Little Things Between You And Me ( Chapter 7)
9 Agustus 2017 in Vitamins Blog
Previously on Little Things Between You And Me :
“Apa? Setelah semua yang terjadi, sekarang kau meragukan kemampuanku untuk melindungimu?”
“Terus terang, aku tidak nyaman berada di dekatmu akhir-akhir ini. Kau pernah mengatakan tidak akan memaksaku, tetapi tindakanmu justru menunjukkan hal yang sebaliknya.”
=====
Sanada memejamkan mata, menarik napas panjang kemudian menghelanya dengan perlahan. Hari itu, Sanada memberanikan diri untuk membuat satu keputusan besar.
Ketika terdengar sapaan dari sang penerima, sepasang iris obsidian Sanada berkilat dengan penuh kepercayaan diri dan keyakinan.
***
Playlist : Emi Fujita (Le Couple) – Wishes
Little Things Between You And Me ( Chapter 6)
9 Agustus 2017 in Vitamins Blog
Previously on Little Things Between You And Me :
‘Kau terlalu naif.’
‘Dia hanya menginginkan tubuhmu.’
‘Sanada bukanlah orang seperti itu.’
===
“Ayolah, jangan mendiamkanku.”
“Tinggalkan aku sendiri!”
Sanada tidak menyadari kalau keusilannya kali ini akan dibayar dengan sangat mahal.
***
The greatest natural enemy of women is insecurity. (Diane von Furstenberg)
Inconsistencies in men are generally testimony to their immaturity. (Edwin Louis Cole)
***
Little Things Between You And Me ( Chapter 5)
9 Agustus 2017 in Vitamins Blog
Previously on Little Things Between You And Me :
“Tertarik untuk mencoba? Cicipi saja rasanya untuk sekedar menuntaskan rasa ingin tahumu.”
“Ah, lebih baik aku menerima tawaran Nawaki-kun untuk berkencan. Masa mudaku yang malang…”
===
“O-Okasama, tunggu sebentar.”
“Apakah kau benar-benar menyukai gadis itu?
“Kalau kau hanya ingin bermain-main dengannya, lebih baik kau depak dia sekarang juga. Aku tidak pernah mendidikmu untuk menjadi penggoda wanita.”
***
***
Little Things Between You And Me ( Chapter 4)
9 Agustus 2017 in Vitamins Blog
Previously on Little Things Between You And Me :
Inoki mulai menjalankan aksinya dan mulai menunjukkan kekuasaan keluarga Gouda.
“Hei, kau tidak mengabariku kalau akan datang.”
“Uhmm.. malam ini apakah aku boleh menginap disini?”
***
***
Little Things Between You And Me ( Chapter 3)
5 Agustus 2017 in Vitamins Blog
Previously on Little Things Between You And Me :
“Lama tidak bertemu, Himura Chie.”
“Begitukah caramu menyambut teman lama?”
“Teman lama yang lebih tepat disebut parasit,” rutuknya
“Siapa pria yang tidak sopan tadi?”
“Sebaiknya kau tidak mengenal dia, Sanada-kun. Sebisa mungkin jangan berurusan dengan orang seperti itu. Dia bukan siapa-siapa.”
***
***
Little Things Between You And Me ( Chapter 2)
5 Agustus 2017 in Vitamins Blog
Previously on Little Things Between You And Me :
“Bagaimana jika kita gagal menjalani hubungan ini? Apakah kita masih bisa bersahabat? Realita menunjukkan banyak pasangan yang putus akan berubah menjadi orang asing dan tidak saling menghubungi lagi. Aku tidak ingin kehilangan persahabatan kita.”
“Apakah kita berdua mampu melangkah ke jenjang yang lebih tinggi? Tidak ada yang bisa memberikan jawaban kalau kita tidak pernah memberikan kesempatan pada hubungan ini.”
***
***
Little Things Between You And Me ( Chapter 1)
4 Agustus 2017 in Vitamins Blog
Author’s Note:
Cerita ini merupakan lanjutan dari Short Story “Our Little Secrets”. Karena setting di negeri Sakura sehingga penulis juga mengadopsi beberapa culture dari sana terutama dalam hal relationship, hubungan orangtua-anak yang berbeda dari kebiasaan orang Indonesia.
It’s just a fiction anyway, so please enjoy…
***
***
Resah dan gelisah…
Jam dinding berwarna putih berdetak seiiring dengan gerakan dari jarum panjang tipis yang mengelilingi deretan angka.
Himura Chie melirik sekilas dan bergumam pada diri sendiri, “Pergantian shift masih satu setengah jam. Aku harus bertahan sedikit lagi.”
Salah satu rekan kerja tergoda untuk bertanya, “Kau berniat lembur lagi Chie?” Nona Himura terdiam beberapa saat sebelum menganggukkan kepala dengan lesu.
Sudah beberapa hari Chie tidak pulang ke apartemen, dan menginap di salah satu ruang kosong di rumah sakit.
Dia menyibukkan diri dengan pekerjaan sambil berharap bisa menenangkan pikiran dan batin yang bergejolak setiap mengingat ucapan sahabatnya. ‘Aku mengajakmu tinggal bersama, calon Nyonya Uemura’
Chie dilema, di satu sisi ia juga mulai menaruh hati pada sang sahabat.
Selain wajah tampan dan kejeniusan dari pria Uemura itu, Sanada juga memiliki kualitas lain yang hanya dilihat oleh Chie.
Dan mungkin beberapa wanita lain, meski Chie sendiri jelas tidak akan mengakui hal itu secara terang-terangan.
Sanada adalah sosok yang tegas dan berpendirian teguh jika telah membuat keputusan sehingga menjadikan pria itu orang yang bisa diandalkan dalam situasi apapun.
Pria yang akan gigih memperjuangkan dan menyelesaikan apapun yang sudah dimulainya. Orang yang bisa memberikan rasa aman dan nyaman terutama bagi seorang gadis Himura yang introvert.
Di sisi lain, Chie belum pernah menjalani hubungan yang mengharuskannya tinggal bersama seorang pria.
Ajakan tinggal bersama menunjukkan keseriusan sang pria pada hubungan mereka dan tentunya akan berakhir dengan pernikahan.
Akan tetapi, sebuah pemikiran menggelayut dalam pikiran sang nona akhir-akhir ini.
Bagaimana bila mereka gagal membina hubungan dan tidak bisa menjadi sahabat lagi?
Chie jelas tidak menginginkan hal itu.
Dia tidak ingin kehilangan Sanada yang sudah menjadi teman bercerita, tempat bersandar dan mereka saling mendukung menghadapi badai hidup dalam kehidupan sehari-hari. Chie bahagia dengan keadaan ini walaupun hanya sebatas menjalani persahabatan yang tulus.
Apa yang menjadi kekhawatiran Chie terjadi juga.
Sanada muncul di tempat kerjanya dengan wajah angkuh dan cool seperti biasa. Para perawat saling berbisik, tersipu malu sambil mencuri-curi pandang pada pria Uemura itu.
Suzu, salah satu rekan kerja Chie sudah hapal dengan kedatangan sang pria berambut hitam tersebut dan siapa yang akan ditemuinya.
“Pasien abadimu sudah datang,” ucap Suzu santai sambil menyikut Chie.
Chie menoleh mengikuti arah pandang Suzu dan terlihat gugup tidak berani melakukan kontak mata dengan pria Uemura yang kini menatapnya tajam bak elang.
Ditatap seperti itu membuat Chie semakin sadar diri akan kondisinya hari ini.
Penampilannya jauh dari kata menarik, dia telah kekurangan tidur dalam beberapa hari ini dan tak mengherankan bila ada lingkaran hitam di sekitar mata dan bahkan bibirnya saja sudah terlihat pucat.
Ingin rasanya Chie membalikkan badan, dan berlari jauh meninggalkan Sanada begitu saja. Tapi, Chie menyadari bahwa itu tindakan pengecut, dan seorang Himura tak pernah dididik seperti itu.
Entah kenapa, Chie merasa hari ini akan terasa panjang sekali ….
***
Setelah meminta izin, Chie pada akhirnya menemui Sanada yang mengajaknya untuk berbincang di kafetaria terdekat.
