Sassy Maid

Sassy Maid and Playboy Doctor – 25 (End)

Bookmark
Please login to bookmarkClose

No account yet? Register

9 votes, average: 1.00 out of 1 (9 votes, average: 1.00 out of 1)
You need to be a registered member to rate this post.
Loading...

2

Baca Parts Lainnya Klik Di sini

Begitu operasi selesai, John dipindahkan keruangan VIP dirumah sakit agar dapat beristirahat dengan nyaman. Luka dikepalanya itu tidak sampai membuatnya pendaharan. Tetapi, tetap saja dia membutuhkan perawatan dan monitor untuk mengetahui keadaan selanjutnya. Perkiraan dokter, butuh beberapa jam sampai John siuman dan butuh dua minggu sampai keadaannya pulih total.

Anna duduk disamping ranjang, tempat John terbaring lemah dengan perban yang melilit dikepala dan selang infus ditangan. Melihat keadaannya sekarang, Anna merasa ada beban berat yang menghantam dadanya. Ini semua salahnya, karena telah melibatkan John dalam masalah keluarganya. Jika terjadi sesuatu yang fatal padanya, Anna tidak tahu harus bagaimana. Membayangkan hidupnya tanpa kehadiran pria itu membuat semuanya terasa hampa.

Seharusnya, sejak dulu dia mengambil langkah tegas mengenai ayahnya. Begitu Brad menemukannya, semestinya dia menjebloskan ayahnya itu ke penjara atau dibawa ke pusat rehabilitasi untuk merubah sifat jeleknya. Anna tahu kalau Brad memiliki banyak hutang di luar sana. Tetapi dia tidak menyangka kalau Brad berani melukai John bahkan sampai ingin membunuhnya.

Tidak ada hal bagus yang bisa didapatkannya dengan melukai orang lain. Itu hanya membuatnya menjadi kriminal dan sulit menyelamatkan diri. Apapun tujuannya untuk melakukan itu, Anna sudah tidak peduli. Sekarang, ayahnya itu sudah mendekam dipenjara, menanti hukuman yang setimpal atas perbuatannya.

“Kau harus istirahat, Sayang. Kau sudah menangis seharian dan belum makan. Apa kau ingin membuat John sedih karena melihatmu seperti ini?” Julie yang juga berada di kamar itu akhirnya membuka suara. Dia tidak tahan melihat kondisi Anna yang terus bersedih setiap saat. Bersendu pun membutuhkan tenaga dan sekarang, kondisi wanita itu seperti mayat hidup dengan wajah pucat yang menyertainya. Sejak tadi, Anna belum mengisi perut dan pasti staminanya juga hampir habis. Jika dibiarkan begitu saja, cepat atau lambat dia juga akan tumbang.

“Aku tidak apa-apa. Aku disini saja, menunggu John membuka mata. Dia pasti khawatir jika tidak melihatku saat siuman nanti,” balas Anna dengan tangan terulur membelai wajah pria yang dicintainya.

“John akan lebih khawatir melihat keadaanmu yang seperti ini. Ayolah, aku tidak menyuruhmu pulang. Aku hanya memintamu makan di kantin rumah sakit kami dan setelah itu kau bisa beristirahat disini. Aku juga akan menyuruh suster untuk menambahkan ranjang agar kau bisa tidur dengan tenang.”

Walau Julie sudah menjelaskan panjang lebar, Anna masih tetap kukuh dengan pendiriannya. Dia sama sekali tidak bergerak dan duduk disamping John. “Tidak. Aku tidak akan pergi dari tempat ini sampai John membuka mata. Apapun yang terjadi, aku tidak akan pergi!” Untuk kesekian kalinya, mata Anna kembali berkaca-kaca. Sudah beberapa hari ini, perasaannya begitu sensitif. Padahal Julie bermaksud baik telah memperhatikan kondisinya. Cepat-cepat, Anna mengusap matanya dengan kasar sehingga meninggalkan bekas kemerahan disana. “Maaf, aku hanya … “

“Aku mengerti.” Julie memberikan pijatan pelan pada kedua bahu Anna untuk membuatnya rileks. “Jangan menangis lagi. Lihat, matamu jadi bengkak seperti ini. Kemana pengantin cantik favorit kami? Kalau seperti ini, John bisa-bisa kabur setelah melihatmu loh.”

