by Lestaa

Awkward Moment With Abang

26 Januari 2017 in Vitamins Blog

23 votes, average: 1.00 out of 1 (23 votes, average: 1.00 out of 1)
You need to be a registered member to rate this post.
Loading...

A: Abang
D: Dedek

(Ini ceritanya kita lagi duduk bareng di sofa)

D: Bang, dapet salam tuh. (Sodor hp)

A: Mana? (Serobot hp)

D: Biasa aja kali Bang.

A: Wah, si Neng Love~ cuma Yuki yang titip salam ya.

(si Abang ngomong sendiri sambil senyum mainin hp -_-)

D: Ih Bang, kok malah asik sendiri?

A: Hahah, Dedek ngambek ciee. (colekin pipi -_-)

D: Hih! Mana ada! Sini ah hp-nya! (rampas hp)

(si Abang malah ketawa-ketiwi, telunjuknya colek-colek pipi lagi -_- ish)

Karena saya terlanjur sebel, yodah, gigit aja deh jarinya, putus-putus deh tuh.

by Lestaa

Luka

25 Januari 2017 in Vitamins Blog

27 votes, average: 1.00 out of 1 (27 votes, average: 1.00 out of 1)
You need to be a registered member to rate this post.
Loading...

Sejauh mata memandang hanya kegelapan yang dapat tertangkap sepasang matanya, pupilnya melebar untuk sebuah kesia-siaan. Kabut beberapa detik lalu sirna begitu saja, tanpa jejak dan hanya sekejap menyambangi penglihatan.

Nadira kebingungan, apakah dirinya sekarang berada di alam mimpi? Namun benaknya menampik, semisal ini mimpi, kenapa terasa begitu nyata?

“Biru adalah Dia, Merah adalah dirimu, dan abu-abu adalah diriku.”

Kelopak matanya mengerjap, sederet kalimat diucapkan dengan lirih di telinganya, mengalun bak nyanyian sang dewi kematian. Menjelma dalam bentuk asap, persis seperti yang baru saja dia lihat.

“Aku adalah abu-abu adalah gamang adalah luka yang berada di antara kalian.”

Sekali lagi, suara lirih berbisik menyapa gendang telinga. Nadira bergidik, rasa tak nyaman mulai menggelayut. Meracuni pikiran. Otaknya bekerja ekstra berusaha mencerna maksud kata-kata tersebut.

“Kau adalah … luka?”

Tawa pongah menggelegar, mengikis kesunyian. Kabut kian pekat, menyelubungi tubuh Nadira yang berdiri di kegelapan.

“Ya, aku adalah luka.”

Kemudian Nadira mendapati dirinya gelagapan, memukuli dada. Terasa sesak, seakan rongganya menyempit dan tak memberi kesempatan pada udara untuk sampai ke paru-paru.

“Kau adalah luka?”

“Ya.”

Tak dinyana, tawa miris menghias bibir Nadira, matanya menelisik pada kabut. “Kau adalah luka. Ya, aku tahu! Kau adalah luka!”

“Luka di antara kau dan Dia.”

Sosok kabut yang menyebut diri sebagai Luka kembali tertawa, kabutnya semakin pekat.

“Jika kau adalah Luka, maka kupastikan kau telah menyingkirkan Tawa dengan segelintir cara licik!”

Luka dalam bentuk kabut abu-abu tersebut merangsek mengitari Nadira, “ya, tepat sekali!”

“Abu-abu adalah luka! Abu-abu adalah luka! Abu-abu adalah luka!”

Matanya memanas, pun telinga yang kini berdenging. Selanjutnya kesadaran Nadira terenggut.

by Lestaa

Ladang

24 Januari 2017 in Vitamins Blog

23 votes, average: 1.00 out of 1 (23 votes, average: 1.00 out of 1)
You need to be a registered member to rate this post.
Loading...

Kilau mentari sinari bumi, memancar hangatkan hati. Burung-burung mencicit dan menari, menghinggap pada dahan-dahan pohon ketapi. Awan-awan berarak menghiasi. Sungguh indah pemandangan yang berseri.

Nadira tersenyum cerah, memegang kalung di balik kerah. Berbandul permata berwarna merah, pemberian dari sang Ayah. “Ayah akan kupastikan senyummu merekah.”