Pria itu telah menempati salah satu kursi di sudut, sama sekali tak peduli akan lirikan yang ditujukan oleh pengunjung kafetaria lain yang kebetulan sedang berada di sana.
‘Bagus’, Chie menggerutu dalam hati.
‘Jelas ini yang kubutuhkan, duduk berdua dengan orang yang sedang berusaha kuhindari dan dilirik oleh para wanita yang jelas terpukau pada pesonanya.’
‘Dia yang rapi, sementara aku terlihat begitu lusuh dan berantakan.’
Ia lalu menarik kursi kemudian duduk di hadapan Sanada., mengalihkan pandang ke arah lain, tak berminat menatap pria itu.
Selama sesaat sama sekali tak ada yang bersuara. Chie yang masih betah memandang ke arah lain, sementara Sanada terus saja memperhatikan gerak-gerik Chie dalam diam. Menit berikutnya, pria itu menghela nafas.
“Chie,” panggilnya.
“Ya?”
“Bisakah kau berhenti memandang ke arah lain, dan menatap mataku? Aku sedang mencoba berbicara denganmu.”
Chie terdiam.
”Dan kau juga tahu bahwa apa yang sedang kau lakukan saat ini sangatlah tidak sopan.”
Chie merutuk dalam hati, dan dengan perlahan gadis itu akhirnya memalingkan wajah, memandang sosok pria tampan di hadapannya.
Ekspresi wajah sang gadis terlihat biasa, meskipun perasaannya jelas kacau. Ini pertama kalinya dia duduk berdua dengan Sanada tepat setelah kejadian itu.
Dipikir lagi, Chie merasa tidak siap. Tidak untuk saat ini.
Kedua tanganya terkepal erat di bawah meja, berdoa semoga Sanada tidak bertanya tentang apa yang tidak ingin dia bicarakan. Menyiapkan diri, gadis itu menegakkan kedua bahunya.
Entah kenapa, kepalanya juga mulai terasa berat. Mungkin setelah semua ini selesai, dia akan pulang dan istirahat.
”Kau kemana beberapa hari ini? Aku mencarimu ke apartemen tapi tidak ada. Kau bahkan tidak mengangkat teleponku.” Nada bicara Sanada terdengar ketus kali ini dan tidak ada basa-basi sama sekali.
Menusuk tajam dan terdengar bagaikan tuduhan.
“Aku lembur di rumah sakit.” Chie menjawab singkat. Ia merasa keringat dingin mulai muncul di sekujur tubuhnya.
“Kau sengaja menghindariku?”
‘Nah kan…’
”Tidak.”
‘Kenapa ruangan ini terasa seperti berputar?’
Sanada mendengus. “Benarkah? Kenapa tak terlihat seperti itu bagiku?”
“Aku sedang banyak pekerjaan, Sanada. Aku…”
Pandangan Chie menggelap, dan yang terakhir diingatnya hanyalah suara Sanada yang terdengar semakin menjauh.
“Oi. Oi, kau kenapa? Chie?!”
*****
“Dia mengalami anemia, kelelahan dan stress. Usahakan untuk istirahat total dan tidak memberi beban pikiran berlebih. Kami akan memberinya izin untuk tidak bekerja selama tiga hari.”
Jawaban dari dokter membuat Sanada sedikit merasa bersalah, seharusnya dia berdiskusi baik-baik bukan malah mengajukan pertanyaan yang terdengar bagai tuduhan dan malah membuat Chie kebingungan.
Apapun itu, Sanada merasa bertanggungjawab telah membuat Chie seperti sekarang.
Saat ini Sanada bisa saja membawa Chie langsung ke apartemennya, tetapi dia tidak ingin kehilangan kepercayaan dari Chie.
Gadis itu pun pasti akan merasa tak nyaman jika terbangun di kamar yang terasa asing baginya.
Karena itu, setelah mendapatkan izin pulang dari dokter jaga, ia langsung membawa pulang sang gadis kembali ke apartemen mungilnya.
***
Chie terbangun. Ia mengerjapkan mata dalam kegelapan.
Kepalanya masih terasa pusing, tapi setidaknya ia masih mampu mengenali ruangan dimana ia berada. Chie bisa merasakan hawa khas kamar tidur di apartemen miliknya.
‘Bukankah aku tadi masih di rumah sakit dan berbicara dengan –‘
Chie terkesiap dan berusaha bangkit dari posisi tiduran menjadi duduk, tapi tubuhnya terasa lemas.
‘Sanada, astaga dimana dia? Aku tidak ingin dia salah paham lebih jauh.‘
“Kau sudah sadar?” suara baritone yang terdengar dalam ruangan yang sama itu mengagetkannya.
‘Tu-tunggu dulu, itu suara Sanada kan? Apakah dia berada di kamarku?’
Tiba-tiba lampu tidur di samping ranjang Chie menyala setelah Sanada menemukan tombolnya.
Sanada mendekati sang gadis kemudian menarik kursi dari meja belajar yang berada di kamar tidur. Setelah terduduk, ia menempelkan punggung tangan ke dahi Chie. “Panasmu sudah turun. Tapi kenapa wajahmu masih begitu merah?”
Selama ini Sanada belum pernah memasuki kamar Chie sama sekali dan jika firasat Chie benar, berarti Sanada yang membawanya pulang dari rumah sakit?
Membayangkannya saja sudah membuat wajah dan telinga Chie memanas karena malu.
“A-aku..” Chie tergagap bingung mau menjawab apa.
Menyadari kecanggungan Chie, Sanada melanjutkan ucapan dengan nada penuh penyesalan.
“Aku minta maaf. Tidak seharusnya aku memaksamu untuk tinggal bersamaku seperti itu dan seakan tidak memberi pilihan padamu.”
Pria itu pada akhirnya terlebih dulu menyuarakan isi hatinya.
“Tapi aku benar-benar ingin menjalani hubungan yang lebih serius denganmu, Chie.”
Deg! Kalimat ini yang ditunggu-tunggu sekaligus ditakuti oleh Chie.
”Dan sekarang aku ingin mendengar pendapatmu. Apa yang membuatmu menghindariku?”
Chie terdiam beberapa saat, semua kekhawatiran dan pertimbangan muncul kembali dalam benaknya. Dia enggan menceritakan hal itu kepada Sanada karena takut menyinggung sang pria.
Akan tetapi, ketika Chie menemukan sorot mata Sanada yang menatapnya penuh kasih dan menunggu penjelasan, Chie pada akhirnya menjawab juga.
“Aku takut, Sanada-kun. Kalau semua ini hanya mimpi yang tidak bertahan lama atau euphoria sesaat yang akan menghilang dalam hitungan bulan.”
Keduanya terdiam. Sanada memberikan waktu bagi Chie untuk melanjutkan kalimatnya.
“Bagaimana jika kita gagal menjalani hubungan ini? Apakah kita masih bisa bersahabat? Realita menunjukkan banyak pasangan yang putus akan berubah menjadi orang asing dan tidak saling menghubungi lagi. Aku tidak ingin kehilangan persahabatan kita.”
Chie mengucapkan kalimat demi kalimat dengan hati-hati, sementara Sanada mengusap tengkuk dan merasa sedikit canggung sebelum menghela napas panjang dan berujar,
“Aku sudah pernah memikirkan hal yang sama denganmu dan hal itu juga yang membuatku tidak pernah memintamu menjadi kekasihku karena ada kekhawatiran kalau hubungan kita tidak bertahan lama.”
Sanada mengenang kembali semua hubungan yang pernah dijalaninya dulu.
“Para gadis yang pernah menjalin hubungan denganku hanya mencintai ilusi yang mereka ciptakan dalam kepala mereka sendiri dan berusaha mengubahku sesuai dengan ekspektasi mereka.”
Ada jeda sejenak. Chie menatap Sanada dengan intens menunggu penjelasan dan Sanada menarik napas panjang,
“Hal tersebut tidak kutemukan dalam dirimu, Chie. Aku sudah mengamatinya selama beberapa tahun ini. Kuakui, kau satu-satunya gadis yang paling bisa menghadapi semua sikapku dan paling lama berteman denganku. Berada di dekatmu, aku bisa menjadi diri sendiri dan aku nyaman dengan hal itu.”
