Baca Parts Lainnya Klik Di sini
- The Red Prince | BONUS PART Mauve’s Story : Sang Penakluk
- The Red Prince | EPILOG : Kencan Ala Reddish
- [END] The Red Prince | Part 30 : Upacara Penyemaian Warna
- The Red Prince | Part 29 : Cahaya Petir
- The Red Prince | Part 28 : Rindu Dan Cinta
- The Red Prince | Part 27 : Tidur Panjang
- The Red Prince | Part 26 : Manipulasi
- The Red Prince | Part 25 : Dukungan Maharani
- The Red Prince | Part 24 : Karena Kau Adalah Azure
- The Red Prince | Part 23 : Bui yang Paling Memenjarakan
- The Red Prince | Part 22 : Keinginan Reddish
- The Red Prince | Part 21 : Aura Ungu
- The Red Prince | Part 20 : Pernikahan Agung
- The Red Prince | Part 19 : Peringatan Bahaya
- The Red Prince | Part 18 : Cemburu Buta
- The Red Prince | Part 17 : Rahasia Terbongkar
- The Red Prince | Part 16 : Api dan Air
- The Red Prince | Part 15 : Perempuan Istimewa
- The Red Prince | Part 14 : Tawanan
- The Red Prince | Part 13 : Rencana Eksekusi Kedua
- The Red Prince | Part 12 : Ciuman Pertama
- The Red Prince | Part 11 : Murka
- The Red Prince | Part 10 : Pilihan Azure
- The Red Prince | Part 9 : Rencana Pernikahan
- The Red Prince | Part 8 : Dua Perempuan
- The Red Prince | Part 7 : Hanya Biru
- The Red Prince | Part 6 : Minuman Pelembut Hati
- The Red Prince | Part 5 : Kekuatan Reddish
- The Red Prince | Part 4 : Sosok Misterius
- The Red Prince | Part 3 : Rencana Rahasia
- The Red Prince | Part 2 : Dunia Manusia
- The Red Prince | Part 1 : Kehilangan
- The Red Prince – Sinopsis
Sky berdiri dengan tatapan tajam ke arah jendela ruangan yang saat ini ditempatinya. Nuansa temaram berikut aura gelap yang memancar dari tubuhnya membuat malam hari yang berlalu di tempat itu menjadi mencekam.
Sky menyaksikan semuanya. Dia melihat dengan mata kepalanya sendiri saat tadi Reddish menghabisi perempuan klan hijau itu tanpa perasaan. Adegan mengerikan di mana lelaki klan merah itu menguarkan kekuatannya untuk menguliti warna biru yang berhasil Sky dan Navy paksakan kepada perempun klan hijau itu berkelebat terus menerus di benaknya, seolah kejadian itu baru saja terjadi dan tak mau berhenti mengirimkan keterkejutan yang menghantam dadanya tanpa ampun.
Lelaki klan biru itu masih tak percaya dengan apa yang dilihatnya. Ternyata dengan kekuatan merahnya, Reddish bisa menguak hal tersembunyi yang sebelumnya tak pernah ia duga. Lebih dari itu, hal paling mendasar yang begitu mengusik rasa ingin tahunya adalah … dengan cara apa Reddish bisa tahu jika perempuan klan biru yang dikirimkan kepadanya itu bukanlah perempuan klan biru yang sebenarnya? Bagaimana Reddish bisa melakukan penyelidikan sampai sebegitu detailnya sehingga rencananya bisa hancur berantakan seperti ini?
Lelaki itu bersedekap dengan sebelah tangannya yang mengusap dagu, berpikir keras untuk menemukan benang merah yang sesuai dengan apa yang dia lihat serta rencana yang kira-kira akan Reddish jalankan dengan tindakannya itu.
Reddish membunuh perempuan klan hijau itu begitu saja? Tidakkah dia ingin menyelidiki siapa dalang yang ada di balik ini semua? Atau jangan-jangan … diam-diam Reddish akan mengirim prajurit pembunuh ke markasnya ini setelah melakukan penyelidikan tersembunyi yang tak pernah diketahui siapa pun? Lantas pemburu itu tiba-tiba saja akan berdiri di depannya dan menikamnya?
