Sassy Maid

Sassy Maid and Playboy Doctor – 21

Bookmark
Please login to bookmarkClose

No account yet? Register

8 votes, average: 1.00 out of 1 (8 votes, average: 1.00 out of 1)
You need to be a registered member to rate this post.
Loading...

2

Baca Parts Lainnya Klik Di sini

Begitu selesai mandi, John terheran ketika tidak melihat Anna dimanapun. Tidak biasanya wanita itu pergi tanpa meninggalkan pesan, apalagi mereka sudah berjanji untuk sarapan bersama pagi ini dengan menu delivery. Matanya lalu tertuju pada secarik kertas yang tergeletak disamping ponselnya. Rupanya wanita itu sedang menjemput makanan. John sempat berpikiran buruk karena Anna pergi tiba-tiba. Kalau diingat lagi, dia sempat mendengar wanita itu mengatakan sesuatu. Tetapi karena sedang asyik mencuci rambut, dia jadi tidak fokus dan menganggap kalau itu hanya bunyi air yang gemericik.

Karena Anna sedang tidak ada, ini kesempatan bagi John untuk membuka handuknya secara bebas dan menampakkan sebuah kotak kecil yang susah payah disembunyikan di sela kakinya. Berjalan dengan kotak itu diantara kakinya memang tidak menyenangkan. Belum lagi dengan miliknya yang terus bergesekan dengan kotak itu menimbulkan sensasi yang aneh. Segera dia memakai baju dan menyembunyikannya dibalik saku.

Kotak berlapis kain beludru merah itu berisi cincin yang akan digunakan untuk melamar Anna. Dia sengaja membawa kotak itu kemana-mana agar wanita itu tidak menemukannya. Anna selalu membersihkan rumahnya dan tahu dimana saja letak sudut tersembunyi. Kalau menyimpannya di apartement, pasti akan mudah ditemukan olehnya dan merusak kejutan yang dibuat. Karena itu, John selalu membawanya kemana-mana termasuk saat mandi sekalipun.

Tujuan lainnya selalu membawa cincin itu, karena dia tidak tahu kapan akan berjumpa dengan suasana romantis. Bisa saja saat tengah berkencan atau berjalan-jalan, ada suasana mesra yang tercipta diantara mereka. Dia bisa memanfaatkan kesempatan itu untuk melamar Anna tanpa perlu menunggu waktu yang sudah direncanakan.

John tersenyum bahagia membayangkan bagaimana reaksi Anna nanti saat dilamarnya. Apakah wanita itu akan tertawa, menangis bahagia atau biasa-biasa saja? Atau, apa lebih baik dia tetap pada rencana awalnya melamar Anna diatas atap rumah sakit dengan ladang bunga mawar merah yang sudah disiapkan? John jadi ragu dengan rencananya melamar mendadak. Dia lalu menggeleng kepala, berkata pada dirinya untuk tidak terlalu serius memikirkannya. Lihat saja bagaimana alurnya nanti. Pokoknya, dia akan memanfaatkan keadaan sebaik-baiknya dan menjadikannya sebagai lamaran terbaik.

Sibuk dengan pikirannya sendiri, John tidak sadar kalau sudah setengah jam lamanya waktu berlalu. Hanya mengambil sarapan seharusnya tidak memakan waktu sebanyak itu kecuali Anna bertemu dengan orang yang dikenal dan berbincang-bincang dengannya.

John tidak mempunyai kesabaran menunggu Anna sampai selesai mengobrol. Kalau dia turun langsung dan sengaja ‘menculik’ juga bukan ide yang bagus. Begitu melihat ponsel dalam genggamannya, timbul ide untuk menelponnya yang langsung memutus pembicaraan. Dengan begitu, Anna tidak perlu susah payah mencari alasan dan bisa langsung kemari.

Cepat-cepat John mencari nomor Anna dan menekannya. Dia mengira dapat mendengarkan suara dari wanita yang dicintainya. Tetapi harapan itu pupus begitu mendengar nada dering ponsel Anna yang terletak disamping nakas.