Dia bermonolog, mata mengedar pandang. Pada hamparan hijau sepanjang ladang. Kemudian fokusnya berhenti pada suatu obyek yang benderang. Mentari terbit di ujung sana dengan begitu terang.

“Akan kutanami ladang, kurawat hingga subur, dan hasilnya akan kujual.” Fokus matanya beralih, pada bagian yang terjal, “dompetku dan Ayah akan menebal.”

“Kak! Ngapain, sih?” Adira di samping tubuh bergumam risih. Netranya menelisik pada gumpalan awan putih.

“Itu adalah kalimat-kalimat yang selalu kuucapkan, serupa jimat.” jawab Nadira semangat.

“Pelecut kerja keras kakak, ya. Hmm, Adira saat itu pasti masih sangat kecil dan kakak sudah begitu kuat.”

“Kuat apanya?” Nadira tak paham akan kalimat Adira yang tersirat.

“Kakak banting tulang, menafkahiku. Tanpa ada Ayah dan Ibu.” Adira menggebu, sedang Nadira terharu. “Terima kasih, kak, aku sayang padamu.”

Fin~

by Lestaa

Salah pemahaman makna

23 Januari 2017 in Vitamins Blog

26 votes, average: 1.00 out of 1 (26 votes, average: 1.00 out of 1)
You need to be a registered member to rate this post.
Loading...

* Mengubah atau merubah?

Saya kadang gimana gitu kala nemu kata ‘merubah’, ‘dirubah’, dan ‘rubahlah’. :’D padalah kan kata dasarnya ‘ubah’, kalau ‘rubah’ itu hewan. :’)
Barangkali, hal ini disebabkan karena imbuhan ber-.

* Acuh sama dengan tak peduli?

Sama juga dengan ‘acuh’ yang sering disalahartikan menjadi ‘tak peduli’, padahal ‘acuh’ artinya peduli. Satu makna dengan kata ‘hirau’.
Acuh tak acuh : peduli tak peduli.
Tak peduli : Abai.

^ inicurhatinicurhatinicurhatinicurhat

by Lestaa

Duo Kartini

23 Januari 2017 in Vitamins Blog

21 votes, average: 1.00 out of 1 (21 votes, average: 1.00 out of 1)
You need to be a registered member to rate this post.
Loading... Aku adalah orang dengan rasa ingin tahu yang tinggi. Tak peduli pada caci maki, pada hina dina orang dengki, dan pada mereka yang iri.

“Gadis kuat itu yang gak bakal nangis walau disakiti.”

Nah, aku membenarkan kata-kata Indri. Teman semasa hidupku yang begitu berarti. Kuat adalah harga mati, bahkan saat kau sendiri pun kadang mengingkari.

“Cantik tak ada apa-apanya kalau kita cuma menangisi hal semacam ini.”

Aku menimpali. Kening Indri mengernyit tampak tak mengerti. “Apa hubungannya cantik dengan perihal disakiti dan menangisi?”

“Gak ada, Dri. Udahlah, jangan dipikirkan omonganku yang tadi,” kemudian aku terkekeh setengah hati.

Kami–aku dan Indri– sama, sama-sama terjebak dalam ego yang tinggi. Rasa penasaran merebak di relung hati. Memaksa agar lubang yang kosong tak lagi mati. Kami berdua ini sekarang berstatus jomblowati. Sungguh menyedihkan sekali.

“Lalu kita harus gimana ini?” tanyaku pada Indri.

Kemudian bagai film yang diputar paksa, kenangan itu menyusup tanpa mengantri. Berbondong-bondong mengisi benak walau aku tak sudi.

Adalah Raldi. Si tengik dengan tubuh seperti sapi. Yang sudah mengkhianati hubungan yang telah kubangun dengan rapi. Sore itu dia menemui Indri dan berkata bahwa dia telah berpindah ke lain hati, yang artinya tak ingin berhubungan denganku lagi.

Betapa brengseknya Raldi! Kenapa tidak mengatakannya saja langsung padaku di sini? Atau di rumahku yang mini. Aku tahu, mungkin dia jijik atau geli. Yah, aku bisa mengerti.

“Kita?” tanya Indri sangsi. “Kamu aja kali!”

