Symphonic Poem -6-

2 Mei 2017 in Vitamins Blog

22 votes, average: 1.00 out of 1 (22 votes, average: 1.00 out of 1)
You need to be a registered member to rate this post.
Loading...

Pernah kumeredam rindu agar takdir tak tahu, biar sepi itu berlalu tanpa meninggalkan pilu yang lebam membiru.

Hingga di waktu yang entah, takdir datang menghukumku teramat kejam. Kau direnggut paksa dari ingatanku. Hancurkan satu-satunya hal yang kuperjuangkan dalam hidup.

Menangis penuh sesak kuhujat semesta yang berpesta di atas duka. Sampai senja datang dengan berselimutkan kelabu melukis lara beserta airmata.

Langit murka, menghardik cinta yang kupunya. Di depan altar yang basah kupungut keping demi keping yang tersisa.

Hatiku patah sudah, berdarah dengan luka yang menganga.

~ 3 April 2017 ~

# eLpoem

Symponic Poem -5-

4 Maret 2017 in Vitamins Blog

21 votes, average: 1.00 out of 1 (21 votes, average: 1.00 out of 1)
You need to be a registered member to rate this post.
Loading...

Bajingan Pematah Janji~

Tak perlu kau pikirkan perasaan orang lain.
Terlihat jelas bahagiamu terlalu egois untuk dibagi.
Bersenang-senanglah dengan dia yang kau pilih untuk menemanimu sampai tua.

Hingga suatu hari nanti, mendengar namaku akan membuatmu terbunuh tepat di dada.
Penyesalan akan menggerogoti perasaanmu.

Ucapan maaf akan kau teriakan dalam setiap doa.
Dan tangisan akan menyelimuti malammu penuh nelangsa.

Namun sia-sia.
Sebab aku memutuskan untuk pergi, karena hatiku terlalu mulia untuk kau tinggali.

Dan bila nantinya hatimu diselimuti kerinduan, menangislah karena kau telah kulupakan.

Vlad~

– No Tittle –

24 Januari 2017 in Vitamins Blog

25 votes, average: 1.00 out of 1 (25 votes, average: 1.00 out of 1)
You need to be a registered member to rate this post.
Loading...

“Alles komt goed, Rin.” entah sudah berapa kali kau mengulang kalimat itu. Apa yang terlisan dari bibirmu sungguh berbanding terbalik dengan yang terjadi di hatimu.

Sesak.

Kau bahkan tak mempunyai riwayat asma, tapi kali ini mengapa rasanya sangat sulit sekali menghirup udara bebas yang berada di sekelilingmu.

Memejamkan mata sejenak. Maksud hati kau ingin mengurangi rasa sesak dan nyeri itu bersamaan. Tapi sialnya kau salah. Saat kau kembali membuka kedua matamu, rasa menyakitkan itu justru bertambah berkali-lipat. Bahkan kini sepertinya airmata itu pun ingin mengambil perannya. Benar-benar kondisi yang tidak pernah kau harapkan.

Sayup-sayup kau masih mampu mendengar suara hujan dibalik kaca bening tempat kau berdiri. Birunya langit yang beberapa jam lalu kau lihat kini sudah terganti sempurna dengan perpaduan jingga dan kelabu.

Warna favoritmu.

Kau meringis dalam hati. Bukan karna merasakan sakit, tapi karna saat ini kau tak dapat menarik sudut-sudut bibirmu ke atas. Membentuk lengkung senyum setiap kali kau menangkap moment itu.

Sekali lagi, airmata sialan itu mengambil peran yang cukup banyak. Sekuat apapun kau menahan atau berusaha menghentikannya. Itu hanya akan berakhir sia-sia. Sepertinya kau memiliki cadangan airmata yang sangat banyak kali ini.

Lelah mencoba. Kau menundukkan kepalamu, memandangi lantai kamar. Dan yang kau lihat hanyalah satu persatu-satu airmatamu jatuh, meninggalkan jejaknya di sana.
Diiringi isakkan pelan yang mulai mengalun dari bibir pucatmu.

Kau menyerah.

Membiarkan hati dan emosimu mengambil peran dan menjadikannya tokoh utama.
Luluh lantak sudah pertahanan yang kau buat dan kau jaga sejak beberapa jam yang lalu. Berusaha menampik segala sakit yang menyelubungi hatimu. Kini semua itu hancur.

Mungkin memang ada baiknya kau harus lebih memanusiawikan dirimu.

Menangis.

Lututmu terasa lemas beberapa menit kemudian, tak kuat menopang berat tubuhmu. Kini kau jatuh, tepat di atas lantai yang basah karena airmatamu.

Bahkan kini isakkan itu sudah terganti oleh raungan tangismu. Kau tersedu-sedu. Memukul-mukul dadamu dengan kepalan tangan.

Waktu berjalan teramat lambat bagi rasa sakit yang tengah menderamu, tapi kau pun tahu sampai kau menjadi bangkai sekali pun waktu tak akan pernah menunggu. Ia berjalan sangat konstan.

Di luar sana langit masih menyuling hujan dari airmata para malaikat. Seakan ikut merasakan apa yang tengah menimpamu.

