Light Layers of The Day

Light Layers of The Day Ep 2: Trauma

Bookmark
Please login to bookmarkClose

No account yet? Register

projectsairaakira Baca Novel Bagus Gratis Sampai Tamat

Baca Novel Bagus Gratis Sampai Tamat – Project Sairaakira

854 votes, average: 1.00 out of 1 (854 votes, average: 1.00 out of 1)
You need to be a registered member to rate this post.
Loading...

Ikuti terus Novel Essence Of The Light (EOTL) yang dapat dibaca gratis sampai tamat hanya di projectsairaakira.com. Temukan Novel Romantis Fantasi berkualitas lain hanya di Project Sairaakira

Baca Parts Lainnya Klik Di sini

2426  words

“Kenapa kau tak mau menebus anak kita? Sebegitu bekukah hatimu sehingga kau memilih membuangnya?”

Suara Marlene Night gemetar penuh air mata ketika dirinya berbicara. Perempuan itu tampak kacau balau, matanya bengkak dan sembab tak karuan, sementara wajahnya pucat pasi dirundung duka.

Sejak anak angkatnya, Xavier diculik, Marlene-lah yang paling menderita dan dipenuhi oleh rasa bersalah yang mendera jiwanya. Dia menghabiskan waktunya dengan menangis dipenuhi kecemasan, memikirkan nasib Xavier kecilnya yang jatuh ke dalam tangan penculik karena keteledoran mereka.

Rasa bersalah itu semakin kental setelah mereka menerima panggilan permintaan tebusan dari para penculik yang meminta dalam jumlah tak masuk akal, karena para penculik itu mengira bahwa Xavier adalah Akram, putra kandung mereka sekaligus putra mahkota keluarga Night yang sesungguhnya.

Marlene memang mensyukuri bahwa bukan Akram yang diculik oleh gerombolan penjahat itu, tetapi tetap saja, tidak seharusnya Xavier menjadi berada pada situasinya sekarang. Seolah-olah Xavier telah menjadi tumbal untuk menggantikan Akram.

Memikirkan itu semua membuat rasa bersalah nan pekat semakin mendera diri Marlene. Apalagi sekarang, ketika Baron, suaminya memutuskan bahwa mereka tidak sanggup memenuhi permintaan para penjahat itu atas jumlah uang tebusan yang tak masuk akal, lalu lepas tangan dalam usaha menyelamatkan Xavier melalui jalur negosiasi dan memilih menyerahkan semuanya kepada pihak kepolisian.

Baron menolak membayar uang tebusan itu karena angkanya begitu besar sehingga jika Baron memaksakan untuk menjual semua aset dan harta perusahaannya pun, bisa mengakibatkan perusahaan yang mereka miliki kolaps dan hancur berantakan.

Para penculik itu sepertinya terlalu memandang tinggi kekayaan Baron Night, mereka meminta uang tebusan dengan menggunakan dasar laporan kekayaan Baron Night di media sebagai salah satu orang terkaya di negara itu, tanpa memperhitungkan, bahwa laporan kekayaan itu bukan hanya berisi harta bergerak saja, tetapi juga berisi harta tak bergerak seperti aset tetap dalam bentuk bangunan, tanah, kendaraan dan aset liquid dalam bentuk saham.

Sebagian besar harta itu tidak bisa dicairkan dengan mudah dan membutuhkan waktu lama serta proses yang penuh kehati-hatian. Ketika bisa dicairkan pun, kemungkinan besar akan menciptakan kerugian besar yang bisa meruntuhkan perusahaan.

Baron Night adalah seorang pemimpin yang baik. Dia sangat mencemaskan Xavier, tetapi di sisi lain, dia juga memikirkan nasib puluhan ribu karyawannya yang mungkin akan kehilangan pekerjaan dan tumpuan hidup mereka jika perusahaan Night corporation tempat mereka bernaung tiba-tiba saja hancur, karena pemilik mereka menggadaikannya untuk membayar uang tebusan.

Menawarkan perusahaan kepada pemilik baru merupakan satu-satunya jalan, tetapi, dengan permintaan angka tebusan yang sebegitu fantastis dan kondisi yang mendesak seperti ini, siapa yang memiliki harta dan mau mengeluarkan uang sebegitu besar untuk membeli perusahaan raksasa ini?