Sky membelalak. Tatapannya dipenuhi teror saat membayangkan kemungkinan terburuk dari semua hal yang tak mampu terbaca itu. Bibirnya menipis dengan jengkel saat segala ketidaktahuan itu memerangkapnya dengan kejam, membuatnya tak bisa berpikir dan buntu untuk menentukan tindakan apa yang akan dia lakukan.
Ekspresinya tampak frustrasi, sebelah tangannya mengacak rambut birunya yang semula tertata rapi itu hingga berantakan. Wajahnya terlihat payah dan decakan kesal meluncur begitu saja dari mulutnya. Lelaki itu membalikkan badan dan hendak keluar ruangan saat tiba-tiba saja, di belakang tubuhnya, Crow, sang pemimpin klan hitam itu telah berdiri di sana.
Sky terkesiap sejenak. Meski begitu, ia mampu menahan keterkejutannya sehingga ekspresinya tetap tenang.
“Ah, Tuan Crow. Anda datang tanpa memberi kabar.” Sky menyapa.
Lelaki tua dengan jenggot hitam panjangnya itu beralih menatap Sky begitu lelaki klan biru itu menyambutnya.
“Rencanamu dan Navy gagal,” sahut Crow dengan kalimat menusuk berikut tatapannya yang penuh spekulasi. “Semua ini karena ramuan pengubah warna yang ternyata tak berguna itu. Bagaimana mungkin Reddish akan dengan mudahnya mengetahu i jika makhluk yang kita kirimkan itu ternyata bukanlah makhluk asli?” serunya dengan tanpa menahan-nahan suaranya.
Sky mengetatkan gerahamnya dengan ekspresi tak suka. “Vantablack juga gagal kali ini dalam menyembunyikan Azure dan juga Onyx. Reddish entah dengan kekuatan macam apa mampu mengetahui jika ternyata Azure yang menyamar di dunia manusia itu ternyata adalah koloniku klan biru. Dan Onyx … bagaimana keadaan anggota Anda itu saat ini?” ucapnya memaparkan pula kegagalan yang dialami Crow dalam rencana mereka kali ini dengan nada meremehkan yang sama.
“Vantablack tak pernah gagal. Dia adalah pemilik kekuatan paling hitam dengan aura yang paling kuat yang pernah ada, melebihi kekuatanku. Aku yakin jika pasti ada sesuatu yang belum kita ketahui tentang Reddish sehingga semua rencana yang telah matang ini bisa hancur begitu saja.”
Sky berdeham. “Mengenai ramuan pengubah warna itu … sejujurnya saya dan Navy tak pernah tahu dari mana ramuan itu berasal. Saya hanya menemukan lelaki klan ungu itu tak sadarkan diri dengan botol kecil berwarna ungu di sisi tubuhnya. Dengan kemampuan terbatas akhirnya saya meneliti dan menemukan jika ternyata ramuan itu bisa mengubah warna. Mungkin saja lelaki klan ungu itu adalah seorang peneliti? Bagaimana jika kita membangkitkannya segera dan mengalihkan lelaki itu di pihak kita untuk melancarkan rencana?” tanyanya lalu mengerjap sejenak seolah teringat sesuatu.
“Ah, tentu saja rencana pembangkitan itu sesuai dengan rencana Anda, Tuan Crow, saya hanya ingin memastikan jika lelaki klan ungu yang saat ini masih mati suri itu nanti bisa kita gunakan,” imbuhnya dengan ekspresi berpikir.
Crow memandangi jendela dengan tatapan menerawang. “Kapan pernikahan Reddish dan Azure akan digelar?” tanyanya menatap Sky yang saat itu turut menatap jendela.
Sky menoleh. “Sesuai rencana mereka, pernikahan akan digelar setelah malam perjamuan, Tuan Crow, yang itu berarti, jika akan diakan perjamuan ulang untuk Azure, maka tinggal satu hari lagi pernikahan itu digelar. Dewan warna pasti tidak akan menunda-nunda lagi pernikahan itu karena keadaan genting yang terjadi serta waktu yang mendesak. Saya akan memastikannya setelah anak buah saya pulang kembali dari kastil putih dan melaporkan segala sesuatunya.”
Lelaki klan hitam itu mengangguk. “Pastikan kali ini tak ada celah untuk kegagalan. Kita akan menjalankan rencana selanjutnya dengan menggagalkan pernikahan Reddish dengan anggota klanmu itu. Kita akan datang tepat sebelum pernikahan itu disucikan. Aku akan segera membangkitkan lelaki klan ungu itu begitu kita tiba di sana,” ujarnya dengan seringaian penuh keyakinan akan rencana mereka.
