Calistha terbangun dari tidurnya dengan nafas terengah-engah dan memburu. Baru saja ia mengalami sebuah mimpi yang mengerikan. Ia kemudian menyibak selimut sutra itu dengan gusar karena ia merasa membutuhkan segelas air untuk menenangkan dirinya yang masih dirundung ketakutan. Dengan perlahan, Calistha mulai berjalan menyusuri karpet merah yang terbentang dikamarnya sambil menengokan kepalanya kesana kemari. Biasanya seorang dayang akan berada di dalam kamar majikannya untuk memenuhi segala kebutuhan majikannya sewaktu-waktu. Namun, kali ini Calistha sama sekali tidak melihat dayang barunya yang bernama Sunny. Padahal tadi sebelum ia tidur Sunny mengatakan jika ia akan selalu berada di dalam kamar Calistha jika wanita itu membutuhkan bantuannya sewaktu-waktu. Tapi, sejauh ia melangkah menyusuri setiap sudut kamarnya, ia sama sekali tidak melihat keberadaan Sunny dimanapun. Sebenarnya Calistha tidak ingin merepotkan Sunny atau terlalu bergantung pada wanita berparas imut itu, tapi ini adalah hari pertamanya tinggal di istana Khronos, ia sama sekali belum mengetahui seluk beluk kerajaan ini, kecuali jalan menuju taman yang berada tepat di depan kamarnya. Akhirnya dengan penuh keberanian, Calistha mulai membuka pintu kamarnya untuk mencari letak dapur istana sendiri. Lagipula ia sudah terbiasa menjadi pelayan pangeran Max, jadi ini bukan masalah besar, ia pasti akan menemukan dapur istana dengan cepat. Calistha kemudian mulai melongokan kepalanya keluar untuk melihat keadaan lorong istana yang begitu sepi. Sekilas Calistha melihat beberapa penjaga yang sedang berdiri di sekitar kamarnya, namun anehnya penjaga itu tampak diam layaknya patung. Ia kemudian memutuskan untuk kembali melangkah, menyusuri tiap-tiap lorong istana yang begitu sepi dan senyap. Meskipun ia tahu jika semua penghuni istana pasti sedang tertidur lelah dikamar mereka masing-masing, tapi suasana di istana ini benar-benar mengerikan. Ia merasa sedang berjalan di sebuah istana mati yang begitu sunyi dan senyap. Tiba-tiba Calistha merasakan seluruh bulu kuduknya meremang. Dengan perasaan yang mulai goyah, Calistha mencoba mengusap lengannya sendiri untuk membesarkan hatinya yang mulai ketakutan. Setelah berjalan cukup lama dan terus berputar-putar, Calistha memutuskan untuk bertanya pada seorang prajurit yang sedang berdiri tak jauh dari tempatnya berdiri. Prajurit itu terlihat sedang berdiri tegak sambil memandang lurus pada tembok kokoh di depannya. Meskipun sedikit merasa janggal, Calistha tetap berjalan untuk menghampiri prajurit itu dan mencoba memberitahu kedatangannya dengan sebuah dehaman.
“Ehem, maaf apa kau tahu dimana letak dapur istana?” Tanya Calistha cukup keras di lorong yang sepi itu. Tapi sang prajurit tampak tak merespon ucapannya dan hanya diam sambil memandang lurus ke depan. Calistha kemudian mencoba untuk menyentuh pundak prajurit itu pelan, namun reaksinya tetap sama saja, prajurit itu tetap diam sambil menatap lurus pada tembok di depannya. Dengan ragu, Calistha mencoba menggerak-gerakan tangannya di depan prajurit itu. Tapi, prajurit itu tetap saja bergeming di tempatnya tanpa bergerak sedikitpun. Ia kemudian mencoba menghampiri prajurit yang lain yang juga tengah berdiri tak jauh dari tempat prajurit pertama berdiri. Namun, lagi-lagi prajurit itu sama sekali tidak bergerak dan hanya diam memandang lurus kedepan. Dengan perasaan takut, Calistha mulai berjalan lagi menyusuri lorong kerajaan Khronos yang panjang. Samar-samar ia mendengar suara erangan yang berasal dari sebuah pintu di ujung lorong. Sejenak ia langsung berhenti melangkah sambil mengamati pintu di ujung lorong itu lama. Beberapa jam yang lalu, saat makan malam, Sunny mengatakan padanya jika pintu yang berada di ujung lorong tersebut adalah pintu kamar raja Aiden. Dan kamar itu merupakan kamar pribadi raja Aiden, sehingga hanya orang-orang tertentu saja yang boleh masuk ke dalam sana. Mengingat hal itu, Calistha menjadi ragu untuk melangkahkan kakinya ke dalam sana. Tapi, ia begitu penasaran dengan semua keanehan yang terjadi di dalam kerajaan ini. Ia kemudian menoleh pada jam dinding kayu besar yang berada tepat di sebelahnya. Secara mengejutkan, jarum jam di jam kayu itu berhenti berputra. Jarum jam itu tepat berhenti di angka sebelas lebih lima puluh sembilan menit, dimana satu menit lagi seharusnya jam itu berdentang. Calistha kemudian mencoba untuk menyentuh jam kayu itu sambil mengernyit heran. Di amatinya jam itu lekat-lekat, namun jam itu benar-benar mati dan sama sekali tidak bergerak.