Baron Night akhirnya mengambil keputusan menyakitkan yang paling bijaksana yang bisa diambilnya. Dia memilih mengorbankan satu nyawa, untuk menyelamatkan puluhan ribu nyawa yang bergantung kepadanya.

“Aku tidak membuang anak kita,” Baron Night meremas pangkal hidungnya dengan hati pedih. Lelaki setengah baya itu membalikkan tubuh dan mendekati istrinya. Tangannya bergerak mencoba menyentuh bahu Marlene, tetapi istrinya itu langsung menepis sentuhannya, memilih menutup wajahnya yang penuh air mata.

Baron tidak memaksa. Lelaki itu menghela napas panjang dan memalingkan wajah.

“Aku tahu kau sangat marah kepadaku, Marlene. Tetapi aku tidak punya pilihan lain. Aku sudah menjelaskan semuanya padamu. Seluruh karyawan kita… mereka ada puluhan ribu jumlahnya, dan mereka semua memiliki anak istri yang harus dihidupi. Aku tidak akan bisa menanggung rasa bersalah jika aku menghancurkan kehidupan mereka…”

“Lalu? Apakah kau pikir kau akan bisa menanggung rasa bersalah jika terjadi sesuatu pada Xavier?” Marlene mengusap air matanya dengan kasar, mendongakkan kepala dan menatap menantang ke arah suaminya. “Dia anak angkat kita, yang kita ambil dari panti asuhan dengan tekad untuk bertanggung jawab sepenuhnya terhadap kehidupannya. Xavier diculik karena para penjahat itu mengira dialah pewaris utama kita! Secara tidak langsung Xavier telah menyelamatkan Akram! Dengan pengetahuan seperti itu, masih bisakah kau menjalani hidupmu dengan tenang nanti, jika terjadi apa-apa pada Xavier? Ataukah karena kau tahu bahwa Xavier hanyalah seorang anak angkat, maka dengan mudahnya kau melepaskan tanggun jawabmu untuk menyelamatkannya? Dimanakah hati nuranimu? Jika semua ini terjadi pada Akram? Akankah kau melakukan hal yang sama?”

Marlene meneriakkan protesnya dengan penuh emosi, membuat dadanya turun naik akibat kemarahan yang bercampur dengan tangis.

“Kita masih punya harapan, Marlene. Polisi sedang bergerak, mereka akan segera menemukan Xavier…”

“Tapi ini sudah beberapa hari sejak kau menolak memberikan uang tebusan kepada para penculik itu! Dan tidak ada kabar apapun mengenai Xavier! Para penculik itu pasti sangat marah karena kegagalan mereka mendapatkan uang, mereka pasti melampiaskan kemarahan mereka kepada Xavier! Bagaimana…. Bagaimana jika mereka membunuhnya…?” suara Marlene gemetar tak terkendali didera ketakutan yang amat sangat. Kembali sedu sedan terdengar dari bibirnya, diiringi banjir air mata yang menyayat hati, membuat Baron harus menelan ludah berkali-kali untuk menahan rasa frustasi.

“Marlene…” Baron kembali membuka mulut dan berusaha membujuk istrinya. Tetapi, sebelum kalimat selanjutnya berhasil meluncur dari tenggorokannya, telepon yang ada di ruangan itu tiba-tiba berdering keras, memecahkan keheningan berhias isak tangis dan mengalihkan perhatiannya.

Seolah mendapatkan firasat, Baron bergegas mengangkat telepon itu, mendengarkan dengan saksama suara pemberitahuan dari seberang sana. Setelahnya, tangan Baron gemetaran ketika hendak meletakkan gagang telepon itu ke tempatnya.

Lelaki itu kemudian menghambur ke arah Marlene yang masih duduk tersedu, lalu berlutut di depan Marlene, meraih kedua jemari Marlene di pangkuannya dan meremasnya lembut dengan mata berbinar penuh harapan.

“Mereka menemukan Xavier, Marlene! Anak kita masih hidup!”

***

Sayangnya, begitu mereka sampai di rumah sakit, hantaman mengerikan malahan membuat jiwa keduanya semakin didera rasa bersalah yang tak terkira.

