THE PIECE OF PUZZLE – PART 3

6 November 2020 in Vitamins Blog

10 votes, average: 1.00 out of 1 (10 votes, average: 1.00 out of 1)
You need to be a registered member to rate this post.
Loading...

Samantha POV

Beberapa menit berada dalam lengan kokoh David, aku semakin merasa nyaman. Aku mulai membalas pelukan David, mungkin dia sedang sedih karena mengingat seseorang di masa lalu nya. Namun, aku mengernyitkan kening sambil memikirkan kata-kata David, “Akhirnya aku menemukanmu”. Seakan tersadar jika posisi kami sangat dekat aku sedikit menjauhkan tubuhku agar tidak terlalu menempel, David pun tersadar dan segera melonggarkan pelukannya sambil menatap mataku tajam. Seolah ia merasa terganggu karena aku melepaskan pelukannya secara tiba-tiba.

Aku langsung menunduk dan meremas kedua jemari tanganku yang saling bertautan. “Maafkan aku karena memelukmu secara tiba-tiba, apa kau masih merasa pusing” ucap David. Aku yang tadinya menunduk, berbalik menatap wajah David. “Ya…sedikit. Tapi aku merasa sudah lebih baik”. David pun berdiri dan mengambil nampan yang di atasnya terdapat segelas air putih, semangkuk sup hangat dan obat pereda nyeri kepala yang sudah tersedia di atas side table. 

“Minumlah dan habiskan sup-nya, kau bisa meminum obat setelahnya” ucap David masih dengan tatapan tajamnya. “Apakah setelah ini kita akan kembali ke kantor, Sir?” Ucapku. “Tidak, karena kau tidak memanggilku dengan nama yang benar” kata David geli melihat ekspresiku yang kebingungan. Saat aku ingin membantah David menunjuk nampan yang berisikan sup tersebut agar segera ku habiskan. David mengawasiku yang dengan patuh langsung melahap supnya dengan khidmat.

Aku sudah menghabiskan makananku dan sudah meminum obat. Rasanya sudah tidak pusing seperti tadi. Obatnya pun tidak membuatku mengantuk. Aku terkesiap melihat David yang sedari tadi memperhatikanku. Aku kikuk saat menatapnya. “Dave, bisakah kita kembali ke kantor?” kataku. “Kenapa kau ingin sekali cepat-cepat kembali ke kantor?” Ucap David. Aku dengan polosnya menjawab pertanyaan yg dilontarkan David “Karena aku harus segera kembali bekerja”. Mungkin David sedikit merasa geli dengan tingkah ku. “Bos-mu ada disini dan kau ingin kembali ke kantor untuk bekerja? Baiklah jika kau ingin sekali bekerja, kau bisa membantuku memilihkan setelan yang pas untuk ku kenakan malam ini di pesta perayaan ulangtahun pernikahan orangtuaku” ucap David dengan sedikit senyum tertahan.

 

David POV

Hari ini rasanya hariku benar-benar cerah sekali. Kedatangan Avery secara tiba-tiba ke kantorku membuatku kesal, namun karena adanya Samantha bersamaku saat ini aku merasa lebih bersemangat untuk menjalani hari-hari. Dulu sebelum aku menemukan Samantha, aku menyibuk-kan diri dengan bekerja. Disamping bekerja, aku selalu memantau perkembangan informasi orang suruhanku yang aku perintahkan untuk menemukan dimana Samantha berada. 

Sekarang aku dan Samantha sudah berada di salah satu butik terkenal di pusat kota New York. Dia sedang memilihkan ku pakaian untuk ku kenakan nanti malam. Samantha memilihkan setelan tuxedo berwarna navy yang agak gelap. Samantha terperangah saat salah satu staff butik langsung menaruh kembali tuxedo yang telah di pilihnya setelah aku memanggil staff tersebut. Mungkin dia berpikir aku tidak menyukai pilihannya. 

“Pilihan yang bagus. Salah satu staff akan mengirimkannya nanti ke Daniel, Daniel yang akan memastikan ukurannya untukku. Sekarang giliran aku yang akan memilihkan setelan yang pas untukmu, duduklah”. Aku menawarkan Samantha agar ia duduk saja selagi aku memilihkan gaun untuknya. “Tidak usah, Sir. Ku rasa itu tidak perlu” ucap Samantha. Oh ya aku belum meberitahunya bahwa aku akan mengajak Samantha ke acara nanti malam. “Kau akan ikut bersamaku nanti malam. Hei, dan kau tadi memanggilku dengan sebutan apa?” Ucapku pura-pura serius. “Maksudmu, Sir? Eh…Dave maksudku, maaf” ucapnya menunduk. 

