Red Prince

The Red Prince | Part 12 : Ciuman Pertama

Bookmark
Please login to bookmarkClose

No account yet? Register

red prince cover - CopyRed 3

17 votes, average: 1.00 out of 1 (17 votes, average: 1.00 out of 1)
You need to be a registered member to rate this post.
Loading...

 

Baca Parts Lainnya Klik Di sini

Reddish lalu menyapa dengan suaranya yang menggeram, seperti singa yang mengaum dan siap menerkam tangkapannya lalu mencabik-cabiknya tanpa ampun.

“Carissa.”

Suara itu terdengar geram dan jelas, memecah suasana taman yang sepi itu, membuat baik Azure dan Onyx sama-sama terkesiap dan sontak menoleh ke arah pemilik suara.

Dua orang itu memberi reaksi berbeda atas kedatangan Reddish. Azure yang menampakkan wajah kecut dengan ekspresi menyesal karena telah ingkar janji dan malah mempertontonkan adegan mesranya dengan lelaki lain tanpa sadar, sementara Onyx dengan ekspresi jijik dan marahnya yang tak ditutup-tutupi lagi, sebab kesempatan untuk mencium Azure tadi hilanglah sudah. Hampir, hampir saja ia mendapatkan ciuman itu, kalau saja lelaki manusia itu tak datang tiba-tiba.

“Alan.” Azure berucap lirih, bibirnya bergetar dengan tatapannya yang sendu ke arah Reddish.

Onyx menoleh cepat ke arah Azure begitu mendengar perempuan itu mengucapkan kalimat pengenalan kepada lelaki manusia itu dengan tatapannya yang penuh sesal. Ada rasa tak rela yang membuat hatinya terasa sakit dan membuat ekspresinya semakin mengeras dengan rahangnya yang berkedut. Tatapan matanya yang kini menyala merah itu kian membara saat ia kembali menoleh ke arah Reddish. Menunjukkan rasa bencinya yang meluap karena waktu berduanya dengan Azure yang terganggu.

Sungguh makhluk kurang ajar dan tak tahu malu menginterupsi pasangan yang sedang bermesraan.

Onyx menghadapkan tubuh sepenuhnya ke arah Reddish, sedikit melebarkan tangannya dengan niat menutupi perempuan klan biru itu di belakang tubuhnya dari tatapan buas lelaki manusia yang sungguh sedang mencari mati karena berani menantangnya serta menatap penuh minat pada Azure.

“Kau lagi.” Onyx mengembuskan napas kesal dan mendecak. “Tidak tahukah kau jika perempuan yang kauincar ini telah memiliki pasangan? Aku adalah kekasihnya dan kami sedang dalam waktu berdua. Tidakkah kau punya rasa malu dan tak mengganggu kami?” tegurnya dengan nada ketus.

Reddish terkekeh, memalingkan wajahnya sejenak dan bersedekap. “Ini adalah tempat umum dan kau memesrai seorang wanita di tempat umum yang bisa saja tidak hanya aku yang sedang berada di sini. Siapa sesungguhnya yang sedang tak tahu malu?” sahutnya balas mengejek. Tatapannya berkilat dengan pandangan marah yang masih berusaha disimpannya dalam-dalam.

Onyx yang tentu saja menyadari jika lelaki manusia di depannya ini tak tahu jika dirinya dan Azure ini bukanlah manusia, langsung tertawa keras.

“Manusia … manusia. Di mana-mana manusia sama saja. Suka mencampuri urusan orang lain,” celanya dengan terkekeh meremehkan. “Kaupikir dirimu ini siapa, hah? Aku tak punya urusan denganmu! Pergilah!” usirnya dengan mengibaskan sebelah tangannya lalu berbalik hendak kembali kepada Azure.

“Apa yang terlihat oleh mata yang melihat maka akan menjadi urusan yang melihat pula. Dan kau memangnya siapa? Bagaimana jika aku tak mau pergi?” Reddish mengetatkan gerahamnya menahan murka. Kedua tangannya yang bebas itu mulai menguarkan aura merah meski hanya memendar tipis hingga tak menarik perhatian.