Xavier ditemukan oleh polisi di kawasan terpencil di tepi hutan daerah pedesaan, tubuhnya dibuang begitu saja dalam kondisi hidup dan mati, dan entah berapa lama anak itu bertahan teronggok tak berdaya di luar sana, terkapar di tanah diterjang hawa dingin dan terik matahari silih berganti.

Seorang pencari kayu bakar yang masuk ke dalam hutan tak sengaja menemukannya ketika telinganya mendengar suara rintihan anak kecil dari antara semak-semak hutan yang tumbuh subur di sana.Ketika ditemukan, kondisi Xavier sangatlah mengenaskan. Tubuhnya penuh dengan luka mengerikan hingga bisa dibilang, tak ada satu bagian pun dari kulitnya yang selamat, memar, luka bakar dan bengkak-bengkak di wajahnya, membuat pencari kayu bakar itu tadinya mengira bahwa dia menemukan mayat anak kecil.

Tetapi ternyata salah, meskipun berada dalam kondisi yang hampir tidak bisa dipercaya bisa hidup, Xavier ternyata masih mampu bertahan dan menjaga supaya napasnya masih tersimpan di tubuhnya.

Dokter bilang, itu semua karena tekad Xavier untuk hidup yang sangat kuat, dan Marlene sangat mensyukuri hal itu.

Saat ini, Marlene yang masih belum diperbolehkan masuk ke ruang perawatan intensif Xavier, hanya bisa berdiri di depan jendela kaca besar dan mengawasi Xavier yang masih terbaring lemah di ranjang perawatan di sana. Baron sendiri sedang bercakap-cakap dengan dokter yang menangani Xavier untuk mencaritahu bagaimana perkembangan kondisi Xavier hingga saat ini.

Suara percakapan mereka hanya terdengar bagaikan dengungan samar di telinga Marlene. Marlene memang ingin memusatkan dirinya kepada Xavier saat ini, dia ingin menebus rasa bersalahnya dan mencurahkan seluruh kasih sayangnya kepada anak angkatnya yang malang itu.

Mata Marlene sudah penuh air mata ketika kedua tangannya menempel di kaca jendela itu. Matanya terpaku menatap Xavier dan kesedihan langsung memenuhi jiwanya.

Tubuh mungil Xavier terbaring di atas ranjang perawatan dalam kondisi tak sadarkan diri dan mengenaskan. Alat penunjang kehidupan terhubung ke tubuhnya, membuat kondisi Xavier tampak mengerikan dengan kabel-kabel dan selang yang menempel di sana ditambah lagi perban yang membalut hampir sekujur tubuhnya.

Luka penyiksaan di tubuh Xavier tidak seharusnya bisa diterima dengan nalar akan sanggup ditanggung oleh anak berumur sembilan tahun seperti Xavier. Dokter bahkan sengaja membuat Xavier jatuh ke dalam kondisi koma, supaya anak itu tidak terdera sakit sekaligus bisa mempercepat proses penyembuhanya.

Marlene menggigit bibir untuk menahan dadanya yang terasa sesak dan sakit, semua itu menghantarkan isakan tak tertahankan yang lolos dari bibirnya dan membuat air matanya membanjir penuh kesedihan.

Apa yang terjadi kepadamu ketika kau diculik, sayang? Penderitaan seperti apa yang kau tanggung? Kau pasti sangat ketakutan saat itu. Maafkan ibu… maafkan ibu, ya sayang?

Pertanyaan-demi pertanyaan menyakitkan itu terus bermunculan di benak Marlene, menyiksanya dengan kepedihan tak terperi.

“Marlene….”

Suara Baron tiba-tiba terdengar di belakangnya, membuat Marlene yang sedang berkubang dalam kesedihan jadi terperanjat.

Perlahan dia menolehkan kepala dan matanya langsung bertemu dengan Baron yang kali ini tampak pucat pasi, begitupun dengan sang dokter yang tampak begitu muram.

Firasat buruk langsung menggayuti benak Marlene.

Baron tidak akan sepucat itu dan dokter tidak akan semuram itu jika tidak ada apapun yang terjadi pada Xavier.

“Ada apa? Apakah Xavier tidak bisa diselamatkan lagi?”

