Love Prisoner 5

10 Oktober 2017 in Vitamins Blog

Love it!18 votes, average: 1.00 out of 1 (18 votes, average: 1.00 out of 1)
You need to be a registered member to rate this post.
Loading...



Loading…

 

 

 

 

Cinta Pertama

 

“Sasuke-kun.”

 

Sasuke terkesiap, nada suara ini Sasuke sangat hafal pemilik suara cempreng memekakakan telinga. “Sakura, apa yang kamu lakukan disini.”

 

“Sasuke-kun. Kamu membuatku tersinggung dengan pertanyaan konyolmu. What I’m doing here?! Tentu saja aku kesini karena kamu. Kamu memintaku datang. Jangan bilang kamu lupa.”

 

“Aku…” Sasuke menggantung kalimatnya. Benaknya tiba-tiba dipenuhi ingatan kejadian yang membuatnya nyaris sesak nafas, oh no way, it couldn’t  be happening, right.

 

“Sasuke-kun, everyting okay now, wanita jahat itu pasti sudah mempengaruhimu seperti ini. Aku khawatir sekali membaca pesanmu itu. Kamu terdengar sangat putus asa dan tertekan. Perasaanmu sekarang itu palsu, itu tidak nyata.”

 

“Aku gak tau apa maksudmu Sakura.” kata Sasuke tajam “Naruto gak pernah mempengaruhiku.”

 

“Lalu kenapa ekspresi wajahmu seperti itu, like you’re fall…”

 

“Yes, maybe I’m.” potong Sasuke cepat, tiba tiba kepalanya mendadak nyeri. Kalau ingatannya benar, Naruto tak boleh sampai mendengar rekaman itu. Sama sekali tak boleh. “Naruto, dimana dia. Kamu pasti tadi menemuinyakan? Dan jangan bilang tadi kamu menunjukan rekaman itu? Waktu itu aku mabuk, bahkan aku tak ingat apa yang kulakukan hari itu” tanya Sasuke frustasi, tangannya mencengkram lengan Sakura membuat gadis musim semi itu berjengit kesakitan.

 

“Ya aku menunjukkan kepadanya agar ia sadar kamu gak tertipu akting sok polosnya. Dan hari itu suaramu gak terdengar suara orang mabuk Sas, paling gak kamu harus mengakui yang satu itu.” teriak Sakura, membuat orang-orang disekeliling tempat itu menolehkan kepalanya. Sakura menggeram marah, merasa sakit hati. Ia sudah menyukai Sasuke bertahun-tahun dan Sasuke tak pernah membalas satupun perasaannya. Dan sekarang lelaki itu terang-terang bilang ia jatuh cinta pada gadis lain. “Dia meninggalkanmu sekarang Sasuke-kun, kenapa kamu harus memilih cewek yang memilih meninggalkanmu.”

Sasuke menatap gadis didepannya itu dengan tajam, aura hitam mulai keluar dari tubunya membuat Sakura tanpa sadar melangkah mundur, Sasuke membalikkan tubuhnya dan berkata. “I don’t care what’s she feel’s. She’s mine. Dan pastikan kamu menghapus pesan suara itu. Jangan membuatku marah Sakura, seharusnya kamu gak usah ikut campur masalahku. Kau harus ingat rekaman videomu setahun lalu jangan buat aku menyebarkan itu ke internet. Mulai sekarang jauhi aku dan Naruto,aku serius.”
“Kamu jahat Sasuke-kun.” lirih Sakura, dia tergugu menunduk sambil berurai air mata.
°°°°°°°°°°
Hampir sepanjang perjalanan bis ke Tokyo dihabiskan Naruto sambil menatap panaroma dikejauhan. Otaknya masih kosong, seperti mendadak kewarasannya terampas begitu saja. Ia mengabaikan puluhan panggilan telepon dari si brengsek itu, Naruto masih cukup marah untuk sekedar mengucapkan namanya, sampai kemudian Naruto memyerah dan memilih menonaktifkan smartphone miliknya, Naruto tak yakin bisa menahan diri untuk tidak berteriak jika mendengar suara lelaki itu.
“Naruto.” Naruto tertegun, tanpa menoleh ia tahu pasti pemilik suara itu. “Uzumaki Naruto?” suara itu makin mendekat dan Naruto tak punya pilihan lain kecuali menoleh, sekilas ia melihat kaca jendela dan bersyukur tak ada jejak-jejak airmata disana. Ia tersenyum lebar kepada sosok yang kini duduk manis disampingnya. Tanpa bisa dicegah hatinya tiba-tiba menghangat, orang bilang first love never dies, baru sekarang Naruto paham maksudnya.
“Sasori.” sapa Naruto canggung, kejadian di taman Ueno tadi sementara terlupakan.
“Astaga, ini benar kamu.” ucapnya tak percaya. “Gak nyangka bisa liat kamu disini.”
Mendadak Naruto mendelik, nada santai lelaki itu entah kenapa membuatnya jengkel. Setelah meninggalkannya seperti itu ia berbicara seolah tak terjadi apa-apa.  “Harusnya aku yang bilang begitu. Apa yang kamu lakukan disini? Terakhir kudengar kamu tengah berada di Paris.”
Mata Sasori berkilat lucu, mulutnya mengulum senyum sembari berkata. “Dan kupikir kamu tengah berada di Tokyo sekarang. Kurasa kita berdua sama-sama salah.”
“Fotografer ?” tanya Naruto melirik kamera yang menggqntung dileher Sasori. “Melihat kesukaanmu pada patung kupikir kamu bakal menggeluti seni pahat.”
“Aku berubah pikiran, sejak tiba di Paris aku berusaha menyesuaikan diri. Aku benar-benar minta maaf untuk tidak menghubungimu, banyak yang terjadi dan aku harus bekerja sangat keras untuk bisa bertahan. Dan selanjutnya kau tau sendiri.”
Raut wajah Sasori membuat Naruto terdiam. Walaupun rasa kecewa itu masih ada, Naruto sadar dia tak berhak marah, mereka bukan sepasang kekasi, seperti halnya dengan si -brengsek- itu, mengingatnya membuat mood Naruto jelek seketika. Untungnya suara speaker bis mengumumkan pemberhetian berikutnya membuat Naruto punya alasan untuk kabur dari suasana canggung itu. Setelah sebelumnya mereka bertukar nomer email Narito bergegas menuju pintu keluar. Sepuluh menit perjalanan jalan kaki ke rumah keluarganya kepala Naruto dipenuhi bayangan 4 tahun lalu tanpa bisa dicegah.
°°°°°°°°°°
Naruto menghindarinya. Sasuke yakin akan hal itu, nomer telepon yang mendadak tidak tersambung, akun sosial media yang tiba-tiba juga tak terhubung, gadis itu juga pasti sudah memblokir akun medsos miliknya. Sasuke juga mencoba pergi kerumah Naruto, berkali kali malah tapi nyonya Kushina dengan nada meminta maaf selalu bilang Naruto tidak ada. Singkatnya Naruto menutup akses Sasuke untuk berkomunikasi dengan dirinya. Sasuke sungguh benci situasi seperti ini, Naruto menghindarinya sehingga dia tak bisa menjelaskan kesalahpahaman ini, walapun memang Sasuke akui ia ikut andil dalam masalah ini. Berulang kali Sasuke mengirim bunga matahari kepada Naruto pun tampaknya sia-sia karena keesokan harinya ketika berkunjung kesana Sasuke mendapati rangkaian bunga cantik itu teronggok menyedihkan ditempat sampah. Renungan Sasuke terputus begitu saja ketika telinga mendengar alunan musik klasik yang tiba-tiba terdengar, dance party sekaligus penggalangan dana entah untuk apa yang dengan terpaksa dihadirinya, salahkan Itachi yang dengan seenaknya pergi keluar negeri untuk menonton jazz festival, hingga akhirnya Sasuke harus mewakilinya hadir saat ini, padahal sejujurnya kalau boleh memilih Sasuke lebih memilih mengasingkan dirinya dikamar berharap satu saja pesannya pada Naruto akan dibalas, hahh benar-benar menyedihkan. Mata Sasuke memindai kerumunan dengan malas sampai akhirnya matanya terpaku pada gadis bergaun ungu diseberang ruangan. Sasuke yakin itu Naruto, ia tampak cantik sekali malam ini, walaupun ia selalu cantik setiap waktu, rambut blondenya disanggul rapi, dengan beberapa helai yang dibiarkan bebas ditengkuknya, fukus Sasuke pun beralih pada sosok disamping Naruto, lelaki berambut merah yang tampak asyik mengobrol dengan Naruto dan yang lebih membuat Sasuke marah adalah rona merah tipis yang menghiasi pipi Naruto.
‘Who the hell is he.’
Deretan pertanyaan mulai membanjiri benak Sasuke membuatnya senewen, dengan tergesa gesa ia pergi ke bagian penerima tamu dan meminta-memaksa- para petugas disana memberikan daftar tamu undangan, matanya dengan cepat nemindai nama disamping nama Naruto, dan lima menit kemudian ia menemukannya.
Akasuna Sasori. Sasuke mengeja nama itu dalam hati, menyusun berbagai rencana untuk menjauhkan serangga itu dari Naruto tapi sebelum itu ia harus membereskan masalah rekaman itu, andai saja malam itu ia tidak mabuk, ia tidak bakal bertindak bodoh dengan menerima dare Shika dan kekacauan menyedihkan ini tak perlu terjadi.
TBC
Lagi lagi gaje, tapi sudahlah daripada ngaret update mumpung belum disibukkan oleh kegiatan diduta yang sebentar lagi bakal menggunung. Thanks banget yang udah ninggalin vote juga review, bisa dibilang itu penghiburan bagi saya ketika tengah menyelesaikan tulisan gaje ini.Deretan pertanyaan mulai membanjiri benak Sasuke membuatnya senewen, dengan tergesa gesa ia pergi ke bagian penerima tamu dan meminta-memaksa- para petugas disana memberikan daftar tamu undangan, matanya dengan cepat nemindai nama disamping nama Naruto, dan lima menit kemudian ia menemukannya.
Akasuna Sasori. Sasuke mengeja nama itu dalam hati, menyusun berbagai rencana untuk menjauhkan serangga itu dari Naruto tapi sebelum itu ia harus membereskan masalah rekaman itu, andai saja malam itu ia tidak mabuk, ia tidak bakal bertindak bodoh dengan menerima dare Shika dan kekacauan menyedihkan ini tak perlu terjadi.
TBC

Lelah

27 Agustus 2017 in Vitamins Blog

15 votes, average: 1.00 out of 1 (15 votes, average: 1.00 out of 1)
You need to be a registered member to rate this post.
Loading...

 

 

Aku mengejarmu yang berlari

Sembunyi di balik dinding-dinding rapuh

 

Terpuruk di kesunyian malam

 

 

Aku mengejarmu yang tertatih

Hingga langit jingga

Dan nocturno mulai memelukku

 

Aku selalu mengejarmu

Dan kusadari

 

Siluetmu

Hanya itu yang tersisa

Yang kukejar hingga menyerah

Bonus Chap Oh Baby

15 Agustus 2017 in Vitamins Blog

20 votes, average: 1.00 out of 1 (20 votes, average: 1.00 out of 1)
You need to be a registered member to rate this post.
Loading...

