Vitamins Blog

Take Heart 12

Bookmark
Please login to bookmarkClose

No account yet? Register

 

“Mau ke mana kau?” Dewa menghalangi pintu ketika bersamaan Dania akan keluar dari kamarnya. Sudah rapi dengan gaun kuning muda dan tas yang sewarna.

“Bukan urusanmu,” ketus Dania sambil mendorong tubuh Dewa minggir. Namun, tubuh pria itu tak bergerak satu senti pun.

“Kau sudah menjadi seorang istri. Tidak baik seorang gadis sekaligus istri berjalan-jalan saat hari mulai malam tanpa ditemani suami.”

“Kita hanya menikah, Dewa. Bukan mencampur adukkan hidupku dengan hidupmu. Apalagi saling ikut campur urusan masing-masing.”

Tatapan Dewa menajam. Penentangan Dania membuat amarahnya tersulut, tapi ia teringat rencananya. Seketika wajahnya melembut dan tersenyum lembut. “Apa kauingin makan malam di rumah kakakmu?”

Dania tersentak kaget. Bagaimana Dewa bisa tahu?

“Apa kau tidak ingin memperkenalkanku pada kakakmu?”

 

***

 

“Zaf, apa kau sudah menghubungi mamamu?” Ryffa tak membutuhkan sapaan Zaffya ketika panggilan mereka langsung tersambung.

“Aku akan menyiapkan meja makan.” Richard berjalan keluar begitu Zaffya menggeser layar ponsel.

“Sepertinya aku tak perlu memberitahunya. Berita cepat menyebar, bukan?”

“Mamamu baru saja mendatangi apartemen Vynno. Sepertinya ini hari terburuk sepanjang kehidupannya.”

Bahu Zaffya terasa berat, tapi ia tetap menegakkannya. Lalu ponselnya bergetar dan panggilan masuk lainnya muncul di layar ponsel. “Aku harus menutup panggilanmu. Mama menelpon.”

“Baiklah. Semoga berhasil.” Ryffa tetap menyemangatinya dengan suara seperti berkabung.

Zaffya mengambil napasnya dalam-dalam. Mengembuskannya dengan perlahan dan menggeser panggilan Nadia Farick.

“Hallo, Ma.”

“Apa benar yang dikatakan mamanya Dewa? Kau menikah dengan anak itu?” Nadia langsung mendesak Zaffya begitu panggilannya tersambung.

Zaffya sudah memeperkirakan dengan reaksi mamanya, tapi hatinya masih begitu kesal dengan sebutan yang diberikan mamanya pada Richard. “Richard. Namanya Richard, Ma. Sekarang Mama harus terbiasa memanggilnya dengan benar.”

“Mama ada di lobi apartemenmu.”

“Zaffya tidak di sana.”

“Mama akan menunggu.”

“Malam ini, Zaffya tidak bermalam di sana.” Zaffya terdiam sejenak.”Dan mungkin untuk seterusnya.”

Nadia menggeram sebelum memutuskan sambungan.

Zaffya menghembuskan napas. Saatnya menghadapi Nadia Farick.

“Hey, apa kau sudah siap? Sebentar lagi Dania datang.” Richard melongokkkan kepalanya di pintu kamar.

Zaffya mengangguk, meletakkan ponselnya di meja dan bergegas mengikuti Richard keluar kamar. Tak lama bel berdenting dan Richard segera membuka pintu. Zaffya menyusul di belakang dan terkejut ketika menemukan sosok familiar yang berdiri di samping Dania. Selain keberadaannya yang cukup membuatnya dan Richard terpaku, lengan pria itu yang tersampir di pinggang Danialah yang membuat Zaffya mematung dan kehilangan napasnya untuk sesaat.

“Dewa?” Richard bergantian menatap wajah pucat Dania dan wajah datar Dewa. Dua kali berganti-ganti sebelum tatapannya turun ke arah pinggang Dania. “Dan, ada apa ini? Apa yang kaulakukan dengannya di sini?”

Richard dan Zaffya saling pandang. Keduanya memikirkan satu hal yang sama. Tentang dugaan-dugaan tak terkendali dan tak masuk akal yang menyerang pikiran mereka di saat yang bersamaan.

Tidak mungkin!!

Tidak boleh seperti ini.

 

****

 

Bruukkkk …. Satu pukulan telak melayang ke wajah Dewa. Pria itu tersungkur di lantai, lalu Richard mendekat dan menarik kerah bajunya untuk mendaratkan pukulan yang lain.

“Kak, jangan lakukan itu,” mohon Dania. Menahan lengan Richard dengan wajah memelas. Kepalanya menggeleng sekali sebagai isyarat keseriusan permohonannya. “Dania mohon, jangan pukul lagi.”

“Apa kau sadar apa yang telah dia lakukan padamu?” geram Richard. Tak habis pikir adiknya masih membela Dewa setelah apa yang pria pengecut itu lakukan pada Dania. Sungguh cara yang sangat kekanak-kanakkan.

Dania mengangguk. “Ini pilihan Dania.”