“Alan.” Suara Azure terdengar serak kemudian. Perempuan itu menggeser sedikit posisinya sehingga tak terhalang lagi oleh tubuh Onyx yang tinggi.

Reddish memiringkan kepalanya dengan tatapan tak terlukiskan ke arah Azure saat perempuan itu memanggil nama samarannya.

“Azure.” Onyx memejam sembari menelan ludah dengan ekspresi menahan sakit saat mendengar perempuan kesayangannya itu lagi-lagi memanggil manusia laki-laki itu dengan suaranya yang penuh perasaan.

Reddish tersenyum tipis saat mengetahui informasi membahagiakan itu.

Azure. Nama yang indah.

Reddish menyematkan nama itu dalam hatinya, meski ekspresi wajahnya kini masih tak berubah.

“Maafkan aku.” Azure berucap lagi. “Aku tak bisa melanjutkan kencan kita seperti ucapanku sebelumnya. Aku … aku harus pergi, Alan,” ujarnya terbata dengan napasnya yang terdengar menderu menahan perasaan.

Astaga. Ada apa dengan dirinya. Mengapa ia menjadi makhluk plintat-plintut seperti ini. Tidak seharusnya ia memutuskan persoalan besar ini hanya dengan syarat sepele dan tak penting seperti tingkahnya tadi. Memilih lelaki dengan yang pertama kali menemuinya di taman ini.

Bagaimana bisa ia memutuskan siapa yang akan dipilihnya dengan impulsif seperti itu?

Azure menunduk. Merasa begitu bodoh. Sungguh ia melakukan itu karena ia tak tahu lagi harus bagaimana. Keputusan di dalam dirinya sungguh imbang. Antara Alan dan Brick tidak ada yang memiliki nilai lebih di dalam dirinya. Kedua lelaki itu sama-sama menempati ruang dalam di hatinya, meskipun ada satu hal yang tak terkatakan sampai saat ini.

Jejak rasa hangat itu. Jejak rasa hangat nan nyaman yang mengaliri dirinya saat ia tak sadarkan diri dan ditolong oleh Alan itu … entah bagaimana saat ini seolah menguar kembali di dalam dirinya seiring hadirnya Alan di tempat ini.

“Kita masih bisa melanjutkan kencan itu, Perempuan. Kau tak perlu bersedih.” Reddish tiba-tiba berucap dengan nada angkuhnya yang penuh misteri di tengah-tengah suasana hati Azure yang sedang campur aduk hingga membuat perempuan itu sontak menengadah dengan pandangan matanya yang berkaca-kaca.

“Berani-beraninya kau! Makhluk bedebah! Tidak tahukah kau jika kau sedang berhadapan dengan penguasa merah?” Onyx berteriak dan seketika meninjukan kepalan tangannya yang penuh dengan aura hitam itu tepat ke arah Reddish setelah menahan beberapa saat ketika Azure sedang melontarkan kalimatnya kepada Reddish. Lelaki itu memukulkan tinjunya dengan sekuat tenaga bercampur rasa marah luar biasa dengan harapan bahwa lelaki manusia di hadapannya itu akan mati seketika begitu terlempar oleh dahsyatnya kekuatan tangannya itu.

Namun di tengah amukan kemarahan Onyx yang sudah mencapai ubun-ubun, kepalan tinjunya yang menampakkan warna hitam pekat yang menguar kuat itu dengan mudahnya mampu ditangkis oleh Reddish dengan hanya sebelah tangannya, melempar keterkejutan yang menghantam Onyx dan Azure hingga mereka ternganga tanpa sadar.

“Carissa … ah, Azure … menyingkir!” Reddish sempat menyunggingkan senyum hangatnya saat menyebut nama perempuan itu, lantas memukulkan tangkisannya, mengembalikannya dengan kekuatan merahnya yang kini menyala terang bak api raksasa yang menghantam tubuh Onyx terjengkang ke belakang.