“Aku akan memberikan kejutan di upacara pernikahan Reddish dengan hal tak terlupakan,” lanjutnya dengan pongah.
“Ah, dan jangan lupa, Sky. Kita tetap harus menyelidiki tentang Reddish dan kekuatan yang dimilikinya itu. Barangkali, itu bisa menjadi senjata tambahan bagi kita untuk semakin memberi kejutan bagi Reddish dengan hal yang saaaangat menyakitkan dan tak pernah terlupakan baginya.”
Suara tawa Crow menggema kemudian. Tawa berbalur keinginan kuat untuk membalas dendam.
***
“Kau selalu gegabah!” Jade berseru keras ke arah Reddish yang saat itu duduk di tengah-tengah ruang aula dewan warna yang biasa mereka gunakan sebagai ruang penghakiman.
“Ada laporan jika kau telah dua kali menggunakan kekuatanmu itu untuk mencelakai anggota klan yang lain. Klan hitam dan klan hijau yang baru saja terjadi.” White menyambung. “Tidak bisakah kau bernegosiasi dengan kami terlebih dahulu sehingga semua duduk persoalan bisa lebih jelas dan kita bisa menemukan penyelesaian yang lebih baik?” tanyanya dengan ekspresi meminta persetujuan.
Reddish yang saat itu terdiam dan mengarahkan tatapannya pada lantai ruangan di tempat itu akhirnya mengalihkan pandangan. Menatap ke arah empat orang dewan warna yang saat itu duduk tak jauh dari arahnya. Dia begitu kesal karena perjalanan menuju kamarnya tadi dihadang oleh Jade yang tak menerima alasan untuknya bisa mangkir dari panggilan.
Perdebatan panjang terjadi di lorong. Dan karena Reddish tak ingin membongkar keberadaan Azure dengan dirinya yang gigih kembali ke kamarnya, dengan berdecak sebal, akhirnya Reddish menuruti keinginan para dewan untuk melakukan pembicaraan terkait tahanan perempuan klan biru yang ternyata memiliki wujud asli sebagai perempuan klan hijau.
“Untuk apa?” tanya Reddish dengan ekspresi tak terbaca.
Keempat lelaki dewan warna itu saling berpandangan. “Apa maksudmu?” Raven kali ini bersuara.
“Akan selalu ada pengkhianat di negeri ini. Semuanya memusatkan perhatian kepadaku dan hendak menjatuhkanku sebagai pemimpin. Sementara kalian semua, ada di bawahku sebagai rakyatku tak peduli kalian pemimpin klan atau anggota klan. Kalian pikir, apa yang akan dijalankan oleh undang-undang ketika menemukan penjahat sekelas makhluk makar itu? Apakah mereka akan menghukumnya seperti yang aku lakukan?” Reddish berucap dengan ekspresi dingin.
Ada kekehan kecil di sudut bibir pemimpin klan merah itu saat menatap semua dewan warna yang terdiam. “Sayangnya … tidak.”
Ekspresi tegang tampak di semua wajah. Reddish melanjutkan kalimatnya, “Aku tidak akan melanjutkan apa yang dilakukan oleh ayahku. Aku tak ingin menghabisi seluruh anggota klan karena kesalahan satu orang,” ujarnya tegas. “Tidak akan ada lagi satu koloni klan yang terbuang karena kesalahan yang dilakukan oleh satu makhluk. Satu makhluk yang melakukan kesalahan, maka hukuman yang pantas akan diterima oleh makhluk itu, khusus jika itu menyangkut diriku. Aku tak peduli jika itu adalah urusan makar terhadap kalian dewan warna atau perkara negeri, aku akan melemparkan keputusan final di tangan kalian. Tapi untuk yang ini, aku akan menanganinya sendiri. Aku akan meminta perubahan undang-undang tentang ini. Tentang berurusan dengan pemimpin negeri langit-“
Jade buru-buru menyela.
“Kau tak bisa semaumu mengubah peraturan, Reddish. Ada banyak pertimbangan-“
Reddish turut menukas,
“Aku bisa,” sahutnya dengan keras kepala.