Kepanikan langsung melanda diri Marlene, membuat jantungnya berdegup kencang tak terkendali. Lalu, tiba-tiba saja, Baron bergerak mendekat ke arahnya dan menyentuhkan kedua tangannya ke bahu Marlene sebelum kemudian meremasnya lembut seolah ingin menyalurkan kekuatan.

“Xavier akan selamat, sayang. Tetapi, dokter bilang, kau harus tahu. Karena ini berhubungan dengan terapi penyembuhan mental Xavier setelah dia terbangun nanti…..” Baron menelan ludah dan mengentikan kalimatnya, seolah-olah tenggorokannya tersekat dan tak mampu mengeluarkan suara.

Mata Marlene membelalak, menatap ke arah Baron dengan tatapan nanar.

“Ada apa? kenapa kau berhenti? Katakan kepadaku apa yang terjadi dengan Xavierku?”

Rona pucat di wajah Baron semakin menyebar dan lelaki itu lalu menoleh ke arah sang dokter, seolah berharap mencari pertolongan.

Dokter itu berdehem, lalu mengambil alih tanggung jawab untuk menyatakan yang terburuk bagi Marlene.

“Kondisi fisik Xavier, meskipun luka parah, kami yakin bisa disembuhkan dengan perawatan intensif. Tetapi, untuk saat ini kami juga akan mempersiapkan segala terapi yang dibutuhkan untuk menjaga kesehatan mentalnya…”

“Kesehatan mental? Apa yang terjadi dengan anakku? Aku tahu bahwa peristiwa penculikan ini akan membuat Xavier trauma. Tetapi, kalian tentu tahu bahwa Xavier memiliki kejeniusan dan kedewasaan tiga kali lipat dari umurnya sebenarnya, bukan? Xavier akan mampu mengatasi trauma itu dengan baik seperti orang dewasa, aku percaya kepadanya…” untuk mengatasi ketakutannya, Marlene mulai berbicara kembali seolah berusaha meyakinkan dirinya sendiri.

Perkataannya membuat Baron dan sang dokter saling bertukar pandang sebelum kemudian dokter itu menggelengkan kepalanya dengan muram.

“Masalahnya tidak sesederhana itu…” seperti yang terjadi pada Baron tadi, suara sang dokter juga tersekat di tenggorokan. Tetapi, dokter itu berhasil mengatasinya dan langsung melemparkan kenyataan mengerikan yang diketahuinya kepada Marlene. “Xavier bukan hanya menerima siksaan fisik dan mental… hasil dari pemeriksaan kami menemukan bahwa… Xavier telah dilecehkan dengan brutal dan mengerikan, dilakukan dengan kejam oleh orang gila yang tak berbelas kasihan kepada anak kecil. Hal itulah yang membuat kami berkonsentrasi pada kemungkinan trauma berat yang….”

Suara dokter itu berubah samar dan semakin lama semakin pudar dari indra pendengaran Marlene. Pun dengan indra lainnya, hanya menyisakan suara berdenging tak terkendali sebelum kemudian kegelapan menguasai dirinya.

Keterkejutan, rasa ngeri dan penyesalan menghantam Marlen begitu keras hingga membuatnya kehilangan kesadaran.

Marlene masih bisa mendengar suara suaminya yang berteriak memanggil namanya dengan panik sebelum kemudian kegelapan memeluknya dan dia tak ingat apa-apa lagi.

***

Entah sudah berapa hari dilalui Marlene dalam penantian, dia sudah tak pernah menghitungnya lagi.

Sekarang, duduk di samping ranjang perawatan rumah sakit, Marlene melakukan apa yang biasa dilakukannya setiap hari sejak Xavier ditemukan.

Dia sendirilah yang turun tangan untuk merawat, menggantikan pakaian Xavier, mengompresnya ketika anak itu terserang demam, dan bahkan sering tertidur di samping ranjang rumah sakit, dekat dengan anaknya.

Rasa bersalah yang begitu kental membuat Marlene memutuskan untuk menebus dosanya itu dengan mencurahkan seluruh perhatiannya kepada Xavier, bahkan tak peduli kalau dia sampai melupakan anak kandungnya sendiri.