Aku tertawa kecil melihat Samantha menunduk. Wajahnya saat menggemaskan. Oh Tuhan betapa aku merindukan gadisku. “Baiklah ku maafkan, asal kau duduk manis disini. Mengerti” ucap David. “Baiklah, jika kau tak keberatan” kata Samantha yang lagi-lagi merasa tidak enak.

************

Aku selesai memilihkan gaun yang akan Samantha kenakan nanti malam. Aku sudah menyuruh staff butik untuk membungkusnya, segera ku hampiri Samantha yang sedang duduk sambil melihat ke sekeliling butik. Ku serahkan papper bag tersebut pada Samantha yang kebingungan “Ambilah, ukurannya sudah kupastikan sangat pas dengan tubuhmu” ucap David serius. Lagi-lagi wanita itu terperangah, namun hanya bisa menuruti kemauan David. 

“Terimakasih, Dave. Tapi untuk apa aku ikut ke acara orangtuamu nanti malam?” Ucap Samantha penasaran. “Kau kan sekretarisku, aku tidak ingin bantahan. Ok?”. Samantha mungkin tidak ingin ambil pusing dengan pernyataanku. Dia hanya menurut. “Baiklah” ucapnya.

Kami memasuki area gedung kantor sebelum jam makan siang dan aku segera memerintahkan Daniel untuk membantu Samantha mempelajari jobdesk-nya sebagai Sekretarisku yang baru.

************

Samantha POV

Hari ini sungguh hari yang membingungkan, bagaimana tidak aku diterima kerja tanpa melewati proses interview yang panjang. Atasanmu membawamu kerumahnya, memelukmu tiba-tiba, menyuruhmu memilihkan setelan ke acara pesta orangtuanya, lalu atasanmu memilihkan gaun untuk ku kenakan ke acara yang sama. Aku sebagai sekretaris hanya bisa menurut saja, karena memang saat ini kinerjaku sedang dinilai olehnya. 

Ku tatap papper bag dari butik terkenal yang dipilihkan oleh David. Lalu ku tatap David yang sedang serius menatap laptop di depannya. Ku simpan kembali, papper bag tersebut dan segera ku pelajari file-file yang Daniel berikan tadi. Ya, file-file yang isinya menyangkut pekerjaanku untuk kedepannya. 

Saat jam makan siang David menyuruhku untuk ikut makan siang bersama client-nya, mungkin sskalian untuk membahas proyek yang akan mereka kerjakan.  Read the rest of this entry →

THE PIECE OF PUZZLE – PART I

5 November 2020 in Vitamins Blog

26 votes, average: 1.00 out of 1 (26 votes, average: 1.00 out of 1)
You need to be a registered member to rate this post.
Loading...
Loading…
Loading…

Warning! Cerita ini hanyalah fiktif belaka. Maafkan typo yang bertebaran.

Samantha Grace Collins, gadis berusia 22 tahun yang sekarang berdiri di depan gedung Russel’s Corporation. Perusahaan yang termasuk dalam kategori Perusahaan terbesar di dunia. Russel’s Corporation atau yang biasa di singkat RC merupakan sebuah Perusahaan otomotif terbesar di dunia yang berbasis di New York dan mempunyai berbagai cabang yang terdapat hampir di setiap negara.

Russel’s Corporation membawahi beberapa merek mobil seperti Audi, Bentley Motors dan juga Bugatti Automobiles. Samantha memberanikan diri untuk melamar pekerjaan di Russel’s Corporation atas rekomendasi Emily teman satu apartemennya yang memang bekerja di Perusahaan tersebut sebagai Marketing Manager.

Emily berkata bahwa Russel’s Corporation sedang membutuhkan Corporate Secretary. Tadinya Samantha tidak yakin ingin melamar di Perusahaan besar tersebut sebagai seorang Sekretaris, memang Samantha sebelumnya pernah menjadi Sekretaris di sebuah Perusahaan biasa di bidang periklanan. Namun, karena Samantha mendapat perlakuan yang tidak diinginkan oleh atasannya ia memilih keluar dari Perusahaan tersebut, dibandingkan ia harus bekerja dengan tidak nyaman disana. Samantha mulai melangkah memasuki gedung tersebut yang ternyata sudah di sambut di lobby oleh Emily.