“Bisa-bisanya dia tidak membawa ponsel. Apa boleh buat, aku sendiri yang akan menjemput tuan putri.”

John mengenakan pakaian terbaik sebelum turun. Dia juga memastikan penampilannya terlihat rapi seperti biasanya. Tidak ada niat dalam dirinya untuk menggoda. Tujuannya tampak sempurna seperti biasa agar membuat Anna bangga. Semisal lawan bicaranya adalah perempuan dan tengah meremehkannya, dia bisa menggunakan pesonanya untuk membungkam mereka. Kalau lawannya laki-laki, John akan membangkan dirinya sendiri dan menunjukkan betapa lemahnya mereka dibandingkan dengan mereka.

Sesampai di lobby, John tersenyum senang menemukan Anna yang sedang sendirian. Rasanya, dia ingin melompat dan memeluk wanita pujaannya itu. Tetapi, sebelum keinginannya terwujud, John terbelalak melihat seorang pria yang bergerak ingin menyerang Anna. Refleks, dia langsung maju untuk menghalau dan memberikan sebuah hantaman yang mengenai pria kumuh itu.

Kemarahannya semakin menjadi ketika pria kumuh itu justru membalas dengan mencaci makinya alih-alih meminta maaf. Kalau saja sasarannya orang lain, John mungkin tidak akan semurka ini. Tetapi ini Anna, calon istri dan juga wanita yang paling dicintainya.

Selanjutnya, pria kumuh itu tertawa keras. Sambil membuang ludahnya yang bercampur darah, dia menatap remeh. “Oh, calon istrimu? Lalu apa kau tahu siapa aku?” tanyanya dengan seringaian lebar. yang membuat wajah Anna memucat.

John bisa merasakan kalau tangan Anna yang dingin menggenggamnya dari belakang. Tanpa perlu menoleh dia tahu kalau wanita itu sedang gemetaran dengan wajah pucat. Tidak perlu susah menebak siapa pria kumuh dihadapannya ini. Dari sikap Anna sekarang, dia sudah tahu siapa pria kumuh itu.

“Kau ayah brengsek yang selalu menyiksa wanita tak berdaya, kan? Lalu apa? Mengharapkanku untuk menghormati dan memanggilmu dengan ayah mertua? Dalam mimpimu!” Jawaban telak dari John membuatnya terkejut. Dia bahkan ingin menyerang sebelum berhasil diringkus oleh satpam. “Mulai sekarang, aku tidak mau melihatmu lagi. Kau tidak boleh muncul dihadapanku ataupun Anna. Kalau kau berani mengganggu kami lagi, kau akan merasakan akibatnya!”

“Kau pikir aku mau melakukannya begitu saja?! Dia putriku dan aku bebas melakukan apapun padanya! Kau bukan siapa-siapa disini dan tidak berhak ikut campur dalam urusan kami!”

“Ooh, tentu saja aku berhak karena dia adalah istriku.” John lalu menarik genggaman Anna dan memberikan ciuman ringan disana. Tidak sampai disitu, dia justru membawa wanita itu kedalam pelukannya dan mempertunjukkan ciuman sensual yang menjadi keahliannya. Setelah puas, baru John menghentikannya dan menatap pria kumuh yang merupakan ayah biologis Anna. “Kau lihat, betapa serasinya kami. Dan kami, tidak membutuhkan sampah sepertimu dalam hubungan ini.”

Begitu mengatakannya, John langsung menarik tangan Anna melangkah keluar dari apartement. Dia menaiki salah satu taksi yang terparkir dan menyuruhnya untuk jalan.

“Kita mau kemana?” tanya Anna yang tidak tahu arah tujuan.

John tidak menjawab dan memilih membuang pandangannya pada jendela. Sebenarnya, dia tidak suka menggunakan transportasi umum seperti ini. Selain lambat karena harus mengikuti rambu lalu lintas, terkadang ada taksi yang penuh dengan sampah. Untung saja taksi ini cukup bersih walaupun pengharum yang dipakai tidak sesuai dengan seleranya.