“Baik. Lalu menurutmu, apa langkah yang harus kita tempuh untuk segera menyelesaikan perkara pelangi semesta yang tak kunjung selesai ini. Kita tak punya banyak waktu-“
“Aku akan menikah dengan perempuan klan biru sesuai rencana.” Reddish menjawab cepat sambil menegakkan tubuh dengan tatapan menyala oleh ketidaksabaran.
Ada ekspresi heran penuh celaan dari wajah Jade. Lelaki yang dikenal sebagai dewan warna paling ketus dan antipati terhadap Reddish itu terlihat begitu bersemangat mengonfrontasi pemimpin klan merah itu saat ini.
“Kau baru saja kehilangan calon pendampingmu. Dan kau dengan mudahnya mengatakan jika kau akan menikah? Astaga.” Jade mengusap wajahnya dengan gerakan kasar, seolah dia begitu muak dengan apa yang mereka bahas kali ini.
“Reddish. Apa rencanamu untuk menemukan kembali perempuan klan biru?” Alabaster bertanya menengahi perseteruan antara Reddish dengan Jade. Nada bicaranya terdengar tenang meski ia juga berwajah tegang saat mengucapkan pertanyaannya.
“Aku sudah menemukannya.” Reddish menjawab cepat. “Dengan caraku,” lanjutnya sengaja berteka-teki, tak menjelaskan tentang kedua matanya yang cacat itu, karena ia tahu bahwa ini bukan waktu yang tepat untuk menjelaskan.
Reddish tahu benar jika suatu saat nanti, kelemahan dan kutukannya ini akan meledak menjadi kabar yang menggemparkan di dunia langit. Dan dia telah bersiap diri menerimanya. Dia akan berela hati turun takhta dan menyerahkan kepemimpinan negeri langit itu kepada siapa saja yang pantas. Mungkin, kriteria pemimpin negeri langit yang paling kuat itu terlihat kurang pas sebab Reddish sebagai yang terkuat ternyata memiliki kelemahan vital di mana sebagai makhluk warna yang akan selalu berhadapan dengan persoalan warna, Reddish ternyata tak mampu memenuhinya. Jadi barangkali, kriteria yang lebih tepat adalah yang paling sempurna?
Reddish menarik napas panjang.
Semua dewan warna mengangkat alis dan terkejut mendengar kalimat singkat dari Reddish itu.
“Di mana perempuan klan biru itu saat ini? Kau berjalan seorang diri tanpa kami?-” Raven berseru ketus dengan hendak melontarkan kalimat panjag lebarnya untuk lagi-lagi menyerang pendapat Reddish, tetapi dengan cepat Reddish menukas,
“Kalian tinggal mempersiapkan apa yang seharusnya kalian lakukan. Sisanya adalah urusanku,” ucapnya lalu bangkit berdiri, sedikit membungkukkan kepalanya untuk menghormat sebelum membalikkan badan dan meninggalkan ruangan itu.
***
Reddish melangkah cepat. Dia sudah menunda banyak waktu untuk diskusi tiada guna dengan dewan warna kolot itu dan kekhawatiran seketika menyergapnya tanpa ampun.
Perempuan klan biru itu … bagaimana keadaannya saat ini?
Reddish telah mengantisipasi tindakan Azure yang pasti akan memaksa keluar dari ruang kamarnya, sehingga ia hanya membuat segel ruangan itu sebagai penghalangnya untuk keluar, tanpa melukai seperti segel miliknya yang terpasang di tempat lain.
Tak ia duga jika Azure akan sekeras kepala itu untuk melakukan tindakan sia-sia hingga mengancam keselamatannya.
Dari ujung lorong, dapat ia lihat dari jauh jika Crimson masih berdiri di depan kamarnya dengan gelisah, seakan telah begitu lama Crimson menanti sementara dirinya tak kunjung datang. Begitu mendengar suara derap sepatunya yang mulai mendekat, lelaki tua itu menoleh dan ada embusan napas lega yang terpancar dari ekspresinya.
“Tuan Reddish,” sapanya dengan sikap menjura.
Reddish tak sempat memberi tanggapan karena perhatiannya seketika tertuju pada Azure yang dengan gigih masih memukulkan kekuatannya meski dengan gerakan lemah ke arah pembatas beraura merah itu. Bibirnya menipis saat dilihatnya warna kulit Azure begitu pucat dan aura biru yang berusaha dikeluarkannya mati-matian itu tinggal memendar tipis seakan telah habis.