Candaan Julie berhasil membuat Anna tertawa. Sedikitnya, suasana hatinya sudah lebih baik dari sebelumnya. Wanita itu memang  pandai membangkitkan suasana hatinya. “Kurasa, kau benar, aku butuh istirahat. Beberapa hari ini, kepalaku selalu pusing. Suasana hatiku juga berubah-ubah tidak menentu dan tidak selera makan. Mungkin, aku sedang sakit tapi tidak sadar karena sibuk mengurusi pernikahan.”

Mendengar penjelasan Anna, insting dokter Julie langsung bekerja. Dia tersenyum lebar memikirkan kemungkinan yang terjadi padanya. Tetapi dia tidak mau mengambil kesimpulan langsung. Anna harus diperiksa lebih lanjut dulu untuk memastikan kondisi tubuhnya.

“Anna, karena kebetulan kita berada di rumah sakit, bagaimana kalau sekalian memeriksa tubuhmu? Hanya tes darah biasa. Setelah itu makan dan tidur.”

Saran Julie tidak ada buruknya. Dia memang sudah lama ingin memeriksakan diri tapi tidak mau membuat John khawatir. Mumpung sudah ada disini, tidak apa-apa melakukannya. “Baiklah, tapi bagaimana dengan Lizbeth?”

“Jangan khawatir, dia akan tinggal bersamaku sementara. Sekarang, dia pulang untuk mengambil beberapa pakaian untukmu selama menginap disini. Tenang saja, Lizbeth adalah gadis yang pintar dan tidak akan tersesat.”

Anna tersenyum ketika Julie menjelaskannya dengan lucu. Setelah menimang beberapa saat, akhirnya dia beranjak dari kursi dan memberikan ciuman ringan di kening John sebelum meninggalkannya. “Aku akan segera kembali,” bisiknya kecil yang berharap bisa terdengar olehnya.

***

Tengah malam, Anna terbangun dari tidurnya ketika merasa tidak enak pada bagian perut. Sudah beberapa hari ini, perutnya terus bergejolak tidak jelas. Sempat terbesit kalau dia terkena asam lambung tapi mengingat kembali jam makannya yang selalu tepat, seharusnya tidak mungkin terkena maag.

Anna lalu melirik ke arah John yang masih memejamkan mata. Sudah seharian berlalu dan pria itu masih belum menunjukkan tanda-tanda untuk siuman. Menurut dokter yang menanganinya, butuh beberapa waktu agar dia bisa bangun. Tidak mengalami cacat atau komplikasi apapun sudah merupakan keajaiban.

Melihatnya seperti ini, mengingatkan Anna dengan kondisi Alex dan Nina dulu. Sekarang, dia merasakan sendiri bagaimana rasanya menunggu. Rasanya sungguh menyakitkan. Menanti tanpa adanya kepastian dengan berbagai dugaan buruk yang terus melintas. Jika waktu bisa diputar, Anna pasti akan memenjarakan Brad begitu bertemu dengannya dia apartement John hari itu.

Anna lalu bangkit dari ranjangnya dan mendekati tempat tidur John. Dengan gerakan ringan, dia mengelus-elus pipi pria itu kemudian memberikan ciuman ringan disana. Melihat pria itu tidur dengan damai membuatnya lupa dengan rasa tidak nyaman diperutnya. Terbesit di pikirannya untuk lebih dekat dengan pria yang dicintainya. Melihat ranjang itu begitu lapang, seharusnya tidak masalah kalau dia menyelip sedikit disana.

Dengan hati-hati, Anna naik ke atas dan berusaha untuk tidak mengenai selang infus yang terhubung. Setelah mendapatkan posisi yang pas, dia tidur menyamping dan berbaring disampingnya. Mendengar irama detak jantung John membuat Anna merasa lega. Itu tandanya, dia masih hidup dan tengah berjuang untuk sembuh.