Azure yang terkejut sekaligus bingung dan panik seketika berlari ke samping tanpa berpikir lagi. Benaknya yang sedang sibuk membuat kesimpulan dan diterpa dengan pemandangan yang tak terbayang sebelumnya itu lantas menyandarkan tubuhnya yang terengah di sisi sebuah pohon. Pandangannya berganti-ganti dengan tak mengerti ke arah lelaki yang ia kenal bernama Alan itu dan juga Onyx yang kini tengah memegangi dadanya karena terjatuh jauh dari tempatnya semula berdiri.

Terlihat Onyx berusaha keras menoleh ke arah Azure, terbata-bata menahan sakit, tetapi tetap memaksa diri untuk meneriakkan peringatan itu kepada perempuan yang dikasihinya.

“Lari … Azure!”

Azure yang berdiri dengan tubuh gemetar itu lantas memandang ke arah Alan yang saat itu berjalan ke arah Onyx dengan ekspresi murka. Pada saat itulah, keterkejutan yang begitu kuat menyerangnya tanpa peduli saat tubuh Alan perlahan-lahan menanggalkan penampilannya sebagai manusia dan dengan kuatnya memancarkan aura merah dari tubuhnya.

Warna rambut hitam Alan itu musnah, luntur berganti menjadi warna merahnya yang khas. Perubahan warna itu begitu indahnya seolah Reddish benar-benar ingin memberi kejutan dengan pelan saat warna tubuh manusianya yang bernama Alan itu berubah wujud menjadi tubuh Reddishnya yang dipenuhi warna merah.

Saat warna merah itu mulai utuh memperlihatkan keseluruhan tubuh Reddish dengan sepatunya yang berwarna merah gelap dan menampilkan jubahnya yang berkilauan warna merah, baik Onyx dan Azure sama-sama memelototkan tatapannya diiringi rasa takut dan ngeri yang sontak menyelubungi diri mereka tanpa ampun.

“Red … Reddish.” Onyx yang masih tak mempercayai apa yang dilihatnya itu kemudian menyebut nama Reddish dengan bibirnya yang seolah kaku, tak mampu berkata-kata.

Azure membelalak saat mendengar Brick mengenali lelaki itu sebagai … Reddish?

Reddish sang putra mahkota klan merah? Pemimpin negeri langit? Reddish yang … yang sedang memburunya itu? Jadi … Alan … manusia laki-laki itu ternyata adalah Reddish yang diam-diam sedang menyamar … dan mendekatinya?

Di sisi lain, Reddish yang saat itu melangkah mendekat ke arah Onyx, merasakan gelombang kemurkaan yang begitu besar dari dalam dirinya saat mengetahui bagaimana busuknya akal-akalan makhluk klan hitam itu dalam mengelabui Azure.

Rasa marah itu begitu kuat mendorong dirinya untuk menguarkan warna merah pekat yang sangat besar dari tubuhnya. Sesuatu hal yang sudah lama tak dilakukannya sejak … sejak …

Aura Reddish semakin kuat saat ia mengingat-ingat lagi keanehan itu dan menemukan sebuah ingatan saat ia meminum sebuah ramuan berwarna putih dari Candy beberapa hari lalu. Ramuan yang membuatnya mendadak linglung dengan perasaan damai aneh yang belum pernah ia rasakan sebelumnya!

Candy! Ramuan apa yang sebenarnya perempuan itu berikan kepadanya!

Pada akhirnya, tali pengikat tak kasamata yang seolah ditanamkan pada Reddish untuk menahan kemarahan itu musnah sudah. Kemurkaan Reddish tak mampu dibendung lagi! Lelaki itu menguarkan warna merah menyala dari kedua tangannya. Pada saat itu juga, sebelah tangannya tanpa disangka terarah kepada Azure, melempar kekuatannya kepada perempuan biru itu, membuat Azure berselubung warna merah yang membuatnya ketakutan hingga hampir menangis.