Lalu, sikap canggung itu mendadak hilang, digantikan dengan kepercayaan diri yang kembali muncul. Sorot matanya terlihat begitu tajam dan berbinar.
”Kau menerima diriku apa adanya, dan entah sejak kapan rasa sayang itu tumbuh dan muncul rasa ingin memiliki. Membuatku ingin bertemu denganmu setiap hari, dan tentunya kita berdua telah saling mengetahui kekurangan masing-masing namun tidak pernah memaksa salah satu untuk berubah.”
Sang pria Uemura menggeser posisi tempat duduknya dan memberanikan diri menggenggam telapak tangan Chie.
“Saat ini, aku menyayangimu lebih dari sekedar sahabat, Chie. Namun apakah kita berdua mampu melangkah ke jenjang yang lebih tinggi? Tidak ada yang bisa memberikan jawaban jika kita tidak pernah memberikan kesempatan pada hubungan ini.”
Chie menatap lekat-lekat wajah Sanada yang terlihat serius mengucapkan kalimat demi kalimat yang mulai menggugah sanubarinya.
“Aku lebih siap menerima resiko kalau kita pernah menjalani hubungan serius tapi gagal dibandingkan tidak pernah melakukan apapun dan harus menerima kartu undangan yang bertuliskan namamu bersanding dengan nama pria lain.”
Hati kecilnya membenarkan perkataan Sanada, kalau Chie akan merasakan kepedihan yang sama jika tiba-tiba harus menerima undangan berisi nama Sanada dengan wanita lain.
Malam itu, pertama kalinya mereka berdua berbicara dari hati ke hati. Chie bisa merasakan ketulusan dalam setiap kalimat yang diucapkan Sanada.
“Kau perlu istirahat tiga hari ke depan. Apa yang kukatakan padamu jangan dijadikan beban pikiran. Sekarang tidurlah,” ucap Sanada sambil mengusap dahi Chie.
Merasa de ja vu karena beberapa hari lalu Chie baru saja melakukan hal yang sama kepadanya.
***
To be continue
Our Little Secrets (END)
21 Desember 2016 in Vitamins Blog
Uemura dan Himura, keduanya merupakan nama belakang yang hampir mirip pelafalannya. Hanya dipisahkan oleh huruf kanji yang berbeda.
Dalam situasi normal, kedua orang ini akan menjadi bahan olokan dan korban perjodohan teman sekelas. Tidaklah mengherankan bila sewaktu-waktu gambar rumah-rumahan dengan nama mereka berdua muncul di papan tulis ataupun di tempat yang menarik perhatian para pelajar.
Akan tetapi, Sanada bukanlah pelajar biasa-biasa saja sehingga tidak ada yang berani mengolok-olok, ataupun membuat gambar seperti itu.
Semenjak pemuda Uemura itu menunjukkan keahliannya menghancurkan sepuluh buah tumpukan bata dalam sekali pukul kala perekrutan anggota klub baru, semua pelajar senior dan junior Nishimachi Gakuen diam-diam membuat keputusan aklamasi dalam sanubari masing-masing.
Bisa dibayangkan apa yang akan terjadi bila tangan pemuda Uemura itu mendarat di ulu hati atau tulang rusukmu?
Mereka yang masih waras, memiliki masa depan cemerlang dan ingin hidup lebih lama untuk melihat wajah anak cucunya jelas setuju pada satu kalimat ini.
“Sebaiknya menjadikan Sanada sebagai kawan daripada lawan.”
Satu-satunya orang yang berani menantang Sanada dalam bidang olahraga adalah Yamamoto Natsuo, pemuda berambut pirang nan ceria yang sudah menjadi sahabat si Uemura sejak kecil.
Natsuo memang lamban dalam bidang yang menuntut kerja otak, namun dengan kekuatan fisik yang di atas rata-rata membuktikan kalau Natsuo adalah sparring partner terbaik yang pernah dimiliki Sanada.
Selain itu, tampang dan otak cerdas Sanada membuatnya dikagumi dan dipuja oleh para siswi di sekolah.
Kharisma dan wajah tampan pemuda itu sulit diabaikan meskipun sang empunya jarang tersenyum apalagi tebar pesona.
Sanada senantiasa menjadi langganan sepuluh besar umum di bidang akademis bersaing ketat si jenius Makabe Shin, yang notabene juga merupakan salah satu anggota dalam klub karate.
Bedanya Sanada perlu belajar keras sementara Shin yang sering tertidur di kelas bisa melewati ujian dengan prestasi gemilang.
*****
Sejak hari bersejarah itu, Chie sering terlihat berada di dalam dojo untuk membersihkan lantai ataupun merapihkan locker para kaum adam yang jauh dari kata bersih dan serampangan.
Namun Chie menjalani semua itu dengan senang hati karena para anggota klub yang lain juga memperlakukannya dengan hormat kecuali satu orang, Uemura Sanada.
Pemuda yang mendapat julukan ‘Taichou’ atau kapten, terlihat sangar setiap kali sepasang obsidian bersirobok dengan pasangan manik hazel.
Sebuah senyum miring menyerupai seringaian terukir di wajah Sanada dan sang Uemura akan mengajukan protes atau keluhan seakan mencari-cari kesalahan Himura.
Chie tidak membalas perlakuan tersebut dan hanya menanggapi dengan senyuman yang tentu saja menimbulkan simpati dari para rekan yang lain.
Jika keadaan mengharuskan kedua makhluk berbeda gender tersebut berselisih jalan, maka Chie akan menatap lurus ke arah Sanada dan kemudian melanjutkan perjalanan tanpa mempedulikan sorot mata tajam bak elang yang akan membuat para pemuja meleleh dan salah tingkah.
Semua anggota klub karate sepakat kalau hanya Himura Chie, yang memiliki imunitas tinggi terhadap pesona sang Taichou, layak dilestarikan.
Apalagi mengingat kinerja Chie yang tergolong baik dan tidak memiliki agenda tersembunyi padahal sering keluar masuk dojo dan ruang locker para lelaki.
“Oi Sanada, seharusnya ini menjadi hubungan simbiosis yang tidak merugikan siapapun, tetapi kau malah membuat Chie seakan pembantu tidak resmi dari dojo ini.” Shin terlebih dulu menyuarakan keberatannya.
“Biarkan saja, toh dia senang melakukannya.”
“Ada yang tahu bagaimana keluarga Himura? Aku tidak ingin berhadapan dengan orang tuanya kalau terjadi sesuatu dengan Chie yang bekerja terlalu keras.” Tanya Kyo yang disambut dengan gelengan kepala oleh para anggota dojo lain.
Shimura Kyo memiliki hati yang lebih peka daripada yang lain, karena itulah selain kegiatan di klub karate, Kyo juga mengikuti klub literatur klasik dan lukisan. Kyo sangat ahli dalam bidang yang menuntut perhatian pada hal-hal kecil dan mendetail.
Sanada hanya melayangkan pandangan ke luar jendela dojo, tidak ikut dalam pembahasan. Dia tahu keluarga Himura seperti apa.
Keluarga yang sama terkenal dan konservatif seperti keluarga Uemura. Himura terkenal memiliki jaringan bisnis di bidang pertanian dan memiliki dojo judo yang sudah diwariskan turun temurun.
Tidaklah mengherankan kalau seorang Chie bisa menguasai teknik judo dengan sempurna dan sang gadis sudah terbiasa berada di tengah kaum adam tanpa harus tergila-gila kepada mereka.
Memang sebuah pertanyaan bagus yang sulit dijawab.
Mengapa seorang putri keluarga terpandang mau menjadi pembantu cuma-cuma di dojo klub karate sekolahan?
*****
Suatu ketika saat hujan musim gugur sedang menyapa bumi dalam kedamaian.
Sanada yang terjebak hujan berlari kecil menyusuri pekarangan sekolah menuju tempat kesukaannya, dojo yang sudah menjadi rumah kedua baginya. Saat itulah sepasang iris kelam bersirobok dengan sosok yang sudah sangat dikenalinya. Himura Chie yang sedang berteduh dari hujan sambil mengelap kacamata kesayangan.