Anna lalu mengangkat jemarinya untuk melihat cincin yang John berikan saat melamarnya. Rasanya baru kemarin pria itu memintanya menjadi istri. Walaupun bukan lamaran romantis atau mewah seperti yang diharapkan pada pasangan umumnya, permintaan itu tetap berkesan untuknya. Tidak terasa kalau saat itu sudah beberapa hari yang lalu. Dia mengira semuanya akan berjalan lancar dan sebentar lagi akan merasakan bagaimana rasanya hidup berumah tangga. Tetapi keinginannya itu sulit terpenuhi karena masalah selalu datang silih berganti menghampirinya.

Tanpa sadar, matanya kembali berkaca-kaca. Selain perutnya yang selalu bergolak tidak jelas, perasaannya juga mudah terombang-ambing. Bahkan, kejutan kecil dari John mampu membuatnya gembira bukan kepalang atau menangis sejadi-jadinya. Rasanya dia ingin pria itu menenangkannya sekarang. Memberikan belaian lembut dan bisikan penuh cinta yang menemaninya hingga tertidur.

“Bangunlah, John. Aku membutuhkanmu. Aku merindukan pelukanmu, bisikan manismu dan belaianmu. Aku mencintaimu,” ucapnya terisak.

Seakan-akan doanya terkabul, Anna merasakan sesuatu yang hangat mengusap kepalanya. Dia juga mendengar hembusan nafas teratur yang mengalun ditelinganya. Selain itu, sebuah lengan kekar melingkari pinggangnya, membawanya lebih dekat dalam pelukan. Seolah-olah, John memang sadar dan tengah memeluknya sekarang.

“Tidurlah, Sayang. Wanitaku yang cantik, wanitaku yang liar, aku mencintaimu.”

Mata Anna langsung melebar dan kesedihan yang menguasainya lenyap seketika. Ketika dia mengangkat kepala, pandangannya langsung bertemu dengan sepasang mata bening milik John. Pria itu tengah menatapnya dengan tatapan penuh cinta dan senyuman khas yang menggantung di bibirnya.

“Hai my love, maaf membuatmu khawatir.”

“John!” Anna berseru dengan mata berkaca-kaca memeluknya. Tidak lupa, dia menekan tombol Nurse Call untuk memanggil dokter memeriksanya. “Kau membuatku khawatir! Gara-gara kata terakhirmu, kupikir aku telah kehilanganmu!” Anna menangis sejadi-jadinya setelah mengatakannya. Masih teringat jelas ketika John meminta maaf padanya seoal-olah itu adalah pertemuan terakhir mereka. Karena itu, ketakutan terus menguasainya selama pria itu belum sadar.

“Ssh … jangan menangis.” John menghapus air mata Anna dengan ibu jarinya kemudian menarik wajah wanita itu hingga menempel pada dahinya. “Maaf, seharusnya aku tidak membuatmu khawatir. Kalau aku memberi ciuman, apa kau mau memaafkanku?”

Anna tidak marah. Rayuan yang dilontarkan John, meskipun dibumbui sedikit candaan, Anna tetap menganggapnya serius. Dia mengangguk lemah sebagai jawaban kemudian memejamkan matanya menunggu ciuman dari John.

John sendiri tidak menyangka akan melihat Anna sepasrah itu. Sepertinya, dia sudah membuat wanita itu sangat khawatir hingga membuat matanya membengkak.

Dengan gerakan perlahan, John mendekatkan bibirnya hingga menyentuh pasangannya. Kondisinya memang sedang terluka tapi itu tidak membuat keahliannya menurun. Dia mencium Anna dalam, tanpa setitik hasrat. Hanya kehangatan yang ada disana dan ciuman itu mengungkapkan seluruh perasaannya sekarang tentang betapa bersyukur dirinya masih bisa melihat wanita yang dicintainya.

Begitu nafas mereka telah habis, barulah John menghentikannya secara sepihak kemudian membaringkan Anna didadanya. Keduanya saling mendengar detak jatung yang berdebar satu sama lain. Walau tidak ada kata-kata yang keluar, mereka mengerti perasaan lawan dan merasa damai dalam keheningan itu.

“Aku mencintaimu,” ucap Anna memecah keheningan.

“Aku tahu. Aku juga mencintaimu bahkan lebih besar dari cintaku pada Cicil,” balas John dengan tawa renyah.