Lalu tangan kiri Reddish menghantam sekali lagi ke arah Onyx. Kali ini, kekuatan merahnya menyelubungi lelaki klan hitam itu dan mengangkatnya ke udara. Seiring dengan terangkatnya Onyx, tubuh Azure yang semula terselubungi warna merah itu ditarik oleh Reddish ke arahnya hingga Azure menjerit saat tubuhnya terlempar dengan kasar ke salah satu sisi tubuh Reddish.

Reddish menangkap dengan sebelah tangan tubuh Azure dan merangkulnya rapat. Kemudian tangannya yang mengangkat tubuh Onyx itu bergerak sedikit memutar, membuat kekuatan merah itu terasa mencengkeram Onyx yang melayang-layang di udara dengan rasa sakit sekaligus panas yang menyiksa.

“Penguasa merah katamu, heh?” Reddish mendesiskan ucapannya dengan nada mengancam. “Sejak kapan aku memiliki anggota merah sepicik kau!” geramnya dengan tubuh bergetar saat sekali lagi ia makin menguatkan cengkeraman kekuatannya ke arah Onyx. Membuat lelaki klan hitam itu mengeluh dengan lenguhan sakit nan putus asa tanpa daya di hadapan Reddish.

“Kau ingin lihat, Azure.” Reddish menoleh sedikit ke arah perempuan yang kini gemetar ketakutan di pelukan lengannya. “Kau ingin lihat makhluk apa sebenarnya yang sedang berusaha menipumu?” Reddish tersenyum mengerikan meski ucapannya terdengar lembut, membuat wajah Azure semakin pucat.

“Lihat,” perintah Reddish sambil menengadah, menunjukkan kepada Azure tentang keadaan Onyx di atas sana.

Dengan penuh kengerian, Azure menoleh dengan gerakan pelan nan kaku mengikuti ke mana arah pandang Reddish. Keningnya mengernyit saat segala pertanyaan tetang ketidakmengertiannya itu melingkupi dirinya.

Menipu? Brick, lelaki klan merah itu menipunya? Menipu seperti apa?

Seperti Reddish tadi dalam berubah wujud, penampilan merah yang semula begitu melekat di tubuh Onyx itu luntur perlahan-lahan, berganti dengan warna hitam pekat di keseluruhan penampilannya. Tentu tak seindah perubahan wujud Reddish tadi, perubahan warna pada tubuh Onyx itu membuat laki-laki itu menjerit menahan sakit yang amat sangat, seolah perubahan warna itu menguliti tubuhnya tanpa perasaan.

Azure yang dihantam oleh keterkejutan berkali-kali itu hanya bisa ternganga. Perempuan itu shock dan tubuhnya gemetar berkali-kali lebih hebat daripada sebelumnya, wajahnya yang pucat semakin pasi.

Brick … lelaki itu … lelaki klan merah itu … ternyata adalah … lelaki klan hitam?

Bersenjang dengan penampilan Azure yang saat ini begitu putih pucat, pandangan perempuan itu menampilkan yang sebaliknya, buram … dan semakin gelap, seakan tubuhnya tak cukup kuat menahan kekuatan merah yang saat ini menyelimuti tubuhnya sekaligus tak mampu menahan gelombang kejutan yang terus-menerus menghampirinya.

Kepala Azure berdenyut sakit seperti dipukul oleh batu besar yang seolah membuat tengkorak kepalanya mau pecah. Di ambang kesadarannya yang menipis itu, Azure merasakan dadanya sesak. Sesak karena ternyata di atas rasa sakit hebat yang saat ini memukul kepalanya dengan sangat kuat itu, ternyata ada rasa sakit yang terasa lebih, lebih, dan lebih kuat lagi, menjalar dari hatinya. Hatinya terasa pedih luar biasa mengetahui kenyataan tak disangka jika ternyata ia sedang dipermainkan oleh dua laki-laki makhluk langit yang sebelum ini begitu ia perhatikan dan kasihi setulus hatinya.