Kalau tidak suka dengan transportasi umum kenapa John memilih menaikinya?

Jawabannya karena saat turun tadi, dia tidak membawa kunci mobil bersamanya. Tidak keren kalau dalam situasi itu dia kembali ke atas untuk mengambil kunci lalu turun lagi dan berhadapan dengan pria brengsek itu. Daripada membuat dirinya terlihat bodoh, lebih baik dia langsung keluar dengan membawa Anna.

“John.”

Panggilan Anna berikutnya berhasil membuatnya menoleh. John mempererat genggamannya dan tersenyum untuk menenangkan wanita itu. “Tenang saja. Semuanya akan baik-baik saja,” ucapnya yang berbanding terbalik dengan batinnya yang tidak tahu ingin kemana.

***

Setelah menaiki taksi selama hampir 1 jam, John akhirnya memutuskan untuk berhenti ketika melewati central park. Karena berkeliling tanpa arah tujuan, tagihannya cukup fantastis. Beruntung dia membawa uang sewaktu turun tadi, jika tidak, dia harus memutar ulang sampai ke apartement untuk mengambil uang terlebih dahulu.

Thank you, sir! Kalau anda butuh kendaraan lagi, silahkan hubungi saya!” Supir itu berseru senang seraya menghitung uang yang diterimanya. Walaupun biayanya membludak, John memberikannya sedikit tips karena mobilnya yang bersih dan juga dia sangat bijak dengan tidak bertanya apapun selama perjalanan.

“Mungkin nanti setelah kami puas berjalan-jalan disini,” balasnya sambil menerima kartu nama yang diberikan. Sebenarnya tidak perlu sengaja menelpon supir itu untuk menjemput. Banyak taksi lain ditempat ini dan bisa saja dia memilih salah satu dari mereka secara acak untuk pulang nanti.

Sesudah supir itu pergi, John mengajak Anna berjalan-jalan mengelilingi taman yang menjadi ikon pusat kota tersebut. Central Park, taman kota yang seluas 340 hektar dan berada ditengah pulau Manhattan. Tempat ini merupakan salah satu destinasi wisata yang paling terkenal dan dikunjungi oleh 35 juta orang per tahun. Bentuk taman ini juga sangat unik yaitu berwujud persegi panjang dengan danau kecil ditengah-tengah dengan kumpulan pohon hijau yang segar.

 Bentuk taman ini juga sangat unik yaitu berwujud persegi panjang dengan danau kecil ditengah-tengah dengan kumpulan pohon hijau yang segar

Disini juga terdapat deretan bangku taman dan lampu hias yang cantik. Berbagai aktivitas bisa dilakukan seperti bersepeda, piknik, bermain dan beraneka ragam lainnya. Selain itu, terdapat juga kebun binatang yang memberikan berbagai pertunjukkan menarik. Secara keseluruhan, Central Park merupakan tempat rekreasi yang menyenangkan bagi yang sudah jenuh dengan perkotaan.

John membawa Anna menduduki salah satu bangku dan melihat orang-orang yang sedang berlalu-lalang dengan ceria. Rata-rata, pengunjung yang datang bertujuan untuk bersenang-senang. Berbeda dengan mereka yang datang tanpa tujuan dan hanya duduk mengamati. Tidak ada dari mereka saling membuka pembicaraan. Sampai akhirnya, pandangan Anna tertuju pada sebuah keluarga yang tengah berpiknik.

“Kau tahu, aku berterima kasih karena ucapanmu tadi. Aku benar-benar tertolong karenanya.” Anna lalu meremas pinggiran roknya hingga kusut. Melihat ayahnya tadi, ketakutannya akan suatu hubungan yang serius kembali menghantuinya. John memang tidak akan mengasarinya. Dia pria sejati dan Anna tahu itu. Hanya saja bertemu dengan Brad tadi mengingatkannya dengan trauma masa lalunya. Mungkin ini masih terlalu cepat baginya. Tidak apa, dia masih bisa menunggu tetapi tidak dengan John. Pria itu layak mendapatkan pasangan yang lebih baik dan berbahagia dengannya. “Mengenai soal istri, aku …”

“Aku serius dengan ucapanku yang satu itu,” potong John cepat. Dia tidak mau mendengar kalimat Anna selanjutnya karena terasa menyakitkan. John tahu apa yang ingin dikatakan olehnya. Pasti berat bagi wanita itu untuk mengatakannya terutama karena mereka sudah saling mencintai satu sama lain.

