Baca Parts Lainnya Klik Di sini
- Sassy Maid and Playboy Doctor – EXTRA PART
- Sassy Maid and Playboy Doctor – EPILOG
- Sassy Maid and Playboy Doctor – 25 (End)
- Sassy Maid and Playboy Doctor – 24
- Sassy Maid and Playboy Doctor – 23
- Sassy Maid and Playboy Doctor – 22
- Sassy Maid and Playboy Doctor – 21
- Sassy Maid and Playboy Doctor – 20
- Sassy Maid and Playboy Doctor – 19
- Sassy Maid and Playboy Doctor – 18
- Sassy Maid and Playboy Doctor – 17
- Sassy Maid and Playboy Doctor – 16
- Sassy Maid and Playboy Doctor – 15
- Sassy Maid and Playboy Doctor – 14
- Sassy Maid and Playboy Doctor – 13
- Sassy Maid and Playboy Doctor – 12
- Sassy Maid and Playboy Doctor – 11
- Sassy Maid and Playboy Doctor – 10
- Sassy Maid and Playboy Doctor – 09
- Sassy Maid and Playboy Doctor – 08
- Sassy Maid and Playboy Doctor – 07
- Sassy Maid and Playboy Doctor – 06
- Sassy Maid and Playboy Doctor – 05
- Sassy Maid and Playboy Doctor – 04
- Sassy Maid and Playboy Doctor – 03
- Sassy Maid and Playboy Doctor – 02
- Sassy Maid and Playboy Doctor – 01
- Sassy Maid and Playboy Doctor – Prolog
John duduk dengan gelisah. Berulang kali dia berdehem dan memperhatikan dirinya dari balik cermin kecil yang dibawa. Tidak ada yang salah dari penampilannya hari ini tapi dia selalu merasa ada yang kurang dan terus merapikan dasinya yang tidak miring. Khusus untuk pertemuan ini, dia telah mencukur habis semua kumis kasar yang tumbuh dan menggunakan beberapa produk wajah guna mengembalikan kesegaran kulitnya yang sebelumnya kusam. Bahkan, dia menyempatkan diri ke salon sebentar untuk merapikan rambutnya sebelum kembali ke apartement untuk berganti pakaian.
Lizbeth mengirim pesan padanya agar tidak tergesa-gesa. Gadis itu dan Julie menahan Anna lebih lama dengan memberinya berbagai macam perawatan dan dandanan agar membuatnya tampak lebih cantik. John memang senang dengan rencana itu karena memberi tambahan waktu untuknya. Tetapi, itu bukan berati dia bisa berleha-leha. Justru semua rencana untuk membuat rupanya lebih baik dibatalkan.
John mengenakan pakaian yang menurutnya paling baik dan buru-buru menuju sebuah toko untuk membeli sebuket bunga mawar. Dia tidak tahu bunga favorit wanita itu dan terlalu panik sampai lupa menelepon Alex. Yang diketahuinya, mawar adalah lambang dari cinta senjati. Karena itu, dia meminta kepada pegawai toko untuk menyusun mawar mekar dalam kotak putih berbentuk hati disana dan menambahkan pita merah sebagai hiasan. John berharap, kalau wanita itu akan menyukainya dan menerima perasaanya.
Karena mengetahui kebiasaan wanita itu, disinilah John sekarang, menunggu sendirian disalah meja restorant terkenal di New York. Sekotak mawar yang dibawanya diletak di tengah-tengah meja. Saat Anna datang nanti, dia berniat untuk memberikannya langsung dan membuat wanita itu tersenyum.
John tidak melakukan cara ekstrim seperti mengosongkan seluruh tempat karena yakin kalau hal itu akan semakin membuat mereka berdua canggung. Belum lagi, tidak mudah melakukannya jika tidak direncanakan jauh-jauh hari sebelumnya. Dia bukanlah Alex, yang bisa melakukannya dalam sekejab dengan segala pengaruh dan kekuasaan yang dimilikinya. John berjanji, ketika melamar Anna nanti, dia akan melakukan hal yang lebih romantis daripada mengosongkan restorant dan membuatnyaa menjadi kenangan yang tak terlupakan.