“Kau boleh pergi, Crimson. Aku akan mengatasinya.” Reddish berucap tanpa menoleh.
Crimson memandang sejenak ke arah pintu kamar tuannya itu dengan ekspresi sedih, lalu mengangguk dan pergi dengan langkah lebarnya meninggalkan sudut ruangan tersebut.
Reddish melangkah maju.
“Ber … henti.” Azure yang menumpukan tubuhnya ke pembatas pintu itu perlahan menatap Reddish dengan mulutnya yang terengah kehabisan tenaga.
Lelaki itu seketika menghentikan langkah.
“Jangan … berani-berani … menyentuhku,” lanjutnya dengan susah payah. Perempuan itu mulai terhuyung dan kehilangan keseimbangannya dalam berdiri saat tangannya yang gemetar itu mulai kehilangan kekuatannya untuk menopang tubuh.
Azure memejamkan mata dalam ekspresi kesakitan sebelum sepenuhnya pasrah pada kegelapan yang menyambut kesadarannya.
Reddish dengan sigap menangkap tubuh perempuan itu sebelum menyentuh lantai. Tangannya yang kuat menyangga tubuh kurus Azure dan seketika mengangkatnya dalam gendongan, membawanya kembali ke peraduan.
Lelaki itu mendengus sebal walau gerakannya begitu pelan dan lembut dalam meletakkan perempuan itu ke atas ranjang. Azure kembali tak sadarkan diri dengan seluruh tubuhnya yang dingin berkeringat, seluruh kulitnya tampak pias dan itu membuat Reddish cemas setengah mati.
Pernikahan mereka akan digelar satu hari lagi dan ia tak ingin kehilangan Azure. Perempuan ini adalah satu-satunya perempuan menyebalkan yang diizinkan oleh Reddish untuk terus bersikap menyebalkan kepadanya. Azure adalah makhluk pengganggu yang Reddish akan sangat senang diganggu olehnya. Reddish menyukai bagaimana perempuan itu menunjukkan ketidaksukaan terhadapnya dan itu semakin membuatnya gila untuk ingin segera memiliki perempuan ini seutuhnya.
Perlahan, tangan Reddish terulur. Lelaki itu menyentuhkan telapak tangannya pada dahi Azure yang dingin. Memendarkan kekuatan merahnya untuk menyelubungi tubuh Azure.
Tak semudah yang sebelum-sebelumnya di mana dalam sekali sentuhan, warna merah dari tangan Reddish itu meresap dan menghangatkan tubuh Azure dan menyembuhkan dalam sekejap, kali ini, Reddish harus menyalurkan aura merahnya itu berkali-kali lipat lebih banyak, membuat ekspresi lelaki itu mengeras diliputi kelelahan karena harus berusaha keras untuk menyalurkan kehangatannya di tubuh Azure.
Sebenarnya, ada cara-cara lain yang bisa dilakukan untuk menyembuhkan makhluk langit yang terluka atau kehabisan tenaga seperti ini, yaitu dengan meminum ramuan penyembuh yang dibuat oleh Candy dan yang kedua adalah dengan meminum sebutir bola kecil berwarna biru yang tentu saja hanya ada di kalangan koloni klan biru.
Bola kecil berwarna biru pekat itu didapat dari pengkristalan tetes air biru yang hanya bisa ditemukan di dasar gua yang terdapat di kaki bukit hijau di ujung paling timur negeri langit. Tetes air biru itu dipercaya sebagai berkat dari para penguasa langit nan Agung yang mampu mengembalikan kekuatan aura biru para makhluk klan biru.
Cara kedua ini tentu saja tak dapat Reddish lakukan karena saat ini keberadaan klan biru yang terpecah belah dan tentu saja tak akan dengan mudah ditemukan. Lalu mengenai ramuan penyembuh itu, karena Candy sedang dalam masa hukumannya untuk menutup ruang penelitiannya, menjadi tidak mungkin bagi Reddish saat ini untuk meminta banyak bantuan kepada bibinya itu, meski ada peneliti lain yang bisa ia panggil sebagai bala bantuan.