Gadis berambut pendek sebahu ini hampir tidak pernah melepaskan kacamatanya di depan umum, sehingga apa yang terlihat oleh Sanada saat ini adalah momen langka. Sanada sempat terdiam beberapa saat sebelum membuka pintu dojo.
“Masuk saja.”
Chie tertegun mendengar tawaran dari ketua klub tersebut dan mengekor ke dalam dojo yang mungkin bisa menawarkan sedikit kehangatan.
Diam dan tidak banyak berbicara terhadap orang yang tidak terlalu dekat, kedua sifat yang sama-sama dimiliki oleh Himura dan Uemura. Seakan ada peraturan tidak tertulis bagi mereka berdua untuk tidak melanggar batasan ini apalagi sejak Chie berhasil membanting Sanada di luar dojo.
Chie menghela napas melihat seragam sekolahnya yang kebasahan terkena hujan sedikit menampilkan kulit yang terlindungi oleh bahan yang terlihat semi transparan sekarang. Dia tidak membawa baju ganti atau apapun itu.
Tiba-tiba ada sesuatu menutupi kepalanya dan membuat sang gadis memekik kaget. Tangannya menyentuh barang tersebut dan menyadari kalau seseorang baru saja melempar handuk ke arahnya.
Sebuah handuk berwarna biru yang sangat familiar bagi Chie karena hanya sang ketua klub yang menyukai dan menggunakan warna tersebut.
Lagi-lagi, sebuah karate gi putih melayang ke arah Chie dan refleks ditangkap oleh sang gadis supaya tidak mendarat tepat di kepala lagi.
“Cepat ganti pakaianmu di ruang locker.” ucap Sanada yang dengan cuek sudah membuka seragam sekolah dan memamerkan tubuh atletis yang akan membuat para fans menjerit histeris kalau mereka ada disana.
Tentu saja hal itu tidak berlaku untuk gadis Himura yang kini memalingkan wajah dan cepat-cepat menuju locker sambil menyembunyikan wajah yang merona.
Tidak lama kemudian, kedua makhluk berbeda gender tersebut sudah duduk di tengah dojo sambil menunggu hujan reda.
Sanada membuatkan dua cangkir coklat panas dan menyuguhkan salah satunya pada Chie yang tentu saja disambut dengan senang hati karena jarang-jarang ketua klub bersikap ramah kepada gadis Himura tersebut.
“Terima kasih karena kau sudah banyak membantu di dojo ini,” ucap Sanada singkat.
Chie mengangguk dan menyeruput minuman hangat di tangannya secepat mungkin dan sedikit terlihat gelisah.
“Kau memilih tempat yang aneh untuk belajar.”
Chie mengerjapkan mata hazel-nya, meminta penjelasan yang disambut Sanada sambil menggerakkan kepalanya menunjuk tempat biasa sang Himura berada.
“Karena tempat tersebut membuatku tenang dan jarang dilewati orang lain.”
“Kau tidak terganggu oleh suara latihan klub kami?”
Chie menggeleng cepat, “Suasananya mirip kok dengan dojo latihan judo di rumahku.”
Tiba-tiba suara petir menggelegar memenuhi ruangan dojo dan Chie menjerit histeris. Cangkir yang digenggam dia kini menggelinding dengan isi yang berceceran disekitarnya.
Sanada juga merasakan imbas akibat jeritan Chie dan terpana tidak percaya. “Ah… ternyata Himura memiliki kelemahan,” sindir Sanada sambil menarik sudut bibir.
Chie yang tadinya menutup telinga dengan kedua tangan dan memejamkan mata dengan erat, membuka matanya sedikit dan melihat seringaian iblis di wajah pemilik mata obsidian yang sedang menatap tajam padanya.
“Akan kubersihkan,” ucap Chie sambil terus melirik ke arah jendela dengan takut-takut dan ada raut wajah penyesalan melihat coklat panas yang sudah dibuatkan Sanada kini berceceran di lantai dojo. Dengan sigap Chie kembali ke ruang locker untuk mencari kain pel.
Sanada tidak menggubris ucapan Chie, kini dia beranjak dari tempat duduknya dan menghampiri tas sekolah yang ditinggalkannya bersandar di salah satu dinding dojo. Tangan sang Uemura tampak sibuk membongkar tas mencari sesuatu.
Saat Chie sibuk mengepel lantai, tiba-tiba Sanada sudah berdiri di samping Chie dan…
Srek!
Sebuah headphone terpasang di kepala sang gadis melindungi kedua telinganya.
“Bagaimana? Suara di luar tidak akan sekeras sebelumnya kan?” tanya Sanada.
“Ano.. tapi aku jadi tidak bisa mendengar suaramu dengan jelas kalau tidak melepas headphone ini,” ucap Chie.
“Terserah kau saja. Atau kau berharap aku akan memelukmu setiap suara petir menggelegar?”
“Dalam mimpimu, Uemura-san.”
Sanada terkekeh mendengar jawaban Chie yang terdengar kesal. “Sekarang kita impas, Himura.”
Sanada mengambil cangkir Chie yang sebelumnya tergeletak miring dan meletakkannya bersisian dengan cangkir miliknya.
“Padahal kau penakut begini, kenapa tidak langsung pulang ke rumah saja saat hujan belum deras?”
Chie tidak langsung menjawab tapi menghela napas panjang, headphone tadi melingkar di leher sang gadis.
Sanada tidak menuntut jawaban, larut dalam pikirannya sendiri yang merunut kembali kejadian yang berlangsung dalam setengah jam terakhir.
Percakapan mereka hari ini adalah percakapan terpanjang dalam sejarah hubungan pertemanan mereka yang diberi tanda kutip. Agak sulit mendeskripsikan hubungan mereka yang sedikit mirip dengan majikan dan pembantu.
“Karena disini aku menemukan kebebasan.” Jawaban Chie memecah keheningan.
Sepasang mata kelam Sanada menatap lawan bicaranya dan menemukan kalau sang gadis tidak bermain-main dengan ucapan barusan.
Sanada mendengus, alasan tipikal yang hanya dimengerti oleh anak-anak dari keluarga kaya dan terpandang seperti mereka.
Hidup bergelimang harta dan kemudahan tidak lantas membuatmu bisa seenak dengkul.
Setidaknya bagi mereka berdua, ada harga yang harus dibayar dengan mahal. Sebuah sangkar emas yang membelenggu semua asa dan ruang gerak mereka.
“Karena alasan itu juga kau bersedia membersihkan dojo ini tanpa pamrih?”
“Aku dengan sadar memilih untuk melakukannya, Uemura-san” ucap Chie sambil memberi tekanan pada kata “memilih”.
“Tolong jangan panggil aku dengan nama formal seperti itu, Himura.”
“Hanya jika kau berhenti memanggilku Himura, Uemura-san.”
“Tsk, Kau tidak memberiku pilihan, Chie.”
“Terserah apa pendapatmu, Sanada-kun.”
*****
Bila kehadiran gadis Himura merupakan sebuah anomali dalam kehidupan Sanada, maka sebaliknya kehadiran pemuda Uemura merupakan enigma bagi seorang Chie.
Seorang pemuda berjiwa pemberontak yang tidak peduli pendapat orang terhadap dirinya. Di bawah kepemimpinan sang Uemura, tidak ada satupun anggota klub karate yang berani bersikap kurang ajar pada Chie.
Hal tersebut juga berlaku di keseluruhan lingkungan sekolah sehingga tidak ada satu orang pun yang berani mengolok ataupun menindas Chie.
Padahal gadis Himura itu tidak pernah menceritakan perihal dojo keluarganya kepada siapapun di sekolah.
Hubungan mereka tidak lebih dari pertemanan dan mereka nyaman dengan hal itu.
Chie tidak pernah mempertanyakan kenapa seorang Uemura yang selalu menjaga jarak terhadap semua gadis dan fans bisa membiarkan seorang gadis Himura berada di dekatnya.
Seorang Uemura yang dengan tega membiarkan semua surat dan hadiah perayaan kasih sayang tergeletak tidak tersentuh.
Tahun berganti dengan cepat dan tibalah hari kelulusan mereka semua dari Nishimachi Gakuen.