 

 

 

Evil Menma

 

 

Menma adalah sepupu Naruto yang berumur setahun lebih tua. Sekalipun mereka sepupu tak ada sedikitpun kesamaan di antara mereka. Sejak kecil Naruto lebih sering mnghabiskan waktu di rumah Menma jika Minato sedang pergi ke luar kota. Kebiasaan yang di lakukannya sampai smp karena keluarga Menma memilih pindah ke Suna.

 

Tak bisa di bantah Menma jauh lebih pintar daripada Naruto. Naruto sering curiga bahwa lelaki itu punya dua otak, satu yang dicurinya dari Naruto.

 

Sejak kecil mereka kerap bertengkar dan Menma tak pernah mengalah satu kalipun.

 

Beberapa waktu yang lalu Menma mengajak Naruto menjenguk teman kecil mereka yang baru melahirkan anak keduanya, hal ini menyebabkan ketidakbahagiaan anak tertua mereka.

 

Saat akan pulang Menma menyeringai evil sambil berbisik pada si anak tertua.

 

“Selamat! Sekarang ketika kau berbuat kesalahan kau memiliki kambing hitam untuk disalahkan.”

 

Sudah jelas sekali kenapa saat kecil hidup Naruto sangat mengenaskan.

Tentang Masa Lalu

2 Agustus 2017 in Vitamins Blog

16 votes, average: 1.00 out of 1 (16 votes, average: 1.00 out of 1)
You need to be a registered member to rate this post.
Loading...

 

 

 

Mereka bilang bahwa ibu sudah berubah

 

Aku tak percaya, sekalipun semua terus mengatakan itu seminggu terakhir ini, berusaha mengembalikan moodku yang kacau karena telepon menyebalkan yang meminta kami untuk pulang.

 

Rio lebih dari mengerti bagaimana perasaanku tentang tempat yang akan kami tuju, jadi ia memilih diam sepanjang perjalanan, bahkan ajaib ia mampu menahan diri untuk tidak berkomentar melihatku memakai kostum kesukaanku, kaos hitam ketat dan celana jeans belel yang terlihat lebih tua dari umurku, ia cuma berguman lirih tentang club baseball yang harus ditinggalkannya di new york sana, tentang rencana kami berski ria saat puncak musim dingin. Tapi ketika mobil yang menjemput kami di bandara mulai meninggalkan jalan raya antar provinsi, kami berdua tidak tahan juga untuk tidak membuka jendela.

 

Aku menarik nafas dalam , meresapi aroma khas hutan, seperti hujan dan daun basah. Lembab sekaligus menenangkan. Membawa sekelebat memoar masa lalu. Mobil kami melaju mulus melewati ladang ladang sayur yang mungkin siap panen, mesti sudah bertahun tahun tidak melihatnya aku masih bisa mengingat bagaimana wujud tanaman seledri, sawi juga wortel dan tomat yang ditata dengan asri, kulihat sudut bibir Rio naik ia pasti teringat kenakalan kami merusak ladang ladang milik eyang kakung, tindakan yang hanya diganjar desahan lelah dari eyang putri dan tatapan sinis dari ibu.

 

Tiga puluh menit kemudian, kami berbelok ke sebuah jalan kecil dan cukup familiar di ingatanku. Dan diujung sana sebuah rumah putih cantik berlantai dua. Tanpa terasa tubuhku bergetar, pak Jajang sopir keluarga kami membuka pintu untukku dan sekejap aku ingat kenapa aku selalu keberatan kembali kesini. Wanita berumur 50 an itulah sebabnya,wanita berwajah keras itu, dengan matanya yang menatap tajam sekalipun telah dibingkai dengan kacamata tanduknya, Rio menggenggam tanganku erat untuk kesekian kalinya menunjukkan bahwa ia akan selalu ada untukku, dia tersenyum menenangkan padaku, mengandengku menuju rumah kami, membisikkan nyanyiannya pada angin.

 

“Aku akan selalu menjagamu Rei, kau tau itukan?.”

Aku mengangguk dan mulai melangkah mantap, mungkin ini tidak akan jadi begitu buruk.

Love Prisoner 4

24 Juli 2017 in Vitamins Blog

19 votes, average: 1.00 out of 1 (19 votes, average: 1.00 out of 1)
You need to be a registered member to rate this post.
Loading...

 

Desclaimer : Masashi Kishimoto

 

Pairing : Sasufemnaru

 

Warning : Ooc, Gaje, Gender bender, so much typo

 

Masalah

 

‘Beginikah rasanya ciuman.’ pikir Naruto sambil memegang bibirnya dengan ujung jarinya, samar ia masih bisa merasakan mint, rasa permen yang biasanya dikunyah Sasuke. Jalan jalannya ke taman bermain seharian tidak hanya membuatnya lelah secara fisik, emosinya pun juga rasanya benar-benar terkuras.

 

Seharian berkeliling mencoba hampir setiap permainan disana nyaris membuat Naruto pingsan. Anehnya Sasuke dengan senang hati menemaninya, membelikan minum untuk Naruto bahkan tanpa diminta, menghapus jejak kerigat yang berlahan mengucur diwajah tirusnya. Intinya Sasuke bersikap layaknya kekasih impian. ‘Kekasih’ apa hubungan mereka bisa di sebut begitu, apakah bisa mereka disebut kekasih jika tak pernah ada yang mengucapkan cinta, sayang atau sejenisnya, lalu ciuman itu apa artinya.

 

Dulu ia pernah membayangkan ciuman pertamanya, dulu ketika Naruto masih murid kelas satu di senior high school, Naruto masih ingat pertama kalinya ia berkencan dengan Sasori senpai, hanya dua kali kencan dengan kontak fisik yang tak lebih dari ciuman di kening, toh akhirnya kisah seumur jagung itupun berakhir tanpa kepastian, Sasori pindah bahkan tanpa meninggalkan pesan apa-apa.

Naruto cukup terguncang, bagaimanapun itu cinta pertamanya. Tapi entah kenapa rasanya berbeda dengan Sasori dulu, ciuman Sasuke begitu memabukkan, tubuh Naruto seakan berubah jadi jelly, otaknya ingin menolak, tapi tubuhnya seakan bergerak sendiri, yang awalnya kecupan ringan malah berubah jadi ciuman dalam yang cukup lama beruntung mereka duduk di bangku yang cukup tertutup, malu rasanya jika ketahuan Naruto dalam mode mesum seperti itu.

 

Ingin rasanya ia menghubungi Sasuke dan menanyakan perasaan lelaki itu, tetapi bagaimana jika Sasuke tidak memiliki perasaan apapun padanya dan menolaknya mentah mentah? Toh ciuman seperti itu pasti sudah biasa bagi orang seperti Sasuke.

 

Lebih baik tidak usah.

 

Ia tak ingin malu karena hal itu, seolah gadis labil yang meributkan ciuman pertamanya walaupun kenyataannya memang seperti itu. Dekat dekat dengan Sasuke memang tak pernah menyehatkan bagi jantung.

 

°°°°°°°°°°

 

Sasuke memainkan gitarnya dengan gusar, harus diakui jika tadi ia memang bersikap sangat brengsek, sesuatu yang memang diluar kebiasaanya. Bagaimana bisa mencium Naruto tanpa penjelasan apapun.

 

Hah, benar-benar tidak seperti Uchiha kehilangan kendali seperti itu, tapi Naruto menyukai ciumannya bukan, kalo tidak mana mungkin ia membalas kecupannya seperti itu. Sekalipun begitu Sasuke tau tak seharusnya ia bertingkah cabul dengan mencium gadis itu secara tiba-tiba, urutannya jelas-jelas salah. Seandainya ibunya tahu ia mencium gadis yang masih berstatus -calon- pacar pasti Sasuke sudah diceramahi habis-habisan. Dua puluh satu tahun hidupnya baru pertama kalinya ia berciuman dan Sasuke rasanya langsung menjadi cowok cabul, rasa bibir Naruto yang tadi disesapnya malah membuatnya tidak berhenti memikirkan gadis bersurai blonde itu.

 

Entah bagaimana caranya ia bisa mengantarkan Naruto sampai kerumah, Sasuke menghindari bertatap mata dengan Naruto sepanjang sisa hari itu, dia kuatir tidak sanggup menahan dirinya jika sampai kehilangan kendali, menyerangnya, menandainya sebagai milik Sasuke seorang.

 

Astaga, Sasuke tak menyangka dia bisa seposesif itu, Naruto pasti akan ketakutan jika tahu. Diliriknya smartphone diatas nakas kamarnya, memutuskan apakah perlu ia menelepon gadis itu, namun ia tak bisa melakukannya. Sasuke tak ingin Naruto mengira ia ingin sekali berbicara dengannya, lagipula pikirnya sambil menatap jam antik di dinding kamar, sudah hampir tengah malam, gadis itu pasti sudah terlelap di alam mimpi. Satu hal yang diketahui Sasuke setelah menjadi teman telepon gadis itu setiap malam, Naruto paling tak sanggup begadang.

 

°°°°°°°°°

 

“Kamu yakin tidak mau kutemani?” tanya Sasuke entah untuk kesekian kalinya. Mereka tengah berada di taman Ueno menikmati hanami, menghabiskan hari sambil memandang sakura yang tengah mekar, membuat udara dipenuhi nuansa merah muda. Naruto meminta Sasuke mencari tempat duduk sementara dirinya akan pergi membeli minuman dingin.

 

“Tidak Sasuke, sebentar lagi pasti tempat ini bakal dipenuhi pengunjung. Aku cuma sebentar.” jelas Naruto juga untuk yang kesekian kali. “Aku ingin tempat yang teduh tapi tidak terlalu ketengah. Kau lihat sendiri tempat ini sudah mulai ramai, jadi pergilah sebelum kita kehabisan spot yang bagus.”

 

“Oke. Tapi berhati-hatilah. Banyak sekali orang orang berlalu lalang, pastikan kamu hati hati. Dan kalau ada lelaki yang bertindak tidak sopan pastikan kamu berteriak lantang supaya petugas keamanan disana cepat menolongmu.”