Aku mendengus frustrasi. Menyugesti bahwa ini hanyalah mimpi.

“Ya, aku harus apa dong? Labrak si sapi?”

Indri terkekeh-kekeh seperti Mbak Kunti, pandangannya meneliti. “Kamu, kan, cantik! Ngapain coba masih mikirin tuh cowok gak tau diri! Jangan kayak orang yang gak laku gitu deh, Dira! Malu-maluin Ibu Kartini!”

Kujitak kepalanya yang terbalut topi. Lantas menggelayut di bahunya yang lumayan berisi. “Duh, makasih loh masukannya Bu Peri.”

Indri misuh-misuh, berusaha melepas gelayutanku dengan segera berdiri. Aku tertawa lebar, kursi kafetaria berderit nyeri. Orang-orang menatap kami berdua ngeri, biarlah mungkin mereka menganggap bahwa kami ini lesbi. Tapi, inilah cara kami, menghadapi para playboy kelas teri. Termasuk Raldi si sapi.

Fin~

by Lestaa

Winter

20 Januari 2017 in Vitamins Blog

25 votes, average: 1.00 out of 1 (25 votes, average: 1.00 out of 1)
You need to be a registered member to rate this post.
Loading...

Winter kali ini dua kali lipat lebih dingin, udaranya begitu membekukan bagi siapa saja, bahkan walau sudah memakai mantel berlapis sekali pun. Begitupula dengan Nadira saat ini, sepasang tungkainya melangkah ringan menyusur bibir pantai. Netranya yang serupa jelaga memindai ke seluruh area, barangkali ada kerang atau penyu atau cumi dan atau lainnya.

Ombak meliuk-liuk, mengantar gelombang-gelombang kecil menyapa kaki telanjangnya. Pemandangan indah baginya yang jarang ke luar rumah.

“Wah!” Nadira berseru ketika satu kerangkeng kerang singgah terbawa gelombang tepat di hadapan, wajahnya berseri kegirangan. Lantas tangannya terulur mengambilnya, mengamati warna cantik pada kerangkeng itu. Merah, putih, dan kuning, perpaduan yang menarik.

“Mbak!”

Seseorang menepuk bahunya, Nadira menoleh dan menemukan Adira tersenyum miring sambil membawa satu cumi sebesar telapak tangan orang dewasa.

“Wah! Kamu dapet di mana, Dek?” Nadira begitu antusias, matanya mengerjap-kerjap. Telunjuknya mencolek-colek pada tubuh lembek cumi yang dipegang Adira.

“Ini tadi aku dikasih sama Pak Nelayan itu, Kak. Katanya ucapan terima kasih karena sudah membantu mengangkat box.” Adira menjelaskan sembari salah satu tangannya terangkat menunjuk Pak Nelayan yang dimaksud.

Nadira mengangguk-anggukkan kepala, “lalu, enaknya diapakan ini?”

“Dibakar!”

Tersenyum cerah, Adira segera menarik lengan sang kakak menuju restauran terdekat untuk memasak cumi miliknya. Surai cokelatnya berhamburan ditempa angin, matanya sesekali melirik Nadira yang juga tersenyum sepertinya.