Dari cara-cara yang membutuhkan waktu lama itu, Reddish lebih memilih mengorbankan dirinya sebagai pasangan Azure. Karena seperti api dan air yang memiliki nilai panas dan dingin yang saling berlawanan tetapi saling membutuhkan, Reddish yang mewakili kekuatan api itu mampu menghangatkan tubuh Azure yang dingin, begitu juga dengan Azure yang mewakili kekuatan air, dia mampu mendinginkan tubuh Reddish yang sedang dilanda sakit dengan tubuhnya yang panas.
Sebelah tangan Reddish menyentuh kembali dahi Azure yang terasa dingin tetapi terasa nyaman di telapak tangannya itu, lalu ia mengulang kembali penyaluran aura hangat dari tubuhnya. Azure tak bereaksi sama sekali. Perempuan itu anteng dengan kedua matanya yang memejam rapat, kalah oleh habisnya kekuatan tubuhnya karena terlalu memaksa menembus segel merah milik Reddish.
Selama beberapa waktu, ruang kamar itu dipenuhi oleh nuansa hangat. Azure yang semula berada dalam titik tergelap di tidurnya itu, mulai merasakan jika tubuhnya yang semula menggigil dan kesakitan tersebut dilingkupi oleh rasa hangat nan nyaman.
Nuansa hangat ini lagi. Apa yang sebenarnya terjadi sehingga kehangatan itu selalu bisa menyembuhkannya?
Azure membiarkan kedamaian yang memeluknya rapat itu menyelubungi tubuhnya selama beberapa waktu. Dia ingin selalu berada dalam nuansa nyaman ini. Dipeluk rasa hangat yang membahagiakan tubuhnya.
Lalu, dalam keinginan kuatnya untuk membuka mata yang terasa begitu berat dan terputus-putus karena begitu kuatnya rasa kantuk yang melanda pikirannya, dalam waktu yang begitu lama, ia mampu melihat dalam pandangan kabur tak jelas jika dirinya saat ini masih berada dalam ruangan yang sama seperti sebelumnya.
Ruang kamar berwarna merah yang memenjarakannya!
Dan yang lebih membuatnya terkejut setengah mati seakan ingin melenting berdiri dengan seluruh tubuhnya yang lemah itu adalah saat ia merasakan embusan napas teratur dari sisi tubuhnya, begitu rapat dengan badannya.
Azure meringis lemah dengan kebingungan pekat yang melanda pikirannya.
Apakah saat ini ia sedang bermimpi? Apakah tubuhnya yang lemah itu lantas menuntunnya ke dalam mimpi buruk dan kebingungan tak terperi hingga tak mampu membedakan mana keadaan nyata dan hanya bunga tidur?
Tetapi sepertinya, ini memang hanya mimpi buruk karena dalam beberapa waktu terakhir ini ia seringkali bertemu dengan lelaki klan merah itu hingga bahkan dalam keadaan tak sadarkan diri dan dilingkupi mimpi pun, Reddish tak mau kalah dengan menunjukkan dominasi lelaki itu atas dirinya.
Azure berusaha sekuat tenaga membuka matanya saat melihat dengan kepalanya yang pening jika wajah Reddish begitu dekat dengan wajahnya!
Reddish tertidur sambil memeluknya!
***
Empat gelas … lima gelas ….
Candy meletakkan gelas di tangannya dengan gerakan keras ke meja hingga menimbulkan suara gemeletak yang nyaring di telinga. Perempuan itu lantas meletakkan kepalanya ke meja, dengan sebelah tangannya yang masih memegang gelas.
Candy tak mau berhitung, ini malam ke berapa dari hukumannya menjauhi ruang penelitiannya itu. Yang pasti, dia ingin menghabiskan malam-malam sepinya dengan cepat dan ingin segera berganti hari. Di siang hari begitu ia terbangun dari tidur lelapnya setelah meminum begitu banyak minuman pengantar tidur, ia akan menyibukkan diri dengan aktivitas luar untuk memetik tanaman dan mencari berbagai jenis bahan sebagai persiapan penelitiannya di waktu ke depan. Seperti biasanya, ia ingin sekali membuat pikirannya terus terjaga akan hal-hal lain karena jika ia hanya duduk diam dan melamun, hanya bayangan Carmine dan segala tentang kenangan lelaki itu sajalah yang terus menggoda benak dan hatinya. Membuatnya menjadi tampak menyedihkan sebagai makhluk perempuan yang kesepian ditinggal pergi kekasihnya yang menghilang tanpa kabar.