“Samantha, akhirnya kau datang juga. Ayo, aku antar menemui Asisten Mr. Russel.” Samantha mengernyit bingung, bukankah seharusnya ia menemui HRD terlebuh dahulu pikirnya. “Bukankah aku harus menemui HRD terlebih dahulu, em?”, tanya Samantha. “Kau tidak perlu menemui HRD, Daniel sendiri si Asisten Mr.Russel yang meberitahuku untuk membawamu langsung menemuinya.” Samantha hanya menggedikan bahunya sambil mengikuti Emily untuk menemui Asisten Mr.Russel.

Mereka sampai di lantai 20, tepat setelah mereka keluar dari lift seorang pria -yang kelihatannya menunggu mereka- menunggu dengan tangan dimasukkan ke dalam kedua saku celananya sambil memandang Samantha dan Emily.

“Baiklah Emily kau boleh pergi dan melanjutkan pekerjaanmu.” ucap pria tersebut dengan nada bercanda. “Aku bahkan belum berbasa-basi mengenalkan temanku padamu.” sahut Emily dengan nada tersinggung.

Sedangkan Daniel hanya tersenyum jahil dengan tangan seolah mengusir Emily agar segera pergi. “Sudahlah kembali bekerja Emily Carter.” usir Daniel. “Dasar kau menyebalkan Daniel! Baiklah, Samantha, aku harus kembali berkerja. Good luck, honey.” kata Emily. “Ya, kembalilah bekerja.” ucap Samantha. Emily mulai memasuki lift dan menyisakan Samantha dengan Daniel.

“Perkenalkan, aku Daniel Petterson, Asisten Mr.Russels.” ucap Daniel sambil mengulurkan tangannya kepada Samantha. “Aku Samantha Collins.” Samantha menjabat tangan Daniel. “Oke Samantha, sebaiknya kita cepat bergegas menuju ruangan Mr.Russel, karena ia bukanlah orang yang suka menunggu lama.” ucap Daniel sambil melangkah menuju ruang Mr.Russel yang terletak di ujung koridor.

Samantha mengikuti Daniel dari belakang, dan tiba-tiba ia merasa sangat gugup sambil memikirkan mengapa ia harus interview langsung dengan CEO salah satu Perusahaan terbesar di dunia, mungkin ia tidak akan terlalu gugup jika hanya interview dengan HRD terlebih dahulu.

Samantha dan Daniel sampai didepan pintu ruangan Mr.Russel. Dan Daniel pun langsung masuk terlebih dahulu dengan Samantha yang mengikutinya dari belakang. “Russel, lihatlah aku sudah membawa wanita yang dari tadi kau tunggu-tunggu. Dan Samantha, perkenalkan ia adalah David Alexander Russel.” ucap Daniel santai.

Bahasa yang Daniel gunakan tidak seformal tadi saat berhadapan dengan Samantha dan Emily. “Mungkin mereka bukan sekedar Atasan dan Asisten. Dan apa tadi katanya? Apa maksudnya wanita yang di tunggu-tunggu?” pikir Samantha heran.

Pria yang tadinya duduk membelakangi Samantha dan Daniel memutar balik kursinya menghadap kearah mereka berdua. Pria tersebut menatap Daniel dingin, “Kembalilah bekerja, Petterson.” ucapnya ketus. Daniel menanggapinya dengan senyum jahil namun mematuhi perkataan Bosnya tersebut lalu keluar dari ruangan.

Hanya tersisa Samantha dan Mr.Russel. Samantha masih dalam posisinya yang berdiri dan sedikit terperangah karena CEO dari Russel’s Corporation ternyata masih muda, sekitar 25 tahun mungkin. Yang ada dipikiran Samantha atasannya itu mungkin sudah tua dan memiliki keluarga, namun nyatanya masih sangat muda dan tampan. “Astaga, apa yang kau pikirkan Samantha.” pikir Samantha dalam hati.

Samantha melihat Desk Sign di atas meja kerja pria itu. “David Alexander Russel.” Samantha mengeja nama pria tersebut dalam hati, seperti ada getaran dalam hatinya saat mengeja nama tersebut, lalu Samantha menundukan kepalanya. Mengapa bertemu dengan pria ini ia merasa dapat membuatnya berpikiran seharian.

“Apa kau ingin berdiri seharian disitu dan menatapi ujung sepatumu? Duduklah.” pria itu menatap Samantha dengan tatapannya yang menurut Samantha sangat tajam. “Baik, Mr.Russel” ucap Samantha gugup.