“Arghh.”
Suara erangan yang begitu keras itu membuat Calistha kembali tersadar dari berbagai pikiran yang menghantuinya. Cepat-cepat ia berjalan menuju pintu besar yang menjulang kokoh di ujung lorong untuk melihat keadaan Aiden di dalam sana. Ia merasa harus bertemu dengan raja Aiden sekarang juga untuk meminta penjelasan dari pria itu mengenai keanehan yang terjadi di kerajaan ini.
Calistha tampak berdiri ragu di depan pintu coklat yang terlihat begitu menjulang di hadapannya. Dari luar Calistha masih dapat mendengar suara erangan Aiden yang terdenagar begitu kesakitan. Meskipun ia sangat membenci raja kejam itu, tapi rasa penasarannya akan kerajaan ini jauh lebih besar, sehingga akhirnya ia mencoba untuk sedikit berdamai dengan egonya dan memutuskan untuk masuk ke dalam kamar pribadi raja Aiden. Meskipun seharusnya ia tidak diijinkan untuk masuk karena ia adalah penghuni baru di kerajaan itu, tapi sebentar lagi ia akan menikah dengan pria itu. Sudah seharusnya ia melihat isi kamar calon suaminya terlebihdahulu, mungkin saja calon suaminya saat ini sedang menyembunyikan seorang wanita di dalam sana, sehingga ia akan lebih mudah untuk menolak rencana gila sang raja jika raja sedang tertangkap basah bersama wanita lain.
Dengan perlahan Calistha mulai mendorong pintu kayu itu dan sebisa mungkin ia berusaha agar tidak menimbulkan suara berisik apapun. Kesan pertama saat ia melihat keseluruhan isi kamar Aiden adalah, kamar itu begitu gelap dan hanya disinari oleh cahaya bulan yang menembus dari kaca jendela besar yang berada di dekat perapian. Dari tempatnya berdiri, Calistha dapat melihat Aiden sedang mengerang kesakitan sambil terus memegang kepalanya yang seakan-akan ia sedang mengalami sebuah siksaan yang tak kasat mata. Dan ketika Calistha telah melangkah mendekati Aiden, ia dapat melihat noda merah yang tercetak jelas di atas karpet serta sebuah gelas kaca yang telah pecah berkeping-keping di bawah kakinya. Meskipun pada awalnya Calistha sempat mengira jika noda merah itu adalah darah, tapi setelah ia melihat sebuah botol wine yang masih tersisa separuh di atas meja kerja sang raja, Calistha langsung menyimpulkan jika noda merah itu bukan noda darah, melainkan noda tumpahan wine yang merembes di atas karpet milik raja. Ia kemudian semakin melangkah mendekat ke arah Aiden dan mencoba untuk menyentuh wajah pria itu yang masih tampak kesakitan. Meskipun pria itu sudah tidak mengerang lagi, tapi ia terlihat sedang mengatur deru napasnya yang masih memburu, meninggalkan hembusan napas yang begitu kencang menerpa kulit tangannya yang saat ini sedang bertengger di atas pipi pria itu sambil terus mengusapnya untuk memberikan kenyamanan. Entah kenapa, setelah melihat Aiden lebih tenang, Calistha pun juga merasa lebih tenang dan tidak terlalu panik seperti sebelumnya. Ia merasa seperti terhubung dengan pria itu. Namun, tiba-tiba Aiden membuka matanya dan langsung menatap tajam pada kedua manik mata Calistha yang masih terkejut atas pergerakan pria itu yang tiba-tiba. Mereka berdua saling bertatapan cukup lama dengan tangan Calistha yang masih bertengger di atas rahang kokoh milik Aiden. Dan setelah ia tersadar, Calistha segera menyingkirkan telapak tangannya dari rahang kokoh itu sambil tersipu malu. Ia merasa seperti seorang pencuri yang tertangkap basah sedang memegang barang yang akan ia curi. Cepat-cepat Calistha mengalihkan perhatian Aiden dari kedua bola matanya dengan dehaman canggung. Sungguh ia merasa begitu terintimidasi sekarang.