Sambil menunggu kedatangan Anna, John menenangkan diri dengan minum dan mendengarkan percakapan tamu-tamu lain yang datang. Matanya menatap gelisah pada jam tangan yang telah lewat dari waktu perjanjian. Baru sepuluh menit dan John terus berdoa dalam hati, berharap kalau Anna tidak tiba-tiba berubah pikiran dan tidak mau menemuinya. Untuk menenangkan pikirannya, John beranjak dari kursi ingin menuju toilet. Sebelum melangkahkan kakinya, matanya melebar melihat sosok wanita yang dipuja datang terengah-engah.
“Maaf, aku terlambat. Lizbeth lupa menanyakan dimana kau berada jadi aku harus bertanya di resepsionist dulu,” ucap Anna dengan nafas terputus-putus. Pasalnya begitu sampai diparkiran, dia langsung lari meninggalkan kedua wanita itu dan mencari-cari dimana John berada. Dia bahkan sempat panik karena sudah terlambat dari waktu yang dijanjikan. Anna tidak mau John menunggu lama karena dirinya dan membuat semua ini menjadi berantakan.
Anna mengenakan dress merah selutut yang menampakkan sedikit lekuk pinggangnya. Rambut pirangnya dibiarkan tergerai tanpa hiasan apapun. Butiran keringat menggumpal disekitaran dahinya sehingga membuat riasannya sedikit luntur. Tetapi meskipun begitu, Anna tetap terlihat cantik. Apalagi dengan bibirnya yang bewarna senada dengan bajunya, membuat John ingin mencicipi manisnya bibir ranum itu.
“Kau cantik.” Dua patah kata itu langsung meluncur dari bibir John begitu saja. Dia tidak menyesalinya karena hal itu menimbulkan rona merah di pipi Anna yang membuatnya terlihat manis. Teringat dengan rencana awalnya, John segera mengambil bunga mawar yang telah dipersiapkan dan memberikannya pada wanita itu. “Ini untukmu. Seperti mawar ini, kau terlihat segar dan cantik. Bahkan kau lebih cantik daripada bunga manapun yang mekar.”
Anna menerima bunga itu dengan malu-malu dan menghirup aroma segar yang menguar. Membeli bunga, merapikan rambut dan wajah dalam satu jam bukanlah hal yang mudah. Tetapi John bisa melakukan semua itu dan datang lebih dulu untuk menunggunya. Mungkin seharusnya tadi dia mendengarkan saran Lizbeth agar datang lebih lama dan mengawasi John selama menunggunya. Melihat pria itu menunggu dengan gelisah bukanlah ide yang buruk.
“Terima kasih. Aku akan merawatnya dengan baik.”
Melihat Anna tersenyum, membuat dada John berdebar kencang. Jika bisa, dia ingin mengambil foto dan meletakkan di nakas tempat tidur. Dengan begitu, setiap pagi maupun tidur, dia bisa melihat senyum wanita itu terus menerus dan membuat hari-harinya damai. Kalau boleh meminta lebih, John ingin kalau Anna sendiri yang berada disampingnya, bukan hanya foto yang tak bisa dipeluk.
“Ayo duduk. Aku akan membantumu.” John memperlakukan Anna selayaknya ratu dengan membantunya menarik kursi dan mendorong kursi. Selanjutnya, dengan sedikit terbirit-birit, dia kembali ke tempat duduknya dan memanggil pelayan untuk menyajikan makanan.
John tidak bisa melepaskan tatapannya dari Anna sedikitpun. Sambil menatapanya, dia terus tersenyum hingga membuat Anna sedikit merasa risih karena membuatnya seperti orang bodoh. Ya, sekarang pikirannya tidak bisa bekerja dengan baik karena dimabuk asmara.