” Tapi aku … “

“Anna.” Kali ini, John memberikan sebuah ciuman ringan. Tidak seperti saat didepan Brad tadi, ciumannya ini sangat lembut tanpa ada nafsu apapun. Setelahnya, John menangkup kedua pipi Anna, membuat tatapan wanita itu tertuju padanya. “Menikahlah denganku. Jadilah bagian dari hidupku. Biarlah kau menjadi orang pertama setiap kali aku membuka mataku. Aku mencintaimu, sampai kapanpun.”

Mata Anna memanas dan selanjutnya bulir-bulir bening telah memasahi pipinya. John terkekeh, mengelus kedua pipi dengan ibu jarinya. Dia memberikan kecupan ringan di dahi lalu membawa wanita itu kedalam pelukannya, membiarkannya menangis disana.

Perkataan John bukanlah janji manis semata. Ada tekad yang nyata disana dan pria itu sungguh-sungguh mencintainya. Tidak ada keraguan ataupun tatapan mencela. John menerimanya apa adanya tanpa memandang masa lalunya. Apa yang diberikannya belum tentu bisa didapatkan pada pria lain.

John adalah pria pertama yang mengisi hatinya dan pria itu juga yang membuatnya tahu bagaimana rasanya cinta. Dicintai olehnya merupakan suatu anugerah terbesar. Tanpa perlu meminta, pria itu bahkan akan memberikan seluruh hatinya padanya. Anna takut kalau dia tidak bisa memberikan hal yang setimpal untuknya. John sangat sempurna dan memiliki segalanya, berbeda dengan dirinya yang rapuh dan juga kotor.

Disaat pikirannya merasa dia tidak sepadan bersanding dan harus meninggalkannya, hatinya berkata lain. Perasaannya mengatakan kalau John adalah pria yang tepat. Kalau dia melepaskannya, maka tidak ada pria lain yang bisa menggantikannya. Tidak ada orang yang mengenal dan menerima dirinya seutuhnya seperti John.

Ditengah sesenggukannya, Anna mencoba untuk mendongak, menatap pria yang kini tengah memeluknya. “Bagaimana … Bagaimana kalau aku bukanlah wanita yang tepat untukmu? Kau tahu hobiku dulu seperti apa. Siapa tahu kedepannya aku terkena penyakit mematikan dan tidak tertolong?” Rasa sesak memenuhi dadanya, sesakit mulutnya melontarkan pertanyaan yang menyakitkan itu. Dia bertanya bukan tanpa dugaan. Bisa saja sekarang dia terlihat sehat namun didalam, virus-virus jahat telah berkembang dan merusak. Anna jadi menyesal, kenapa dulu dia sangat menyukai berhubungan liar seperti itu. Hanya rasa takut kepada seseorang membuat hidupnya hancur berantakan.

You’ll be fine, i promise. Aku tidak akan membiarkan sesuatu terjadi padamu. Kalau kau sakit, aku akan menyembuhkanmu semampuku. Aku tidak akan membiarkanmu sendirian dan menemani hingga kau sembuh.” John mengelus pipi Anna dengan sayang, memberikan perhatian penuh kasih. “Tidak ada yang tahu waktu seseorang. Hanya Tuhan yang berhak memutuskan, bukan kita. Kalau Tuhan menghendaki kita untuk bersama, sekeras apapun menolak, kita pasti akan kembali.”

Setelah mengatakannya, John berdiri dari tempatnya lalu sedetik kemudian, dia berlutut dan mengeluarkan kotak yang berisi sebuah cincin emas yang indah. Cincin itu itu berhiaskan sebuah berlian besar berwarna merah ditengah lalu dikelilingi dengan daun-daun kecil permata yang membuatnya tampak seperti bunga. Dalam sekejap, kerumunan kecil tercipta di sekitarnya dan memberikan semangat padanya. Setelah menarik nafas panjang, John mengutarakan apa yang telah direncanakannya sejak jauh hari yang lalu.