“Aa.. apa kau baik-baik saja? Kenapa waktu di kerajaan ini seakan-akan berhenti?”
Aiden menatap tajam Calistha sambil mengamati wajah wanita itu lekat-lekat. Ia melihat adanya ketakutan dan kepanikan yang tercetak jelas di wajah wanita itu. Tapi, apakah baru saja ia menanyakan keadaanya? Apa baru saja wanita itu mengkhawatirkan keadaanya?
“Mungkinkah ia sedang mengkhawatirkanku?”
Sejenak Aiden merasa jika Calistha sedikit mempedulikan keadaanya. Namun sedetik kemudian ia teringat akan ucapan Calistha yang mengatakan padanya jika semua jam yamg berada di istana ini seolah-olah berhenti berputar. Ia kemudia langsung membuang jauh-jauh pikiran bodohnya yang telah menganggap jika Calistha baru saja mengkhawatirkannya. Padahal jelas-jelas jika wanita itu sedang ketakutan karena semua jam yang berada di kerajaan ini seolah-olah berhenti berputar. Ah, dia benar-benar terlalu berharap pada wanita itu.
“Apa yang kau lakukan di kamarku?” Tanya Aiden dingin dan datar, mencoba untuk mengintimidasi Calistha agar wanita itu takut padanya. Namun, hal itu tidak sesuai dengan dugaanya, karena Calistha justru kembali menjadi wanita yang sinis dan angkuh seperti biasanya. Semua sisi lembut yang baru saja ia lihat tiba-tiba lenyap tak berbekas dari wanita itu, membuatnya sedikit kecewa dan merasa kehilangan. Jujur ia lebih menyukai sisi lembut Calistha yang begitu menenangkan dan membuatnya terlihat lebih cantik dari sebelumnya. Tapi, sudahlah, semua kelembutan itu memang tidak pernah nyata. Selamanya Calistha akan selalu membencinya dan menganggapnya sebagai pria paling jahat di dunia.
“Aku hanya ingin bertanya padamu, kenapa semua orang yang ada di luar tampak tidak bergerak, bahkan jarum jam pun juga. Sebenarnya apa yang sedang terjadi di kerajaan ini?” Tanya Calistha gusar. Aiden kemudian mengernyitkan dahinya sambil berpura-pura bingung. Padahal ia jelas mengetahui penyebab dari semua keanehan yang dilihat oleh Calistha. Tapi, ia tahu jika Calistha pasti belum terbiasa dengan semua keanehan itu, jadi untuk sementara ia akan berpura-pura tidak tahu dan mengaggap Calistha gila. Lagipula, akan sangat menyenangkan jika ia dapat menggoda Calistha dan membuat wanita itu berteriak-teriak bar-bar di hadapannya.
“Apa kau sedang bercanda? Itu tidak mungkin terjadi. Apa kau pikir kerajaanku berhantu?”
“Tapi itu benar-benar terjadi, aku tidak berbohong.” Balas Calistha berapi-api, mecoba meyakinkan Aiden dengan semua ceritanya. Tapi, Aiden tampaknya benar-benar ingin membuat Calistha gusar dan semakin marah karena ia tidak mempercayai ucapan wanita itu.
Sebenarnya kejadian aneh seperti yang dilihat oleh Calistha sudah sering terjadi di kerajaanya ataupun di kerajaan yang lain. Disaat Aiden mulai mendapatkan penglihatan akan masa depan, biasanya waktu disekitarnya akan berhenti sejenak, pun dengan semua orang-orang yang berada di sekitarnya. Namun, ada satu orang yang tidak akan pernah terpengaruh ketika waktu sedang berhenti berputar, yaitu Calistha. Karena Calistha adalah pasangan Aiden, maka Calistha tidak akan terpengaruh dengan apa yang terjadi disekitar Aiden. Hanya saja, Calistha tidak memiliki kemampuan untuk melihat masa depan seperti yang dialami oleh Aiden. Calistha hanya mendapatkan karunia, yaitu ia dapat menjadi penawar bagi kutukan Aiden dan juga ia dapat merasakan apa yang dirasakan oleh Aiden, yang sayangnya belum disadari oleh wanita itu sepenuhnya karena selama ini egonya masih begitu tinggi dan ia jelas-jelas selalu menyangkal semua perasaanya yang berhubungan dengan Aiden. Ia tidak mau terikat dengan Aiden, ia hanya mencintai Max. Tapi, sebenarnya cinta itu tidak nyata. Cinta Calistha pada Max adalah cinta yang semu karena Calistha sejak awal hanya mengenal satu orang pria di dalam hidupnya, sehingga ia tidak bisa membedakan antara perasaan cinta pada pasangannya atau perasaan cinta pada kakak laki-lakinya.