Karena Marlene menghabiskan lebih banyak waktunya di rumah sakit, Akram benar-benar terlantar dan tak pernah tersentuh oleh Marlene. Akram diserahkan kepada para pengasuhnya dan mau tak mau kehilangan kasih sayang seorang ibu yang seharusnya masih mencurahkan perhatian kepadanya yang baru berusia lima tahun.

Baron sendiri tidak bisa berbuat apa-apa atas keputusan yang diambil oleh Marlene. Apa yang terjadi pada Xavier saat ini, adalah hasil dari keputusan tak punya hatinya yang memilih untuk mengorbankan Xavier. Sekarang, ketika Marlene memilih mencurahkan perhatiannya kepada Xavier untuk menebus kesalahannya, Baron hanya bisa mengawasi dari kejauhan, sambil memeluk anak lelakinya yang diabaikan.

“Apakah kau ingin aku membacakan buku untukmu? Dokter bilang, mendengarkan suara orang yang dekat denganmu dalam ritme yang teratur, akan membantu menjaga gelombang otakmu tetap stabil,” Marlene tersenyum sambil membuka salah satu buku yang tertumpuk di nakas samping ranjang.

Marlene tahu bahwa Xavier sangat suka membaca buku. Buku-buku yang diangkut Marlene ke rumah sakit ini sebagian juga merupakan koleksi bacaan milik Xavier yang disusun denga rapi di rak buku dalam kamarnya.

Karena mengetahui hobi Xavier inilah, ketika dokter menyarankannya untuk berbicara, mendongeng, bersenandung atau membaca buku untuk menjaga ritme kontak dan kestabilan pasien, Marlene memilih membacakan buku untuk Xavier.

Suara Marlene terdengar lembut ketika dia mulai membaca baris demi baris buku itu untuk Xavier. Suatu ketika, di tengah dia membaca, matanya terangkat dari buku dan mengawasi wajah Xavier, lalu senyum manis muncul di bibirnya.

“Jika kau sadar, kau pasti akan menertawakanku karena membacakan buku yang sudah pernah kau baca untukmu,” bisik Marlene dengan suara lembut. “Aku tahu bahwa kau bisa langsung menghapal seluruh isi buku di luar kepala hanya dengan sekali membaca, karena itulah, kau tak pernah menyentuh buku yang sama,” Marlene menutup buku di pangkuannya dan meletakkan kembali buku tersebut ke nakas samping ranjang.

Perempuan itu lalu mencondongkan tubuhnya ke dekat kepala Xavier, tangannya terulur untuk mengusap rambut di dahi anaknya, membelainya dengan penuh kasih.“Jika kau bangun nanti, maukah kau memaafkan ibumu ini?”

Marlene berbisik dengan suara parau menahan tangis, dan seperti waktu-waktu sebelumnya, air matanya jatuh tak terbendung lagi ketika mengawasi penderitaan yang harus ditanggung Xavier saat ini.

Tetapi, kali ini respon Xavier berbeda. Entah karena dia mendengar suara isakan tangis Marlene yang tembus ke balik kesadarannya, entah karena memang sudah waktunya bagi dirinya untuk bangun, tangan Xavier mulai bergerak perlahan, menunjukkan bahwa kesadaran sudah mulai merambati tubuhnya.

Lalu, tanpa diduga, ketika Marlene hendak mengecup dahi anak lelakinya dan mengucapkan selamat tidur, bulu mata Xavier yang tebal dan panjang tiba-tiba mengerjap, membuat kelopak matanya bergerak-gerak, sebelum kemudian terangkat dan membuka.

Mata indah itu langsung bertemu dengan mata Marlene yang terperangah.

Xavier mengerang, berusaha mengeluarkan suara. Tetapi, tenggorokanya begitu kering dan terasa sangat sakit. Bahkan, mengeluarkan suara untuk berbicara saja terasa begitu berat untuknya, membuatnya merasaka kesakitan tak terperi di sekujur tubuhnya dan mengharuskannya untuk mengerahkan seluruh tenaganya yang tersisa.

“I… i… bu?”

Mata Xavier yang terbuka langsung mengenali Marlene dengan baik. Seketika, rona kebahagiaan langsung memenuhi jiwa Marlene, perempuan itu membungkuk, mendekatkan wajahnya ke arah Xavier, untuk memastikan anak lelakinya itu mendengar suaranya.