Reddish tak pernah tahu jika Candy sedang mempersiapkan ramuan penawar dari sebotol kecil ramuan pengubah warna berwarna ungu yang dahulu sempat dibawa oleh Carmine entah ke mana. Kekasihnya itu hingga kini tak kembali, begitu juga dengan kabar mengenai perubahan warna makhluk menjadi makhluk ungu lemah di negeri langit. Namun, sebagai penebus keteledorannya di masa lalu, Candy tetap bertekad untuk menyelesaikan apa yang telah dilakukannya itu hingga akhir. Dia telah membuat ramuan beracun itu dan dia akan menciptakan penawarnya. Entah berguna entah tidak.
Candy memejam sembari mendengus. Dia rindu Carmine. Dia masih saja mencintai Carmine setelah bertahun lamanya mereka berpisah.
Astaga. Bahkan saat ini di ambang kesadarannya yang hampir terenggut oleh kantuk, di titik Candy sangat ingin lupa pada lelaki klan merah yang dicintainya itu, justru wajah Carminelah yang tecermin di depan matanya, seolah lelaki itu sedang berada di hadapannya, mendatanginya di waktu malam dan mengantarkan tidur perempuan itu dengan usapan lembutnya di kepala seperti di masa dahulu.
Oh, Candy pasti sudah dilanda kantuk yang hebat sekarang. Dia pasti sudah bermimpi saat ini.
Carmine ….
Candy menyebut nama itu lirih, seperti merapal doa sebelum tidur. Lirih … nan memedihkan hati.
***
Reddish mengerutkan kening dalam tidurnya, seakan keadaan tubuhnya saat ini begitu tak nyaman. Lelaki itu perlahan mengangkat kelopak matanya lantas membelalak begitu menyadari jika dirinya baru saja tertidur.
Tidur?
Astaga. Bagaimana bisa dirinya tertidur-
Reddish menoleh ke sisi kanannya di mana Azure sedang berbaring tidur di sana. Lelaki itu kemudian duduk, mengamati dengan saksama keadaan Azure yang tampaknya sudah lebih baik.
Dan benarlah. Perempuan itu saat ini tampak sedang tertidur alih-alih pingsan seperti sebelumnya. Napas perempuan itu teratur, naik turun dengan lembut dan konstan. Ekspresinya terlihat tenang dengan rona wajah yang telah kembali seperti semula. Warna pucat yang sempat hinggap di kulitnya itu kini tiada lagi, berganti dengan wajah cantiknya yang biasa.
Reddish mengembuskan napas lega. Sepertinya dirinya kelelahan pula setelah memaksa menguarkan aura merahnya dengan begitu kuat untuk menyalurkan kehangatan ke tubuh Azure. Lelaki itu mengawasi secara saksama wajah perempuan itu dan mengangguk tipis, menyetujui pemikirannya sendiri jika Azure masihlah tertidur sejak tadi dan belum sempat terbangun lalu melihat dirinya yang saat itu tertidur sembari memeluknya.
Tentu saja.
Lelaki itu seperti sedang berbicara dengan dirinya sendiri.
Jika Azure telah sadarkan diri dan melihat Reddish di sisinya, tentu saja posisi Reddish bangun tidak akan seperti ini. Perempuan itu pastilah telah melempar Reddish ke dinding, atau paling tidak menyemburkan kekuatan birunya yang membuat dia bangun terpaksa.
Reddish mengusap wajahnya kasar dan menyesali keputusannya untuk berbaring di sisi perempuan itu hingga membuatnya terlena. Tadi ia begitu kehabisan tenaga hingga akhirnya terduduk dengan napasnya yang terengah lelah di sisi Azure. Seluruh tubuhnya terasa ngilu dan godaan untuk membaringkan tubuh terasa sangat menggoda apalagi memang dirinya saat itu berada di dalam kamar, di atas ranjangnya sendiri.
Akhirnya, setelah tubuh Azure tak lagi dingin dan ia merasa cukup, Reddish berbaring dengan mata nyalang. Tak mampu terpejam. Tubuhnya terlalu lelah untuk melangkah keluar atau melakukan panggilan kepada pelayannya untuk mengantarkan minuman pengantar tidur, sehingga secara impulsif Reddish akhirnya berbaring miring, menambatkan tatapannya pada makhluk perempuan yang saat itu begitu menggoda hasrat kepemilikan di dalam dirinya. Lalu, didorong oleh perasaan lega dan bahagia saat melihat Azure bisa ia sembuhkan, lelaki itu sedikit memaksa tubuh Azure untuk berbantalkan lengannya, lantas dengan senang hati Reddish memeluk perempuan berharganya itu dilingkupi perasaan syukur tak terkira.