“Berhenti tersenyum! Kau terlihat aneh!” Anna tidak bisa menahan diri untuk menghardik karena ekspresi John membuat orang-orang melihatnya tertawa remeh.
“Aku tidak bisa menghentikannya apalagi sudah lama aku tidak melihatmu. Kalau ini mimpi, aku tidak mau bangun dan ingin terus bersamamu.” John memajukan bibirnya seperti hendak untuk mencium.
Cepat-cepat Anna menampar pelan dengan buku menu agar pria itu tersadar. “Kalau kau terus seperti ini, lebih baik aku pulang dan berendam daripada harus malu karena wajah konyolmu.”
“Meskipun wajahku konyol, kau tetap menyukainya bukan?” John menyunggingkan senyum penuh pesonanya, membuat wajah bodohnya langsung digantikan dengan wajah tampan yang sebenarnya. Wanita-wanita yang berada ditempat itu langsung tersipu dan merasa bodoh karena telah salah menilainya tadi. Bahkan, beberapa dari mereka tampak ingin menggoda langsung dengan memberikan isyarat mata ataupun bergerak berlebihan agar bisa menarik perhatian John.
Anna tidak bisa menyembunyikan rasa cemburunya. Kalau tahu ini akan terjadi, lebih baik John tetap memasang wajah bodohnya yang tersenyum tidak jelas. Memang tidak ada yang bisa mengalahkan daya tarik yang memang sudah menjadi bawaan lahirnya. Bahkan satu senyum kecil darinya bisa membuat mata siapapun silau karena pesonanya.
Belum sempat Anna memarahinya, pelayan datang mengatarkan minuman dan juga kue. Saat melihatnya, Anna teringat kalau meninggalkannya tadi di mobil. Melihat kue itu disini, berati Lizbeth dan Julie mengatarnya. Dia lalu memperhatikan sekelilingnya dan tidak menemukan keberadaan mereka.
“Kalau kau mencari Lizbeth dan Julie, mereka sudah pergi setelah mengatarmu tadi. Mereka ingin memberikan kita waktu berdua,” ucap John malu-malu. Tatapannya lalu tertuju pada kue yang disajikan ditengah-tengah meja. Melihat tidak ada kartu ucapan yang diletakkan sebelumnya, John mencuri pandang ke arah Anna. “Jadi, kau sudah membacanya?”
Anna langsung mengerti kalau yang dimaksud John adalah kartu ucapan. Tentu saja dia sudah membacanya apalagi bibirnya tidak berhenti tersenyum dan sempat memeluk kartu itu. Anna mengangguk lemah sebagai jawaban kemudian menundukkan kepala untuk menyembunyikan pipinya yang memerah.
“Lalu soal kata-katamu di telepon tadi … ” John menelan ludahnya sekali, mengumpulkan keberanian untuk menjawab. “Apa kau sungguh-sungguh?”
Wajah Anna semakin memerah mendengar pertanyaan itu. Tangannya terkepal erat, menahan gejolak emosi yang meluap-luap. Dia sudah menduga kalau John akan bertanya tentang hal itu. Tetapi entah kenapa, dirinya masih tidak siap. Kalimat itu memang diucapkan secara spontan dan dia tidak ada niat untuk menyangkalnya. Namun, ada sesuatu yang mengganjal hatinya sehingga Anna tidak bisa menjawab pertanyaan itu langsung.
“Tidak perlu buru-buru menjawabnya.”
Anna langsung mengangkat wajahnya dan pandangannya bertemu dengan mata bening milik John. Pria itu menatapnya hangat, bagaikan matahari yang bersinar terang. Entah kenapa, hanya melihat John seperti itu membuat hatinya tenang.