“Ya. Ini ibu. Ini ibu, sayang. Sekarang kau sudah baik-baik saja. Ada ibu bersamamu. Kami semua ada untukmu…”

Marlene berbicara dalam satu napas hingga dia terengah karenanya. Lalu, seolah teringat, perempuan itu kemudian menegakkan tubuh dan menatap Xavier dengan panik.

“Ibu akan memanggil dokter kemari. Mereka masih belum tahu kalau kau belum bangun. Tunggu sebentar ya? Jangan tidur lagi!”

Kepanikan begitu mendera diri Marlene, sehingga bukannya menekan tombol yang tersedia untuk memanggil petugas medis supaya datang, perempuan itu malahan lari terbirit-birit keluar ruangan untuk memanggil dokter.

***

Baca Parts Lainnya Klik Di sini

KONTEN PREMIUM PSA


 

Semua E-book bisa dibaca OFFLINE via Google Playbook juga memiliki tambahan parts bonus khusus yang tidak diterbitkan di web. Support web dan Authors PSA dengan membeli E-book resmi hanya di Google Play. Silakan tap/klik cover E-book di bawah ini.

Download dan install PSA App terbaru di Google PlayWelcome To PSAFolow instagram PSA di @projectsairaakira

Baca Novel Bagus Gratis Sampai Tamat – Project Sairaakira

 

107 Komentar

  1. amira_neysa menulis:

    asik :lalayeye

  2. DinarTiffaniErdi menulis:

    yang di tunggu tungguu :kisskiss

  3. Part ini mengandung banyak bawang yaa :nangiskeras
    Gk bisa banyangin gimana jadi xavier, gimana jadi orang tuanya, pokok sakit aja gitu bacanya :huhuhu

    Tapiiii… kalo inget dulu cerita akram. Sblm ibunya meninggal kan nyuruh akram buat gk marah sama xavier ya?Apa jangan2 aslinya ibunya tahu, klo apa yg dilakukan xavier itu karna sayang sama adeknya :bengongaja

  4. AimeeCho838 menulis:

    Sumpah nyesek bacanya, Aku malah bersyukur Xavier besar berubah jadi kejam kayak sekarang, walaupun masih ada trauma nya pasti. Cewek nya mana nih? aku penasaran banget :happy

  5. Dhian Sarahwati menulis:

    Xavier kecil yg malang..sebagai ibu pasti sedih banget

  6. jvevangelistas menulis:

    Ep 1 nangis.
    Ep 2 nya juga masih nangis. 😭😭😭
    HUHUHUHU sedih. Greget. Untung pas baca cerita Akram aku ga pernah benci sosok Xaviernya 😭😭😭

  7. kushiikushii menulis:

    :nangiskeras :nangiskeras

  8. AyukWulandari2 menulis:

    :huhuhu Kenapa sedih sekali
    Gak tega bacanya :huhuhu :nangiskeras

  9. Agita tahnee menulis:

    :huhuhu :huhuhu

  10. Agita tahnee menulis:

    :huhuhu :huhuhu :huhuhu :huhuhu :huhuhu

  11. Sebenernya ga tega baca ceritanya Xavier pas jaman diculik gini, tapi kalo ga dibaca nanti jadi ga ngerti ceritanya 😭 dilema aku tuh, uhuhu, kasian Xavier nyaaa, semoga dia ketemu perempuan yang super baik, super sayang sama dia 😘😘

  12. Arfan Naendra menulis:

    Xavier :huhuhu
    Dri chapt 1 kemaren bawaan nya nangis mulu(banyak irisan bawang betebaran)
    Terhanyut dalam cerita … gk sanggup ngeliat anak sekecil itu disiksa kyk gitu
    Tapi bangga sama Xavier yang gk berubah ttp sayang sma Akram walaupun peristiwa itu menjadikan dia menjadi orang yang tak berperasaan (bisa dibilang Psiko) demi melindungi orang yang ia sayang
    :nangiskeras

  13. Sudah kebayang klo ada bagian xavier pasti bnyak sedih2nya :huhuhu :huhuhu

  14. Itanur Cahyati menulis:

    :huhuhu :huhuhu :huhuhu :huhuhu :huhuhu sedih sekali pantas Xavier sekarang kejam sekarang krna dia dulu punya trauma yang berat sekali kasian dia …