Berkali-kali ia menciumi kepala Azure dalam gerakan lembut, melingkarkan lengannya ke tubuh Azure sebelum turut memejamkan mata dalam lingkupan lelah nan penuh kedamaian saat dekat dengan tubuh perempuannya.
Reddish mengenang semua itu dengan rona merah muda yang beberapa saat melintas di pipinya. Lelaki itu seketika mengerjap dan dengan gerakan pelan segera turun dari ranjang. Namun, tepat di saat kakinya baru saja menapak lantai, Reddish merasakan jika sebelah matanya yang tak memakai lensa itu terasa pedih hingga tanpa sadar ia memejam dan mengusap dengan jemarinya.
Saat membuka mata, betapa terkejut dirinya saat mendapati jika sebelah matanya itu mengeluarkan darah. Semakin sering ia mengerjap-ngerjapkan mata dan mengusapnya, semakin banyaklah darah yang keluar dari matanya. Darah itu berwarna merah segar, mengalir seperti air mata tetapi dengan rasa sakit yang membuat Reddish mendecak dengan rintihan sakit yang tanpa sadar keluar dari mulutnya.
Ini pasti karena kekuatannya yang terkuras tadi serta kecerobohannya yang membiarkan matanya yang begitu berharga itu terbuka begitu saja tanpa pelindung sejak ia menemukan Azure.
Reddish melangkah pelan tanpa suara meninggalkan kamarnya, tanpa tahu jika sejak tadi sesungguhnya Azure telah terbangun dan terkejut dengan wajah pias mendapati Reddish mengeluarkan darah begitu banyak hingga mengalir di tangannya.
***
Baca Parts Lainnya Klik Di sini- The Red Prince | BONUS PART Mauve’s Story : Sang Penakluk
- The Red Prince | EPILOG : Kencan Ala Reddish
- [END] The Red Prince | Part 30 : Upacara Penyemaian Warna
- The Red Prince | Part 29 : Cahaya Petir
- The Red Prince | Part 28 : Rindu Dan Cinta
- The Red Prince | Part 27 : Tidur Panjang
- The Red Prince | Part 26 : Manipulasi
- The Red Prince | Part 25 : Dukungan Maharani
- The Red Prince | Part 24 : Karena Kau Adalah Azure
- The Red Prince | Part 23 : Bui yang Paling Memenjarakan
- The Red Prince | Part 22 : Keinginan Reddish
- The Red Prince | Part 21 : Aura Ungu
- The Red Prince | Part 20 : Pernikahan Agung
- The Red Prince | Part 19 : Peringatan Bahaya
- The Red Prince | Part 18 : Cemburu Buta
- The Red Prince | Part 17 : Rahasia Terbongkar
- The Red Prince | Part 16 : Api dan Air
- The Red Prince | Part 15 : Perempuan Istimewa
- The Red Prince | Part 14 : Tawanan
- The Red Prince | Part 13 : Rencana Eksekusi Kedua
- The Red Prince | Part 12 : Ciuman Pertama
- The Red Prince | Part 11 : Murka
- The Red Prince | Part 10 : Pilihan Azure
- The Red Prince | Part 9 : Rencana Pernikahan
- The Red Prince | Part 8 : Dua Perempuan
- The Red Prince | Part 7 : Hanya Biru
- The Red Prince | Part 6 : Minuman Pelembut Hati
- The Red Prince | Part 5 : Kekuatan Reddish
- The Red Prince | Part 4 : Sosok Misterius
- The Red Prince | Part 3 : Rencana Rahasia
- The Red Prince | Part 2 : Dunia Manusia
- The Red Prince | Part 1 : Kehilangan
- The Red Prince – Sinopsis
Kenapa Reddish
Kenapa ciii
Air mata darah. Uwow, serem. Udah kayak film2 horor aja.
Moga Reddiah gak apa2, ya.. buruan ke dokter mata.
kebetulan sih karena yang ngeluarkan darah Reddish dari klan merah, kalau Ecru nanti darahnya warna kuning haha
Tks ya kak udh update.
Why why why