Ia dibohongi. Perasaannya hancur berkeping. Ia menginginkan Alan. Ia ingin hidup bersama Alannya, manusia laki-laki yang entah bagaimana begitu pandai merebut hatinya. Ia ingin hidup damai bersama Alan di dunia manusia ini dan meninggalkan dunia langit yang seakan tak ada hentinya menyiksa hati, jiwa, dan raganya, bahkan hingga saat ini setelah ia bersembunyi. Namun kenyataan ternyata menikamnya, Alan … Alan adalah makhluk langit! Makhluk langit berklan merah yang selama ini begitu dibencinya, begitu benci hingga membuat Azure ingin mati saja!

“Alan ….” Tanpa sadar Azure mengucapkan nama itu dalam setitik sisa kesadarannya sebelum terenggut kegelapan.

Tubuh Azure lunglai, tertelan ketidakmampuan tubuhnya untuk menopang kesadarannya yang shock tak terkira.

Tangan Reddish sigap merangkul tubuh Azure. Kemarahan saat mengetahui jika perempuan biru itu pada akhirnya pingsan kian membakar aura merahnya semakin pekat. Reddish tak menunggu-nunggu lagi. Seluruh kekuatannya dikerahkan ke sebelah tangannya yang kini masih mengendalikan Onyx yang terangkat di udara. Dalam kemurkaan yang sudah tak tertolong lagi, Reddish menghantam Onyx dengan auranya yang membakar, membuat tubuh Onyx semakin merah. Merah dan terbakar lantas terlempar jauh ke udara, meninggalkan sisa-sisa kabut hitam di tempat itu yang memendar kelam, tipis … dan semakin tipis … lalu hilang … menyaru bersama pekatnya malam.

***

Hampir saja.

Sky mengembuskan napas panjangnya yang penuh kelegaan. Hampir saja ia terlambat memasuki pikiran Sapphire yang saat ini tubuhnya tertahan di ruang tahanan kastil putih milik dewan warna itu.

Kastil putih itu ternyata terlindungi dengan kekuatan tak kasatmata yang begitu kuat. Sky berkali-kali terlempar saat jiwanya berusaha memaksa masuk ke dalam wilayah para petinggi makhluk warna itu, sehingga ia hampir saja terlambat.

Saat ia berhasil memasuki pikiran perempuan klan hijau yang menyamar itu, ternyata sedang ada perempuan klan merah yang saat itu tengah mengunjungi Sapphire dan sedang berusaha mengajaknya berbicara. Perempuan klan merah yang mengaku bernama Candy itu berkata bahwa ia adalah seorang peneliti dan meminta darah Sapphire untuk ditelitinya.

Dalam tubuhnya yang anteng dan matanya yang memejam, Sky tampak mengernyitkan dahinya saat melihat jika Candy terlihat sedikit memaksa Sapphire untuk menunjukkan tangannya.

Mengapa perempuan klan merah itu hendak menelitinya? Apakah mereka merasa curiga dengan kehadiran perempuan klan biru jadi-jadian itu? Ataukah penelitian darah itu hanyalah sekadar untuk mengetahui bagaimana kondisi kesehatan Sapphire?

Pikiran lelaki klan biru yang tajam itu seketika waspada. Lebih baik dirinya menghindari kemungkinan terburuk dari ditelitinya darah Sapphire itu. Dengan cepat ia menyalurkan kekuatan birunya ke dalam tubuh Sapphire, menanamkan ingatannya kuat-kuat kepada perempuan itu jika tujuannya dikirim kemari adalah untuk menyesatkan Reddish ke dalam pernikahan keliru yang membuat lelaki pemimpin itu jatuh dan terpaksa mundur dari takhtanya karena tak bisa lagi memimpin negeri saat sudah telanjur menikahi perempuan salah yang tak mampu memberinya keturunan turunan berklan ungu sesuai rencana.