“Aku bisa menunggu jawabannya nanti setelah kau memantapkan perasaanmu. Bisa bertemu denganmu saja sudah membuatku senang dan jujur aku belum pernah seperti ini pada wanita lain.” John menjulurkan tangannya, meminta tangan Anna yang terkepal dalam pangkuannya. Dengan ragu, wanita itu memberikan jemarinya yang langsung disambut olehnya. “Aku memang bukan pria yang baik tetapi aku akan berusaha agar pantas disisimu. Aku harap kau mau menerimaku yang buruk ini dan membuka hati padaku. Meskipun membutuhkan waktu, aku akan membuat yang terbaik setiap detiknya sehingga kau perlahan jatuh cinta padaku.”
Anna bisa merasakan kalau matanya memanas dan bibirnya bergetar. Ucapan John itu adalah sungguh-sungguh. Tidak ada yang buruk pada pria itu. Justru dialah wanita kurang ajar disini yang tidak pantas untuknya. Dirinya ini kotor dan tidak bisa memberikan yang terbaik untuknya.
“Aku tidak layak mendapat rasa cintamu. Kau sendiri tahu, aku ini … “
“Aku tidak peduli dengan masa lalumu,” potong John cepat.
Anna menggeleng lemah dan ingin menarik lengannya. Tetapi pria itu menahannya dan malah menggenggamnya lebih erat dari sebelumnya. “Siapapun pernah bertindak bodoh, bukan hanya dirimu saja. Aku, Alex bahkan Nina sekalipun pasti pernah melakukan kesalahan.”
Bulir-bulir hangat mengalir begitu saja membasahi pipi Anna. John sangat baik, begitu baik hingga berbading terbalik perilakunya selama ini. Anna selalu mengira kalau John adalah pria brengsek yang memanfaatkan ketampanannya begitu saja. Menghancurkan hati satu wanita ke wanita lain dan tidak pernah merasa puas. Nyatanya, pria itu adalah lelaki yang setia. Dia mempunyai alasan dibalik sikapnya itu dan memikirkan perasaan orang lain.
Jika ada orang jahat disini, dialah orangnya karena membenci tanpa alasan. Hanya kekerasan yang dialaminya sewaktu kecil membuatnya berpikir kalau semua pria itu sama. Karena itu juga dia tidak menyayangi dirinya sendiri dan menganggap bisa melalui semuanya sendirian. Tetapi sekarang berbeda. John ada disini dan mau memberikan kebahagiaan yang selama ini didambakannya. Lelaki yang dulu selalu dibencinya.
John menjulurkan lengannya, dengan perlahan menghapus air mata Anna dengan ibu jarinya. “Jangan menangis, Sayang. Riasanmu jadi rusak. Tetapi ada atau tidaknya make up, kau tetap terlihat cantik dimataku.”
Anna mau tak mau terkekeh mendengar godaan ringan John. Pria itu benar-benar memberikan pengaruh besar untuknya. Dadanya terasa lebih ringan setelah tertawa tadi.
“Nah seperti itu. Aku lebih suka melihatmu tersenyum. Kau jadi lebih cantik berkali-kali lipat.” John semakin bersemangat memuji Anna. Malah wajah tampannya sudah berubah kembali menjadi bodoh karena nyengir tidak jelas.
“Kalau begitu setiap kali kau keluar teruslah berwajah seperti itu agar siapapun yang melihat menganggapmu bodoh. Aku cemburu setiap kali ada wanita yang menatap liar kearahmu.” Anna sengaja membuat wajahnya terlihat cemberut untuk menunjukkan betapa serius dirinya.
Mendengar itu, John justru tersenyum semakin lebar. “Kau cemburu, benar kan? Aku senang kalau kau cemburu. Itu berati kau mulai menyukaiku kan?”
“Ya ya ya, aku cemburu. Nah, cepat makan kuemu!” Anna menyodorkan kue yang baru dipotongnya ke mulut John yang langsung disambut olehnya.
John mengunyah kue itu penuh nafsu seolah-olah adalah makanan terenak yang pernah dicicipinya. Kemudian, dia teringat sesuatu yang penting dan menatap wanita dihadapannya itu serius. “Setelah ini, kau akan kembali membereskan tempat tinggalku kan?”