 Setelah menarik nafas panjang, John mengutarakan apa yang telah direncanakannya sejak jauh hari yang lalu

“Anna, will you marry me?” tanya John lantang.

Kerumunan itu menjadi hening menunggu jawaban sang wanita. John sampai meneguk ludah karena tegang. Ini memang bukan lamaran romantis yang direncanakan tapi inilah saatnya dia melamar Anna dan menjadikan wanita itu istrinya secepatnya. Hatinya mengatakan kalau sekarang adalah saat yang paling pas. Seandainya kesempatan ini terlewat, dia tidak tahu kapan lagi waktu yang tepat untuk menunjukkan betapa besar rasa cintanya.

Anna menutup wajahnya untuk menghentikan keinginannya untuk menangis. Meskipun begitu, tubuhnya tidak berhenti bergetar dan matanya tidak mau menuruti kemauannya. Gejolak kebahagiaan yang tidak bisa ditahan membuatnya menangis. Hanya satu pertanyaan, hanya satu pertanyaan singkat mampu membuatnya seperti ini. Pertanyaan yang membuatnya merasakan kebahagiaan yang sesungguhnya sekaligus membebaskannya dari masa lalu yang ingin dilupakan.

Yes, i do!” jawabnya lantang.

Jawaban itu lantas membuat kerumunan disekelilingnya berteriak gembira dan memberikan selamat. John yang awalnya tidak percaya dengan pendengarannya itu akhirnya mengulum senyum. Senyum yang tampak kosong dan sedikit dipaksa karena tidak mendengar jelas balasannya itu.

Yes, i do, my love.” Anna mengulang kembali kalimat itu, kali ini dengan panggilan cinta yang hanya dikhususkan untuknya. Dia tahu kalau ekspresi kecewa John tadi karena tidak mendengarnya dengan jelas. Tambatan hatinya ini sangat mudah ditebak. Kalau terkesima dengan sesuatu, pasti otak jeniusnya itu akan lambat merespon dan membuat semua indranya menjadi tumpul. Karena itu Anna mengulanginya lagi, agar membuat pria itu kembali bersemangat.

Begitu John menyeringai, dia langsung memeluk Anna dan melumat bibir wanita itu dengan rakus. Kerumunan yang melihat, bersorak semakin meriah. Bahkan ada juga dari mereka meneriakkan kata-kata vulgar seperti menyuruh mereka langsung bercinta saja. John baru menghentikan ciumannya itu ketika tubuhnya mulai panas. Dia harus bisa menahan dirinya hari ini. Kalau tidak, dia pasti membawa Anna kesalah satu taksi untuk mencumbunya.

John baru teringat kalau dia belum memasangkan cincin pada Anna. Dia lalu meminta tangan Anna dan menyematkan cincin berlian itu pada jemarinya. Sudah diduga, kalau cincin itu sangat pas dijarinya. Bahkan, Anna terlihat cantik berkali-kali lipat setelah mengenakannya dengan wajah tersipu. Tanpa bisa menahan perasaannya, John memeluk Anna erat menujukkan betapa bahagianya dirinya.

“Aku ingin banyak anak darimu, malah lebih banyak dari Alex! Kalau bisa, aku ingin semua anak kita perempuan, agar aku bisa merasakan bagaimana rasanya dikelilingi dengan orang-orang yang kusayang.”

Anna menyikut pinggul John yang membuatnya mengaduh kesakitan lalu terkekeh. “Apartementmu sempit. Bagaimana bisa kita punya banyak anak kalau tinggal disana?”

Pertanyaan Anna seperti kode keras baginya. John menarik pinggang wanita itu mendekat lalu berbisik ditelinganya. “Kalau begitu, bagaimana kalau kita pindah rumah? Aku mungkin harus berpisah dengan Cicil kalau ingin membeli rumah di apartement Alex tapi, untuk masa depan kita, aku rela.”