Beberapa saat setelah aura biru itu berhasil teralirkan ke tubuh Sapphire dan membuat aura biru itu berhasil muncul melalui tangannya, Sky yang saat ini masih hinggap ke dalam pikiran Sapphire itu lantas terbang kembali, menatap tajam pada interaksi dua makhluk perempuan yang saat ini sedang mulai berdebat.

Bisa dilihatnya Candy yang mulai tersulut amarah saat melihat jika Sapphire mulai berani melawan titahnya. Bibir Sky menyunggingkan senyum bangga.

Perempuan klan biru yang terisi oleh kekuatannya itu akan memiliki kekuatan seimbang untuk melawan para pemimpin klan lainnya nanti. Kening Sky mengernyit saat memikirkan kemungkinan buruk jika Sapphire harus terpaksa melawan kekuatan Reddish suatu waktu.

Napas Sky terembus panjang dengan ekspresi pahit saat benaknya mencoba melawan kenyataan jika tentu saja, sekuat apa pun kekuatan pemimpin klan langit lainnya, meskipun kekuatan itu bersama-sama bersatu melawan Reddish, maka kekuatan itu masih belum tandingannya jika dibandingkan kekuatan Reddish seorang diri.

Ia harus menanamkan ingatan itu kepada Sapphire agar jangan sampai perempuan itu membuat Reddish murka dan terpaksa mengeluarkan kekuatan merahnya untuk melawan. Sapphire harus tunduk dan patuh terhadap apa pun perintah Reddish sehingga tak perlu ada adu kekuatan yang tentu saja akan mencelakai perempuan itu sekaligus menghancurkan rencana mereka sebelum seluruh rencana mereka berjalan sempurna.

Sky mengepalkan kedua genggamannya semakin rapat saat ia berusaha memasuki pikiran Sapphire lagi dan kian meracuni perempuan itu dengan pemikiran-pemikirannya.

Kurang sedikit lagi. Hanya tinggal menghitung waktu saja karena sepertinya Reddish telah menerima kehadiran Sapphire dengan menempatkannya di ruang tahanan yang begitu mewah dan tengah mempersiapkannya sebagai pengantin terbaiknya.

Sky menambah kekuatan biru di tubuh Sapphire semakin pekat. Dan ketika yakin jika perempuan itu telah siap untuk diumpankan, lelaki klan biru itu mengendurkan kekuatannya dan bersiap keluar dari tubuh Sapphire, lantas keluar sepenuhnya dari ruang kastil putih itu, menghilang tanpa jejak, pergi melayang jauh dengan bebas, tanpa bisa dideteksi oleh siapa pun di kastil putih itu.

***

Kepala penjaga yang kaget bukan main saat mendengar sekaligus melihat jika pintu ruang tahanan itu bergerak dengan keras, seketika membuka pintu itu dan terkesiap saat tubuh Candy terhuyung dan hendak jatuh.

“Nona Candy!”

Lelaki klan hitam yang menjadi pemimpin penjagaan ruang tahanan itu seketika diserang panik. Tubuhnya tampak dengan siap menjaga tubuh Candy di belakangnya, menjadi penopang perempuan klan merah itu agar tetap bisa berdiri. Sementara penjaga lain yang berada di pintu utama ruang tahanan itu berdatangan saat mendengar suara pemimpin mereka yang berteriak.

Langkah mereka berderap cepat, datang mendekat dengan terburu, menyiapkan diri mereka dengan senjata masing-masing yang siap terlempar kepada siapa saja yang mengancam.

“Tuan Coal!” Para prajurit itu menyapa dengan tatapan terkejut saat melihat pemimpin penjaga itu tengah menjaga Candy dengan tubuhnya.

Coal, sang pemimpin penjaga itu lantas menarik perlahan tubuh Candy yang saat itu sedang memegangi tubuhnya yang terasa sakit berkat kekuatan biru yang tanpa dinyana akan dilemparkan kepadanya.

Candy menatap tajam pada Sapphire yang kala itu menatap dengan pandangan tak kalah menusuk. Tubuh Candy pasrah saat para penjaga memutuskan untuk membawanya keluar demi keamanannya lalu menutup pintu ruangan itu.