  15. :huhuhu
    Very sad bener2 kejam.banget ya ampun gimana xavier begitu menderitanya :huhuhu

  16. min tolong dong sering2 posting lieteunant darling , aku suka banget soalnya :kisskiss

  17. RositaAmalani menulis:

    Siapa yang naruh bakwan di sini :huhuhu :huhuhu :huhuhu

    1. yang lain bawang eh dia bakwan, mimin sikat juga deh ah bakwannya :ngakakabis

      1. RositaAmalani menulis:

        punyaku min idihh masih lapar ini :ngakakabis :ngakakabis :ngakakabis

  18. Tisu mana tisu, gak kuat nyesek banget, gak tega baca nya :huhuhu :huhuhu

  19. luisanazaffya menulis:

    Tisu tisuu….
    :huhuhu :huhuhu
    Seribu tiga
    :huhuhu :huhuhu :huhuhu

  20. Nangis nih. Suwer. Xavier.
    Akram seharusnya tahu ttng ini. Dan jangan malah jahatin xavier apa gk ada yg ngasih tahu ya.

    Salut aku sm xavier

  21. Akram, xavier disni samasama menjadi korban :huhuhu

  22. Huwaaaaa…….aku nangiss….ternyata kamu menderita banget xavier….😧
    Anak2 kalo ngalami hal kaya kamu mungkin dia udah gila ato milih bunuh diri …
    Bukan :huhuhu cuma Marlene….Aku juga sayang padamu xavier…♥️♥️♥️

  23. jahat bangat…. xavieeee :huhuhu

  24. Jayaning Sila Astuti menulis:

    Akhirnya dimulai

  25. Gak bab 1 gak bab 2 , dua²nya bikib nangis :huhuhu
    Penasaran ih sama cewek yg buat Xavier bertekuk lutut :kisskiss
    Apakah dia seperti Elana atau kebalikan dari Elana :ketawadibelakang

    1. Naivefa Sunflower menulis:

      spoiler bertebaran aku makin penasaran :ihircihuy

  26. oktalita1004 menulis:

    :huhuhu :huhuhu :huhuhu :huhuhu :huhuhu

  27. :huhuhu

  28. Xavier bisa buat vaksib corona gak? :huhuhu :huhuhu

    1. Bener banget. Supaya corona segera hilang dari muka bumi inthe :huhuhu :huhuhu :huhuhu

  29. Luka fisik msh bisa disembuhkan klo luka mental bisa jd bom waktu 😪

  30. mirandaayuna menulis:

    Ku ngk berani baca bagian awal awall uuuw sedih banget ngk sanggup baca, berani baca waktu bagian akhir :bantingkursi

  31. Selalu menunggu karya2 sairaakira di ebook playstore,,,🤗😍

  32. munawarah926 menulis:

    Harusnya marlene berlaku adil dengan xavier dan akram
    Kalau memang harus merawat xavier kasih pengertian ke akram kalau xavier lagi sakit
    Jadi akram bisa mengerti
    😭😭😭😭😭

  33. Xavier sayang banget sama ibunya Ampe dia suka sama elana karena elana mirip ibunya :kisskiss :kisskiss

    Jadi ingat waktu Akram kecil sakit yg ngerawat pembantunya doang ibunya sibuk ngerawat Xavier :huhuhu :huhuhu
    Jadi karena kejadian itu dia benci banget Xavier karena Xavier telah mengambil ibunya :huhuhu :huhuhu

  34. Sedikit nggak nyaman bacanya, karena nggak ada jeda. Tulisannya nyambung aja per paragraf, atau cuma di browser aku aja 😊😊

  35. :huhuhu :huhuhu :huhuhu :huhuhu :huhuhu

  36. Mengandung bawang bgt :huhuhu

  37. briansyah56 menulis:

    Ya ampun. Kayak gitu banget ya penderitaan xaviee :lalayeye :nangiskeras :nangiskeras

  38. Wina Soetardjo menulis:

    Ga tega Ya Allah…. :huhuhu

  39. mustika lisa amalia menulis:

    Mengorbankan satu nyawa untuk ribuan nyawa lainnya :huhuhu
    Bener2 keputusan berat untuk Baron
    Tapi,
    Xavier kuu… :huhuhu :huhuhu :huhuhu

  40. Kasian banget Xavier kecil. Cerita gini bynk dikehidupan nyata. Apalagi kejadian pelecehan seksual sm anak kecil. Sedihhh :huhuhu . Biadab banget palakunya :huhah

  41. oviana safitri menulis:

    :huhuhu :huhuhu

  42. Winda Febrianti menulis:

    Pokonya akram harus baca cerita ini fiks..