“Astaga, kau lebih cerewet dari ibuku. Aku cuma mau ketoko yang jaraknya tak lebih dari 10 menit dari sini, bukannya pergi ke negeri seberang.” ujar Naruto sambil membalikkan badannya mencoba menyembunyikan warna merah yang mulai menjalari pipinya. Sasuke dan keposesifannya kadang membuat Naruto merasa jengkel, mereka belum resmi pacaran tapi entah kenapa Sasuke getol melarangnya ini itu, walau kadang sifat Sasuke membuat Naruto begitu spesial, seperti saat ini. Naruto bergegas menuju swalayan kecil yang tidak jauh dari tempat itu. Membeli beberapa minuman ringan dan camilan.
“Hei! Kau Narutokan? ” Naruto menatap sosok Sakura yang tiba tiba muncul didepannya. Apa yang dilakukan gadis itu disini.
“Apa yang kamu lakukan disini?” tanya Naruto mengerutkan keningnya bingung, hanami dan Sakura jelas bukan pasangan kata yang cocok disandingkan dari satu kalimat. Tidak seperti namanya, Sakura bukan tipe orang yang bakal menghabiskan harinya dengan menikmati pemandangan alam.
“Dimana Sasuke-kun? Aku tahu apa yang sudah kamu lakukan padanya, kamu bersama dia kan?. Aku datang untuk menjemput Sasuke-kun pulang. Kami akan segera bertunangan.” ucapnya cepat sambil memperbaiki posisi kaca mata hitamnya. Matanya berkilat menantang. “Kenapa? Kaget karena aku tahu semua tindakan burukmu?” cecar Sakura melihat ekspresi bingung Naruto.
Untuk sejenak Naruto terdiam, mulutnya terkunci tak bisa berkata apa-apa.
“Baik.”ucapnya setelah beberapa waktu.”Aku akan memberitahu dimana Sasuke kalau kamu memberitahuku hal buruk apa yang kulakukan pada Sasuke?” mata Naruto mulai memanas, memancing agar gadis di depannya itu mau mengatakan kepadanya apa yang sebenarnya tengah terjadi.
Sakura tersenyum culas nyaris licik, “Aku gak perlu repot-repot menjelaskan padamu. Entah kamu benar benar brengsek atau karena kau begitu pintar berakting sehingga tampak begitu tak berdosa. But it’s okay aku yakin pesan suara ini bisa menyegarkan ingatanmu.” ucapnya sambil mengutak atik smartphonenya hingga terdengar suara Sasuke, Naruto yakin itu suara Sasuke. Awalnya Naruto tidak paham apa yang tengah dibicarakan Sasuke di rekaman itu, namun perlahan rangkaian kata itu menjadi pemahaman yang sangat menyakitkan hati Naruto, merobeknya menjadi kepingan kecil, rasa sakit hatinya bahkan jauh lebih menyakitkan daripada ketika Sasori meninggalkannya dulu. Astaga, bagaimana ia bisa tidak menyadarinya sejak awal. “Jadi di mana Sasuke-kun?”.
Naruto menghela nafas panjang, mencoba mengatur suaranya agar tidak bergetar, ia tak boleh memperlihatkan pada Sakura betapa hancur hatinya kini. Tidak. Tidak boleh. Tangan kirinya menunjuk arah dimana ia berpisah dengan Sasuke tadi. “Disana, kalau kau berjalan cukup jauh aku yakin kau bisa menemukannya.” ucapnya dengan pelan. “Aku tidak berbohong aku sudah berjanjikan.” tambahnya melihat kilat tidak percaya di mata Sakura. Sakura melotot padanya sekali lagi sebelum akhirnya berjalan ke arah yang tadi ditunjukan Naruto. Naruto memandangnya sekilas sebelum akhirnya berlari menjauh dari taman itu, ia harus pergi dari sana. Sulit rasanya mempercayai bagaimana hari yang indah bisa berakhir sangat menyakitkan seperti ini.
‘Baka, baka, baka. Naruto no baka’ pikirnya dalam hati.
tbc 

Love Prisoner

17 Juli 2017 in Vitamins Blog

20 votes, average: 1.00 out of 1 (20 votes, average: 1.00 out of 1)
You need to be a registered member to rate this post.
Loading...

 

Desclaimer : Masashi Kishimoto

 

Pairing : Sasufemnaru

 

Warning : Ooc, Gaje, Gender bender, so much typo

Gelisah
Kenapa aku bisa lupa meminta nomer teleponnya’
Pertanyaan yang sedari tadi terus berputar dikepalanya. Sasuke merasa bodoh, terlalu asyik berbicara dengan Naruto membuatnya lupa menanyakan hal paling penting, bagaimana ia menghubungi gadis itu lagi.
Bisa saja ia meminta tolong Itachi yang tampaknya akrab dengan kakak laki-laki Naruto tapi ia langsung mengurungkan niatnya, ia tak suka meminta tolong pada Itachi dan lagi kakaknya itu pasti akan menggodanya dan cerita macam-macam pada orang tua mereka. Sudah cukup Shikamaru, Kiba dan Gaara menggodanya karena mendeathglare cowok-cowok yang melirik Naruto. Sudah cukup bagaimana ketiga sahabatnya bersuit-suit sepanjang malam. Bahkan Shikamaru dengan terang-terangan bilang tenang karena akhirnya tahu dia bukan homo. Rasanya ingin ia membunuh ketiga sahabatnya itu, yang begitu semangatnya menceritakan aibnya pada Naruto.
‘Pathetic’, ucap Sasuke dalam hati,jujur ia tak pernah merasa seperti ini seumur hidupnya, dia yang biasanya selalu mendapatkan apapun tanpa meminta, apapun selalu tersedia, tapi gadis itu adalah sesuatu yang pertama kalinya ingin ia miliki, ia tak mengerti tapi tiap kali ia melihat mata lelaki yang memandang Naruto-nya dadanya serasa sesak dan ingin rasanya menghajar mata-mata nakal itu.
“Ahhhhhhhh, menjengkelkan.” teriak Sasuke sambil mengacak rambut chicken buttnya, satu hal yang pasti, entah kenapa ia begitu merindukan Naruto. Sebenarnya ada apa dengan dirinya.
‘Fresh air, that’s what he needs to clear his mind right now’
°°°°°°°
“Ah, cafe ini cantik sekali.” untuk urusan berfikir positif Shionlah ahlinya. Ah rasanya Naruto menyesal menyeret Shion menemaninya belanja. Naruto benci belanja dan satu-satunya teman yang bisa diajak belanja hanya Shion, Tenten dan Hinata bukan pilihan tepat, karena Tenten pasti akan menyeretnya main game dan Hinata ah sudahlah membayangkan si sulung Hyuuga itu sering membuat Naruto pening. “Kau lihat muka Sakura saat kau menumpahkan kerang itu ke rambutnya semalam, hahaha rasanya ia tidak akan melupakan pesta semalam dalam waktu dekat. Juga ketika ia melihatmu mengobrol akrab dengan Sasuke-kunnya…”
“Sasuke-kunnya…?” potong Naruto. “Memang mereka pacaran?”
“Omo omo, apa itu tadi. Urri Naruto cemburukah, hahaha, baru semalam kalian bertemu dan sekarang kau merasa cemburu. Hmm, parfait cafe ini enak sekali, kenapa aku tidak tau di mall ini ada parfait seenak ini.” cerocos Shion
“Cihh, aku cuma bertanya.” bantah Naruto dengan muka memerah. Apa semudah itu dirinya dibaca, mungkin dia harus belajar pada Kyuubi agar bisa memasang poker face. “Dan kau belum menjawab pertanyaanku. Apa mereka pacaran?”
“Nonsense adik kecil. Baru pertama kali ini kau begitu penasaran dengan seorang cowok kau masih butuh belajar jika ingin berbohong padaku, kaupikir berapa lama aku mengenalmu. Dan jawaban pertanyaanmu tadi aku tidak begitu tahu, Sasuke tak pernah mengiyakan jika ada yang bertanya tapi harus kuakui Sakura satu-satunya gadis yang bisa berada cukup dekat dengan Uchiha.” jelas Shion ” jadi kau benar-benar menyukainya Naruto?”
Naruto menggigit bibirnya sebelum menjawab “Entahlah, tapi saat melihatnya pertama kali aku merasa pernah melihatnya, senyumnya juga begitu familiar dan anehnya aku mengingatnya, tapi aku yakin belum pernah bertemu dengannya. Jadi bagaiman aku bisa ingat senyum seseorang yang bahkan tak pernah kutemui. What do you think?”.
“Hmmb, itu aneh Naru, kau tahu semalam aku juga terkejut melihat Sasuke berekspresi seperti itu, dua tahun aku menjalin hubungan dengan Itachi hampir tak pernah berbicara dengan Sasuke, tapi kau yang bahkan baru mengenalnya semalam bisa membuatnya berbicara padamu berjam-jam. Mungkin ini takdir, who know.”
°°°°°°°°
“Setiap akhir pekan seperti ini ya, gak ada supir gak ada pembantu?” tanya Sasuke sambil mengemudikan audi hitam milik Naruto, tadi ia memaksa Naruto untuk membiarkannya mengemudi, mau ditaruh dimana mukanya bila orang-orang tau ia disupiri cewek. Sudah dua minggu sejak ia mendapatkan nomer telepon Naruto, puji Tuhan Shion yang memberikannya kepadanya jadi ia tak terlerlu menanggung malu berkepanjangan. Setelah hanya berkomunikasi lewat telepon Sasuke memberanikan diri menawarkan untuk menemani belanja gadis itu, Naruto bercerita bahwa tiap sabtu dia kebagian tugas belanja mingguan seorang diri, dan Sasuke yang memang mencari-cari kesempatan untuk menemui Naruto langsung menawarkan diri.
Naruto tertawa, sedikit malu mendapati nada kagum pada nada bicara Sasuke. “Gak cuma akhir pekan kok, tiap hari emang gak ada supir, gak ada pembantu.”
“Gak capek.”
“Ya enggaklah, lagian udah dari kecil lakuin apa-apa sendiri, kecuali masak. Dapur markas besar ibu, no one dare to touch them. Lagian, we need of pure freedom.”
Sasuke terperangah, satu lagi sisi Naruto yang membuatnya terkejut. Gadis ini mandiri menyandang nama besar Namikaze tak lantas membuatnya tumbuh jadi cewek manja, jujur Sasuke kagum. “Kebebasan katamu, memang kamu merasa terkekang?”
“Enggak begitu juga.” jawab Naruto gak yakin bagaimana harus menjelaskan. “Kadang kala hanya terasa kosong, sepi bahkan ketika tengah terjebak dikeramaian. Seperti ada yang hilang.”
“Dan sekarang, apa kamu masih merasa kosong?” tanyanya hati-hati.
Naruto menggeleng menggigit bibirnya dan menjawab. “Enggak, entah kenapa sekarang rasanya begitu semarak, dihatiku juga mataku.”
Sasuke tersenyum simpul sepanjang perjalanan. Ah andai Naruto tau dia juga merasakan hal yang sama seperti gadis itu, mungkin nanti ia akan mengungkapkannya ketika ia benar-benar yakin pada perasaannya, ya nanti. Disaat yang tepat. Seandainya Sasuke tahu badai itu akan datang sebentar lagi, dan seandainya ia sadar tak akan ada waktu yang tepat untuk menyatakan perasaanmu, sekarang atau tidak sama sekali.
°°°°°°°°
Sakura terpekur menatap telepon genggamnya, mukanya memerah menahan marah. Sudah hampir sebulan Sasuke mengabaikannya, biasanya Sasuke memang mengabaikannya, ia jarang mengangkat telepon atau pun membalas sms darinya tapi tidak sepenuhnya seperti ini. Dikampus pun Sasuke seperti menjauhinya, juga selalu menyingkir setiap Sakura mendekat, padahal Sasuke biasanya diam ketika Sakura bergelayut manja dilengannya, asal cuma sebatas itu, cuma pelukan. Pernah Sakura mencuri cium sekali pada Sasuke, cuma sekali dan sekilas di pipi. Itu pengalaman terburuk yang pernah Sakura alami, andai saja tatapan bisa membunuh, ia pasti sudah tidak bernyawa sekarang. Sejak hari itu Sakura benar-benar menahan dirinya, ia tahu pasti batas mana yang diberikan Sasuke pada dirinya dan ia tak cukup bodoh untuk mengulangi kesalahan untuk kedua kalinya.
Teleponnya bergetar, pesan dari Ino, dan Sakura gemetar ketika membuka folder yang dikirimkan kepadanya, itu sebuah foto yang diambil di taman hiburan jika melihat backgroundnya tapi yang membuatnya kaget adalah sosok dua orang yang duduk dibangku taman, Sasuke-nya tengah mencium Naruto. Sakura menggeram marah, mata jadenya berurai air mata, dadanya sesak, tidak ada yang boleh merebut Sasuke dan apapun akan ia lakukan untuk memisahkan dua orang itu. Apapun, seringai keji menghiasi gadis musim semi itu, sementara kepalanya penuh dengan taktik untuk menjalankan rencana liciknya.
Tbc

Love Prisoner

15 Juli 2017 in Vitamins Blog

23 votes, average: 1.00 out of 1 (23 votes, average: 1.00 out of 1)
You need to be a registered member to rate this post.
Loading...