“Kak, Adira sayang kakak.”

~~~~

>\\\\<

by Lestaa

Gadis Desa

2 Januari 2017 in Vitamins Blog

29 votes, average: 1.00 out of 1 (29 votes, average: 1.00 out of 1)
You need to be a registered member to rate this post.
Loading...

Rayuanmu adalah racun
Yang membumbung hingga ke ubun-ubun
Serupa buih-buih sabun
Semakin dikocok semakin menimbun

Berapa kali pun kamu merayuku tetap takkan bisa
Karena aku tahu bahwa kamu Raja Dusta
Lidahmu penuh bisa
Bisa yang serupa raksa

Kini, kamu bermuram durja
Gagal rayuan gagal kuasa
Meminang si gadis desa
Yang kamu incar sejak dahulu kala

by Lestaa

Bukan Malaikat

31 Desember 2016 in Vitamins Blog

30 votes, average: 1.00 out of 1 (30 votes, average: 1.00 out of 1)
You need to be a registered member to rate this post.
Loading...

Aku ini orang jahat
Tidak seperti malaikat
Yang begitu patuh dan taat
Diselubungi cahaya pekat

Aku kerap melakukan tipu muslihat
Menyimpan perasaan yang penat
Akan apa yang kulihat
Dan apa yang dia perbuat

Aku selalu terikat
Pada nafsu yang menjerat
Bagai besi yang berkarat
Aku sekarat

Bebanku cukup berat
Memikul hidup yang menyengat
Dendamku masih merekat
Pada hati dan emosi yang tanpa sekat

Palangkaraya, 31122016.

by Lestaa

Maling

31 Desember 2016 in Vitamins Blog

27 votes, average: 1.00 out of 1 (27 votes, average: 1.00 out of 1)
You need to be a registered member to rate this post.
Loading...

Wajahku sumringah
Senyumku merekah
Dan aku jarang marah
Lalu apa yang salah?

Hatimu busuk
Berbau menusuk
Menuduh bahwa aku yang menanduk
Padahal aku sedang duduk

Serupa delima
Kamu pun tak terima
Kemarahan menyala-nyala
Padahal yang kukatakan adalah nyata

Gelap
Matamu bak berasap
Anakmu telah tertangkap
Tolonglah lah insaf

Memang aku tak punya bukti
Tapi bisa melihat lewat mimpi
Semua apa yang terjadi
Siapa yang tersangka di sini

Anakmu maling Ipar
Dan kamu gusar
Menuduhku membuat kebohongan besar
Tapi aku tetap sabar

Hei Ipar
mulai detik ini
takkan kuakui dia sebagai keponakanku lagi
pun dengan dirimu kini
Sungguh aku tak sudi

Palangkaraya, 31122016.

Lestaa

by Lestaa

Tak bernilai

27 Desember 2016 in Vitamins Blog

26 votes, average: 1.00 out of 1 (26 votes, average: 1.00 out of 1)
You need to be a registered member to rate this post.
Loading...

Aku bukan berlian, bukan pula permata
Manusi begitu memujaku
Tumpah ruah bak memuja Tuhan
Tapi aku bukan Tuhan
Bukan hal yang patut untuk dipuja

Duit adalah namaku
wujudku hanya selembar kertas dan sekeping logam
lalu apa yang spesial?

Manusia gelap mata
Memuja nilaiku yang tak sebegitu berharga
Menggunakan segala cara licik demi mendapatkanku

Padahal, akan dengan senang hati aku datang
kepada mereka yang berusaha dan jujur
yang tak gelap mata
yang tak serakah

Lestaa, 27122016

by Lestaa

Arras dan Gina (part 1)

20 Desember 2016 in Vitamins Blog

28 votes, average: 1.00 out of 1 (28 votes, average: 1.00 out of 1)
You need to be a registered member to rate this post.
Loading...

Memang benarlah apa kata orang bahwa cinta itu buta dan tuli, bahkan hampir seluruh indrawimu mungkin tak lagi bekerja ketika sudah berurusan dengan yang namanya cinta.

Buktinya sekarang. Lihat saja Dini, gadis yang kini tengah berdiri dengan seulas senyum manis yang dibuat-buat. Pakainnya minim, kurang bahan. Dandanannya kelebihan bahan, dan bicaranya ‘ndesah-ndesah.

Bukanlah aku ini seorang yang sangat sempurna, bukan pula aku bermaksud mengejek penampilan Dini, tapi mau bagaimana lagi? Memang seperti itu kenyataannya.