Mata Richard terpejam, bernapas dengan kasar dan membanting Dewa kembali ke lantai sebelum bangkit berdiri menjauh dari Dewa.

Dania membantu Dewa bangkit. Berusaha menghapus darah di ujung bibir suaminya dengan sapu tangan yang diambil dari tas. Dewa meringis dengan rasa perih ketika luka di bibirnya bersentuhan dengan sapu tangan Dania. Sungguh, ia bersyukur dengan kebencian yang dilemparkan semua orang pada Dewa, termasuk kebencian yang ia miliki untuk pria itu. Akan tetapi, entah apa yang mendorongnya untuk membela pria itu di hadapan semua kebencian yang dilemparkan pada Dewa. Sudah cukup kebencian Raka dan keluarga Dewa karena pernikahan mereka yang tanpa ijin dari semua orang terdekat pria itu.

Dewa memang pantas medapatkan semua kebencian itu, tapi jika Dania memutar balik kejadian yang sebelum semua kesepakatan mereka dimulai. Semua terjadi dengan sebab musabab yang saling berhubungan. Kakaknya, kak Raka, kak Zaffya, Dewa dan dirinya. Mereka berlima saling berkaitan dan memberikan dampak hingga pernikahannya dan Dewa memang harus terjadi.

Ia tak akan keberatan. Suatu saat, ia akan memahami. Kenapa pernikahannya dan Dewa harus terjadi. Lalu, kakaknya juga akan memahami hal itu. Begitu pun dengan kak Raka.

Bagi Dewa, kehilangan Zaffya adalah titik terendah dalam hidup pria itu. Dania hanya berusaha meyakinkan Dewa bahwa hal itu tidak akan menjadi titik akhir hidup pria itu dengan pernikahan mereka. Kedua orang yang Dania cintailah penyebab penderitaan Dewa. Mungkin ia memang butuh berkorban untuk membayar kesalahan mereka berdua pada Dewa.

 

***

 

“Katakan pada kami dengan jujur, Dania. Apakah kau melakukan ini semua karena kami?” Richard berdiri di seberang meja kaca dengan gusar. Rambutnya kusut karena entah berapa kali ia menyusurkan jemari di sana.

Jujur Dania akan mengangguk sebagai jawaban untuk kakaknya, tapi hal itu akan membuat Richard dan Zaffya semakin mengkhawatirkan keadaannya.

Richard bersumpah akan melemparkan vas di tengah-tengah mereka ke arah Dewa yang duduk di set sofa ruang tamu, tempat terjauh dari mereka bertiga, jika Dania menggelengkan kepala.

“Dewa tidak mencintaimu,” tukas Zaffya

“Dan tidak ada cinta di matamu untuknya,” geram Richard. “Jangan coba-coba berbohong pada kami, Dan.”

“Apa kau sadar dia hanya memanfaatkanmu?”

Dania menoleh pada Richard. Menggeleng atau mengangguk hanya akan membuat kakaknya semakin murka. Ia belum pernah melihat seorang Clarichard Anthony kehilangan kendali. Kakaknya itu selalu tampak setenang air danau dan bijaksana dalam mengambil sebuah keputusan sekecil apa pun. Membuatnya merasakan kasih sayang yang begitu besar dari sang kakak. “Dania menyayangi kakak melebihi apa pun.”

“Dan bukan berarti kau bisa menukar kebahagiaan kakak dengan penderitaanmu!” Richard menggeram murka. Kedua tangannya terkepal. “Ceraikan dia.”

Dania membelalak, lalu menggeleng dengan keras. “Ini pilihan Dania, Kak. Dania yang akan menjalaninya sendiri.”

“Kau tidak tahu apa yang kaulakukan!”

Dania berniat membuka mulutnya untuk menjawab.

“Dan jangan mengatakan kau sudah memikirkannya matang-matang sebelum ….”

“Dania memang sudah memikirkan semua ini dengan baik-baik.”

“Arrgghhhh ….” Richard mengerang. Mengangkat kakinya dan akan melangkah untuk menyeberangi ruangan demi menghajar Dewa. Namun, Dania menghadangnya ssebelum ia sempat mengambil langkah kedua.

“Dania benar-benar tak akan menemui kak Rich lagi jika kakak menyentuh Dewa,” ancam Dania.

Richard terperangah. Tangannya terkepal dengan keras dan melemparkan tatapan penuh badainya ke arah Dewa. Tubuhnya membeku dan terasa seperti akan remuk hanya untuk menahan amarah.

“Maafkan Dania, Kak,” mohon Dania. “Mungkin pernikahan kami diawali dengan cara yang tidak benar, tapi Dania berjanji akan memperbaiki ini semua. Biarkan kami yang menentukan sendiri jalan pernikahan ini di depan.”

Richard berbalik dengan erangan lebih keras, menyalurkan amarah lewat bibirnya. Ia butuh memukul sesuatu, akan lebih baik jika itu kepala Dewa.

Selama beberapa detik mereka membeku dalam keheningan.

“Berikan kami kesempatan.”