 

Desclaimer : Masashi Kishimoto

 

Pairing : Sasufemnaru

 

Warning : Ooc, Gaje, Gender bender, so much typo

The First Meeting
Mewah. Kesan yang langsung muncul begitu ia memasuki rumah utama keluarga Uchiha yang megah, berkonstruksi abad pertengahan yang memang sengaja dibangun diantara pepohonan besar yang mengelilingi rumah ini seolah memisahkannya dari dunia luar.
Harus Naruto akui tema pesta malam ini begitu tertata apik, dekorasi nan mewah dengan segala pernak perniknya tetap terasa serasi. Untaian bunga segar ditiap penjuru begitu serasi dengan ratusan lampu kecil yang disusun di setiap penjuru taman seperti padang kunang kunang. Namun tetap saja Naruto tetap melengos pelan, ia bosan dan itu tergambar jelas diwajah manisnya, ia tak pernah benar benar menyukai pesta seperti ini. Naruto mendesah pelan, mendelik galak pada para cowok yang dengan nekat mendekatinya dan mengajaknya berdansa. Kyuubi sebagai tamengnya pun sudah menghilang entah kemana.
Dengan hati berat, ia enyahkan perasaan jengkelnya mendekati sekelompok cewek yang beberapa wajahnya ia kenali demi membunuh waktu. Ia akan memastikan membakar manga koleksi kakaknya nanti, sebagai bayaran menelantarkannya seorang diri disini.
Semakin mendekat ia bisa mendengar obrolan yang tak bisa ia pahami. Mulai tentang Neji yang cool, hingga perselingkuhan Shikamaru dan tante Kurenai. Hah, cerita macam apa yang bisa ia bagi untuk gerombolan seperti itu?. Sungguh Naruto tak habis pikir.
“Hei Naruto gak nyangka kamu datang.” sapa Ino mengamati gaun one-shoulder dengan aksen ruffle hitam dan putih solid yang dikenakan Naruto, tampak seksi dan berani beda. Beberapa pasang mata cowok sebaya di sekeliling mereka tampak tak bisa lepas dari siluetnya yang memukau, mata sapphire, rambut pirang, juga gaun yang tepat makin membuat Naruto bersinar, sayang ia lebih suka melebur agar tidak jadi pusat perhatian.
“Aslinya buatan Lanvin.” Sahut Sakura dengan nada merendahkan
“Aslinya?” beo Naruto, tak paham arah pembicaraannya. Menatap Sakura seolah dia tengah bicara dalam bahasa asing yang belum diketahui.
“Gaun kamu, cheap fabric, poor cutting, mass production kind of…mess. Sayangnya elo yang kuper pasti gak sadar akan hal itu” cecar Sakura yang tengah memandanginya lekat lekat. Sosoknya masih sama seperti dulu, nyolot dan terang terangan membencinya. “Lain kali kenakan gaun yang pantas.”
“Wow, kamu ini tukang tekstil ya?” kata Naruto jelas jelas menghina, ia tampak cantik dan menakjubkan tampil seperti ini, dan ia tak butuh Sakura untuk jadi kritikus modenya thank you so much. “Dan untungnya, aku gak butuh tampil mewah dan ngotot jadi ratu pesta cuma buat dilirik Uchiha”
Ucapan sinis Naruto tampak menjadi bensin yang membakar amarah Sakura, gelas wine ditangannya oleng dan dalam hitungan detik membuat isinya tumpah di gaun Naruto.
“Oops, sorry”  kata Sakura, tampak tak merasa menyesal sedikitpun. Bibirnya menyungging senyum manis sebelum sepiring sajian kerang dengan bau bawang yang menyengat mendarat di rambut pink Sakura yang jelas ditata berjam jam, membuatnya menjerit histeris.
“Sorry juga.” balas Naruto, sambil melenggang menyingkir dari amukan gadis merah muda itu, menghindari perkelahian barbar yang jelas yang akan membuat Naruto terkena amukan sang ibu.
°°°°°°°°°°
Uchiha Sasuke, meneguk champagne ditangannya dalam diam, santai, seolah tengah mengawasi jalannya soiree didepannya. Namun, pada kenyataannya tidak, kenyamanan yang mengelilinginya ditengah pesta dengan harum bunga segar di penjuru taman kesukaan ibunya itu malah membuatnya mati rasa.
Pikirannya malah mengembara jauh, pada sosok gadis pirang yang semalam hadir dimimpinya yang coba disingkirkan jauh jauh dari benak. Ia tak punya waktu mengurusi mimpi abstrud tanpa makna. Disesapnya lagi minumannya dengan gusar, ia bukan laki laki dua puluh satu tahun kebanyakan yang tengah berjuang di perpustakaan seharian demi menyelesaikan skripsi, ia justru menghabiskan harinya dengan mempelajari setumpuk kontrak tebal dengan istilah istilah asing yang jadang membuatnya harus membuatnya berfikir dua kali membacanya.
Sejujurnya ia malas berasa di Jepang, Uchiha Itachi yang saat ini tengah berdansa dengan ibunya salah satu alasan kenapa ia enggan pulang. Tapi ini juga Annual Gala yang diprakarsai ibunya, jadi tak mungkin ia tak datang, sedingin dinginnya ia, Sasuke sangat menyayangi ibunya.
Ketiga sahabatnya telah memisahkan diri lebih dulu, berdansa ria dengan  kekasih masing masing meninggalkan Sasuke seorang diri dengan tatapan lapar para FG yang berkerumun dari jarak satu meter darinya. Kesan dingin dari sosok Sasuke cukup membuat mereka tahu diri dan segan berada lebih mendekat.
“Sampai kapan kamu mau jadi bayang-bayang kakakmu.”
Mendadak Sasuke teringat perkataan sepupunya, Danzo Sai.
“I’m not.” bantah Sasuke, sebelah matanya terpicing berbahaya, sejujurnya tidak merasa yakin dengan ucapannya.
“Don’t talk. Show.”  Sasuke mengertakkan giginya, Sai selalu tahu bagaimana menyulut kemarahannya, Itachi yang sempurna, Itachi yang murah senyum, Itachi yang pintar dan sekeras apapun Sasuke mencoba ia tak bisa melampaui sang kakak.
Dilangkahkan kakinya menjauhi pusat keramaian itu, ia butuh udara segar untuk membuat kepalanya kembali bisa berfikir normal. Dan suara cekikikan para gadis gadis itu sama sekali tidak membantu.
°°°°°°°°°°
Naruto tersesat. Rasanya sudah dua kali ia mengitari taman belakang dan sampai dilorong agak gelap yang sama. Hingga didengarnya suara tawa keras diujung selasar yang mengirim selusr cahaya. Naruto bernafas lega, tidak seharusnya ia melamun sambil berjalan. Ia bergegas, tidak menyadari undakan rendah didepannya, hampir saja ia terjerembab jika saja sepasang lengan kokoh sesrorang tidak menghentikannya.
“Perhatikan jalanmu dobe” sebuah suara setengah berbisik, setengah menyergah terasa membelai telinga Naruto, dia bergegas bangkit, merasa malu dengan kedekatan tubuh mereka berdua. Selama beberapa detik mereka berdua saling mengamati.
‘Tampan’ pikir Naruto matanya asyik meneliti sosok berjas hitam didepannya, sayangnya jarak mereka yang begitu dekat membuat Naruto tak dapat menikmati siluet tegap itu secara keseluruhan. Naruto tersenyum, entah kenapa ia merasa familiar dengan sosok itu walau Naruto yakin belum pernah melihat cowok itu sebelumnya.
“Terima kasih” ucap Naruto, sambil memegang jantungnya yang entah kenapa berdetak berkali kali lipat lebih cepat.
“Hn. Kau tak apa apa umm..?” tanyanya, dan sekali lagi Naruto merona, bahkan sesuatu dalam suaranya juga terasa familiar.
“Tidak ada lecet, berkat dirimu. Namikaze Naruto. Salam kenal”
“Sasuke. kuantarkan kau kembali kepesta. Aku takut kau tak bisa sampai kesana dengan selamat” ujarnya dengan nada mengejek,
°°°°°°°°
“Sasuke. Kuantarkan kau kembali kepesta aku taku kau tak bisa sampai dengan selamat.” Ucap Sasuke dengan nada mengejek, ia sendiri heran kenapa mau maunya menggoda gadis manis didepannya itu, tapi melihat bagaimana mata birunya membola menahan kesal membuat hatinya terasa hangat.
Aneh. Saat melihat gadis itu berjalan kebingungan itupun Sasuke sudah merasa aneh, juga tadi ketika ia menolongnya, tubuhnya seolah bergerak sendiri, otaknya mati sesaat, ia merasa mengenal gadis itu, ada sesuatu diwajah gadis itu yang membuat Sasuke enggan berpaling.
“Aku bisa sendiri.”
Merajuk rupanya.
Ingin rasanya ia tertawa sekarang, Uchiha jarang tertawa apalagi Sasuke si pangeran es tapi entah kenapa didekat gadis yang bahkan baru ditemuinya beberapa menit lalu membuatnya ingin terus tertawa, menggoda gadis itu. Ada apa dengan dirinya OOC sekali.
“Ups. Jangan marah, aku cuma bercanda oke. Ayo kedepan.” katanya sambil menarik tangan Naruto agar mengikutinya. Sekali lagi Sasuke tercengang, ia mengalah agar Naruto berhenti melotot padanya, hari ini dirinya benar benar aneh. Belum lagi entah kenapa ia menyukai kenyataan bagaimana tangan gadis itu berada digenggamannya. Mendokusai.
TBC

Love Prisoner

12 Juli 2017 in Vitamins Blog

26 votes, average: 1.00 out of 1 (26 votes, average: 1.00 out of 1)
You need to be a registered member to rate this post.
Loading...

warning : ini adalah cerita fan fiksi Naruto, jika tak suka jangan di baca. 