“Tidak perlu sampai menjual Cicil.” Anna berbalik berbisik, memberikan sensasi menyenangkan bagi John. “Aku ada tabungan selama bertahun-tahun bekerja. Kita bisa menggunakannya untuk membeli rumah yang lebih besar.”

John membelalakkan matanya tidak percaya. Anna benar-benar wanita yang luar biasa! Bukan hanya cantik dan bisa melakukan segala hal tetapi juga pandai mengelola keuangan. Dia benar-benar beruntung bisa mendapatkan wanita luar biasa seperti Anna.

“Kalau begitu, ayo kita segera cari rumah idaman kita dan menikah! Aku tidak sabar ingin segera memiliki anak darimu. Bagaimana kalau kita membuatnya sekarang? Lalu, supaya kau tetap cantik saat memakai baju pengantin nanti, minggu depan, bagaimana kalau kita menikah?”

Anna langsung mengerucutkan bibirnya menunjukkan ketidaksetujuannya. “Menurutmu aku tidak cantik mengenakan gaun pengantin saat hamil? Menurutmu aku akan gendut?!”

“Kau cantik mengenakan apapun, termasuk gaun pengantin saat hamil besar,” ralat John cepat. Bisa-bisa rencananya nanti malam gagal kalau membuat wanitanya itu marah. “Kalau begitu, ayo kita buat baby yang cantik malam ini!” John lalu menggendong Anna ala pengantin, membawanya ke salah satu taksi dan menyuruhnya mengantar mereka hotel terdekat.

Semua kejadian itu, dari mereka berdua tiba di Central Park tidak lepas dari pengawasan Julie dan Lizbeth. Sejak tadi, mereka berdua bersembunyi, tidak mau merusak suasana sepasang sejoli itu. Memang ada kesedihan yang sempat membuat suasana muram tapi pada akhirnya semua berakhir bahagia.

“Apa kau akan mengirimkan video itu kepada Alex?” tanya Lizbeth yang memperhatikan Anna sejak tadi mengutak-atik ponselnya.

“Tentu saja. Aku melaporkan perkembangan mereka pada atasanku, meskipun sebenarnya Alex hanya bos sementara. Tetapi uang yang kudapat darinya tidak sedikit. Lumayan untuk tabunganku.” Julie lalu tertawa senang setelahnya berbeda dengan Lizbeth yang melihatnya dengan tatapan mencela karena tidak menyangka kalau dia adalah wanita yang mencintai uang.

“Lalu, soal sikapmu yang seperti lesbian itu, apa hanya pura-pura?” tanyanya lagi penasaran. Pasalnya, sikap Julie benar-benar seperti penyuka sesama jenis. Malah kepada seluruh wanita pun dia juga bersikap seperti itu.

“Tentu tidak, Sayang. Aku memang menyukai setiap wanita. Kau mungkin menganggapku sebagai wanita mata duitan karena bekerja sebagai agen ganda seperti ini. Uang yang kuhasilkan itu digunakan untuk membantu temanku yang sedang mengembang obatnya dibidang kecantikan. Tujuan kami adalah agar setiap wanita bisa tampil cantik dan bersinar setiap saat!” Julie menjelaskannya dengan semangat. Saking semangatnya, Lizbeth bisa melihat api berkobar dibelangkannya.

Untuk sekarang, Lizbeth akan mengabaikan perlihal sifat Julie yang aneh. Saat ini yang terpenting adalah John dan Anna berbahagia dan dia berharap kalau kebahagiaan ini akan berlangsung selamanya.

Baca Parts Lainnya Klik Di sini

8 Komentar

  1. :kisskiss :berharapindah :berharapindah

  2. ria nur aeni menulis:

    :kisskiss :kisskiss :kisskiss :berharapindah :berharapindah :berharapindah

  3. Dhian Sarahwati menulis:

    John udh g sabaran… :kisskiss :kisskiss

  4. Yeayyy :kisskiss :kisskiss

  5. Tks ya kak udh update.