  43. Kasian Xavier :berkacakaca

  44. Naivefa Sunflower menulis:

    Xavier :please akram kesian juga :wowakusedih

  45. Xavier yang malang :aw..aw gila aku ikutan nangis :banjirairmatahuhuhu

  46. listianaaaaa menulis:

    :banjirairmatahuhuhu

  47. marlene

  48. Nira Yudhistira menulis:

    Haiiii,,

  49. Penjahatnya emang jahat bangettt :bantingkursi :murkamembara :nangiskeras

  50. Pas pertama kali baca pengen ku skip aja rasanya soalnya nyesek banget. Kasihan Xavier kecil 😢 tapi pas baca ulang jadi ku baca lagi deh biar makin ngerti jalan ceritanya

  51. eliana_raffael menulis:

    kasihan Xavier…😭

  52. Kasihan xavier

  53. Bacanya loncat-loncat karena ga tega tentang masa lalu buruk Xavier.

  54. Xavier kasian banget waktu kecil :kumenangismelepasmu
    Wajar sih ibunya lebih milih merawat Xavier daripada Akram, soalnya kan Xavier emang yang paling butuh perhatian karna trauma :tidaaakksssnooo

  55. GKasihan bgt xavier

  56. DeeraSlythNeel menulis:

    God, nggak salah kalau pertumbuhan psikologis Xavier jadi ngeri ke :Jambakantagonis mudian. Pengalamannya sengeri itu :bantingkursi

  57. princesskarin menulis:

    :lovely

  58. Breathtaking05 menulis:

    :bantingkursi

  59. IedaChoChokyu menulis:

    :ayojadian :ayojadian :ayojadian

  60. lemonpinkskyyy menulis:

    :ayojadian

  61. Asiah Silita menulis:

    :mimisankarnamu :ayojadian baca ulang dong

  62. :ayojadian :ayojadian ulang baca lg

  63. Riski Agustika menulis:

    Gak bosen bacanya :lovely

  64. debora sinaga menulis:

    :lovely

  65. Baca berulang-ulang tetep aja ga bosen

  66. Leni Meilina menulis:

    :Jambakantagonis

  67. :lovely Xavier hebat

  68. Gak nanggung2 penderitaanya Xavier.. dipukul di siksa kyknya Masih bisa aku tahan tapi sampai dia dilecehkan aku langsung drop. Suara ngiiiing dikepalaku gak berhenti… Anjing lah para predator kejam di dunia ini! Gue harap hidup lo gak tentang dan cepet mati! Save children!

  69. Baca lagiiiiii

  70. Jadi ini sebabnya xavier jd jahat yak :DUKDUKDUK

  71. Mamita Fatih menulis:

    :sebarcinta

  72. Xavierr

  73. jejak

  74. rika kurnia menulis:

    Baca lagi….. Gak bosan

  75. Smwx salah baron night ,,,,menjadikan ank kecil tumbal ,,dasar :murkamembara

  76. Shelli Novianti menulis:

    :grrr

  77. Kasian zavier harus menderita sekecil itu

  78. Yuli Yoonadict menulis:

    Kasian xavier

  79. Yuni Widaningsih menulis:

    Serasa pen peluk Xavier :banjirairmatahuhuhu

  80. Bingung sih kalo ada di posisi nya Baron Night.

  81. UpungDananir menulis:

    :tidaaakksssnooo :tidaaakksssnooo :tidaaakksssnooo

  82. Elda V. K. menulis:

    Sedih banget…

  83. istri ke dua jendral akira menulis:

    Poor xavier

  84. Reading ulang :aw..aw

  85. Pasti trauma banget xavier :aw..aw