Samantha duduk di hadapan pria itu, Samantha mengaitkan kedua jari-jari tangannya diatas pahanya sambil menunduk. Pria itu menatap Samantha yang menunduk dengan senyum yang tidak dapat diartikan. Kebanyakan wanita yang akan melamar di Perusahaannya setelah bertemu dengan dirinya pasti akan berlomba-lomba memasang wajah menggoda untuk menarik perhatiannya, namun tidak dengan wanita ini. Dari wajahnya yang polos wanita itu sepertinya sangat gugup berhadapan dengannya.

“Samantha Grace Collins. Baiklah, kau sudah bisa langsung bekerja hari ini juga. Kau bisa taruh barang-barangmu di meja itu.” David menunjuk dengan dagunya ke arah meja lengkap dengan kursi serta barang dan peralatan yang dibutuhkan seorang Sekretaris. “Apakah tidak ada proses interview untukku, Sir?” tanya Samantha. Samantha menatap kedua iris mata abu-abu milik David. 

“Ku rasa itu tidak perlu, aku akan langsung membiarkanmu terjun langsung menjadi Asisten ku dan akan mengawasimu beberapa bulan kedepan. Ku harap kita dapat bekerjasama dengan baik. Apa kau keberatan?” ucap David sambil menatap Samantha tajam. Samantha yang ditatap tajam oleh David pun langsung menjawab “Ti..tidak Sir, aku bersedia” dengan gugup Samantha memberanikan diri menjawab, karena pikir Samantha ini adalah sebuah keberuntungan tidak melewati proses interview yang panjang pada saat melamar pekerjaan. Samantha bertekad untuk bekerja dengan giat dan profesional kepada atasan-nya tersebut. “Bagus. Segeralah kau tempati mejamu” ucap David.

“Baiklah, aku akan segera mulai bekerja” dengan sedikit membungkukkan tubuhnya sopan pada David kemudian melangkah ke meja kerjanya yang terletak tidak jauh dari pintu masuk ruangan David.

Samantha meletakkan bokongnya di atas kursi tersebut, ia bingung dengan apa yang harus di kerjakannya terlebih dahulu. Dengan gugup Samantha menoleh ke arah David, “Sir, apa yang harus saya kerjakan terlebih dahulu? Saya belum mengetahui daftar jadwal aktivitas anda sebelumnya.” David menatap Samantha dengan mata abu-abunya yang tajam. Mereka berdua bertatapan, yang satu memandang dengan tajam dan yang satu dengan tatapan gugupnya. “Sementara ini kau periksa setiap email yang masuk ke email Perusahaan lalu kau buat daftar jadwal aktivitas untukku.” ucap David. “Baiklah, Sir.” jawab Samantha.

Samantha memutuskan kontak mata dengan David. Samantha adalah wanita yang bekerja secara profesional, apapun itu keadaannya. Namun kenapa bertemu dengan David membuatnya sangat gugup. Apakah karena pria itu bersikap sangat dingin, karena sebelum-sebelumnya saat Samantha menjadi Sekretaris di Perusahaan lain ia selalu mendapatkan Atasan yang bersikap baik dan tidak sedingin David, tapi tidak dengan Atasan Perusahaan yang terakhir kali Samantha bekerja, ia memang baik dan ramah tapi Samantha tidak akan betah bekerja disana jika Atasannya itu bersikap kurang ajar kepada seorang Wanita dalam satu ruangan, maka dari itu Samantha memilih resign dari Perusahaan itu.

Setelah kebisuan berlangsung beberapa menit, tiba-tiba ada yang membuka pintu ruangan tersebut dan masuklah wanita yang menurut Samantha cantik, berperawakan tinggi seperti model. Wanita itu memasuki ruangan melewati meja Samantha tanpa menengok sedikitpun dengan senyum lebar sambil menatap David yang menatapnya datar. “David, kapan kau sampai di New York? Mengapa kau tidak memberitahuku?” ucap wanita tersebut yang langsung menghampiri David dan memeluk lengan pria itu.

“Apakah aku harus memberitahu apa yang selalu aku lakukan Avery? Darimana kau tahu aku sudah di New York!” David terlihat tidak begitu senang dengan kedatangan wanita yang bernama Avery tersebut. “Aunty Laura yang memberitahuku dan menyuruhku mengunjungi kantormu.” ucap Avery. David melepaskan tangan Avery yang menggelayuti lengannya. “Sebaiknya kau pulang, aku ada meeting. Samantha tolong siapkan berkas untuk meeting hari ini.” ucap david menatap Samantha yang saat ini menghentikan aktivitasnya dan menatap David heran, karena sebelumnya David belum membicarakan tentang meeting hari ini.