Mendengar balasannya, Anna langsung menatap John tidak senang. “Kau membandingkanku dengan mobil? Apa kau pikir aku tidak bisa membencimu setelah ini?” Harga diri Anna sebagai wanita merasa tertantang. Kalau pria itu berpikir dia tidak berani meninggalnya karena ucapan tadi, maka John telah salah kira

“Kau tidak akan bisa.” Dengan sebelah lengannya yang bebas, John memeluk Anna sekaligus memerangkapnya agar tidak kabur. “Karena setiap kali kau lari, aku pasti akan mengejarmu. Setelah itu, aku membuatmu kelelahan dan tidak bisa kabur lagi dariku.” Ada nada sensual ketika John mengatakannya. Sebelah kakinya yang bebas juga digunakan untuk merangkul Anna dan bergerak kesana kemari mencari titik nyaman.

Anna sadar apa yang ingin dilakukan John. Dia segera bangkit dari tidurannya dan menatap pria itu garang. “Kau ini, sudah terluka masih bisa-bisanya menginginkan itu! Sia-sia saja aku mengkhawatirkanmu, dasar pria mesum!” serunya sambil memukul pelan dadanya.

“Aduh!” John lalu merintih kesakitan menyentuh bagian dada dan kepalanya.

Ekspresinya yang nyata membuat Anna panik dan kembali menekan tombol Nurse Call. Padahal, sudah sejak tadi dia memanggil tapi tidak ada satupun yang datang. Apa semua perawat sedang tertidur sehingga tidak ada yang menghampirinya? Padahal yang sedang dirawat adalah direktur mereka sendiri.

Melihat, Anna yang mencemaskannya membuat sebuah senyum tipis di bibir John. Dia tidak sampai hati melihatnya ketakutan seperti itu. Padahal sebenarnya dia sama sekali tidak sakit. John hanya ingin mengerjai Anna sedikit agar membuatnya lebih tenang tapi sepertinya malah kebalikannya.

“Sudah, sudah, aku tidak apa-apa. Temani saja aku tidur sambil memelukmu dan besok pagi semua lukaku akan sembuh.” John membuka kedua tangannya lebar-lebar menunggu Anna untuk tidur disampingnya.

“Tidak. Aku akan memanggil dokter untuk memeriksamu. Sebelumnya juga mereka berpesan agar mengabari kalau kau sudah siuman.”

Sebelum Anna hendak turun dari ranjang, pintu kamar terbuka dari luar dan memunculkan sepasang paruh baya. Dari atribut yang mereka kenakan, sepertinya mereka bukan dokter. Karena tidak mungkin dokter mengenakan jas ataupun gaun pesta mahal untuk memeriksa pasien.

Entah siapa mereka, Anna menangkap sosok Julie yang berdiri dibelakang mereka. Wanita cantik itu terus menatap kearahnya dengan senyuman geli yang tertahan. Tidak tahu apa maksud dibalik sikapnya itu, pandangan Anna lalu tertuju pada amplop coklat yang berada di tangannya. Mungkin amplop itu berisi hasil pemeriksaan John ataupun dirinya tadi.

Berbeda dengan Anna yang keheranan, begitu melihat siapa yang datang John spontan membelalakkan matanya. Dia berusaha untuk bangkit namun rasa sakit yang nyata mendera kepalanya hingga membuatnya merintih kesakitan.

“John!” pekik Anna ketika melihat John menahan sakit.

Spontan, wanita paruh baya yang mengenakan gaun mahal itu langsung mendekati mereka. Dia memperhatikan seluruh wajah John, menyentuh perbannya kemudian memeriksa pupil mata. “Hmm … dia baik-baik saja. Hanya sedikit kaget melihat kami. Biarkan dia istirahat beberapa hari agar kondisinya pulih lebih cepat.”

Cara wanita itu menjelaskan seperti seorang dokter yang ahli. Anna sampai tidak berhenti menebak-nebak siapa wanita dihadapannya ini.

Mom, kenapa bisa ada disini?”

Pertanyaan John, sontak membuat Anna terkejut. Dia tidak menyangka akan bertemu calon ibu mertuanya dalam keadaan seperti ini.

