Perampas Waktu

Perampas Waktu #9 Perempuan dan Secangkir Kopi

Bookmark
Please login to bookmarkClose

No account yet? Register

1 vote, average: 1.00 out of 1 (1 votes, average: 1.00 out of 1)
You need to be a registered member to rate this post.
Loading... Baca Parts Lainnya Klik Di sini


 

Tidakkah kau bosan? Selalu berada di cafe yang sama, Tempat yang berpuluh kali kau kunjungi di jam, menit dan detik yang selalu berulang. Tak pernah kau melewatkannya, seolah ini adalah janji sehidup semati yang tak akan kau khianati.

Pelayan itu sudah mengenalmu. Dia sengaja kosongkan tempat yang sama untukmu. Meja nomor tiga, tepat di samping jendela kaca bening yang menampilkan trotoar jalanan nan ramai penuh manusia.

Itu adalah tempat duduk favoritmu untuk melepas rindu. Bukan pada sesuatu yang telah kau miliki, tetapi kepada perempuan tak bertuan yang selalu memunggungi.

Tak pernah habis sabarmu duduk dalam hening, menatap diam-diam pada punggung rapuh seorang perempuan sendu yang bergelung dengan pikirannya sendiri di sana, lupa untuk menatapmu.

Matamu terpaku, merenda rindu pada dia dan secangkir kopi di depannya. Hatimu dipenuhi mimpi, ingin jadi cairan hitam beraroma harum yang mengisi cangkir kopinya, biar kau bisa rasakan dirimu disesap olehnya, masuk ke lambungnya, lalu diserapnya saripatimu, biar merajalela kau menyesaki aliran darahnya.

Ya, seputus asa itulah kau ingin menjadi bagian dari dirinya.

Tidakkah kau ingin mendekat dan menyelisik ke dalam jiwanya?

Dia, perempuan yang selalu duduk seorang diri, berteman sepi getir bertabur gula harapan yang diaduknya sendiri.

Perempuan yang duduk menepi, meringis tertusuk sembilu, menatap secangkir kopi yang kesepian di hadapannya. Hatinya berdarah, digerogoti kesendirian keji yang tak punya nurani, kalah kuat dan kalah berani.

Perempuan yang merintih dalam hati, berdoa semoga ada secangkir yang lain di samping cangkir kopinya. Mimpinya sederhana, ingin bunuh sepi, lalu terbang bersama yang mau menemani.

Perempuan yang kebahagiaannya mungkin bisa menjadi legit dalam kopi pahitmu. Senyumnya manis, itu sudah pasti, melebur dengan getir kopimu yang menyerah terkalahkan, lalu terbirit-birit pergi.

Bukankah dia adalah alasan kau membuang waktumu hanya untuk memuaskan dahaga matamu dari rindu yang mengering?

Perempuan ini serapuh jejak rasa manis yang mungkin tercecap selewat dari lidahmu yang mencicip kopi hitammu. Mungkin dia pernah jatuh cinta, tapi selalu bertepuk sendiri. Mungkin dia pernah patah hati, lalu takut memulai lagi.

Perempuan ini setajam aroma pengharapan dari kepulan uap kopi yang menggantungkan jiwamu dalam lekat penuh mimpi. Tidakkah kau selalu bayangkan dia di sampingmu saat lelapnya malam beralih musnah dan membuka matamu?

Tidakkah kau ingin melingkarkan lenganmu di tubuhnya, lalu bisikkan kata: “Selamatkan aku. Milikilah pahit getirku.”

Ah. Perempuan ini terlalu sering mengurai waktunya di cafe sendiri, hanya ditemani secangkir kopi berbalut sepi. Sampai kapan kau biarkan dia tetap sendiri?

Tak malukah kau bersembunyi di balik topeng pengecutmu yang mendorongmu terus menjadi pengintip tak punya nyali? Masihkah kau tutupi jejak harapan yang bertumbuh setiap kau melirik bangku kosong di hadapannya?

Mungkin kaulah yang dia tunggu, mungkin kaulah yang dia impikan. Mungkin kaulah yang seharusnya menduduki bangku kosong itu.

Bangun, beranilah. Buang takutmu, Angkat tubuhmu, majukan langkahmu. Lekas datang dan mendekat, lalu bawa cangkir kopimu, letakkan saja di sebelah cangkir kopinya.

Karena mungkin hanya itulah yang dia butuhkan: Secangkir kopi yang tak sendiri, membebaskan hati kosongnya dari sepi yang tak terperi

Halo, bolehkah saya dan cangkir kopi saya sendiri, duduk di sini lalu menemani?”

 

Catatan penulis : versi asli tulisan ini ada dalam bentuk puisi yang khusus dibuat untuk teman saya, pname dan masuk ke dalam novelnya yang berjudul ‘angkringan tak kasat mata’. Saya mengubah puisi itu menjadi sebentuk kisah, supaya kenangannya abadi, tetap tersimpan di sini sampai nanti

 

Baca Parts Lainnya Klik Di sini

5 Komentar

  1. sepertinya pname merindukan author :lovely katanya dia pngen belajar bahasa indonesia yg baik dan benar

  2. :lovely :lovely Ini mengingatkan aku klo dtg ke kape cmn sebdiri di temani secangkir kopi dan uap panas :lovely

  3. nurul ismillayli menulis:

    hai perempuan sendu…Hilangkan segala ragu, bergeraklah maju, Siapa tau dy juga merindu

  4. Perempuan harus kuat