David melangkah kearah meja Samantha dan menarik tangan Samantha, Samantha sontak berdiri dari kursinya dan mengikuti langkah David ke luar ruangan meninggalkan Laura yang menatap mereka berdua sebal. Dengan langkah yang terseok-seok Samantha meringis kecil saat lengannya dicengkram erat oleh David.

“Sir, bisa kau lepaskan tanganmu?” ucap samantha meringis. David berhenti membuat Samantha juga berhenti dan menatap David, David menatap tangannya yang mencengkram erat lengan Samantha lalu bukannya melepas malah beralih menggenggam telapak tangan Samantha yang mungil. David melanjutkan jalannya dan Samantha hanya mengikutinya dalam diam sambil berusaha menyamai langkah David yang lebar dengan jantungnya yang berdetak kencang karena genggaman tangan David.

David membawa Samantha memasuki lift khusus untuk para Direksi yang mempunyai jabatan tinggi. Lift tersebut dapat langsung mengarah ke basement. David masih menggenggam tangan Samantha sesampainya mereka di depan mobil David, David menuntun Samantha masuk ke dalam mobil. Samantha ingin protes namun ia sangat takut dengan raut wajah David yang sepertinya sedang marah besar. Hanya karena wanita bernama Avery, pria itu bisa semarah ini pikir Samantha.

Maybach Exelero hitam itu melaju kencang menuju ke luar gedung Russel’s Corporation. Dan di dalam mobil mereka berdua hanya diam. Melihat rahang David yang mengeras dan hanya menatap lurus ke depan Samantha tidak berani memulai pembicaraan. Samantha hanya meremas kedua jarinya yang saling bertautan di atas pahanya. Ia kebingungan, ia ketakutan karena David melajukan mobilnya begitu kencang.

Ini cerita pertamaku. Maaf kalau ceritanya sedikit tidak masuk akal hehe

 

THE PIECE OF PUZZLE – PART 2

5 November 2020 in Vitamins Blog

25 votes, average: 1.00 out of 1 (25 votes, average: 1.00 out of 1)
You need to be a registered member to rate this post.
Loading...
Loading…
Loading…
Loading…

Loading…


Loading…

Maafkan typo yang bertebaran ya, juga alur cerita yang masih berantakan. Baru pertama kali nulis cerita hehe

Loading…

David Alexander Russel. Pria tampan bermata abu-abu itu mengetatkan rahangnya sambil menatap lurus ke arah jalan. Kenyataan bahwa Samantha sama sekali tidak mengenalnya membuatnya kesal dan bersikap dingin terhadap wanita mungil itu.

Belum lagi kedatangan Avery, wanita pilihan ibunya yang selalu mengganggunya tiap ada kesempatan. Sebenarnya selama seminggu kemarin David menghabiskan waktunya di Scotlandia, ia ingin menyegarkan pikirannya sekaligus mengenang masa kecilnya bersama Samantha, sekaligus mencari ketenangan atas desakan ibunya yang selalu menyuruh David untuk bertunangan dengan Avery.

David berharap ia dapat menemukan Samantha disana, namun kenyataannya selama 1 tahun ini Samantha juga berada di bawah langit yang sama dengannya, langit New York. Sedangkan David mencarinya setengah mati, wanita itu malah dengan mudah bersikap seolah tidak pernah mengenalnya. Namun David lega melihat wanita itu baik-baik saja, hanya saja wanita itu sedikit lebih kurus dibandingkan terakhir kali David melihatnya.

David POV

Aku tidak menyangka akan bertemu dengannya kembali setelah 1 tahun tidak bertemu dengan Samantha, semua usaha telah dikerahkannya untuk mencari Samantha selama ini dan sama sekali tidak membuahkan hasil, namun satu hari yang lalu tanpa sengaja ia pernah melihat salah satu karyawannya yang bekerja di bagian Marketing Manager yang kalau ia tidak salah bernama Emily Carter tengah mengobrol di sebuah Restaurant dekat kantornya dengan seorang wanita yang amat sangat ia rindukan selama 1 tahun belakangan ini.

David langsung menyuruh asistennya menyelidiki Emily Carter yang ternyata adalah teman satu apartemen Samantha selama tinggal di New York. Tapi mengapa wanita itu seolah tidak mengenalnya? Mengapa saat Daniel membawa Samantha dan memperkenalkan dirinya bahwa ia adalah Atasan Samantha mengapa wanita itu hanya diam dan menatapnya seolah mereka baru pertama kali bertemu?