Mata sipit Dini yang kini telah dirias dengan eyeliner tebal menelusuri tubuhku dari bawah hingga atas, kemudian begitu terus hingga berulang-ulang. Risih dengan kelakuan Dini, aku mencoba memgusirnya dengan cara halus.

“Dek Dini, itu ibunya manggil.”

Mengedikkan dagu ke arah belakang kepalanya aku mengambil ancang-ancang untuk melarikan diri ketika Dini menoleh. Namun yang namanya Dini ya Dini. Dia sudah kebal dengan segala tipu muslihat yang sering kulontar.

“Ah, Mas Arras bisa saja, tadi Ibu barusan pergi sama Mbak Gina, kok.”

Hah? Gina?

“Ah, bener Dek Dini? Bukannya Dek Gina sudah ada janji sama, Mas?” tanyaku heran.

Dia mengangguk antusias yang membuatku berpikir, apa kepalanya tak akan lepas?

“Emang. Tapi kata Mbak Gina, biar aku saja yang menemani Mas.”

Astaga! Selalu saja seperti ini. Gina mulai menjauhiku semenjak adiknya, Dini, yang awalnya tinggal ngekost di Bandung pulang ke sini, Jakarta. Sebenarnya ada apa denganmu, Gina?

“Eung… Aduduuh, perut Mas mendadak saki nih, Dek. Duluan, yaaaaa!”

Tidak menghiraukan respon Dini, aku ngibrit kemudian masuk ke mobilku dan bergegas menghadiri acara perkawinan salah satu sohibku, Zein.

Sesaimpainya aku di tempat tujuan, aku menemukan Gina yang nampak kesulitan berjalan dengan sendal ber-hak setinggi 15 senti di belakang ibunya, Tante Riska.

Dengan sedikit berlari aku menyusulnya kemudian menggamit lengannya. “Hai, Dek Gina.” kuberikan senyum termanisku padanya.

Gina terlonjak ketika dia sadar dengan keberadaanku, matanya melotot tidak percaya. “Mas Arras! Ngagetin saja!”

Aku terkekeh pelan. Raut wajah kesal darinya adalah raut wajah yang kusukai. Wajahnya yang manis kian bertambah ketika pipi mulusnya menggembung dengan bibir merah menggodanya yang mengerucut lucu.

“Eh, Mas! Adikku kamu kemanakan?”

Aku meringis ketika tangan cantik Gina meninju lengan kananku dengan kekuatan penuh. “Aduduh, Dek, ampuun. Kamu, sih, pakai ninggalin Mas segala.”

Kucegat langkah kakinya tepat dibawah pohon akasia yang nampak terawat dekat parkiran, kutatap dengan serius wajah ayunya. “Kamu kenapa sih, Dek? Sudah 2 bulan ini kamu menghindari, Mas.”

Gina menunduk, tangan kanannya berusaha melepas tangan kirinya yang kugenggam erat. “Lepasin, Mas. Ibu sudah menungguku.”

Aku menggeleng, “kamu selalu menghindari topik ini, Dek. Apa maksud kamu dengan membuatku terus terlibat dalam sebuah urusan bersama adikmu itu, Dek? Dengar. Dek Dini bukan tipeku, harusnya kamu tau itu karena yang aku sayang itu cuma kamu, Dek. Mas benar-benar sangat menyayangi kamu. Apa artinya kebersamaan kita selama 2 tahun ini, Dek? Mas serius sama kamu, Dek Gina!”

“Kalau Mas serius, Mas harus buktikan,” cicitnya.

“Mas sudah sering ingin melamar kamu, Dek. Tapi kamu terus menolak, Mas.” suaraku lirih, kulepas genggaman tanganku pada tangannya.

“Mas, maafin aku. Kurasa hubungan kita … cukup sampai di sini … saja.”

Duniaku seakan runtuh ketika suara lirih Gina menusuk gendang telinga. Teganya kamu, Dek.

“Dek, jangan.bercanda!”

“Mas, aku mohon, jangan temui aku lagi.”

Bagaimana mungkin aku tak menemuinya lagi jikalau setiap waktu kami dapat terus bertemu setiap saat di rumah?

Tbc

by Lestaa

Ketika Fajar Menyingsing (shortfiction)

19 Desember 2016 in Vitamins Blog

28 votes, average: 1.00 out of 1 (28 votes, average: 1.00 out of 1)
You need to be a registered member to rate this post.
Loading...

 

Ketika fajar menyingsing, maka siapkah kamu melepas semua rasa nyaman dan damai yang kamu miliki?

 

 

