Entah bagaimana harus kusampaikan resah
Yang kini telah menjelma menjadi gelisah tanpa wajah
Tak tahu lagi mesti bagaimana kusuarakan sendu
Saat bibir bungkam tersiksa kelu
Harus ke mana kubuang pedih
Ketika air mata tak sanggup lagi merintih
Jiwaku layu terkekang sendiri
Sejak kau menjejak langkah pergi tanpa peduli
Masih bolehkah aku rindu?
Ketika hadirmu adalah ketidakmungkinan,
Seperti waktu yang tak bisa lagi berputar haluan
Seperti katamu dulu,
Bahwa jika takdir memihak
Kita akan bersua kembali menyatukan letak
Bergandeng tangan saling menggenggam lagi menghapus jarak
Aku sungguh masih ingat
Bagaimana mata kita saling bicara
Menyampaikan segala penolakan untuk melepas rasa
Tetapi, kau tetap pada pendirianmu,
Sementara aku masih di sini saja seperti batu
Menunggu… dan menunggu…
Hadirmu yang kian lama kian semu
Seperti katamu dulu,
Bahwa aku harus menjadi mandiri, kuat dan tangguh
Menghadapi semuanya dengan punggung tegak dan tersenyum, tanpamu
Tetapi kini,
Bahkan aku masih belum tahu,
Membimbing hati untuk sekadar melupa pada raut wajahmu itu,
Bagaimana caranya?
Hai kau … Untuk apa kita dipertemukan?
Jika yang tersisa kini hanyalah retak kepingan
Berserak rusak, puruk-parak tanpa pantas lagi disebut kenangan
Kupikir, waktu yang singkat akan membuat semuanya cepat berlalu
Namun, bagaimanalah ketika saat ini aku justru semakin terbelenggu
Pada janji yang sering kau sebut-sebut sebagai satu
Hilang separuh, maka aku bukanlah aku
Kupikir, sekian lama aku menapaki jejak sangkala
Semakin cepat pula aku bertemu dengan asa
Menggapaimu lagi untuk kusimpan detaknya dalam dada
Menjadikanmu suara paling bising dalam gemuruh rindu di jiwa
Hai kau yang kini entah di mana
Maafkan tak ikhlas ini yang menyebutmu sebagai penyesalan
Mengingatmu sebagai memori pahit
Yang pedarnya tak pernah mau pamit
Andai melupakanmu itu semudah terhapusnya ukiran pasir oleh ombak
Tentulah saat ini aku tak akan terkungkung oleh ingatan pada benak
Jika aku boleh meminta
Tengoklah aku sekadar saja
Agar perih ini bisa menyatu baik dengan segala rela
Tidak lagi terbebani oleh beratnya putus asa
Atas bayang dirimu yang kian aksa
Kota Sejuta Bunga,
Dalam senja yang terbungkus hujan.
Desember 2017
Harapan palsu,angan semu asa yg menipu,,hasrat yang membelenggu memaksa percaya masih ada harapan diantara luluh lantaknya keyakinan…apa aku memaksa hati untuk bahagia dikala duka sudah didepan mata…oh Tuhan..kembalikan lagi hatiku yg kuat dan tegar itu
Semangaattt
Wahhhh Ka Bin nulis jg toh di vitamin blog, bru ngeh aq hehe
Btw berat kli ni puisinya Ka Bin huhu
Pas bikin puisi ini, lgi kangen seseorang ya ehh hehe
Iyah… hehe
Lagi kangen dia
Melupakan seseorang itu begitu sulit