Chie mengunjungi dojo klub karate untuk terakhir kali, menelusuri setiap sudut dojo dan ruang locker untuk memastikan tidak ada barang yang tertinggal. Ada rasa berat untuk meninggalkan tempat yang sudah memberinya banyak kenangan selama dua tahun terakhir.
Saat akan melangkah keluar dari dojo, Chie berpas-pasan dengan Sanada yang juga berpikiran sama memeriksa kembali ruang locker untuk memastikan tidak ada yang tertinggal.
“Sanada-kun.” sapanya.
“Ternyata kau disini, Chie.”
“Hanya mengucapkan selamat tinggal pada dojo ini.”
Tiba-tiba Sanada memutuskan kancing pertama dan kancing kedua dari seragamnya dan memberikan pada Chie, “Kutitipkan padamu.”
“Eh?”
“Jangan berpikiran yang tidak-tidak, aku tidak ingin menghadapi kumpulan gadis buas yang akan berebut kancing ini. Lagipula hari ini upacara kelulusan kita, aku tidak ingin ada insiden apapun.”
Ya. tidak ada yang bisa menebak apa isi pikiran Sanada. Sebuah enigma yang tidak akan terpecahkan.
Seseorang yang dengan gampang dan seenaknya memberikan kancing tanpa mempedulikan tradisi ataupun nilai sakral yang terkandung di dalam tindakan tersebut. Pemuda lain mungkin akan memberikan kancing kedua untuk orang yang disukai karena posisi kancing tersebut paling dekat dengan hati sang pemilik.
Tapi begitulah seorang Uemura. Demi alasan kepraktisan yang mungkin hanya bisa dimaklumi oleh seorang gadis Himura yang sudah dianggap Sanada sebagai orang yang dipercayai untuk tidak melibatkan perasaan pribadi dalam hubungan pertemanan mereka.
Ketika Chie berpamitan dan meninggalkan tempat itu terlebih dahulu, Sanada segera berkeliling dan mengobrak-abrik ruang locker dan terlihat mengacak rambutnya dengan frustasi.
‘Sial, kemarin masih ada, siapa sih yang mengambil cangkir itu?’
*****
Pertemuan mereka selanjutnya terjadi saat reuni di tahun ketiga setelah kelulusan dari Nishimachi Gakuen. Teman-teman sudah berpencar mengambil jurusan di universitas pilihan masing-masing.
Uemura Sanada yang mengambil jurusan bisnis, terlihat mencolok diantara para rekan lainnya karena dia sudah belajar merintis bisnisnya sendiri dan termasuk sukses untuk mahasiswa tingkat akhir seusia mereka.
Sebenarnya Sanada agak enggan menghadiri acara reuni karena merasa waktunya terlalu berharga untuk dihabiskan dengan hal sepele yang tidak ada hubungannya dengan bisnis.
Sebuah pernyataan dari Yatsuda Kai melalui telepon berhasil menggugah hati kecil Uemura yang angkuh.
Di antara mereka berlima, Kai adalah sosok yang paling polos dan tidak memiliki keahlian khusus dibandingkan yang lain. Akan tetapi, Kai sangat setia kawan dan selalu berusaha merangkul semua anggota klub mereka.
“Taichou, kudengar tahun ini Himura Chie sudah memberikan konfirmasi untuk ikut acara reuni. Kapan lagi anggota klub karate kita bisa berkumpul bersama lengkap dengan gadis itu?”
Ah, Sanada baru teringat pada gadis unik yang pernah terlibat dalam klub mereka, “Hn, Akan kupertimbangkan.” Jawabnya singkat sebelum menutup pembicaraan.
Bagaimana kabar Chie? Apa yang dilakukannya sekarang? Pertanyaan itu berulang kali muncul dalam benak Sanada sehingga sang pemuda Uemura memutuskan untuk hadir dalam acara reuni tersebut.
*****
Reuni Nishimachi Gakuen di salah satu restoran, kota Tokyo
Ketika denting bel pintu terdengar menandakan ada yang tamu yang datang, hampir semua kepala menoleh ke arah pintu dan terdengar sambutan meriah dan siulan dari meja pria.
Himura Chie yang datang terlambat karena harus magang sebagai perawat.
Chie tidak mengikuti keinginan ayahnya untuk kuliah di jurusan agribisnis. Penampilan sang gadis terlihat dewasa dan jauh lebih ayu dibandingkan saat masih di sekolah, rambutnya juga sudah tumbuh panjang. Saat itu Chie memilih duduk bergabung dengan meja teman wanita namun masih bersebelahan dengan meja anggota klub karate.
Ketika acara bubar, hujan turun dengan deras mengguyur seluruh kota.
Chie yang harus menunggu bus segera berpamitan dan berlindung di bawah payung yang dibawanya sendiri menuju terminal dengan jarak lumayan jauh dari tempat pertemuan.
Saat petir menggelegar, Sanada teringat pada kejadian kecil beberapa tahun lalu dan instingnya segera bekerja, berlari menuju terminal yang disebutkan oleh gadis pemilik mata hazel. Sanada tidak mempedulikan guyuran air hujan yang cukup deras.
Dan benar saja, sang gadis yang dicari oleh Sanada terlihat meringkuk di sudut paling ujung dari deretan tempat duduk halte.
Sebuah kebiasaan lama yang tidak akan serta merta hilang begitu saja.
Ada sedikit perasaan bahagia dalam hati Sanada karena masih sempat menemukan Chie walaupun dalam kondisi yang tidak bisa dibilang baik.
Tangan Sanada terulur menyentuh tangan Chie yang masih setia menutupi kedua telinga. Sang gadis tersentak ketika merasakan ada tangan asing yang menyentuh kulitnya,
Dengan segera kepala Chie terangkat dan mata lavender yang membulat sempurna bertabrakan dengan sepasang onyx familiar yang sudah tidak dilihatnya dengan intens dalam beberapa tahun terakhir.
Ketika mengenali pemilik mata onyx tersebut, sorot mata Chie melembut dan helaan napas lega meluncur dari bibir mungil sang gadis. “Kau mengagetkanku dan hampir membuat jantungku copot, Sanada-kun.”
“Kuantar pulang,” ucap Sanada singkat.
Chie menggeleng cepat, “Rumah kita tidak searah.”
“Jangan keras kepala dalam cuaca seperti ini, Chie.”
Dengan berat hati Chie mengangguk. Percuma berdebat dengan pria itu karena seorang Uemura tidak menerima penolakan dan bantahan dari orang lain.
*****
Sanada terpana melihat kondisi apartemen gadis Himura.
Well, sulit dipercaya bila putri dari salah satu keluarga terkaya di Jepang bisa bertahan hidup di tempat seperti ini.
Apartemen tersebut termasuk kecil dan memang hanya bisa ditinggali oleh maksimal dua orang.
Sanada kagum pada kegigihan sang gadis dalam mengejar impian dan memilih untuk hidup mandiri dan jauh dari keluarga.
Apartemen sederhana tersebut hanya berisi sebuah sofa bed yang berhadapan dengan TV set yang tidak terlalu mewah. Ada sebuah meja kecil di sebelah sofa yang berfungsi sebagai meja makan darurat.
Di ujung ruangan terdapat dapur mungil dan wastafel yang menyatu dengan semua peralatan dapur yang seakan terkumpul di tempat kecil tersebut. Namun Chie termasuk sosok yang rapih dan resik dalam menata ruangan sehingga tidak memberi kesan sempit ataupun sumpek.
Kamar mandi dan kamar Chie bersebelahan namun Sanada merasa tidak etis untuk memasuki kamar seorang gadis dan membiarkan hal tersebut menjadi privasi Chie.
“Uhm.. tunggu disini sebentar,” ujar Chie setelah menyerahkan handuk untuk Sanada yang sempat terkena hujan ketika menyusul Chie ke halte bus.
Ketika sedang menyeka rambut, tanpa disengaja pandangan Sanada tertuju pada pajangan yang tertata rapih di dalam lemari kaca di ruang tamu.
Barisan paling atas dan kedua berisi buku-buku untuk keperluan kuliah sementara barisan paling bawah terpajang sebuah kotak kecil yang berisi dua buah kancing seragam sekolah dan sepasang cangkir yang sangat dikenali oleh Sanada.
Seulas senyum simpul mengembang di wajah sang pemuda Uemura.
