Vitamins Blog

TIME-LIMITED HUSBAND

Bookmark
Please login to bookmarkClose

No account yet? Register

5 votes, average: 1.00 out of 1 (5 votes, average: 1.00 out of 1)
You need to be a registered member to rate this post.
Loading...

Ch. 1

***

“Cassandra, Jevano, sekarang kalian masuk ke bagian masak-masak, ya.” Sutradara berbincang dengan Jevano dan Cassandra yang baru menyelesaikan istirahatnya. “Nanti kalian melakukan seperti biasa, tetapi memberikan kesan pasangan manis.”

“Pasangan manis?” Jevano mengulang arahan sutradara.

“Ya, seperti pengantin baru,” ujar sang penulis memberikan bayangan. “Yang masih enggak bisa lepas satu sama lain. Ceritanya kalian lagi kasmaran-kasmarannya.”

Jevano hanya menganggukkan kepalanya.

“Oke, sudah terbayang ya?”

“Iya, Mas,” jawab Jevano berbarengan dengan Cassandra, menjawab pertanyaan sang sutradara.

“Oke, kita mulai ya …”

Mendengar arahan sang sutradara, kru mempersiapkan kamera dan peralatan lainnya untuk memulai syuting, sementara Cassandra dan Jevano masuk ke dalam tempat set.

“1, 2, 3, camera, rolling, action.”

Setelah kamera berjalan, Cassandra seakan terhipnotis. Saat ini dia bukan lagi Cassandra Allysaputri seorang model ternama, melainkan Cassandra pasangan Jevano dalam acara simulasi kencan ini.

“Wahh~~” Cassandra memperhatikan dapur villa mereka. Sudah tersedia banyak bahan masakan untuk mereka. Ada beras, daun bawang, tomat, daging, dan masih masih banyak lagi.

“Mereka menyiapkan semua ini untuk kita,” komentar Cassandra, seakan tidak melihat kru-kru lain yang bersamanya.

Jevano mengangguk, “Mau makan apa?”

“Ada daging. Mau daging panggang untuk makan malam nanti?”

“Boleh.”

Jevano mengambil celemek yang tersedia di dapur, kemudian memakainya.

“Baiklah,” Cassandra mengangkat surai panjangnya dan mengikatnya, guna memudahkan mobilisasinya untuk memasak nanti.

Saat Cassandra berjalan ke wastafel untuk membersihkan beras, Jevano menahan langkahnya.

“Tunggu. Pakai celemek dulu.”

Cassandra mengerjapkan matanya saat Jevano yang ada di hadapannya berinisiatif memakaikan Cassandra celemek. Kaki Cassandra otomatis mundur saat tubuh Jevano mendekat. Kedua tangan Jevano kini berada di belakang tubuh Cassandra untuk mengikat tali celemek tetapi kesan yang diberikan Jevano seperti ia tengah memeluk Cassandra.

Kedua bola mata Cassandra bergerak liar saat ia merasakan hawa panas tubuh Jevano mendekap dirinya. Beberapa detik setelahnya, Jevano selesai mengikat tali celemek yang melilit tubuh Cassandra.

“Selesai,” Jevano tersenyum kecil.

“T-terima kasih.”

Cassandra kemudian membawa langkahnya ke wastafel untuk mencuci beras yang sedari tadi ada di tangannya. Sesekali matanya melirik ke arah Jevano yang sibuk dengan bahan makanan.

Air wastafel yang dingin membasuh tangan Cassandra, menyadarkan Cassandra dari lamunannya.

Ayoklah, Cassy, dia hanya berakting, berpura-pura di depan kamera. Jangan bodoh.

Setelah mencuci beras, Cassandra membawanya dan memasukkannya ke dalam rice cooker. Cassandra kemudian mendekat ke arah Jevano yang tampak sibuk.

“Ada yang bisa—“

Suara Cassandra tertahan saat Cassandra melihat tangan Jevano gemetar ketika laki-laki itu memegang pisau. Dan hal yang lebih mengejutkan lagi bagi Cassandra, Jevano memotong daun bawang di atas talenannya dalam ukuran yang sangat besar.

Ini sih yang makan monster, bukan lagi manusia. Komentar Cassandra melihat hasil potongan Jevano.

“Biar aku saja.” Cassandra mengambil alih.

“Terima kasih.”

Jevano lantas memberikan ruang kepada Cassandra. Dari tempatnya berdiri, Jevano memperhatikan tangan mungil Cassandra yang lihai menangani bahan dapur.

Meski Cassandra terlihat fokus dengan bahan masakannya, sebenarnya fokus Cassandra sedang terpecah karena jarak tubuh Jevano yang begitu dekat dengannya. Jarak tubuh mereka yang berhimpitan satu sama lain sejujurnya membuat Cassandra sedikit risih, tetapi karena arahan sutradara dan penulis tadi, Cassandra harus menahan dirinya.

“Apa kamu bisa memotong tomat?”

“Tomat?” Jevano tersentak, kemudian mengambil tomat. “Seperti ini?” Tanya Jevano.