 

 

Prolog

 

Desclaimer : Masashi Kishimoto

 

Pairing : Sasufemnaru

 

Warning : Ooc, Gaje, Gender bender, Typo bertebaran,

 

Dont like, dont read.

 

°°°°°°°°°

 

“Na-chan,”

 

“Sore juga kakakku sayang,” sapa Naruto sarkatis sementara mulutnya sibuk mengunyah pizza sisa semalam. Bukan jenis makanan favoritnya, tapi bisa apa Naruto dengan dengan kondisi sang ibu dan ayah yang tengah pergi ke rumah kakeknya diluar kota Naruto merasa lebih bijaksana menjauhkan sang kakak dan dirinya sendiri dari dapur dan perangkatnya. Ia bergidik ngeri membayangkan kekacauan seperti apa yang bisa terjadi ketika ia mencoba membuat ramen ditengah malam, for God sake seingatnya ia cuma merebus air dan entah bagaimana akhirnya dapur rumah keluarga Namikaze- Uzumaki penuh dengan rongsokan bekas terbakar, beruntung sang ayah yang rupanya masih terjaga segera memanggil pemadam kebakaran hingga api tidak menjalar ke ruangan lain. Sejak saat itu sang iblis pengendali keluarga mereka aka Kushina pun dengan tegas mengharamkan si sulung dan bungsu Uzumaki Namikaze itu menginjakkan kaki mereka ke dapur, bahkan sang kepala keluarga yang terkenal tegas nan berwibawa pun kicep tak mampu membela putri kesayangannya dari amukan si Red Habanero.

 

“Kamu belum siap siap?,” pertanyaan ambigu Kyuubi membuat Naruto memperhatikan penampilan sang kakak dengan seksama. Setelan jas berwarna abu abu serta kemeja yang dibiarkan bebas tanpa dasi juga sepatu loafer hitam mengkilat seolah baru keluar dari toko, tidak seperti Kyuubi sama sekali.

 

“Kemana?,” tanya Naruto matanya melirik rambut orange kakaknya yang juga tampak tersisir rapi.

 

“Cuma pesta kebun biasa, seharusnya Otousan yang pergi, tapi kau tau sendiri dia sedang ketempat Jii-san, jadi aku harus menggantikannya,”

 

Naruto mendengus kecil, menelan potongan terakhir pizzanya. “Terus apa hubungannya denganku?”

 

“Aku butuh teman,” Kata Kyuubi singkat.

 

“Kenapa harus aku. Kau bisa minta salah satu fangirlsmu menemanimu?”

 

“Karena aku benci mereka. Dan lagi kau adikku jadi sudah sewajarnya aku merepotkanmu.” Desis Kyuubi mulai emosi, Naruto dan guyonannya yang tak peka. Lagian sejak kapan ia peduli pada FGnya, demi balap kuda neptunus seandainya bisa akan ia musnahkan para FG dari muka bumi, mereka tak pernah membuat hidup Kyuubi tenang dikampus.

 

“Entahlah,”kata Naruto, masih pura pura enggan, bibirnya menyeringai menatap wajah kesal kakaknya. “Kau tahu betul tugas kuliahku banyak sekali malam ini”

 

“Lalu kenapa. Tugas kuliahmu tiap hari selalu banyak. Aku yakin dengan otak milikmu kau bisa menyelesaikannya dalam hitungan jam.” Sembur Kyuubi jengkel,sejak masuk kuliah adiknya memang berubah menjengkelkan, sayang sekali otaknya pintar jadi dia tak bisa menjahilinya seperti waktu kecil dulu, demi Tuhan kadang dia heran kemana perginya sosok gadis kecil ingusan yang cengenh itu sekarang, diusianya yang hampir 20 tahun Naruto telah menjelma seperti aphrodite dan hades dalam satu tubuh.

 

“Baiklah, kau menang kakakku sayang. Beri aku tiga puluh menit dan kita bisa berangkat kepesta apapun itu, aku harap disana ada ramen” Desahnya pelan sembari beranjak kekamarnya. ‘Hah, ini pasti akan jadi hari yang panjang’ pikirnya, tak menyadari sang dewa nasib tengah tertawa lebar sekarang.

Dikejauhan denting lonceng berbunyi samar, seolah seperti pertanda dua jiwa yang memang seharusnya bersama.

Tbc
New story dengan tema baru, moga sesuai dengan selera kalian. Maafkan jika banyak typo sana sini.

Hate You

3 Juli 2017 in Vitamins Blog

12 votes, average: 1.00 out of 1 (12 votes, average: 1.00 out of 1)
You need to be a registered member to rate this post.
Loading...

Langit POV

Senja dan hujan tampaknya adalah hari kita Mega

Hari saat kita akan saling berbagi cerita

Hari dimana kamu dengan senyum manismu berceloteh manja tentang kegiatanmu di sekolah tentang gurumu yang makin galak, temanmu yang begitu mengganggu dan tentang ujian yang semakin mendekat

Aku cuma akan diam Meg

Tersenyum tipis tanpa berkomentar apapun

Dan kamu pasti akan cemberut layaknya anak kecil lalu memaksaku menceritakan hari hariku

Walaupun ceritaku selalu saja tak menarik tapi antusiasme begitu menyihirku…

Bahkan setelah lewat bertahun tahun pun tak ada rasa bosan dalam hatiku

Mega….

Ingatkah kamu ketika kita pertama kali memulai ritual aneh itu

Kita berdua terjebak dibox telepon itu berdua dalam hujan deras yang tak kunjung reda

Dan lebih dari dua jam kamu terus berbicara tanpa henti tapi entah kenapa tiba-tiba hatiku terasa sangat kosong ketika kamu berlari pergi begitu hujan tak lagi mengguyur

Menyisakan senyum terakhirmu dan lambaian tangan mungilmu

Lalu kita makin dekat

Sejujurnya aku sudah menyimpan perasaan cinta ini saat itu

Hingga aku tanpa sengaja di suatu senja ketika kita menghabiskan sore di kafe kesukaanmu aku mengucapkan cinta padamu

Kamu cuma tertawa waktu itu

Dan kau tau

Aku nyaris berteriak marah mengira kamu mengolok ngolok perasaanku padamu

Jantungku serasa berhenti berdetak

Ketika kau malah tiba-tiba mencium pipiku

Cuma sekilas

Entah kenapa kau melakukannya

Setelahnya kita berdua mengawasi hujan dalam hening

Dan aku juga tidak tahu bagaimana membuka percakapan kita

Itu ciuman pertama kita….

Ciuman pertamamu untukku…

Red Velvet dan Gadis Bermata Lavender

23 Juni 2017 in Vitamins Blog

18 votes, average: 1.00 out of 1 (18 votes, average: 1.00 out of 1)
You need to be a registered member to rate this post.
Loading...

 

Ana menenteng aneka belanjaan yang mengantung di lengan kecilnya. Bahunya seolah mau copot mengingat beberapa bahan yang dibelinya cukup. Bibirnya menggerutu jengkel, salahkan Elang yang seenak perutnya memaksa Ana untuk belanja selama sebulan. Ah, harusnya saat itu ia tak menjanjikan untuk menuruti semua permintaan Elang. Ana dan mulut besarnya. Hah. Ia jadi harus bangun 2 jam lebih pagi untuk memastikan stok bahan didapur terpenuhi. Lupakan saja tidur cantik untuk bulan ini.

 

Lamunannya terputus ketika matanya bersirobok dengan seorang gadis asing berambut indigo yang tengah berjongkok di bawah jendela mengintip ke dalam kafe. Mencurigakan sekali. Ana mendesah, setelah meletakkan belanjaannya di dekat pintu masuk ia berjalan berlahan mendekati gadis itu. Dengan pelan ia menepuk pundak sang gadis.

 

“Sumimasen, ada yang bisa ku bantu?” tanya Ana sambil tersenyum mengabaikan lawan bicara didepannya yang masih berjongkok dengan wajah kaku yang memucat seputih mayat.

 

“Ano, hmmm …..” gagapnya, keringat dingin mulai membanjiri keningnya, membuat Ana merasa tak enak hati. Belum sempat Ana bereaksi apapun gadis itu tiba tiba berdiri dan dengan cepat membungkukkan badannya. “Ah, maafkan aku.” ucapnya keras sambil melarikan diri dari tempat itu.

 

Ana menggaruk kepalanya yang tak gatal.

 

“Dasar aneh.” ujarnya pelan, sambil menatap belokan tempat gadis itu menghilang. Samar-samar tercium aroma lavender di tempat gadis itu berdiri.

 

°°°°°°°°°°°°°°°

 

Ana berusaha mengabaikan gadis aneh itu tapi lagi dan lagi gadis itu muncul kembali, berdiri diposisi yang sama pada jam yang sama. Awalnya cuma Ana yang menaruh perhatian, tapi tingkahnya yang mencurigakan menarik rasa penasaran beberapa pengunjung kafe mereka di pagi hari.  Bahkan Elang si antisosial itu sedikit banyak merasa terganggu.

 

Sudah seminggu dan gadis lavender itu terus datang. Di jam yang sama juga tempat yang sama. Tapi entah bagaimana begitu Anahendak menghampirinya gadis itu selalu pergi dengan tergesa, hanya menyisakan wangi lavender di musim panas.

 

Tidak satu hal pun terlihat muram hari ini.

 

Langit luar biasa bersih. Biru tegas. Tanpa semburat putih, tanpa gumpalan kelabu. Nyaris seperti kolam cat. Matahari menyala kuat. Udara panas dan lembap. Tidak ada angin. Rumput dan tumbuhan tegak tidak bergerak. Pucuk-pucuknya yang licin berkilat.

 

Ana dan perjanjian bodohnya juga tugasnya belanja yang menyiksa. Gerutunya sepanjang jalan pulang. Langkah kakinya terhenti ketika dilihatnya gadis bermata lavender itu, diposisinya yang biasa, kini dapat dilihat jelas bagaimana rupa gadis itu, tapi yang menyita perhatian Ana bukan rupa gadis itu yang bagai boneka, tapi pendar aneh di mata lavendernya yang tampak penuh cahaya.

 

Ana tersenyum kecil, diangkatnya keranjang belanjaan yang entah kenapa berubah menjadi lebih ringan.

 

°°°°°°°°°°°°°°

 

“Siapa?” tanya Elang dengan kening berkerut, Ana mencebik jengkel. Sia sia dia menahan diri tidak membicarakan teorinya tentang gadis lavender itu sepanjang hari, Elang yang tengah sibuk mengepel lantai dapur tampaknya sama sekali menyimak cerita panjang lebarnya.

 

Ana menghembuskan nafas lelah dengan perlahan dia berkata. “Menurutku gadis itu suka dengan Dini.”