Gerakan Anna yang hendak menyuapi kue terhenti sesaat. Kondisi mereka sekarang ini memang sudah lebih baik dari sebelumnya. Seharusnya tidak ada alasan lagi bagi dirinya untuk mengabaikan tugasnya yang satu itu. “Bagaimana kalau besok?” tawar Anna. Dia sedang malas untuk melakukan pekerjaan berat dan setelah ini mungkin dia akan memilih untuk beristirahat sambil menata perasaannya.
“Bagaimana kalau sekarang saja?” tawar John balik.
Anna spontan mengerutkan dahinya mengetahui ada yang tidak beres. Jangan bilang, dalam waktu seminggu rumah yang awalnya bersih kembali berantakan dan lebih buruk dari sebelumnya. Memikirkan baju kotor yang menumpuk, debu menggumpal dan sampah yang beserakan dimana-mana membuat mata Anna membelalak.
“Tidak separah yang kau pikirkan hanya saja tidak sebersih saat dulu kau datang.” John cepat-cepat menjelaskan agar wanita itu tidak meledakkan kemarahannya begitu saja. “Aku tidak bisa mengharapkan Lizbeth. Gadis itu tidak pernah menyentuh sapu ataupun peralatan lainnya. Apartementku bisa hancur kalau dia melakukan semuanya,” sambung John ketika mengetahui arti tatapan Anna.
Melihat John menatapnya penuh permohonan, mau tak mau Anna mengiyakan. Lagipula membayangkan John tidur berdua dengan sepupunya dalam kondisi kotor tentulah tidak nyaman apalagi Lizbeth seorang gadis.
“Baiklah tapi makan malam kau yang traktir. Lalu aku – “
“Terima kasih sayangku! Aku mencintaimu!” John sengaja menyerukannya keras-keras agar yang lain mendengar. Dia tidak peduli dengan Anna menatapnya mengancam sambil tersipun malu. Dengan begitu, semua yang berada di ruangan itu mengetahui kalau dia sudah memiliki pasangan dan hanya perlu sedikit lagi sampai wanita itu jatuh cinta padanya.
Baca Parts Lainnya Klik Di sini
- Sassy Maid and Playboy Doctor – EXTRA PART
- Sassy Maid and Playboy Doctor – EPILOG
- Sassy Maid and Playboy Doctor – 25 (End)
- Sassy Maid and Playboy Doctor – 24
- Sassy Maid and Playboy Doctor – 23
- Sassy Maid and Playboy Doctor – 22
- Sassy Maid and Playboy Doctor – 21
- Sassy Maid and Playboy Doctor – 20
- Sassy Maid and Playboy Doctor – 19
- Sassy Maid and Playboy Doctor – 18
- Sassy Maid and Playboy Doctor – 17
- Sassy Maid and Playboy Doctor – 16
- Sassy Maid and Playboy Doctor – 15
- Sassy Maid and Playboy Doctor – 14
- Sassy Maid and Playboy Doctor – 13
- Sassy Maid and Playboy Doctor – 12
- Sassy Maid and Playboy Doctor – 11
- Sassy Maid and Playboy Doctor – 10
- Sassy Maid and Playboy Doctor – 09
- Sassy Maid and Playboy Doctor – 08
- Sassy Maid and Playboy Doctor – 07
- Sassy Maid and Playboy Doctor – 06
- Sassy Maid and Playboy Doctor – 05
- Sassy Maid and Playboy Doctor – 04
- Sassy Maid and Playboy Doctor – 03
- Sassy Maid and Playboy Doctor – 02
- Sassy Maid and Playboy Doctor – 01
- Sassy Maid and Playboy Doctor – Prolog
Cant wait
gk sabar tunggu lanjutannyaa…
Penasaran nunggu lanjutannya…
:berharapindah
Yeayyy