Hari itu menjadi titik balik dari hubungan mereka yang sebelumnya merenggang. Dengan perlahan, keduanya kemudian menjadi sahabat baik.
Sifat Chie yang mandiri dan tidak terlalu mempermasalahkan sikap cuek Sanada menjadi alasan utama kenapa Sanada mempertahankan keberadaan gadis itu di sisinya dan menjadikan gadis itu sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari rutinitas hariannya yang berkutat dengan kuliah dan menjalankan bisnis.
*****
*****
Chie membuka pintu apartemen dan menemukan sosok sahabat yang terlihat berbeda dari biasanya. Tidak ada keangkuhan yang tersisa, pemuda Uemura tersebut terlihat kuyu dan sepasang obsidian menatap sayu kepada sang dara.
Tidak butuh waktu lama bagi Sanada untuk berbaring di sofa bed favorit yang menjadi singgasananya setiap kali dia bertandang ke tempat Chie.
Chie menghela napas khawatir, belum pernah dia melihat Sanada dalam keadaan seperti ini. Pasti ada masalah besar.
Chie segera menuju ke dapur dan menyiapkan minuman.
Sang Uemura masih berbaring dengan sebelah lengan menutupi matanya.
Perlahan Chie menghampiri Sanada dan duduk di lantai yang bersebelahan dengan sofa bed.
Gadis itu menahan napas karena melihat pria Uemura tengah mengeraskan rahang ditambah hidung yang terlihat sedikit memerah. Sepertinya Sanada sedang menyembunyikan air mata dan menahan diri untuk tidak telihat menyedihkan.
Chie baru saja berbalik untuk beranjak meninggalkan sang pria supaya bisa memberinya sedikit privasi, sepasang lengan kekar sudah merengkuh tubuh mungilnya dan menarik Chie untuk ikut berbaring di sofa bed.
“Tetaplah disini.” Ucap Sanada dengan suara bergetar sambil membenamkan kepalanya di punggung Chie sementara lengannya masih setia melingkar erat di pinggang sang gadis.
Mereka berdua sudah terbiasa melakukan hal ini. Sekedar pelukan atau ciuman lembut di pipi. Hanya itu, tidak lebih dan tanpa dilandasi nafsu. Lagipula usia mereka yang sudah menyentuh seperempat abad membuat mereka sadar dengan segala konsekwensi dari tindakan mereka.
Sebagai seorang perawat, Chie jelas mengetahui setiap orang memerlukan pelukan untuk mengurangi stress sehingga tidak mempermasalahkan tingkah laku si bungsu Uemura yang seakan sudah menjadi pasien abadinya selama ini.
Sanada menemukan kedamaian yang dicarinya dari sosok Himura Chie.
Chie sangat pengertian dan memang memiliki bakat alami untuk menjadi tempat menenangkan diri bagi seorang Uemura yang sangat arogan, egois, cuek dan suka seenaknya sendiri.
Chie tidak akan memaksa atau mencecar dengan pertanyaan seperti yang pernah dilakukan oleh para mantan pacar pria itu sebelumnya dan Sanada sangat membutuhkan hal tersebut terutama pada saat dia baru menerima hantaman besar dalam hidup.
*****
Sanada tersadar dan menemukan diri masih terbaring di sofa bed di ruang tamu apartemen Chie. Ada aroma harum yang membuai indra penciumannya, dan dengan gerakan malas Sanada melirik ke sudut ruangan dan menemukan sosok familiar yang sedang berkutat di dapur mungilnya.
Baru sekali ini Sanada menginap di tempat Chie dan perasaan Sanada sudah jauh lebih baik dibandingkan kemarin.
Setelah memastikan kompor dimatikan dan sarapan tersaji, Chie mendekati Sanada yang masih berbaring di sofa bed.
“Kau kenapa, Sanada-kun?” tanya Chie sambil membelai lembut dahi pria Uemura tersebut.
Sanada menghela napas panjang sebelum mengucapkan, “Otou-sama melakukan intervensi lagi dan kali ini bisnisku tidak bisa diselamatkan.”
“Mengapa tidak mengalah sedikit kepada ayahmu? Menurutku dia ingin kau meneruskan bisnisnya.”
“Jangan membelanya, Chie. Aku belum bisa memaafkannya saat ini.” Sanada mendengus kesal sebelum melanjutkan, “Kau sendiri juga memilih jalur yang berbeda di luar bisnis keluarga Himura, kenapa malah menyarankan hal seperti itu padaku?”
“Kasusku berbeda, aku dianggap tidak kompeten untuk meneruskan bisnis ayahku sehingga aku mengejar impianku sendiri.”
“Ck, alasan.”
“Hei, Aku sudah mengatakan hal sejujurnya padamu. Terserah kau mau percaya atau tidak.” Ucap Chie sambil melirik jam di pergelangan tangan kiri dan melanjutkan, “Sebaiknya kita sarapan sekarang, kau masih ingin disini?”
Sanada menggeleng cepat, saat ini dia tidak bernafsu untuk makan apapun. Sang pria mengubah posisi tubuh dari berbaring menjadi duduk dengan tangan kanannya terulur ke saku celana dengan gerakan ragu-ragu sebelum menarik keluar sepasang kartu berbentuk persegi dan meletakkannya di atas meja.
Kartu tersebut adalah kunci apartemen milik Sanada.
Chie sedikit menyipitkan mata dan menatap curiga pada Sanada, “Hmm…kau berniat memintaku untuk bersih-bersih?”
Sanada tertegun dengan jawaban yang meluncur begitu saja dari bibir gadis Himura tersebut. Kadang-kadang sang pria Uemura terkesima dengan cara kerja otak Chie yang menurutnya unik bin ajaib.
Chie dengan cepat bereaksi pada kesedihan dan mudah berempati pada keadaan orang lain, bahkan dalam keadaan bahaya pun bisa refleks melindungi diri.
Akan tetapi, ketika dihadapkan pada hal yang berhubungan dengan perasaan cinta atau sejenisnya, Chie termasuk kurang peka dalam merespon sinyal yang ditujukan kepadanya.
Mungkin hal ini pula yang membuat sang gadis tetap melajang di usia sekarang dan tidak terhitung berapa pemuda yang tergabung dalam barisan patah hati akibatt sikap sang gadis Himura.
“Dari dulu sampai sekarang, kau masih tetap tidak berubah, Nona Himura. Dasar tidak peka!”
Chie cemberut, menggembungkan kedua pipinya tidak setuju,
“A-apaan sih. Lalu, memangnya apalagi alasannya selain menyuruhku bersih-bersih? Kau kan memang selalu seperti itu.”
Sanada berdecak kesal. Gadis ini, selalu saja lamban menangkap maksudnya. Mengacak rambutnya dengan frustasi, Sanada lalu berbalik pergi dan bersiap untuk membuka pintu. Tapi, seruan tertahan Chie menghentikan langkahnya yang hendak melangkah keluar apartemen mungil tersebut.
“Hei, hei, Sanada-kun. Jelaskan dulu maksudnya… A-apa maksudmu memberikan kunci ini?”
Sanada memutuskan untuk menyelesaikan segalanya di sini. Sekarang, setidaknya ia tahu apa yang ia inginkan saat ini. Memandang langsung ke mata gadis itu, Sanada menjawab,
“Bukankah aku dulu pernah mengatakan bahwa aku akan memberikan kunci apartemenku hanya kepada-”
Chie memotong ucapannya dengan nada bosan, “-gadis yang akan tinggal bersama denganmu di a-”
Ucapan Chie terhenti dan Sanada menyeringai puas melihat semburat merah yang perlahan memenuhi wajah sang gadis, yang kini mulai memahami maksudnya.
Chie memandang berulang kali antara kunci di tangannya dan Sanada secara bergantian. Masih tidak percaya.
Sanada mengajaknya tinggal bersamanya? Apa Chie tidak sedang berkhayal?
Ia kembali memandang Sanada, yang masih saja berdiri tenang di ambang pintu. Pria itu memperhatikannya dalam diam, dengan pandangan yang begitu intens, membuat Chie tidak tahu harus bersikap bagaimana.