“Cepat! Amankan ruang tahanan ini. Segel pintunya dengan kekuatan merah dari Tuan Reddish! Cepat!” titah Coal dengan geram.

“Baik,” seru prajurit hitam dan putih serta tampak prajurit dari klan-klan lainnya yang juga turut mengawal ruang tahanan tersebut, menjawab serentak.

Mereka bersama-sama menutup pintu ruangan itu dengan keras lantas dengan cepat menempelkan segel berwarna merah berbentuk api milik Reddish, melingkari daun pintu itu. Syukurlah perempuan klan biru itu memutuskan untuk diam di tempat, tak melawan apalagi melemparkan kekuatan birunya untuk menyerang mereka.

Sepertinya perempuan itu mengerti dengan ditutupnya pintu itu hingga berdebum yang menguarkan aura merah dari sela-selanya, menandakan jika ia tak boleh keluar apalagi melawan kekuatan merah yang tentu saja itu adalah segel kuat milik Reddish yang tak akan sanggup ia kalahkan.

“Nona, maafkan saya. Mungkin akan lebih baik jika sekarang kami mengantar Nona kembali ke kastil merah menuju ruangan Anda agar Anda segera mendapatkan pertolongan.” Coal berucap dengan ekspresinya yang serius.

Candy yang masih menatap nanar pada daun pintu yang menguarkan aura merah itu lantas menoleh.

“Apakah tadi Ecru juga mendapatkan serangan seperti yang didapatkan olehku saat ini?” Candy meringis saat mengingat jika Ecru tadi juga keluar dari ruang tahanan ini dengan wajah penuh payah dan ekspresi yang tak terlukiskan.

Coal tampak mengernyitkan dahi saat berusaha mengingat dengan cepat. Kepalanya yang tertunduk saat berkomunikasi dengan perempuan klan merah itu terlihat sedikit menengadah. Ucapannya terdengar ragu kemudian.

“Saya menunggu di sisi pintu ini selama Tuan Ecru berada di dalam. Dan selama itu pula … saya tidak mendengar apa pun yang membahayakan beliau.”

Candy menghela napas panjang.

Tak disangkanya jika ternyata perempuan klan biru itu begitu kuat. Ia tak habis pikir, kenapa pada saat Ecru mengajaknya berbicara, Sapphire menampakkan watak yang berbeda dari saat berbicara padanya? Mungkin ia akan membicarakan hal ini dengan Reddish setelah lelaki itu kembali nantinya.

“Di mana Crimson?” tanya Candy kemudian.

“Beliau masih menunggu Anda di ruang depan,” jawab Coal masih dengan sikapnya yang penuh hormat.

“Antarkan aku padanya. Biar dia yang mengantarkanku kembali ke kastil merah. Kalian tetaplah berjaga di tempat ini. Jangan sampai lengah, Coal. Dia bukan perempuan yang bisa diremehkan.” Candy berpesan dengan ekspresinya yang penuh dengan urat kemarahan nan lemah.

“Baik, Nona.” Coal mengangguk patuh. Kepalanya yang tertunduk itu menoleh ke arah salah seorang anak buahnya yang seketika memahami instruksi secara isyarat dari atasannya itu untuk mengantar Candy ke pintu utama.

Candy melangkah tegas sembari menahan sakit meninggalkan lorong ruang tahanan tersebut, diikuti oleh salah seorang prajurit klan putih yang mengikuti dan mengawal di belakangnya. Crimson yang ternyata telah menampakkan wujudnya di sisi pintu utama, langsung mengangguk singkat kepada Candy begitu perempuan itu menapakkan kakinya ke area luar.

“Antarkan aku kembali ke ruanganku di kastil merah, Crimson. Aku membutuhkan obatku,” perintahnya yang seketika dipenuhi oleh Crimson dengan mengulurkan tangannya untuk membantu perempuan itu berjalan saat tahu jika saat itu wajah Candy terlihat pias.