 

Elang mendecih, “Ana apa kedobeanmu bertambah karena selalu kupanggil dobe?”. Ucapnya sinis. “Apa yang disukainya dari idiot satu itu.”

 

Ana mendesah panjang, semakin gemas menghadapi sikap Elang yang kelewat naif. Berbeda dengannya yang beberapa kali berpacaran sejak masih duduk di bangku sekolah menengah, Elang sama sekali awam mengenai hubungan lelaki dan perempuan. Dibalik sikap dinginnya itu Elang tidak cukup berani tidak seperti Ana yang bahkan pernah mendekati lawan jenis terlebih dahulu.

 

“Berani taruhan gadis itu memang menyukai Dino.”

 

“Katakanlah kau benar. Apa yang an kaulakukan. Kau tak mungkin tiba-tiba memberitahu Dino perasaan gadis gadis itu bukan.”

 

Pembicaraan mereka terputus sejenak.  Ana mengerutkan dahi, mencerna pertanyaan Elang, dan memikirkan jawaban untuk itu.

 

“Aku punya ide dan kau harus membantuku lagi sekarang.” putus Ana seenaknya membuat Elang menghela nafas lelah menghadapi gadis tukang ikut campur itu.

 

°°°°°°°°°°°°°°°

 

Hari ini Elang karena permintaan tidak masuk akal Ana memutuskan menutup kafe mereka. Menulikan protes pelanggan-pelanggan setia mereka ketika kemarin Ana menggumumkan akan menutup kafe hari ini.

 

“Gadis itu mungkin bahkan tidak datang.” ujar Elang sarkatis menatap kusen jendela tempat gadis itu biasa duduk berjongkok.

 

“Diam Elang. Aku yakin dia akan datang.” sentak Ana galak membuat rekannya memutar mata bosan.

 

Sepuluh menit menunggu, dan rasanya penantian itu tidak sia-sia. Begitu gadis itu terlihat, Ana langsung menampakkan diri didepannya dan seperti yang  udah di duga gadis itu langsung berbalik dengan cepat membuatnya menubruk dada Elang yang memang menunggu dibelakangnya. Dengan erat dia memegangi lengan kurus gadis itu, membuatnya semakin bergetar ketakutan.

 

“Tenang saja nona. Kami tidak berniat menyakitimu.” ucap Ana dengan senyum ramahnya berusaha membuat gadis itu tenang “Bagaimana jika anda masuk dan mencoba menu baru kami.”

 

Tampaknya gadis itu tahu tak ada jalan melarikan diri, dengan kepala menunduk setelah Elang melepaskan cengkramannya dia megikuti Ana masuk ke bangunan yang biasanya hanya bisa diintipnya dari luar.

 

Perempuan itu menarik napas dalam-dalam, lalu berkata lirih,” Aku menyukainya,” Ujarnya setelah sekian lama diam.

 

“Siapa?” Ana menoleh kepadanya. Terkejut karena tak menyangka gadis itu akan membuka pembicaraan.

 

Dia menengadah sehingga pandangan mereka bertemu. Kedua pipinya luar biasa merah. Matanya berkaca-kaca. “Dino.”bisiknya. Lalu, dia kembali menunduk, bersembunyi dari tatapan Ana. Kini tangannya gemetar.

 

Ana tersenyum penuh kemenangan melirik Elang yang tengah sibuk menghias kue yang semalam Ana suruh untuk buatkan, sejenak pandangan mereka bertemu membuat Elang langsung memalingkan muka.

 

“Lalu apa yang akan kau lakukan nona. ”

 

“Aku takut dia tahu perasaanku.”

 

“Lalu bagaimana ia akan membalas perasaanmu kalau ia tak tau kau menyukainya. Kau mau dia direbut wanita lain. ” ucapan keras Ana tampaknya membuat gadis itu tersentak, sadar akan kemungkinan itu.

 

Belum sempat gadis itu menimpali ucapan Ana, Elang menyodorkan sepiring kue ke depan gadis itu. Dan Ana tak tahan untuk tersenyum.

 

“Nikmati kuemu nona. Aku harap kau tau apa yang harus kau lakukan setelah ini.” ucapnya sambil berdiri meninggalkan gadis itu untuk menghabiskan red velvet itu sambil berurai air mata.

 

°°°°°°°°°°°°°°°

 

Sejak Sejak itu, Ana sering melihat Gadis lavender itu dan Dino. Pada pagi hari di kafe mereka, atau pada jam istirahat siang yang singkat. Tak tau bagaimana mereka berkenalan. Tapi rasanya itu tak penting, karena dilihat dari semburat tipis dipipi Dino, Naruto tahu perasaan gadis itu tak bertepuk sebelah tangan.

 

“Terima kasih atas semangatnya. ” bisik gadis itu suatu pagi. Dan untuk pertama kalinya dia tersenyum lembut tanpa menundukkan kepalanya. Tanpa ragu Ana membalas senyumnya, memandang nya dari balik jendela ketika Dia dan Dino bergandengan tangan menyusuri trotoar depan, dan rasanya, dibanding senyum tulus itu tugas tambahan belanja bulan depan tak lagi membebaninya.

 

Mungkin kali ini ia harus memberi Elang reward, ciuman dibir mungkin. Pikirnya geli sambil menyambut tamu baru yang baru datang.

Hate You

20 Juni 2017 in Vitamins Blog

20 votes, average: 1.00 out of 1 (20 votes, average: 1.00 out of 1)
You need to be a registered member to rate this post.
Loading...

 

Langit POV

 

 

Mega…

Begitu kupikir sahabat sahabatnya memanggilnya

Si anomali dalam setiap sisi

Si dingin yang ternyata tergila gila dengan cerita dongeng

Si judes yang bisa menangis tanpa henti ketika menonton melodrama

Mata cokelatnya seakan menelanjangiku membuka topeng si ceria Langit

Hari hari penuh penderitaan katamu ketika kepala sekolah meminta -memaksa-kita menjadi seksi humas dalam bazar sekolah kali ini

Hingga tanpa sadar aku menghabiskan begitu banyak waktu ku denganmu

Kau dan aku… 

‘Langit’ bukan cuma boneka. Langit yang orang lain liat disekolah.

‘Aku lebih suka versi palsumu’ begitu katamu ketika aku memaksamu untuk ikut lembur membuat proposal kegiatan. 

Boneka Langit tidak akan memaksa seorang perempuan untuk lembur apapun alasannya, karena ia seorang gentlemen 

Tapi hari itu kau memintaku untuk jadi diriku sendirikan Mega?

Dan aku tau kau cuma berpura-pura kesal karena sekilas dapat kulihat binar bahagia itu dimatamu sebelum kemudian kau berkutat kembali menyelesaikan tugasmu

Binar yang selalu bisa membuat hatiku menghangat

Hari hari itu berlalu begitu cepat

Tanpa sadar kau sudah jadi bagian penting dalam diriku

Tanpa sadar aku bertanya tanya apa aku sanggup hidup tanpa kamu?

Tapi aku takut Mega…

Takut kamu akan menjauh dariku 

takut bahwa mungkin kamu tak lagi bisa menyebutku sahabat

Jadi aku terus diam Mega

Diam yang

perlahan mematikan…

 

Tbc

Broken

17 Juni 2017 in Vitamins Blog

20 votes, average: 1.00 out of 1 (20 votes, average: 1.00 out of 1)
You need to be a registered member to rate this post.
Loading...

 

Ingatlah hari ketika kita berdua bertemu sayang, dibalik senja yang mulai bersemi dikejauhan dan dinginnya udara malam yang membalur sepi. Netra kita bertabrakan, hening. seolah dunia berhenti bergerak. Seolah cuma adaa kamu, dan juga perasaan meledak ledak didada ini yang tersisa. Indraku lumpuh, lidahku pun kelu ketika seulas senyum tipis malu malu itu tercipta.

Padang bunga dibukit sana itu sayang… Entah kenapa jadi tempat favoritku setelah hari itu. Kukayuh sepedaku cepat setelah bel sekolah berbunyi nyaring, tak ingin kehilangan satu menitpun momen kita menatap sang surya yang turun ke peraduan

Aku tau kau selalu ada disana sayang, terduduk manis direrumputan dn helaian rambut panjangmu yang berkibar tertiup sang bayu

Dan jantungku seolah selalu berhenti berdetak ketika kau menoleh menatapku, tersenyum tipis dan isyarat mata mengajakku duduk disampingmu

Dua minggu dalam aktifitas yamg sama baru kutahu siapa namamu, Nana sebuah nama yang cukup sederhana untuk gadis sepertimu, kubilang

Dan kudengar kau tertawa renyah ketika aku bicara begitu, dan hati ini menyadari suara tawamu itu seperti candu bagiku

Tak terasa minggu itupun berganti bulan

Aku mulai membenci hujan

Karena kau tidak mungkin ada dipadang hari itu

Aku mulai membenci ekskul basket

Karena jelas aku akan kehilangan kesempatan melihatmu

Hingga hari itu tiba sayangku….

Padang kosong

Anginpun enggan berhembus

Senjapun terasa lebih sendu dari biasanya

Hari pun berubah minggu

Terus berputar dalam putaran waktu

Dan sekarang sudah enam bulan aku terakhir melihatmu

Aku selalu berharap sayang, ketika melangkah menuju padang. Berharap mendengar suara tawamu, melihat senyum tipismu yang terpoles manis diwajahmu. Kupikir hari ini akan sama Nana… Hingga kulihat disana diujung padang. Dibawah pohon yang selalu jadi tempat kita berdua duduk… Kupikir itu engkau.

“rangga?” suara wanita itu terdengar berat dan asing, matanya sayu. Bibirnya kering wajahnya dipenuhi kepedihan seolah Tuhan telah merampas semua kebahagiaan dalam hidupnya. Dia cuma teraenyum sayang.. Menggenggam tanganku dan meninggalkan paket beramplop biru…

Hate You

16 Juni 2017 in Vitamins Blog

20 votes, average: 1.00 out of 1 (20 votes, average: 1.00 out of 1)
You need to be a registered member to rate this post.
Loading...

 

 

Aku tak tau mesti dari mana memulainya, menggambarkan tentang sosok tegap yang tak berhenti menebarkan cahaya di sekitarnya?

Dia begitu saja muncul dari ketiadaan

Menggoncang sisi normalku

Membuatku tertatih tatih terseret keceriannya

Aku merasa spesial bahwa aku satu satunya yang mengetahui siapa dia sesungguhnya

Betapa dia telah menghembuskan nafas dalam diriku jadi lebih hidup

Bahwa tanpa sadar dia telah mengisi hening dalam duniaku dan untuk pertama kalinya aku tak lagi merasa kosong

Ah.. Semua gelegak emosi itu

Sudah kubilang ia satu satunya yang mampu menggoncang ketenanganku

Membuat segala hal tentang kami bukan lagi aku atau kamu terasa wajar

Dan hari ini ingin kukatakan semuanya tentang kita….

