“Cukup”
“CUKUP”
“Tolong sudahi semua ini”
Dengan terengah-engah ia meronta,
Meminta,
Memohon,
Ia berteriak, namun tak ada siapapun disana
Hanya sepasang mata kosong
Yang menatapnya kembali dibalik cermin kamarnya
Dengan perlahan sesosok perempuan bermata kosong itu mengenakan topengnya,
Berusaha mengembalikan sinar kehidupan yang nyata dibalik matanya,
Berusaha tersenyum tanpa beban terhadap dunia,
Berusaha untuk tuli terhadap teriakan-teriakan kosong di dalam dirinya.
Ketika topeng nya sekelebat menunjukan sesuatu yang gelap dibaliknya, orang akan bertanya, “Apa engkau baik-baik saja? Apa masalahmu? Mari kita duduk dan bercerita”
Terbukalah lengan-lengan mereka untuk memeluk sesosok perempuan itu.
“Ah tidak apa, hanya lelah. Tidak usah dipikirkan”
“Ah tidak apa, hanya berfikir biasa”
“Ah tidak apa, bukan sesuatu yang besar”
“Ah tidak apa…..”
Dan semakin tenggelamlah ia dalam bayangan dan kegelapan dalam dirinya.
Terkadang tidak mudah
Untuk memahami
Apa yang ada di dalam pikiran
Sosok-sosok yang terlihat cemerlang
Yang kemudian
Ditemukan di bawah jembatan itu.
Bukan sosok yang tak bersyukur
Bukan sosok yang tak pandai
Bukan sosok yang tak sukses
Bukan
Bukan
Bukan
Hanya sosok yang hancur karena berusaha menemukan rumah dan tempat di dalam kehidupan sosial,
Yang kita sebut sebagai keluarga,
Teman,
Kolega,
Tetangga,
Dan manusia-manusia yang pernah berpapasan dalam kehidupannya
Karena kehidupan sosial ini mengenal kasta.
Tertawalah sepuasmu. Mana ada sistem kasta di abad ke 21 ini? Tak percaya? Coba lihat sekelilingmu
Lihat baik-baik
Amati dengan seksama.
Masih tidak percaya?
Karena sosok-sosok yang kau temukan
Di bawah jembatan itu
Adalah pejuang yang akhirnya menyerah
Dan terhempas, tanpa bersisa.
Berjuang