Gemuruhnya langit terasa mencekam, biasanya kau langsung berlari ke atas tempat tidurmu dan menyembunyikan seluruh tubuh di bawah selimut. Tapi tidak untuk kali ini.
Kau tak sanggup? Ah, tidak. Lebih tepatnya kau tak merasa ketakutan akan hal itu karna pikiranmu kini teralihkan dengan sangat sempurna.

Udara dingin di luar meninggalkan jejak uap yang menempel diseluruh kaca bening yang menjadi pembatas dirimu dan dunia luar.

Kepalamu berdenyut pelan, potongan-potongan rasa sakit itu masih berkeliaran di ingatan. Memaksamu mengingat setiap bagiannya– Alasan dari keadaanmu saat ini.

-tiga tahun lalu, di waktu yang entah.-

Symphonic Poem -4-

27 Desember 2016 in Vitamins Blog

26 votes, average: 1.00 out of 1 (26 votes, average: 1.00 out of 1)
You need to be a registered member to rate this post.
Loading...

Kepada langit, izinkan kutorehkan aksara berlumur duka. Dengan segenggam warna luka pada tiap baitnya yang kian lara.

Pada waktu rinduku yang lalu, hati enggan beranjak menuju pintu. Bukan ia sudah tahu namun ia tak ingin lagi memikul harap yang sudah dungu.

Menanti-nanti tanpa suatu sebab yang pasti, memendam emosi yang terlanjur menyakiti, bersembunyi dari suara-suara lantang yang semakin berani meneriakkan mati.

Pada waktu rinduku yang lalu, alur indah tak lagi berlaku. Semua asa berakhir semu, cederai sekeping hati yang memuja kamu.

Kepada langit, izinkan tanyaku mengakhiri kisah ini.

Adakah suatu waktu ingatanmu ‘kan kekal abadi?

Symphonic Poem -3-

24 Desember 2016 in Vitamins Blog

32 votes, average: 1.00 out of 1 (32 votes, average: 1.00 out of 1)
You need to be a registered member to rate this post.
Loading...

Pada suatu sore yang asing, sepasang kaki berkelana dalam hening, dengan menjinjing kenangan yang terbujur beku oleh dingin.

Tertatih ia melewati ingatan penuh duri, tak ada lagi sepasang tangan yang merengkuhnya penuh kasih. Semua hilang tak kembali.

Sedetik angin berembus di helai rambut yang kusam, langkahnya terhenti dalam diam, saat sebuah bisikan membawa pesan kematian.

Di persimpangan jalan ada debar yang menghancurkan. Seperti rekaman– ingatan perpisahan itu berputar berulang-ulang.

Symphonic Poem -2-

24 Desember 2016 in Vitamins Blog

34 votes, average: 1.00 out of 1 (34 votes, average: 1.00 out of 1)
You need to be a registered member to rate this post.
Loading...

Ada yang terasa pas dalam genggam. Telapak tanganmu yang melingkupi aku. Menjaga agar luka tak singgah, menjaga agar duka tak menyapa.

Kita– sepasang anak-anak Tuhan yang tengah bersimpuh di antara ramainya pendosa, meminta takdir ‘tuk mengikat kita pada dua keping cinta.

Kataku, “Bagaimana jika takdir tak memihak?” seraya menghitung harapan yang mulai berjatuhan.

Tanpa kata. Di antara air mata yang berderai, kau sematkan janji abadi.

Sumpah pun terucap. Pada altar Tuhan kau ukir kita pada tubuh puisi. Meninggalkan perih yang dahulu menghantui.

Bersama– aku dan kamu menyematkan aksara berjumlah ganjil. Cinta.

Symphonic Poem -1-

24 Desember 2016 in Vitamins Blog

50 votes, average: 1.00 out of 1 (50 votes, average: 1.00 out of 1)
You need to be a registered member to rate this post.
Loading...

Setahun lalu, kau merasuk ke debar jantungku. Bersama segenggam harap kau pinta aku memenjarakanmu. Katamu aku ialah alasanmu bertahan melawan getirnya hidup. Klise. Namun menggetarkanku.

Bulan demi bulan, rindu bertahta, dengan tangan menggenggam duka dan juga lara. Ada banyak cerita yang merangkai cinta namun tak jarang air mata mengikutinya.

“Diamlah!” katamu suatu waktu. Tanpa dapat dicegah sesak menghantamku, tanpa pernah kau tahu ada lebam yang mengisi hati. Tapi sekali lagi cinta memainkan perannya, dengan tabah yang disulam berulang-ulang ia menguatkan lidah yang kelu menyebut perpisahan.

Tiga ratus enam puluh lima hari kurajut rindu yang tak seindah kau gambarkan tahun lalu. Angka-angka di kalender itu seolah menertawakanku, mencibir ketabahanku yang belum jua goyah.

Tapi aku tak berminat memberi mereka kisah kekalahanku, meski pilu menjadi teman sepiku, kala kau memilih mengalihkan pandanganmu dari sekeping cinta berwujud aku.

Hingga malam kembali menyambutku, pertanyaanku masih tetaplah satu.
“Masihkah aku pemilik rindumu?”

DayNight
DayNight