguarkan kemarahan yang tak ditahan-tahan.

“Katakan! Ramuan apa yang kauberikan padaku waktu itu, Candy?” tanyanya yang membuat Candy membelalak diterpa ketakutan.

 

To be continued

 

Baca Parts Lainnya Klik Di sini

KONTEN PREMIUM PSA


 

Semua E-book bisa dibaca OFFLINE via Google Playbook juga memiliki tambahan parts bonus khusus yang tidak diterbitkan di web. Support web dan Authors PSA dengan membeli E-book resmi hanya di Google Play. Silakan tap/klik cover E-book di bawah ini.

Download dan install PSA App terbaru di Google PlayWelcome To PSAFolow instagram PSA di @projectsairaakira

Baca Novel Bagus Gratis Sampai Tamat – Project Sairaakira

7 Komentar

  1. Indah Narty menulis:

    Reddish

  2. Dona Nurhayati menulis:

    :backstab
    Ketahuan kau candy

  3. Ketahuan si candy, semangat nulisnya kak :lovelove :lovelove

  4. rhafatimatuzzahra menulis:

    :backstab

  5. Julie Permana menulis:

    :lovelove

  6. Tks ya kak udh update.

  7. Candy candy kamu ketahuaaan