Kupikir semua akan baik-baik saja, namun nyatanya berbanding terbalik. Yang kulakukan hanyalah sebuah kesia-siaan. Adirama bukanlah pria baik-baik, dia tak lebih baik bahkan oleh pengemis sekali pun.

Tadi siang, di sela kesibukanku sebagai seorang guru kusempatkan untuk mendatangi Adirama, pacarku, yang katanya sakit itu di rumahnya. Dan kamu pasti bisa menebak apa yang kutemukan di sana, kan? Ya, Adirama berselingkuh di belakangku. Keterlaluan! Dasar hakim gadungan! Tidak sesuai dengan profesi!

Saat ini aku sedang dalam perjalanan menuju rumah setelah menghabiskan beberapa waktuku yang cukup berharga untuk menangis melampiaskan rasa kecewa di taman kota. Aku melihatnya sedang bercumbu dengan seseorang di kamar, posisinya membelakangi pintu sehingga mataku tak bisa menangkap siapakah seseorang yang dicumbunya itu.

Drrt drrt drrt.

Teleponku bergetar, tertera nama ‘Abang’ di sana. Tanganku terulur untuk mengambil benda itu dari atas dashboard dan mengangkat panggilannya.

“Ya, Bang?”

“Kamu di mana, Dek?”

“Lagi di jalan, nih,” jawabku berusaha mati-matian agar suaraku terdengar normal dan tidak serak. “Kenapa, Bang?”

“Jemput Abang, dong, Dek. Abang lagi di rumah temen, nih, gak bawa mobil, tadi mobilnya mogok.”

Aku mengernyit mendengar apa yang Abang katakan, tumben Abang mau keluar rumah tanpa mobilnya?

“Oo, iya, deh, Bang. Sekarang Abang lagi di mana? Kirimin alamatnya. Aku matiin teleponnya, ya. Bye.”

Beberapa saat kemudian sebuah pesan masuk, dari Abang. Kubaca alamat yang tertera di sana dan kembali mengernyit. Jalan Anyelir, Apartment Lucky. Loh? Serasa kenal dengan alamat ini. Tak mau ambil pusing segera kulajukan mobilku menuju alamat itu karena hari sudah mulai sore dan aku tidak ingin pulang ke rumah nanti hari sudah malam.

Macet!

Ih, kenapa harus macet, sih? Eh, iya lupa, deng, malam ini kan malam minggu. Harusnya malam ini aku jalan sama Ad–, eh? Duh! Plis, jangan coba-coba ingat cowok itu lagi!

 

 

Apartment Lucky di jalan Anyelir, eh ini kan tempat tinggalnya Adirama? Jelas serasa pernah dengar alamat ini. Berapa lama sih aku sudah gak ke sini? Sampai lupa kalau si cowok brengsek itu tinggal di sini.

Kuketikkan pesan singkat ke Abang untuk segera turun ke lobby di mana aku menunggunya, berusaha mengenyahkan pikiran dari hal yang kulihat tadi siang di sini. Tak berapa lama Abang mengirimkan balasan.

Abang: Tunggu bentar, Dek, Abang ada urusan dulu.

Aku mendengus, sebal. Abang nih kebiasaan, selalu lelet. Sambil menunggu kedatangan Abang aku mengedarkan pandang ke penjuru lobby dan pandanganku terpaku di satu titik. Air mataku luruh, dadaku berdenyut nyeri, lenih nyeri daripada tadi siang. Ya Tuhan, dosa apa hamba-Mu ini?

Kuputuskan untuk keluar dan menunggu Abang di mobil saja sambil menenangkan hatiku yang kini tercerai-berai. Air mata menganak sungai di kedua pipiku, isak tangis bahkan berhasil lolos. Kenapa? Kenapa ini yang harus terjadi di depan mataku?

Tok tok tok.

Jendela mobilku diketuk, tanpa menoleh aku membuka pintu dan berpindah ke kursi belakang, tak menghiraukan Abang sama sekali.

Lama kami saling diam di mobil dengan aku yang berusaha menahan isak tangis, kulirik Abang yang kini tengah serius mengemudi. Bibirnya terlihat membengkak dan aku tau apa yang membuatnya seperti itu.

“Bang, tadi Abang ngapain, sih? Kok lama amat.”

Abang melirikku sekilas, “tadi Abang ketemu rekan kerja Abang dan kita ngobrol sebentar, kenapa?”

“Abang bohong!” suaraku serak menjawab Abang. Alinya terangkat satu, “gak kok, Dek, ngapai-.”