Tapi kemudian, Sanada berbalik mendekati sang gadis Himura sampai jarak mereka hanya tersisa beberapa senti saja dan melanjutkan ucapannya-
“Ya, aku mengajakmu untuk tinggal bersama, calon Nyonya Uemura.”
Sanada berbisik tepat di telinga kanan Chie kemudian memasang seringaian iblis andalannya karena wajah Chie sudah merah padam sebelum akhirnya melangkah pergi meninggalkan sang gadis Himura yang terpaku di tempat.
Sanada tersenyum simpul membayangkan reaksi Chie yang diyakininya memiliki perasaan yang sama. Setelah merenungkan semalaman, Sanada mendapat pencerahan.
Bisnis yang gagal masih bisa dibangun ulang dari awal. Tetapi jika Chie menghilang dari kehidupannya, Sanada tidak bisa membayangkan masa depan seperti apa yang menanti.
Karena itu, Sanada mengambil resiko dengan mengajak Chie keluar dari zona nyaman mereka.
Apakah tindakan ini adalah ujian untuk persahabatan mereka atau sebuah takdir? Mereka harus menjalani terlebih dulu baru bisa menemukan jawabannya.
*****
Author’s Note :
Cerita ini sebenarnya adalah cerpen untuk salah satu event di tahun 2015, bisa dibilang cerita ini adalah versi remake.
Terima kasih untuk semua yang mampir membaca dan meninggalkan jejak vote / comment. Demikian juga untuk silent reader yang selalu eksis di manapun :D
Ada yang berminat dengan sequel?
*****
Extra
Reuni Tahunan Nishimachi Gakuen di salah satu restoran Yakiniku, Tokyo.
Reuni kali ini ada sedikit perubahan dalam urutan kehadiran anggota klub karate. Uemura Sanada yang terkenal paling disiplin masih belum terlihat di tempat reuni.
Sementara Kyo, Shin, Natsuo dan Kai sudah berkumpul di sekitar meja makan. Himura Chie yang biasanya datang paling akhir pun sudah hadir di tempat tersebut dan tampak sibuk menelepon di dekat pintu masuk restoran.
Chie terlihat canggung saat memilih bergabung dengan meja para pria dari klub karate yang dengan senang hati menggeser tempat duduk terutama Kai yang segera menyambut dengan penuh antusias ketika Chie memilih duduk bersebelahan dengannya.
Yatsuda Kai sudah lama memendam perasaan terhadap gadis Himura tersebut, tentu saja segera memanfaatkan kesempatan untuk berbicara yang ditanggapi sang gadis dengan sikap sopan.
Shin memberi isyarat pada Natsuo yang duduk di sebelah kanan Kai sambil membisikkan, “Wah, Kai pasti senang sekali hari ini. Dia bisa berbicara bebas dengan Chie.”
Natsuo memberikan cengiran lebar, “Aku tidak sabar mengatakan hal ini pada si Taichou, entah dia akan bereaksi seperti apa kalau Kai terlebih dulu punya pacar daripada dia.”
Shin terkekeh pelan. Memang pada saat ini, hanya Sanada dan Kai yang masih belum memiliki pasangan.
Sanada sudah bertahun-tahun mendapat gelar pangeran kutub yang sulit diluluhkan. Pernah berpacaran beberapa kali namun semuanya kandas karena sikap sang Uemura yang terlalu cuek dan lebih mengutamakan bisnis daripada romansa.
Kyo memandang ke arah Kai dan Chie kemudian berkomentar dengan sedikit berbisik, “Kenapa aku merasa ada yang berubah dari Chie ya? Sebelumnya dia tidak pernah memakai cincin – ”
Natsuo yang mendengar hal tersebut segera memotong pembicaraan, “Apa salahnya seorang gadis memakai cincin? Cincin hanya aksesoris.”
Sementara Shin melirik ponselnya dan menemukan satu pesan dari taichou mereka. “Sanada sudah menuju ke tempat ini dan meminta kita untuk memesan terlebih dulu.”
Tidak lama kemudian, sosok yang ditunggu-tunggu tiba juga. Sanada melepaskan mantel tebalnya dan menitipkannya kepada pelayan.
Kyo sudah menyiapkan sebuah tempat kosong di sebelahnya namun ternyata Sanada memilih untuk duduk bersebelahan dengan Chie yang tentu saja membuat Kyo, Shin dan Natsuo saling berpandangan.
Oke, semua anggota masih berpikiran positif.
Dari dulu Chie sudah menjadi sebuah anomali bagi Sanada, jadi masih bisa diterima akal sehat bila sang Uemura bersikap sedikit ramah dengan gadis Himura tersebut.
Semuanya memberikan salam dan perbincangan hangat memenuhi meja makan yang sudah lengkap diisi oleh anggota klub karate plus sang manajer tidak resmi, Himura Chie.
Di tengah-tengah perbincangan, Sanada sedikit memiringkan kepala dan berbisik pada Chie. Tangan kiri Chie refleks bergerak menyelipkan rambut panjangnya ke telinga kiri supaya lebih mudah mendengarkan ucapan Sanada. Dan terlihatlah sebuah cincin berwarna putih metalik dari bahan platina dengan hiasan beberapa butir berlian berderet melingkar di jari manis sang dara.
Kai mulai mengurangi pembicaraannya dengan Chie setelah kedatangan Sanada.
Sang gadis tanpa sadar lebih merapatkan diri ke arah pemuda berambut hitam dengan senyuman manis terukir di wajah dan berceloteh riang sementara sang Uemura yang biasanya dingin dan angkuh itu tersenyum samar sambil fokus mendengarkan.
Seorang pelayan menuangkan sake pada cangkir-cangkir kecil kemudian membagikannya merata kepada para tamu di meja klub karate.
Tiba-tiba tangan kanan Sanada terulur tepat sebelum si gadis menyentuh cangkir sake, menggenggam erat tangan kiri Chie kemudian menempatkannya di bawah meja sementara Chie terlihat tenang-tenang saja dengan public display of affection seperti itu.
Ketika Sanada meraih cangkir sake dengan tangan kirinya, kali ini para teman terperangah melihat sebuah cincin platina polos melingkar di jari manis pria Uemura tersebut.
Sejak kapan seorang Uemura memakai aksesoris selain jam tangan?
Shin sudah lama berteman dengan Sanada, jelas sangat memahami sifat sang Uemura.
Jangan harap Sanada akan bercerita panjang lebar tentang kehidupan pribadinya, berbeda dengan Natsuo yang akan lantang mengumumkan segala kejadian dalam hidup.
Tindak tanduk sang pria Uemura sudah menunjukkan semuanya dengan jelas.
Si jenius yang terlebih dulu menyadari apa yang terjadi di antara kedua orang di hadapannya dan segera menyikut pinggang Natsuo, “Sebaiknya kau beri peringatan pada Kai untuk tidak terlalu banyak berbicara pada Chie. Kau tidak ingin melihat taichou mengamuk karena cemburu pada orang yang mengincar tunangannya bukan?”
Natsuo membelalakkan kedua matanya lebar-lebar, berkata dengan terbata, “Tu-tunangan?” Otaknya masih memproses ucapan Shin.
Ucapan Kyo terngiang, “-dia tidak pernah memakai cincin-” Bayangan Chie yang menyelipkan rambut ke telinga kiri dan cincin berlian yang melingkar di jari manis sebelah kiri. Cincin platina polos yang melingkar di tangan kiri Sanada saat meraih gelas sake. Dan… Ting! Bola lampu menyala di atas kepala Natsuo.
Tanpa sadar, suaranya naik satu oktaf lebih tinggi. “Tunangan!”
Satu ruangan hening seketika. Yang lainnya serentak melirik ke arah Natsuo dan Shin dengan pandangan bertanya, sebelum akhirnya Shin menendang kaki Natsuo dari bawah meja.
“Oi, Natsuo! Ada yang ingin kau katakan?”
Sang taichou bertanya dengan wajah datar, terlihat pelan-pelan menyesap sake dari cangkir.
Natsuo yang menahan sumpah serapah sekaligus rasa sakit di kakinya hanya tertawa kaku sembari melemparkan pandangan jengkel ke arah Shin yang sama sekali tidak terpengaruh dan memasang wajah tanpa dosa.