***

Reddish merengkuh Azure semakin rapat dalam gendongan lengan-lengannya yang kuat. Ditatapnya wajah perempuan itu yang terlihat pucat dengan tubuhnya yang pasrah. Reddish mengetatkan gerahamnya dengan ekspresi kecut saat mengingat jika di saat-saat terakhir sebelum Azure pingsan, Azure menyebut nama samarannya sebagai manusia.

Ada ekspresi terluka yang ditunjukkan perempuan itu entah mengapa dan itu membuat Reddish frustrasi karena seolah-olah Azure menolaknya dan lebih memilih tubuhnya dengan nama Alan.

Kedua mata Reddish yang menyala merah itu lantas memindai sekilas ke langit yang menampakkan warna hitamnya yang gelap. Entah apa yang sedang terjadi di atas sana saat ini, tapi yang pasti, Reddish harus segera mengamankan Azure dalam lingkupan kastil merahnya yang terlindungi.

Dengan cepat, Reddish mengangkat tubuhnya ke udara, lalu melesat cepat kembali ke negeri langit untuk menjalankan rencana selanjutnya.

Di tengah-tengah tubuhnya yang membawa Azure, Reddish tak kuasa untuk tak memeluk tubuh perempuan biru yang kini telah berhasil didapatkannya itu.

Ada rasa senang, lega, dan puas karena pada akhirnya ia bisa membawa perempuan klan biru itu ke pelukannya. Rasa bahagia itu membaur dengan rasa cemas dan penuh antisipasi ketika benaknya membawa kembali ingatan tentang perempuan klan biru yang saat ini berada di ruang tahanan.

Keberadaan Azure tak boleh diketahui oleh siapa pun. Dia akan menyembunyikan Azure di sisinya sampai waktu pernikahan itu tiba.

Reddish mengembuskan napas kasar. Kepalanya mendekat rapat ke wajah Azure yang lelap menghadap dadanya. Keningnya lantas mengerut dalam saat mengingat kembali adegan mesra Azure dengan lelaki klan hitam itu.

Kemarahan kembali tersulut di dada Reddish yang kembang kempis oleh rasa cemburu yang tak bisa ditahan. Reddish memindai wajah Azure yang saat ini begitu dekat dengan wajahnya lalu tanpa aba-aba, Reddish memejamkan mata, mendekatkan bibirnya ke sisi bibir Azure untuk mengecupnya, lantas dengan dadanya yang berdegup cepat, bibir Reddish berpindah ke bibir Azure dan menciumi bibir perempuan biru yang pucat itu dengan sepenuh hatinya, mencuri ciuman pertama Azure seolah meyakinkan kepada semua hal yang saat itu menyaksikan keduanya, bahwa dalam keadaan apa pun, hanya Reddishlah yang berhak menjadi lelaki yang memberi ciuman pertama kepada perempuan itu.

Ciuman kepemilikan milik Reddish.

To be continued

 

Baca Parts Lainnya Klik Di sini

 

KONTEN PREMIUM PSA


 

Semua E-book bisa dibaca OFFLINE via Google Playbook juga memiliki tambahan parts bonus khusus yang tidak diterbitkan di web. Support web dan Authors PSA dengan membeli E-book resmi hanya di Google Play. Silakan tap/klik cover E-book di bawah ini.

Download dan install PSA App terbaru di Google PlayWelcome To PSAFolow instagram PSA di @projectsairaakira

Baca Novel Bagus Gratis Sampai Tamat – Project Sairaakira

6 Komentar

  1. Indah Narty menulis:

    First kiss

  2. Ecieeè mb blue first kissnya tercolongkan oleh mas red wkwkwk untunglah bukan mas black…

    Candy…kl inget candy auto kebayang permen yg manis2 :lovelove :lovelove

  3. Wahhh,,, makin penasaran nih kak bin :berikamiadegankiss! :lovelove

  4. Julie Permana menulis:

    :lovelove

  5. Tks ya kak udh update.

  6. Iiiiihhhh abanggg :backstab