“Memangnya aku butuh persetujuanmu untuk datang kemari? Kau ini, mau menikah pun tidak mengabari kami. Lihat, sekarang kau harus mendekam di rumah sakitmu sendiri. Apa kau tidak malu?” Ibu John terus mengomel, tidak memberikannya kesempatan untuk membalas. Setelah itu, dia melihat ke arah Anna dengan senyuman hangatnya. “Jadi kau yang akan menjadi menantu kami? Perkenalkan, aku Liliana Blake Lewis, ibu John. Terima kasih telah mencintai putraku dan menjadi bagian dari keluarga besar kami.”

Anna bisa melihat ada ketulusan yang nyata pada Liliana. Tidak ada pandangan merendah ataupun meremehkan. Liliana benar-benar telah menerimanya.

“Aku Michael Lewis, ayah John. Kau bisa memanggilku Mike, senang bertemu denganmu.”

Begitu Mike memperkenalkan diri, Anna baru menyadari kalau John mewarisi genetik dari ayahnya. Bukan hanya wajah tapi kharismanya pun sama. Soal senyum khasnya yang selalu ditampakkan, sepertinya merupakan gabungan dari mereka berdua yang senantiasa ramah kepada siapapun. Sewaktu lajang, mereka berdua pasti menjadi incaran banyak lawan sampai akhirnya bersatu.

“Ternyata putraku pandai memilih pasangan. Aku dengar dari Julie, selain cantik kau juga mampu mengendalikan John yang liar ini. Padahal anak ini sangat susah diatur dan hanya mau mendengarkan Alex. Kupikir dia seorang Gay karena selalu lengkat dengannya. Tetapi sekarang, aku tidak perlu khawatir lagi. Karena Alex sudah menikah, begitu juga dengan kalian,” ucap Mike terkekeh seraya merangkul Lilian.

Mom, Dad, kenapa kalian bisa ada disini?” ulang John lagi yang keheranan dengan kehadiaran mereka berdua. Pasalnya, kedua orang tuanya itu sangat sibuk. Seingat John, mereka berdua sedang berada di negara lain untuk mengikuti asosiasi kedokteran sekaligus berlibur.

“Hmph! Memangnya aku tidak boleh menemui calon menantuku sendiri? Aku juga tidak ingin ketinggalan saat-saat cucuku lahir nanti,” balas Mike.

Pertama, John membantu tidak mengerti. Begitu otak jeniusnya bekerja, dia langsung duduk di atas ranjang dan menoleh ke arah Anna. “Sayang, kau hamil?”

Sekarang, giliran Anna yang kebingungan. Kemudian, tanpa sadar, dia menyentuh perutnya sendiri yang membuat senyuman ketiganya semakin lebar.

“Ahem!” Julie sengaja terbatuk kecil agar mendapatkan atensi mereka. “Anna belum mengetahui soal kehamilannya ini. Hasil tes darahnya sudah keluar dan sekarang dia positif hamil. Untuk mengetahui umur janin, perlu dilakukan pemeriksaan lebih lanjut. Selamat, kalian berdua sudah menjadi orang tua.”

Julie menyerahkan amplop coklat yang lantas disambut oleh John. Pria itu membaca setiap baris kalimat yang tertawa kemudian berhambur ke pelukan Anna. Gara-gara terlalu senang, dia sampai mengabaikan rasa sakit akibat jarum infus yang terlepas paksa. Kantuk yang tadi sempat menderanya pun ikut menghilang digantikan dengan euforia gembira yang luar biasa.

I love you, i love you, i love you! Terima kasih sudah memberiku hadiah yang luar biasa. Aku berjanji akan membuat kalian menjadi keluarga yang paling bahagia!”

Anna masih belum seutuhnya mencerna apa yang terjadi. Rasanya, semua berlalu begitu cepat hingga tidak sadar kalau perubahan suasana hatinya karena ada sebuah nyawa yang berkembang diperutnya. Untuk kesekian kalinya, Anna menangis. Tidak seperti sebelumnya, tangisnya kali ini adalah tangis bahagia. Anna tidak menyangka, setelah sekian banyak cobaan yang menimpanya, keinginan sejak dulu yang diimpikan akhirnya terkabulkan.