Cassandra mendekat ke arah Jevano, berusaha memberikan arahan kepada Jevano. Tetapi, saat tangan Cassandra menyentuh tangan Jevano, Cassandra merasakan pening yang luar biasa menghantam kepalanya.

“A-aw,” Cassandra memegang lengan pakaian Jevano, membuat Jevano menoleh ke arahnya.

“Hei, kenapa?”

Kedua mata Cassandra mengerjap, detik itu juga tubuhnya terasa ringan. Jevano yang tadi tertangkap dalam indra penglihatan Cassandra perlahan memudar. Setelahnya, Casandra tidak lagi merasakan gravitasi ada di bawah kakinya, pandangan Cassandra juga ikut menghitam.

Kemudian, semuanya gelap.

***

“Sayang …, Sayang …”

Cassandra membuka matanya saat mendengar suara berbisik di dekat telinganya. Bibirnya sedikit melenguh saat merasakan denyutan perih di kepalanya. Kedua matanya kemudian mengerjap, memperhatikan sekitar. Dia masih di villa, tempat lokasi syuting tadi.

Sebenarnya apa yang terjadi? Kenapa dia bisa pingsan tadi?

“Kamu tuh kebiasaan ya tidur pas makan.”

Cassandra menolehkan kepalanya ke sumber suara. Matanya terbelalak saat menemukan Jevano dengan penampilan yang tidak biasa. Laki-laki itu memakai piyama cokelat dengan kacamata yang bertengger di batang hidungnya.

“J-Jevano—“

“Jevano?” Jevano tertawa kecil, “Udah lama ya aku engga denger nama itu. Biasanya kamu panggil aku Jeff, atau ayang.”

Apa maksudnya?

Cassandra menoleh, “Di mana kru syuting yang lain?”

“Kru syuting?”

“Iya. Mas Aryo, Mbak Dila. Kita lagi syuting, kan?”

“Syuting?” Jevano tampak berpikir sebentar, “Oh tempat ini, ya? Kamu lupa? Kamu sendiri yang bilang kamu mau sewa villa tempat kita syuting dulu.”

Alih-alih mengerti maksud dari pertanyaan Cassandra, Jevano justru menangkap ucapan Cassandra dalam artian lain dan tidak menjawab pertanyaan Cassandra, membuat Cassandra semakin bingung dengan apa yang terjadi.

Seingat Cassandra, sebelum ia pingsan tadi, mereka sedang melakukan syuting. Banyak kru bersama mereka, tetapi sekarang? Cassandra dan Jevano hanya berdua di sini.

Sementara itu, Jevano yang tidak memerhatikan kebingungan Cassandra pun bangkit dari tempat duduknya dan membawa piring kotornya ke wastafel.

“Padahal udah sepuluh tahun berlalu, tapi villanya masih sama ya, Sayang. Jadi nostalgia waktu itu deh. Kamu inget kan waktu kita syuting dulu—“

Mendengar kata-kata itu, Cassandra segera bangkit dan mengejar Jevano, “Apa maksudmu? Sepuluh tahun yang lalu? Kita melakukan syutingnya sekarang.”

Jevano menoleh, tangan besarnya kemudian menyentuh kening Cassandra membuat Cassandra memalingkan wajahnya.

“Apa yang—“

“Tidak demam kok,” ujar Jevano santai. “Kayaknya kamu lagi banyak pikiran,” simpul Jevano kemudian.

“Kamu mending makan sekarang, Sayang, kayaknya kepala kamu korslet itu karena belum makan,” lanjut Jevano sembari terkekeh kecil.

“Jevano, jangan bercanda.” Cassandra mendesis. “Di mana Mas Aryo? Mbak Dila? Yang lainnya?”

Jevano mengeringkan tangannya setelah selesai mencuci piring, “Kenapa kamu bawa-bawa Mas Aryo sama Mbak Dila? Mereka yah di rumahnya, Sayang. Enggak mungkin mereka ikut kita liburan di sini, kan.”

Kedua alis Cassandra bertaut saat mendengar perkataan Jevano.

“Sayang?” Cassandra membeo, menyadari panggilan Jevano kepadanya. “Aku tau kita lagi syuting acara kencan. Tapi, memanggilku sayang terlalu berlebihan, Jevano.”

“Sayang?” Jevano memandang Cassandra dengan tatapan khawatir. “Kayaknya bener kepalamu korslet. Masa suami sendiri enggak boleh manggil kamu dengan sebutan Sayang? Terus maunya apa dong? Istriku?”

Cassandra membawa langkahnya mundur saat mendengar ucapan Jevano, dia tidak menyangka dengan apa yang didengarnya barusan

“Suami?” Cassandra kamu menutup mulutnya, “K-kamu suamiku?”

Jevano suami Cassandra? Tidak mungkin itu terjadi.

Pasti ada sesuatu yang salah di sini.

***

5 Komentar

  1. Wahhh, menarik nih kayaknya , semngat up kak :lovelove

  2. Selalu semangat up nya kakk

  3. Bidadari Jelita menulis:

    Menarik untuk dilanjutkan :lovelove

  4. Semangat author :lovelove :lovelove