Tentang perasaan meletup letup itu dalam dadaku

Tapi sepertinya aku lupa

Lupa ia telah terikat janji yang lain

Lupa, rasa ini mungkin tak bisa terbalas…

 

————

 

Ohayou,,,, ini cerita gak ada dialognya emang semacam diary gitu. Tapi chapnya cuma sedikit kok.

 

GoodBye

13 Juni 2017 in Vitamins Blog

20 votes, average: 1.00 out of 1 (20 votes, average: 1.00 out of 1)
You need to be a registered member to rate this post.
Loading...

 

 

Ketika ilusi menjadi kenyataan

Ketika wujud tak lagi bermakna

Ketika cuma sebait doa yang mampu menyentuhnya

 

Seolah baru tadi kita saling mengenal

Seolah baru sedetik lalu kita tertawa dalam ironi

Seolah waktu yang berjalan tak lagi meninggalkan jejak

 

Waktu….

Memisahkan raga

Waktu…

Mengubur tubuh kecil itu dalam keabadian

Meninggalkan dunia semu ini

 

Selamat jalan kawan

Cuma sebaris doa yang mampu kuberikan

Semoga Tuhan menempatkanmu disisi para kekasihnya

Aamiin

Istana Untuk Bapak

11 Juni 2017 in Vitamins Blog

21 votes, average: 1.00 out of 1 (21 votes, average: 1.00 out of 1)
You need to be a registered member to rate this post.
Loading...

warning: Banyak kata dalam bahasa jawa yang tidak saya terjemahkan. 

” Pak, kulo badhe wangsul nggeh?.” tanyaku entah keberapa kalinya dalam tiga tahun ini. Kudengar helaan panjang diujung sana. berat seperti perasaanku hari ini.

“Sabar ndhuk, umahmu gari ngecat. Tahun ngarep wae yo ndhuk. Sayang lek muleh saiki. ” katanya parau sebelum menutup sambungan telepon dariku.

Aku menghela nafas. Lelah. Jawaban yang sama untuk tiga kali pertanyaan yang kuulang terus setiap tahunnya. Mataku melirik sekilas kalender merah di dinding sana, seminggu lagi lebaran tiba. Pak e tetap menolak kepulanganku. Jujur saja begitu banyak tanya yang menggumpal didada ini. Tapi tiap kali kutanyakan kenapa pak e selalu mengelak alasan rumah yang sedikit demi sedikit kucicil belum selesai dibangun. Ah, pak e, sudah tiga tahun aku merantau di negeri beton ini. Sebenarnya istana macam apa yg ingin kau bangun untukku?. Tidak cukupkah semua materi yang telah kuberikan selama ini.  Untuk sekarang Aku hanya ingin pulang… Pak e. Merayakan lebaran yang tiga tahun ini ikut menghilang.

 

……………………………………

 

Dua hari ini suasana hati majikanku sedang baik. Tak ada omelan dan cacian mampir ke telingaku sampai hari ini. Jika begini rasanya kangen rumah pun bisa sedikit terobati. Membuat lupa hari lebaran yang tinggal empat hari lagi.

” amoy ya… Ngo yiu loihang leh. Houlang yat koyut sinji fanne. Lei fan yanne sin tak em tak a?” ucap sinyonya tiba tiba begitu aku selesai membereskan sisa makan malam hari ini. Aku seolah tak percaya pendengaranku. cuti mendadak.  Aku tergugu, ya Tuhan rasanya segala doaku terjawab sudah. Liburan gratis tiga minggu dari nyonyaku rasanya seperti THR paling indah yang pernah kudapat. Hari itu aku menangis bahagia, biarlah tak kuberitahu mak e dan pak e tentang ini. Aku ingin memberi kejutan di hari yang fitri ini.

“Nduk”

Aku tersentak. Rasanya tadi aku mendengar pak e memanggilku, ah sudahlah mungkin cuma efek rasa kangen yang membuncah. Kuabaikan lagi rasa tak nyaman dihatiku hari ini. Aku tak peduli bagaimana istana yang dibangun pak e.. Aku cuma ingin pulang bersimpuh memohon ampun atas dosaku. Malam itu aku tertidur dalam damai. Biarpun rasanya bisa kudengar suara pak e memanggil manggil  namaku.

 

………………………………………

 

Empat jam perjalanan dari bandara Juanda ke blitar dengan travel yang sengaja aku sewa dari hong kong berlangsung sepi. Cuma aku tampaknya yang turun ke blitar teman teman seperjalananku tadi semuanya telah turun duluan di malang. Kubiarkan anganku mengembara, membayangkan gurat gurat bahagia dimata buk e dan pak e melihatku pulang. Ingin sekali kududuk disamping mereka lagi, di sela rintik hujan ditemani ubi goreng dan segelas kopi panas. Pak e sibuk dengan rokoknya sementara aku dan buk e sibuk sendiri berburu uban.

Kami saling bicara banyak hal, tentang politik yang rasanya tak ada habis habisnya diulas layaknya cerita sinetron tentang panen tahun ini yang makin melilit, tentang sapi milik pak Rowi yang berkembang layaknya kutu juga tentang gubuk kami, ah selalu bisa kulihat kilatan sendu dimata pak e ketika membahas rumah kami. Cuma gubuk kecil reot yang penuh tambalan disana sini. Itu rumah yang dibangun pak e dengan cucuran keringat dan darah. Dibangun tepat dihari kelahiranku, “Ndhuk ben awakmu ngerti opo seng disebut omah. Panggonane awakmu bali” pesan pak e suatu kali.

Mobil yang kutumpangi sudah mulai memasuki desa yang kutinggali, ah tiga tahun banyak yang berubah. Tiga tahun yg  kuhabiskan di tanah rantau.

Rumah itu masih reyot seperti dulu, terasa janggal diapit oleh bangunan kanan kiri yang selaksa istana. Tapi aku tau.apa maksud pak e tentang tempat pulang, yah rasanya aku telah pulang.

“Rara ” seru bulek Sari begitu aku turun dari mobil “Kapan wangsul ndhuk ? Sehat ta? Awakmu mpun krungu kabare bapakmu ta?” tanyanya bertubi tanpa melepas pelukannya padaku.

Aku mengernyit “Enten nopo lo kaleh pak e ?” tanyaku. Bingung. Juga aneh melihat bulek Sari disini. Lalu sekejap itu kuperhatikan sekeliling rumah, terasa aneh, janggal seolah baru saja ada perayaan disini. Mataku tertumbuk pada bendera kuning yang masih terpasang di pinggir jalan tepat didepan pohon rambutan yang dulu sering kudaki kala aku kecil dan saat itu aku bisa menciumnya pak e. Aroma bunga kesturi.

 

………………………………………

 

Kanker paru paru. begitu yang orang bilang padaku begitu aku sadar dari pingsanku. Mak e mengelus kepalaku, bercerita tentang perjuangan bapak sembuh dari penyakit ini selama dua tahun lebih. Alasan kenapa beliau tidak ingin aku pulang. ‘Jo buk e. Mesakne rara, ben konsen nyambut gawe. Aku isin gak iso ngoweh i opo opo kanggo dekne’ . Suara buk e terdengar serak, aku tau beliau tak berhenti menangis dari kemarin. Kupeluk erat tubuh renta mak e, ‘ya Allah kuatkan kami.’ doaku tanpa henti dalam hati. Malam itu kami saling memeluk sambil menangis semalaman.

 

” Melu aku ndhuk. Ono pesen ko bapak pengen diwehne awakmu” kata buk e sehabis malam tiga harian. Buk e menarik lenganku membawaku menyusuri jalan desa hingga sampai ke ujung jalan. Langkah mak e terhenti didepan sebuah rumah mungil tapi tertata cantik. “Iki umahmu ndhuk. Bapakmu gak leren gawe iki gawe awakmu. Apik to ndhuk?.” tanya mak e sambil berlinangan air mata. Aku tergugu lagi, kubuka pintu depan rumah itu dengan kunci yang dibawa mak e. Cantik. Pak e tahu kesukaanku. Perabotan minimalis tp antik yang memenuhi setiap jengkalnya.

 

Mataku memanas, Ya Allah bagaimana aku bisa berpikiran buruk tentang pak e. Haruskah aku tahu, harusnya aku tak meragukan pak e seprti itu. Ingin rasanya aku bersimpuh dikaki pak e sekarang memohon ampun atas pikiran buruk yg melintas di balik pikiran dangkalku.

“Wangsul yo mak. Wangsul teng griyo?” kataku pada mak e, setelah setengah jam aku habiskan dalam isak. Kulihat mak e menatapku. seolah takut merengkuhku. Aku tersemyum pedih pada mak e sembari menuntun tubuh rentanya ke gubuk kami. Mungkin nanti aku bisa kusebut rumah itu “rumah” tapi tidak sekarang. Karena gubuk reyot pak e sudah cukup. Malam ini pak e datang dalam mimpiku, beliau melambai dari depan rumah yamg mirip istana wajahnya dipenuhi cahaya, kulihat senyum tampan dari wajahnya yang tampak muda ” tak enteni kowe wangsul nduk. Tapi jow lali ibadahmu. Ben iso karo bapak” kata beliau sebelum semuanya berubah gelap. Dan sayup sayup dikejauhan bisa kudengar bunyi takbir bersahutan dalam harmoni.

Dulu

11 Juni 2017 in Vitamins Blog

17 votes, average: 1.00 out of 1 (17 votes, average: 1.00 out of 1)
You need to be a registered member to rate this post.
Loading...

 

 

Tidak ada yang lebih menyedihkan daripada kehilangan seseorang yang kau anggap teman terbaikmu. Entah bagaimana dia cuma terbangun disuatu pagi dan memutuskan dia tak lagi menyukaimu dan hanya meninggalkanmu dalam tanda tanya.

Mengabaikan kehadiranmu.

Menyakitimu.

Melanggar janjinya sendiri, dan melupakan semua kenangan yang ada.

Itu betul betul menyakitkan, apalagi ketika kamu sadar kamu tidak melakukan sesuatu yang salah.

Hal yang menjadi ironi justru penghianat muncul dari orang orang yang kucintai bukan dia yang kuanggap musuh.

Dont worry about my feeling though, nobody else does…

 

Gadis Bermata Sendu dan Seporsi Stroberry Cake

9 Juni 2017 in Vitamins Blog

18 votes, average: 1.00 out of 1 (18 votes, average: 1.00 out of 1)
You need to be a registered member to rate this post.
Loading...

 

 

 

“Lang, apa wanita itu akan datang hari ini ya?” tanya Ana, si pelayan imut berambut hitam dengan mata coklatnya yang bersinar ceria begitu melihat rintik hujan pertama mulai luruh membasahi bumi. Dari kaca jendela kecil cafe mereka bisa dilihat para pejalan kaki diluar sana mulai berlari bergegas menghindari hujan yang tiba-tiba datang, mengirim jejak muram disenja itu.

 

“Aku bukan peramal dobe, aku tidak tahu.” ucap pattiserie handal tapi dingin berwajah masam itu dengan bosan. Moodnya sedang jelek, tiap hujan turun entah kenapa suasana cafe mereka mendadak sepi.