“Jangan menangis, Sayang. Aku tidak mau wajah cantikmu menjadi buruk karena ini. Apa kau bisa mendengar, anak kita memintamu untuk tersenyum. Dia bilang, dia ingin melihatmu tertawa bersama ayahnya yang tampan,” ucap John dengan nada jenaka yang dibuat-buat.

Setelah John mengatakannya, Anna langsung tertawa. Dia merasa menjadi wanita yang paling beruntung karena dicintai olehnya. Untuk sekarang dan seterusnya, Anna akan menitipkan masa depan dan juga kebahagiaannya pada John. Dia yakin kalau pria itu mampu melakukannya dan tidak akan mengingkari janjinya.

“Oh ya, ada satu kabar lagi yang belum kusampaikan,” ucap Julie yang kemudian mendapat atensi dari mereka berdua. Lalu, dia mengeluarkan sebuah kunci dan memberikannya pada Anna. “Sebagai hadiah atas pernikahan kalian, Alex memberikan sebuah rumah kepada kalian. Rumah itu bersebelahan dengan tempat tinggal Alex yang nantinya akan menjadi tetangga kalian.”

Anna menatap kunci itu tidak percaya. Dia tidak menyangka kalau Alex akan memberikan hadiah semewah itu pada mereka. Walaupun sudah berkeluarga, Anna memang tidak ingin tinggal berjauhan dengan Nina dan selalu berhubungan dengannya. Jika bisa, dia ingin anak-anaknya berteman baik dengan anak dari sahabat.

That’s great! Kau dan Nina bisa terus bertemu dan saling menemani agar tidak bosan. Sebagai ucapan terima kasih, resepsi pernikahan kita harus lebih meriah dari mereka! Aku akan membuat Alex iri sampai dia ingin mengulang acaranya lagi!” John begitu bersemangat mengatakannya ketika mendapat kesempatan untuk melampaui sahabatnya itu. Alex sudah menang banyak darinya dan kali ini gilirannya untuk merasakan kemenangan itu.

“Aduh!” John mengaduh kesakitan ketika Anna mencubit pipinya yang sudah tidak kenyal itu. Walaupun tenaga calon istrinya itu tidak begitu kuat, melihatnya tersenyum tipis seperti itu membuatnya merinding.

“Aku setuju denganmu. Buat acaranya semeriah mungkin agar Alex ingin melakukan pernikahan ulang. Setelah itu, ayo buat resepsi ganda bersama-sama! Aku ingin sekali menggelar acara bersama sahabat terbaikku!”

John tersenyum lebar, sepakat dengan keputusan Anna. Bayangan wajah iri Alex dan acara yang dilakukan bersama-sama sudah berputar-putar dikepalanya. Walaupun kekayaannya tidak sebanyak Alex, dia akan bekerja keras agar keingian itu terwujud.

“Jangan khawtir, Anna Sayang. Mommy dan Daddy akan membantu kalian membuat acara yang meriah. Bukan begitu, Mike?” tanya Liliana dengan senyum cerah.

“Tentu saja! Jangan kira kalau aset kita kalah dengan keluarga Testa. Aku akan menujukkan pada Gustav kalau pernikahan kalian tidak akan kalah meriah dengan Alex dan aku juga akan segera menimang cucu,” tawa Mike yang diikuti semua orang.

Hari ini, mereka semua berbahagia. Hati yang dulunya terluka, kini telah sembuh dan menemukan belahan jiwanya. Sebuah kehidupan baru yang tumbuh, semakin menerangani suasana dan memberikan kehangatan diantara mereka. Lembaran baru sudah dibuka, menunggu diisi dengan masa depan yang indah.

Baca Parts Lainnya Klik Di sini

10 Komentar

  1. rosefinratn menulis:

    :kisskiss :kisskiss :kisskiss :kisskiss

  2. ria nur aeni menulis:

    :kisskiss :kisskiss :lalayeye

  3. Dhian Sarahwati menulis:

    Ngomong2,saking bahagianya Ampe lepas selang infus… ikut happy ak :kisskiss :kisskiss :kisskiss

  4. Nice

  5. Ikut happy

  6. Tks ya kak udh update

  7. Bidadari Jelita menulis:

    :mengintai :sebarcinta