“ABANG BOHONG! YANG TADI LAGI CIUMAN SAMA ADIRAMA SIAPA, BANG? SIAPA?” suaraku melengking nyaring, menggema di dalam mobil. Kulihat Abang membeku. Dahiku terantuk kursi kemudi karena tiba-tiba saja Abang mengerem.

“Kamu salah lihat,” ujar Abang pelan. Aku menatapnya nyalang, “bibirmu tidak bia berbohong,” ujarku melirik bibirnya yang bengkak. “Selamat, Bang, kamu berhasil menghancurkanku. Ini adalah kado terburuk di ulang tahunku.”

Aku melepaskan sabuk pengaman, keluar mobil meninggalkan Abang yyang masih terpaku.

Aku tak pernah menyangka Abang akan melakukan ini padaku. Mengapa? Mengapa Abang tega?

Di jalan yang sunyi ini tangisku mengiringi langkah. Telingaku mendadak tuli, tubuhku limbung seakan kehilangan gravitasi.

Ketika fajar menyingsing, maka siapkah kamu melepaskan rasa nyaman dan damai yang kamu milikki?

Ya. Lalu apa, Bang?

Kamu akan tau.

Percakapan di masa lampau antara aku dan Abang kembali terngiang, aku baru mengerti, mungkin inilah maksud perkataan Abang.

Ketika fajar menyingsing, maka aku akan membuka mata dan melihat neraka.

Abang adalah sang fajar dan apa yang kusaksikan hari ini adalah neraka.

 

[selesai]

by Lestaa

Emperor Consort

19 Desember 2016 in Vitamins Blog

53 votes, average: 1.00 out of 1 (53 votes, average: 1.00 out of 1)
You need to be a registered member to rate this post.
Loading...

PS: Mau nyobain fitur baru xD

..

Hari ini lumayan cerah dengan awan yang berarak menggumpal menghias langit malam. Kukibas rambutku ke belakang sembari ekor mataku serius menatap layar smartphone. Hari ini, Emperor Consort akan diposting, aku mati-matian menahan kantuk agar tak mewatkan postingan terbarunya . Emperor Consort, salah satu dari sekian banyak karya Admin dan Team PSA yang begitu kugilai. Aiko begitu polos dan manis yang dipasangkan dengan sosok Kaisar yang dingin dan misterius. Awalnya kupikir ini akan membosankan karena aku adalah tipe orang yang tidak menyukai hal-hal yang berbau cina, entah itu drama, fiksi, dan lainnya. Namun nyatanya Emperor Consort berhasil menghipnotisku, membawaku seakan ke negeri di mana dalam kisah ini Aiko dan Shen King dipertemukan.

Sudah pukul sepuluh, dua jam aku menunggu dengan menahan kantuk, akhirnya Emperor Consort telah diposting.

Entah, ya, padahal konflik yang disuguhkan lumayan berat, mungkin karena gaya bahasa yang digunakan sehingga terasa ringan dan pas untuk melepas penat.

Kubaca dengan perlahan sembari membayangkan setiap detil kejadian, dahiku berkerut dalam ketika membaca baris terakhir, what? Mamas Hiro-ku ditikam!

Nyut-nyutan duh!

“Lestaa.”

Suara Abang menginterupsi ketegangan di wajahku, kutelengkan kepala menatapnya. “Ada apa, Bang? Aku lagi baca Emperor Consort, jangan ganggu!”

Kuperingati begitu Abang hanya terkekeh sembari mengangkat alisnya lantas mengalihkan pandang menuju layar smartphone di tanganku, “halah! Abang uda baca kok part yang itu,” ujar Abang pongah.

Aku menatapnya aneh, masa sih? Kan ini baru saja diposting.

“Kamu aja yang gak tau, diposting ulang tuh, dek, kan kemarin sistem eror dan kegiatan di sini dikembalikan ke hari sebelumnya.”

Mendengar penjelasan Abang aku makin merasa aneh, kok Abang bisa bilang begitu?

“Bang, aku gak ngerti,” ujarku heran.

“Jiahahah, Abang lupa, kamu kan waktu itu tidur ya.”

Setelahnya Abang pergi, meninggalkanku yang masih berada dam keremangan antara nasib Hiro dan repost Emperor Consort yang tidak kutahu ini. Blah! Si Abang nih berarti suka mengobrak-abrik hape ku dong?

Abaaaaaang!!!

DayNight
DayNight