Mereka semua lalu kembali berbincang-bincang, dan Kyo akhirnya memesan makanan.
Natsuo memperhatikan Kai yang memandang interaksi antara Chie dan Sanada dalam diam.
Pemuda berambut pirang itu menghela nafas panjang, sebelum akhirnya meletakkan satu tangan di bahu salah satu sahabatnya yang masih terlihat nelangsa sedikit tidak percaya dengan apa yang dilihatnya.
“Aku turut berduka cita. Sepertinya kau sudah didahului oleh taichou kita.”
Our Little Secrets
21 Desember 2016 in Vitamins Blog
Uemura Sanada memacu sepeda motor dengan kecepatan tinggi tanpa memperdulikan keadaan sekitar. Untunglah jalanan di arteri utama kota Tokyo sudah sepi sehingga motor mewah berwarna hitam itu membelah jalanan tanpa ada hambatan apapun.
‘Sial! Untuk apa aku bekerja keras selama ini kalau semua sudah ditentukan sejak awal?’ Sanada memaki dalam hati.
Kejadian tadi siang masih terbayang di benaknya, dimana sang ayah menggunakan kekuasaan Uemura untuk menutup semua jalur distribusi vendor dan membuat usaha yang dirintis sang Uemura muda harus mengalami akhir yang tragis. Bisnis dan semua assetnya dibekukan.
Bagaikan sebuah tamparan keras di wajah Sanada untuk tidak bermain-main dengan orang yang berkuasa, dalam kasus ini dia harus mengakui kedigdayaan Otousama-nya.
Saat ini pikiran Sanada hanya tertuju pada satu tempat.
Ya, dia ingin bertemu dengan ‘orang itu’ secepat mungkin.
Satu-satunya kenangan yang tersisa dari masa kejayaan seorang Uemura muda yang terkenal dengan kejeniusan dan jiwa pemberontak saat masih mengecap pendidikan di sekolah menengah atas.
Dan hanya ‘orang itu’ yang bisa menjaganya tetap waras untuk saat ini.
*****
Delapan tahun lalu di Nishimachi Gakuen, tepatnya di tahun kedua sekolah menengah atas.
Sebuah dojo tempat klub karate menjadi saksi bisu perjalanan berbagai anak manusia dengan beragam sifat dan benang takdir yang merenda nasib mereka semua.
Klub karate yang menjadi tempat bernaung bagi lima sahabat, Uemura Sanada, Yamamoto Natsuo, Makabe Shin, Shimura Kyo dan Yatsuda Kai. Mereka sudah bersahabat sejak sekolah menengah pertama.
Ada kalanya dojo tersebut menjadi tempat berkumpul para anak muda yang kelebihan hormone testosterone untuk menjadi ajang penentu siapa yang paling kuat di antara mereka.
Ada sebuah anomali yang tidak akan dilupakan oleh para penghuni dojo tersebut.
Seorang gadis aneh berambut hitam yang menjadikan dinding luar di sisi kiri dojo sebagai area pribadinya. Karena ada bangku yang menempel ke dinding dojo yang bisa digunakan untuk belajar, berteduh ataupun makan siang asalkan tidak mengeluh tentang estetika dan table manner yang layak.
Jelas terlihat kalau sang gadis bukanlah salah satu fans dari anggota klub karate karena fans mereka akan berkerumun di sekitar pintu masuk dojo dan membuat para anggota klub kelabakan sekaligus menatap sinis pada satu objek yang menjadi pusat perhatian dan target para gadis.
Siapa lagi kalau bukan sang ketua klub yang baru dinobatkan tahun ini, Uemura Sanada. Pemilik pheromone pemikat wanita yang paling dominan diantara para lelaki Nishimachi Gakuen walaupun Uemura bungsu tersebut tidak peduli dan mengacuhkan kenyataan tersebut.
Karena keunikan sang gadis ini juga, para penghuni dojo sepakat meminta bantuannya untuk membersihkan dojo dan sebagai gantinya sang gadis tidak akan diganggu oleh satupun dari mereka.
Yang menjadi pertanyaannya, siapa yang akan menjadi mediator di antara mereka untuk menyampaikan maksud tersebut?
Semua menatap terpana dan memasang wajah tidak percaya jika sang ketua klub yang terkenal anti berdekatan dengan gadis, mengajukan diri dengan sukarela. “Biar aku saja yang mengatakannya.”
Sanada dengan tegap melangkah ke luar dojo dan mendekati tempat yang dimaksud, dimana sang gadis aneh membuat comfort zone sendiri.
Sesuai dugaannya, sang gadis dengan kacamata yang melorot dekat ujung hidung sedang berkutat dengan buku dan sebuah earphone terpasang di telinga kanan.
“Oi, Himura.” Suara baritone memecah keheningan.
Sang gadis tersentak dan mengangkat kepalanya sebelum menoleh dengan cepat ke sumber suara. Dengan gerak tangan menunjuk diri sendiri, sang gadis seakan bertanya ‘Aku?’
“Ya, memangnya ada orang lain disini?”
Gadis Himura melepaskan earphone dan menatap wajah Sanada dengan penuh tanda tanya. “Ada apa, Uemura-san?”
“Aku ingin membuat kesepakatan denganmu.”
“?”
“Sebagai ganti kau bebas menggunakan tempat ini, bagaimana kalau kau membantu kami membersihkan dojo?”
Gadis Himura itu menatap sang Uemura tidak berkedip yang tentu saja membuat Sanada merasa jengah.
“Sejak awal tempat ini tidak menjadi milik siapapun dan ketua klub tahun sebelumnya juga tidak keberatan. Kalau kau memang butuh bantuan, kenapa tidak meminta langsung saja?”
Pelipis Sanada berkedut, gadis ini menguji kesabarannya. “Ck, siapa yang bilang kau boleh menggunakan tempat ini dengan bebas? Apa kau tidak takut kalau anggota klub kami mengusirmu dari sini?”
Detik berikutnya setelah menyampaikan kalimat itu, Sanada merasa kakinya ringan dan dunianya terbalik. Tiba-tiba punggungnya menghantam tanah dengan keras dan sepasang mata kelamnya kini menatap langit dihiasi daun pepohonan yang berdesir ditiup angin.
“Kalau hanya melindungi diriku sendiri, aku masih sanggup menghadapi kalian. Tidak peduli berapa orang pun.” Ucap sang gadis dengan suara lembut dan kalem.
Otak cerdas Sanada segera memproses apa yang terjadi barusan, seorang Uemura dengan mudah diangkat dan dibanting oleh seorang gadis? Tidak, tidak. Ini sudah diluar logika.
“Kau-” Sanada menggeram dan segera menegakkan tubuhnya bersiap memberi serangan balasan, namun telapak tangan sang gadis sudah terpajang di depan wajahnya.
“Aku tidak ingin memperpanjang urusan ini, Uemura-san. Aku akan membantu membersihkan dojo, dan apa terjadi hari ini tidak akan diketahui siapapun.”
Sebelum Sanada sempat mengajukan protes, teman-temannya sudah bermunculan. “Apa yang terjadi? Kami mendengar suara barang jatuh yang cukup keras di sekitar sini.”
“A-ano… Maaf, saya yang tidak hati-hati dan tersandung sehingga merepotkan Uemura-san.”
“Hahahaha kau pasti terlalu senang karena bisa keluar masuk dojo kami dengan bebas.” Komentar Kai.
Sang gadis hanya tersenyum dan berdiri sekaligus menepuk bagian bawah rok, menundukkan kepala untuk memberikan salam formal. “Aku Himura Chie, salam kenal dan mohon bimbingannya.”
Semua anggota klub memasang wajah lega kecuali satu orang yang masih merasa kesal dan berdiri dengan susah payah. ‘Dasar Himura bermuka dua. Awas kau, akan kubalas nanti.’
*****
To Be Continue
*****
Author’s note : Recycle cerita lama dengan original characters. Please enjoy.
Catatan kecilku
16 Desember 2016 in Vitamins Blog
Ini pertama kalinya aku menulis di luar ffn dan wattpad. Penasaran ingin mencoba fitur-fitur yang tersedia di blog ini sekaligus mengasah kemampuan untuk membebaskan imajinasi.