Selama perjalanan ia dan Samantha hanya berdiam diri tanpa ada yang memulai percakapan. David pun memilih mengemudi dalam diam, sesekali David melirik ke arah Samantha yang menatap tangannya yg saling bertautan di atas paha dan memilih menunduk. Merasa diperhatikan, Samantha menoleh ke arah David yang tertangkap sedang menatapnya. “Sir, sebenarnya kemana kau akan membawaku? Bukankah kau bilang kita harus meeting?” ucap Samantha.

David menghela nafas pelan, “Kau akan tahu nanti, dan kau harus menjelaskan sesuatu padaku!” ucap David dengan nada tegas. Samantha mengernyitkan dahinya, tidak mengerti apa maksud perkataan Atasannya itu. “Apa yang harus aku jelaskan…” Belum sempat Samantha meneruskan kalimatnya David sudah menatapnya tajam membuat nyali Samantha menciut dan memilih memutuskan kontak mata dengannya lalu membuang arah ke samping menatap pemandangan kota New York. David tersenyum kecil, banyak perubahan dari Samantha. Samantha-nya dulu akan selalu mendebat David dan tidak mudah menurut seperti sekarang ini. Oh Tuhan betapa David merindukan wanita mungil disampingnya.

******

Mobil David memasuki area perumahan elit di kawasan New York. Samantha terperangah memandangi pemandangan rumah-rumah besar yang terpampang di kanan kirinya. Mobil David memasuki gerbang yg telah di buka oleh para penjaga pintu gerbang yang menjulang tinggi, mobil itu mulai nemasuki pekarangan sebuah rumah yang menurut Samantha sangat mewah. Mobil itu berhenti dan David menyuruhnya untuk turun.

Samantha membuntuti David yang berada di depannya dan memasuki rumah tersebut. Samantha menatap rumah bercat putih tersebut dengan kagum, semua barang dan peralatan disini  begitu terkesan mahal dan rapi. David menghentikan langkahnya membuat kening Samantha menubruk punggung David yang keras. “Kenapa jalanmu lamban sekali.” ucap David kesal lalu menarik pergelangan tangan Samantha menaiki tangga menuju ke lantai atas.

David dan Samantha memasuki kamar yang berada di rumah itu yang ternyata adalah kamar David. David membawa Samantha ke dalam kamarnya lalu mengunci pintu tersebut. Samantha yang bingung memilih memberontak dalam genggaman tangan David. “Sir, apa yang ingin anda lakukan. Mengapa anda membawaku kemari?” ucap Samantha setengah berteriak. David berbalik menatap Samantha yang memberontak, David masih memegang erat tangan Samantha. “Apa yang terjadi padamu, Samantha? Kau sama sekali tak mengenalku?” ucap David sambil menatap tajam Samantha.

Samantha terperangah bingung dengan ucapan David. Bagaimana bisa pria itu berkata seperti itu sementara Samantha baru saja mengenalnya sehari. “Aku tidak mengerti, kita baru bertemu hari ini. Aku sama sekali tak mengenalmu.” ucap Samantha takut-takut. Sedangkan David menatap mata Samantha dengan tatapan yang tidak dapat diartikan. Tidak ada kebohongan saat wanita itu mengatakan bahwa ia memang tidak mengenal David.

“Apa yang terjadi padamu, Samantha?” ucap David pelan. Samantha balas menatap David bingung. Sekelebat dalam pikiran Samantha terlintas bayangan seorang pria namun Samantha sama sekali tidak mengingatnya. Dahi Samantha berkerut, tiba-tiba kepalanya terasa pusing. Samantha meringis kecil ketika rasa pusing di kepalanya semakin menjadi. David memperhatikan Samantha dengan tatapan bingung. “Kau kenapa?” ucap David. “Kepalaku sangat sakit, Sir.” jawab Samantha lemas dan tak lama jatuh ke pelukan David.

David dengan sigap menggendong Samantha lalu membaringkan wanita itu di atas ranjangnya yang berukuran besar. David mengamati wajah damai Samantha yang terlihat semakin polos saat matanya terpejam. Entah apa yang terjadi dengan wanitanya, ya Samantha tetap menjadi wanitanya. Miliknya. Tidak perduli dengan masa lalu mereka. David tidak perduli kalau sebelumnya mereka sempat terpisah. Kalaupun apa yang ada di pikiran David, bahwa Samantha lupa ingatan dan tidak mengingatnya sama sekali. David bersumpah akan membuat Samantha mengingatnya kembali. Namun, apa yang terjadi pada Samantha selama 2 tahun mereka berpisah? David pasti akan menyelidikinya.