“Tidak ada kesempatan apa pun dalam pernikahan kalian.”

“Kakkk…”

Mata Richard terpejam. Tatapan permohonan Dania membuatnya tak berdaya. “Kau bisa memohon padaku, Dania. Untuk apa pun. Kau tahu …”

“Ya.” Dania mengangguk. Maju mendekat dan menggenggam kedua tangan kakaknya. “Kakak akan melakukan apa pun untuk mengabulkannya. Kakak akan mengerahkan segala usaha Kakak untuk Dania. Tapi, kali ini, kakak hanya butuh mempercayakan semua ini pada Dania. Percaya pada Dania bahwa Dania bisa mengatasi dan menyelesaikan semua ini.”

Richard tertegun. Sinar ceria dan senyum cerah yang selalu menghiasi wajah Dania menguap tak bersisa. Hanya ada pengorbanan yang begitu besar dan Richard tak ingin kekecewaan ikut menghiasi wajah mungil itu.

“Tidak bisakah kakak mengucapkan terima kasih untuk semua ini?”

Richard menggusurkan jemari tangannya ke rambut dengan gerakan acak. Ucapan terima kasih? Bagaimana Dania meminta ucapan terima kasih untuk kebahagian yang ia dapatkan dari penderitaan adik kesayangannya?

“Aku akan bicara dengan Dewa.” Zaffya berdiri. Tetapi pergelangan tangannya di tahan oleh Dania.

Dania tak bicara.

“Sebelum masalah ini muncul, aku dan Dewalah yang lebih dulu mempunyai urusan.”

Dania melepaskan tautan tangan mereka. Bukankah ini tujuan Dewa mengikuti acara makan malam ini. Untuk bertemu dengan kakak iparnya.

 

****

 

“Apakah kau benar-benar akan bersikap kekanakan seperti ini?”

Dewa menyeringai.

“Dania sama sekali tidak ada sangkut pautnya dengan permasalahan kita, begitu juga Richard. Apa kau sadar apa yang kaulakukan pada mereka? Padaku?”

“Ya, seharusnya mereka tidak ada masalah dengan pernikahan kita, bukan?” Seharusnya pernikahan ini hanya akan menjadi miliknya dan Zaffya. Tidak seperti saat ini. “Demikianlah seharusnya.”

“Aku benar-benar tak menyangka kau akan bertindak sepengecut ini, Dewa.”

“Lalu kau menyebut apa tindakan yang kau lakukan pada pertunangan kita? Jangan bersikap seolah kau saja yang tersakiti, Zaf.” Dewa berdiri dari duduknya. Mendekat ke arah Zaffya dan mengunci tatapan wanita itu. Melemparkan semua kecamuk yang bersemayam dalam benaknya selama beberapa hari terakhir dan mengacaukan kerja otaknya. “Kau memutuskan pertunangan kita, membatalkan pernikahan kita dan menikah dengannya.”

“Richard sama sekali tidak ada hubungannya dengan putusnya hubungan kita,” tandas Zaffya dengan bibir terkatup rapat.

Dewa mendengkus. “Jangan membuatku tertawa, Zaf.”

“Berpikirlah sesukamu, Dewa. Saat ini, amarah di kepalamu menahan semua kebenaran masuk ke dalam otakmu.”

“Kuharap kau memaklumi hal itu.”

Zaffya menggeleng. Wajahnya lebih dingin dan kali ini bercampur dengan kebencian. Pada satu-satunya orang yang tak pernah ia sangka akan mendapatlan kebencian itu dari dirinya. “Tidak, aku tidak akan memaklumi hal itu darimu. Aku tidak akan memaklumi hal itu dari orang sepertimu.”

Senyum di bibir Dewa semakin tinggi. “Kita akan lihat seberapa tahan kalian dengan penderitaan yang kalian berikan padaku. Di antara kita berempat, Richard, Dania, kau, dan aku. Siapakah yang akan mendapatkan rasa sakit paling dalam. Kita akan mencari tahunya. Kita berempat sudah terikat dalam jeratan derita yang kugariskan untuk kalian. Satu-satunya hal yang bisa kulakukan untuk menyelamatkan diri adalah membawa kalian tenggelam bersamaku.”

“Aku tak menyangka pernah menghabiskan delapan tahun di umurku untuk mencoba mencintai pria sepertimu, Dewa. Kau benar-benar penyesalan terbesar di hidupku.” Zaffya mengakhiri pembicaraan mereka dan berbalik pergi.

 

****

6 Komentar

  1. rosefinratn menulis:

    Yeeeeaayyyyy,akhirnya update :kisskiss :kisskiss :kisskiss

  2. Aku kenapa masih bingung ya…
    bukankah dewa yg tersakiti tapi kenapa semua menyalahkan dewa..

  3. Sunarni Khundori menulis:

    Ko blm lanjt thor

  4. Uwaa nemu cerita author disini hehe, jangan muak ya author, namaku ada dimana mana hehe

    1. luisanazaffya menulis:

      :ngakakabis :ngakakabis

  5. Apa ya??