 

Ana mengerutkan bibirnya imut, membuat wajahnya entah kenapa bertambah manis. “Menurutmu kenapa ya, wanita itu selalu datang disaat hujan?” tanya Ana sembari meletakkan kepalanya dimeja konter.

 

“Bukan urusan…”

 

Belum sempat Elang menyelesaikan gerutuannya yang biasa, suara lonceng pintu depan bergemerincing berisik.

 

“Hey, wanita itu datang lagi.” bisik Ana dari meja konter sambil menutupi sisi wajahnya dengan buku menu. Matanya melirik wanita berwajah muram yang menurutnya lumayan cantik. Rambut coklatnya disanggul tinggi tampak basah dan mata birunya tampak terus-menerus mau menangis. Dipilihnya meja dekat jendela yang tampak tersembunyi dari luar.

 

“Hn.”  jawab Elang tak niat. Sembari membolak balik koran hari ini. “Lebih baik kau layani dia dobe, tak sopan sekali mengacuhkan pelanggan seperti itu.” lanjutnya datar

 

Ana menyipit marah. “Menyebalkan.” ucapnya menyambar daftar menu yang tadi diletakkan di meja, dan bergegas menuju ke arah satu-satunya pelanggan mereka saat itu, walau dalam hati Ana tahu apa pesanan gadis bermata sendu itu.

 

“Selamat siang nona, anda ingin pesan apa?” tanya Ana dengan suara ceria dan senyum kelewat lebar, tampak tidak cocok dengan guntur menggelegar yang mulai terdengar diluar sana.

 

Gadis itu menoleh sebentar dan menjawab dengan suaranya yang seperti dentingan lonceng. “Tiramisu cheesecake dan secangkir kopi hitam tanpa gula.” ujarnya sambil melanjutkan acara mengamati hujan diluar sana.

 

Ana mengundurkan diri dalam hening, dilihatnya Elang yang tengah menyiapkan pesanan wanita itu tanpa perlu menunggunya. Toh setiap kali wanita itu datang yang dipesannya selalu sama. Kenapa datang ke toko kue serba manis, jika hanya memesan kue dan minuman pahit begitu.

 

Setahunya wanita itu datang kira- kira dua bulan yang lalu, dan keanehan mulai terjadi hujan selalu turun setiap hari, disetiap senja seperti ini. Elang si pesimis itu tak percaya takhayul dan selalu bilang itu hanya kebetulan.

 

°°°°°°°°

 

“Aku kenal wanita itu.” ucap Dino, keesokan harinya ketika Naruto bercerita tentang si gadis hujan. Dino pelanggan toko kue mereka selalu datang setiap pagi dan memesan pancake hangat. “Namanya Vera, Vera Angraini. Anak pemilik toko bunga Clover di distrik sebelah.”

 

“Ah, benarkah. Pantas saja rasanya aku pernah melihatnya. Rambut dan matanya memang mirip tuan pemiliknya. Kira-kira kenapa ia selalu terlihat sedih begitu ya?”

 

“Mungkin karena kejadian itu ya…” ucap Dino sambil menopang dagunya.

 

Ana yang dari tadi berdiri disamping meja Dino memutuskan duduk sambil memasang wajah tertarik, mengabaikan        Elang yang memandangnya mencela. “Apa, apa. Kejadian apa?”

 

“Kudengar dari ibuku, pacarnya kabur saat pertunangan mereka. Entahlah sejak itu menurut temanku yang dulu sempat dekat dengan gadis itu dia jadi sulit dihubungi. Hanya itu yang kudengar.”

 

Ana mencibir. “Ah sudahlah, kau memang tak berguna.”

 

Dino sudah siap membalas omongan Ana jika tak menyadari tatapan tajam Elang yang tengah sibuk mengelap gelas di balik counter. Dengan jengkel digigitnya pancake yang dipesannya. Dua orang itu memang menyebalkan sekali.

 

°°°°°°°°

 

“Kenapa aku harus melakukannya?” tanya Elang suatu senja, ketika hujan turun dan Vera kembali datang. Keningnya berkerut memandang nampan berisi sepotong kue stoberi yang dari aromanya pasti berasa sangat manis.

 

“Ayolah, sekali ini saja. Ya ya ya.” bujuk Ana dengan mata berkaca- kaca. Dia menyukai bekerja di kafe peninggalan kakeknya ini. Dan dia berharap semua pelanggan yang meninggalkan tempat ini akan merasa bahagia, seperti nama cafe ini.

 

“Kuharap kau tau apa yang kau lakukan dobe.” geram Elang mengambil nampan yang sedari tadi disodorkan Ana padanya. Membuat wajah Ana berseri, dengan cepat diciumnya pipi pucat Elang sembari berbisik mengucapkan terima kasih.

 

Dengan muka memerah, Elang berjalan menuju tempat duduk Vera. Dengan pelan diletakkannya seporsi stroberrycake didepan gadis itu.

 

“Apa ini?” tanya Vera menatap cake didepannya dengan bingung.

 

“Itu menu spesial hari ini.” jelas Ana sembari mengintip dari balik punggung tegap Elang. Dengan hati-hati ia berujar. “Kue itu bisa menghilangkan kesedihan.”

 

Sejenak tak ada yang bersuara diantara mereka. Hanya rintik hujan diluar jendela yang entah kenapa terdengar semakin keras. Tapi lalu gadis bermata sendu itu mengambil sendok dan mulai memakan kue di hadapannya. Dia menghabiskan kue itu tanpa berkata apa pun, hanya sesekali menangis diam-diam sambil menitikkan air mata dan menatap sedih keluar jendela.

 

Keesokan paginya, hujan berhenti. Orang-orang mulai berdatangan kembali datang untuk membeli kue. Tempat itu kembali penuh dengan suara.

 

“Seperti biasa, Vera.”

 

“Tidak. Aku ingin mencoba memakan kue manis hari ini. Kau yang pilihkan,” kata Vera tersenyum, mengabaikan bagaimana Ana bisa mengetahui namanya.

 

Ana tersenyum bahagia. Elang menatap Naruto sambil memberikan senyumnya yang langka.

 

“Silakan duduk di tempat biasa, Nona,” kata Ana pada tamunya itu.

 

Ana mengangguk meninggalkan Vera yang kembali duduk seperti biasa di meja di dekat jendela, tetapi kali ini tidak ada jejak hujan di permukaan jendela itu. Hari ini cuaca terang benderang di luar toko mereka. Dan Ana pun bertanya-tanya dalam hatinya.

 

Ke mana perginya hujan yang dipanggil sepi itu?.

 

Kakeknya benar, toko kue itu bukan sekedar toko. Tempat itu bisa jadi penyembuh bagi luka. Ana tersenyum sambil menyambut pelanggan baru mereka. Banyak kisah yang belum berakhir, juga luka yang menunggu untuk disembuhkan lalu hati yang harus dipertemukan. Mungkin dia dan Elang pun juga begitu.

Kita

8 Juni 2017 in Vitamins Blog

20 votes, average: 1.00 out of 1 (20 votes, average: 1.00 out of 1)
You need to be a registered member to rate this post.
Loading...

 

Kita sama sama pernah menyusuri jalan ini berdua

Bergandengan tangan

Berbagi tangis dan tawa

Kita

Dua kanak kanak pada umumnya

Tak kusangka kita memilih akhir yang jauh berbeda

Kita menangis bersama hari itu

Tau bahwa segalanya tak akan lagi sama

Hari ini kita berjumpa lagi

Dijalan yang sama

Dua orang dewasa pada umumnya

Berjalan beriringan

Tanpa kata

Dan aku sadar hari ini

Hanya aku yang menangis sendiri

Tentang Bapak dan Kisah Lama

8 Juni 2017 in Vitamins Blog


20 votes, average: 1.00 out of 1 (20 votes, average: 1.00 out of 1)
You need to be a registered member to rate this post.
Loading...

 

“Bapakmu sudah berada di surga nak. ”

Entah sudah keberapa kalinya emak menjawab seperti itu ketika aku bertanya tentang sosok lelaki yang harusnya menjadi tulang punggung keluarga kecil kami. ‘ Surga ‘ pikirku miris, mungkin waktu aku masih 7 tahun dongeng itu sanggup menenangkan batin tapi sekarang umurku sudah 17 tahun mak, dan bisik bisik tetangga itu bisa kumengerti sepenuhnya.

” Bapakmu itu nikah lagi sama janda kota sebelah. ” Kata bik Yah penjual rujak samping rumah, akh waktu itu usiaku masih 11 tahun mak, kuingat wajahmu menyendu ketika aku bertanya maksud kata kata bik Yah. Sejak itu aku belajar menutup mulutku mak, tidak ingin lagi melihat gurat sedih diparas rentamu. Mesti mpok Jah dan ibu ibu tetangga itu masih sering membuat versi cerita kemana bapakku pergi.

Emakku emak yang kucinta, yang setiap harinya berpanas panas di emperan toko di pasar menjual jenang campur dan bubur kacang ijo demi mengepulkan dapur kami, membayar biaya sekolah yang masih terasa mencekik leher walaupun sudah dibantu dengan beasiswa dari sekolah, pernah sekali emak bertanya tentang kelanjutan sekolahku, aku terdiam emak terdiam. Walau aku tau pikirannya tengah menghitung biaya ini itu yang sebagian besar tak bisa dipahaminya. Aku mendekapnya erat, berbisik ditelinga beliau keputusan kecil tentang mencqri kerja, mungkin ikut bekerja bersama mbak Marmi, sepupuku menjaga toko baju di toko besar. Dan semenjak itu aku menambah daftar pertanyaan tabu yang tak boleh dibahas, kuliah dan bapak. Jadi kusembinyakan form beasiswa yang kudapat dari pak Agus guru akuntansi sma ku, akh cuma meringankan 50% pikirku, aku tak ingin menyusahkan emak dengan segala kebutuhan sekolah yang tak ada habisnya.

Suara guntur makin terdengar dikejauhan, kueratkan selimut tipis usang bercorak batik mencoba menghangatkan tengkukku yang meremang, sekelebat kulihat cahaya samar lewat celah pintu kamarku, mungkin emak sedang tahajud pikirku. Rasa penasaran menggelitik otakku, kulangkahkan kali perlahan menelusup ke kamar emak, kubuka sedikit celah pintu dan kulihat tubuh emak yang makin renta itu tergugu, mengadu kepada Sang Kholik tentang rindunya akan bapak, doanya agar bapak baik baik saja, tentang harapan besar agar aku bisa meraih gelar sarjanaku.. Mataku memanas, aku tau memgapa tak pernah kulihat air mata emak menetes selama ini, Beliau meluapkannya dalam sujud sujud terdalamnya, dalam tilawah tilawah malam di ujung sepi, hanya ada beliau dan para malaikat yang bertasbih. Dalam hati.aku berjanji, besok akan kuserahkan pengajuan beasiswa ku, teringat tawaran Pak Beno untuk menjaga warnetnya saat malam, akh mungkin sedikit kerja keras bisa membantu, yang terpenting aku sudah berusaha.

Read the rest of this entry →

DayNight
DayNight