Banyak yang David ingin tanyakan pada Samantha. Tapi nanti setelah David berhasil membuat Samantha mengingat semuanya. David mulai men-dial salah satu kontak seseorang yang ada di ponselnya. “Halo, Aiden cepat datang kerumahku sekarang.” ucap David dengan tak sabaran. “Woaa, calm down David. Dari cara bicaramu kau terlihat baik-baik saja. Siapa yang sakit?” ucap pria di seberang sana. “Sudahlah cepat datang kerumahku, cerewet sekali!” ucap David ketus. “Iya, tuan pemarah hahaha.” ucap Aiden lalu memutuskan panggilan.

Beberapa menit kemudian Aiden datang bersama dengan tas tangan berisi peralatan dokternya. David langsung menggiring Aiden ke kamarnya. Aiden terkejut melihat wanita yang sedang berbaring di atas kasur David. “Ini rekor baru, sejak kapan kau membawa pulang seorang wanita ke rumahmu?” ucap Aiden sarkastik. David melipat kedua tangannya sebal dengan Aiden yang selalu ingin tahu dan cerewet. Namun bagaimanapun, Aiden adalah sahabat kecil David di Scotlandia begitupun dengan Daniel, mereka sempat terpisah karena masing-masing dari Aiden dan Daniel harus pindah dari Scotlandia ke negara lain kareb tuntutan pekerjaan orangtua mereka.

Ya mereka adalah 3 sekawan jika boleh dibilang, karena pada akhirnya mereka bertemu kembali di kota New York dengan wujud yang bukan seorang anak kecil lagi.

“Akan ku jelaskan nanti, sekarang cepat periksa dia. Dia terus memegangi kepalanya dan berkata kepalanya sangat sakit saat aku menanyakan suatu hal padanya lalu setelah itu dia pingsan.” David menjawab dengan nada ketus. Sedangkan Aiden mulai memeriksa Samantha. David memperhatikan Samantha yang masih berbaring, kulit putihnya yang seputih porselen terlihat pucat.

Aiden selesai memeriksa Samantha. Pria itu menatap David lalu berbicara, “Aku tidak tahu apa yang terjadi dengan wanita ini sebelumnya, namun setelah ku periksa ia mengalami Amnesia. Aku belum tahu jenis Amnesia apa yang sedang wanita itu alami. Karena kau belum menjelaskan mengapa wanita itu bisa seperti ini, sementara ini akan ku berikan obat pereda nyeri kepala untuknya.” ucap Aiden dengan raut muka yang serius. “Ayo ikut aku, aku akan menceritakan suatu hal padamu.” ucap David lalu mulai melangkah ke arah balkon kamarnya.

David mulai menceritakan tentangnya dan Samantha. Bagaimana dulu mereka pernah bersama-sama. Bagaimana mereka bertemu kembali sampai Samantha bersikap seolah mereka baru pertama kali bertemu. Aiden mendengarkan apa yang David sampaikan kepadanya dan Aiden mulai paham situasi yang sedang di hadapi oleh kedua sejoli yang sempat terpisah itu.

“Ku pikir Samantha-mu itu mengalami Amnesia Disosiatif. Sebuah kondisi dimana penderita tidak berkemampuan untuk mengingat informasi pribadi yang sangat penting yang sebenarnya tak akan mungkin sampai hilang dari ingatannya. Jadi bisa dibilang, bahwa jenis Amnesia ini bukan sekedar lupa biasa karena semudah-mudahnya orang lupa akan suatu hal, informasi mengenai diri sendiri dan pribadi tentu tak akan hilang dengan mudah. Penyebabnya bisa jadi karena stres dan faktor trauma.” ucap Aiden menjelaskan. “Aku tidak mengerti mengapa ini bisa terjadi padanya. Seandainya aku tak memilih pergi saat itu.” ucap David menyesal. Rahangnya mengetat, David mengusap kedua telapak tangannya ke wajahnya.

“Sudahlah jangan menyesali apa yang sudah terjadi. Kau harus membantunya mengingat kembali.” ucap Aiden menepuk pelan punggung David. Sedangkan David hanya diam. “Baiklah aku harus kembali ke rumah sakit, aku sudah menaruh obat anti nyeri dan juga vitamin khusus untuknya di atas meja. Jika ia terbangun dengan keadaan kepalanya yang masih sakit, kau beri obat anti nyeri padanya. Aku pergi dulu.” ucap Aiden. “Terimakasih, Aiden.” ucap David dengan nada tulus. Aiden hanya tersenyum menanggapi.

“Tumben sekali monster itu mengucapkan terimakasih dengan nada seperti itu.” pikir Aiden geli sambil berlalu melangkahkan kakinya keluar dari kamar David.

****

Samantha mengernyitkan dahinya, kepalanya masih terasa sedikit sakit. “Apakah masih terasa pusing?” suara pria disampingnya membuat Samantha terkejut. “Ehm…sedikit, Sir.” jawab Samantha ragu. David menyodorkan sebuah pil dan segelas air putih kepada Samantha dan membantu Samantha untuk duduk. “Itu obat pereda nyeri, minumlah.” ucap David. “Terimakasih, Sir. Aku rasa kita harus segera kembali ke kantor” ucap Samantha sambil berusaha untuk berdiri. Namun, David yang sedaritadi duduk di pinggir kasur menahan Samantha untuk bangun.

“Tidak untuk saat ini, kita akan kembali ke kantor setelah makan siang. Dan tolong jangan panggil aku Sir jika hanya ada kita berdua.” ucap David sambil menatap tajam Samantha yang terlihat gugup. Samantha menundukkan kepalanya, tidak tahan di tatap seperti itu oleh David. “Baik, Mr.Russel.” ucap Samantha.

“Astaga, kenapa Samantha jadi polos sekali.” pikir David. Jemari tangan David mengangkat dagu Samantha agar wanita itu menatapnya. “Tatap aku jika aku sedang berbicara padamu.” ucap David menatap Samantha dengan pandangan syarat akan kerinduan. Entah mengapa tatapan mata David membuat dada Samantha menjadi menghangat. Jantung Samantha berdegub kencang saat menatap mata coklat milik David.   “Panggil aku, Dave.” ucap David membuat Samantha terperangah saat David memintanya memanggil pria itu dengan sebutan “Dave”.

“Panggil aku Dave, seperti dulu kau memanggilku.” pinta David dalam hati.

“Ba..baik, Dave.” ucap Samantha ragu. Mereka berdua bertatapan dalam diam. Lalu David mengeluarkan kata-kata yang berhasil membuat Samantha terkejut setengah mati.

“Aku merindukanmu, Samantha. Akhirnya aku menemukanmu.” ucap David parau, matanya menyiratkan bahwa ada rindu mendalam di dalam sana. Tak lama Samantha merasakan dirinya tenggelam dalam pelukan kedua lengan kokoh milik David. Samantha seperti merasakan pulang ke rumah, sangat nyaman berada di pelukan David.

Seperti ada yang menunggunya pulang untuk kembali ke rumah. Karena selama ini yang Samantha tahu ia hanya sendiri di dunia ini. Tidak mempunyai siapapun di New York, bahkan keluarga pun ia tidak tahu dan tidak mengingat apapun tentang masa lalunya, yang ia ingat ia bangun dengan keadaan sendirian di salah satu rumah sakit di pusat kota New York. Setiap harinya sampai kondisinya mulai pulih, ia menunggu salah satu sanak keluarganya untuk menjemputnya, namun tidak ada satu pun yang datang menemuinya. Bahkan pada catatan riwayat pasien, hanya ada nama penanggung jawab atas kecelakaan yang di alami Samantha.

Sampai pada akhirnya setelah Samantha sudah diperbolehkan untuk pulang, ia pun sempat bingung ingin pulang kemana. Bahkan ia tidak mengenal satu pun orang di kota New York ditambah dengan kondisinya yang tidak ingat apa-apa tentang masa lalunya.

Sampai suatu hari ia bertemu dengan Emily dan wanita itu bersedia memintanya untuk tinggal bersamanya, hanya karena Samantha memberi pertolongan kecil kepada wanita itu. Samantha yang tidak ingat apa-apa itu pun setuju saja menanggapi tawaran Emily, yang untungnya saja wanita itu orang yang baik. Samantha memulai kehidupan barunya bersama Emily.

Sungguh, ia tidak ingin mengingat kembali masa lalunya, ia berpikir keluarga atau orang-orang terdekatnya sudah tidak membutuhkannya lagi. Ia pernah menghabiskan waktunya dengan keterpurukan di rumah sakit. Menunggu ada salah satu keluarganya yang akan menjemputnya. Tapi tidak ada satupun.

Tapi pelukan dan tatapan hangat David membuat Samantha seperti masih di inginkan di dunia ini. Apakah di masa lalunya ia pernah mengenal David? Karena sedari tadi David bertingkah seperti mereka telah mengenal satu sama lain. Namun Samantha tidak mau berharap lebih. David adalah laki-laki tampan, kaya raya, dan berpendidikan. Tidak mungkin mempunyai masa lalu dengan wanita seperti dirinya.

 

DayNight
DayNight