“Maafkan aku tuan putri, tapi semua hal yang kau bicarakan itu tidak nyata. Mungkin kau sedang bermimpi.” Ucap Aiden tenang, namun sedikit mengejek. Dalam hati Aiden begitu puas karena ia berhasil membuat ratunya menjadi marah dan terlihat semakin buas dengan taring-taringnya yang hampir keluar. Mungkin ia hanya membutuhkan beberapa detik untuk mendengar segala umpatan yang selalu keluar dari bibir tipis nan menggairahkan itu.
“Aku tidak bermimpi! Sudah kukatan jika apa yang kulihat itu benar-benar nyata dan aku sedang dalam keadaan sadar saat berjalan menuju kamarmu. Kenapa kau tidak mau mempercayaiku?”
“Karena kau juga tidak mau mempercayaiku.” Jawab Aiden cepat, namun berhasil membuat Calistha semakin merasa kesal dengan pria menyebalkan yang saat ini tengah duduk tenang di atas singgasananya yang nyaman itu. Calistha kemudian tampak berpikir untuk membuktikan kata-katanya pada Aiden. Ia jelas-jelas tidak ingin kalah dari pria itu dan dicap sebagai wanita pembual.
“Kalau begitu kau lihat sendiri sekarang di luar. Aku akan menunjukannya padamu.” Ucap Calistha angkuh sambil melipat kedua tangannya di depan dada. Aiden mengamati wanita yang sedang berdiri angkuh itu dengan alis mata yang ia naikan ke atas sambil menatap geli pada Calistha. Sungguh ia merasa begitu puas karena ia telah berhasil membuat wanita itu kesal padanya. Ia bersumpah, ia akan lebih sering menggoda Calistha setelah ini.
“Baiklah, aku akan melihatnya bersamamu. Tapi, jika semua ucapanmu tidak benar, apa yang akan kau lakukan? Apa hadiah yang akan kudapatkan?”
“Hadiah? Apa kau pikir kita sedang taruhan?” Tanya Calistha tak suka. Mengapa pria itu seolah-olah ingin mencari kesempatan ditengah kebingungannya. Ia tentu saja tidak akan menuruti permintaan pria itu. Ia tidak akan memberikan apapun padanya jika apa yang dikatakannya memang salah dan hanya halusinasinya semata. Lagipula ia benar-benar yakin jika ia tidak sedang berhalusinasi. Jika ia sedang berhalusinasi, pasti pria yang sedang duduk di hadapannya saat ini juga hanya halusinasinya semata, sedangkan ia sama sekali tidak ingin menghadirkan pria itu di dalam alam bawah sadarnya. Tidak pernah ingin!
“Tidak ada hadiah apapun. Lebih baik kau sekarang segera bangkit dan melihat sendiri bagaimana keadaan aneh di luar sana.” Ucap Calistha jengah dan tidak sabar. Sejak tadi pria itu terus menerus membuatnya kesal dengan sikapnya yang menyebalkan dan juga arogan. Dan betapa sialnya karena ia sekarang sedang terjebak di dalam kerajaan pria yang paling ia benci di dunia ini.
“Kau memerintahku? Kau pikir kau siapa? Aku tidak menerima perintah dari siapapun.” Balas Aiden tak kalah angkuh. Calistha tampak menggeram tertahan di hadapan pria itu sambil mengepalkan kedua tangannya kesal. Akhirnya wanita itu menarik tangan Aiden dengan paksa untuk berjalan keluar dari kamarnya yang temaram itu. Dengan langkah lebar-lebar Calistha terus menarik tangan Aiden tanpa mempedulikan tatapan aneh dari mata Aiden yang sedang menatap genggaman tangan Calistha di atas tangan kananya. Sesaat ia merasa begitu hangat dengan genggaman tangan itu. Ia merasa seperti kembali ke masa lalu saat ibunya juga sedang menggenggam tangannya. Namun, tiba-tiba genggaman tangan itu terlepas dari tangannya, menyisakan perasaan kehilangan yang begitu pekat di dalam hatinya.
“Tidak mungkin.” Gumam Calistha tercekat di sebelah Aiden. Pria itu kemudian menatap Calistha bingung sambil menaikan alisnya heran. Namun, sedetik kemudian ia dapat memahami maksud dari gumaman Calistha yang tertahan tersebut.
“Ada apa? Sepertinya mereka baik-baik saja.”
“Selamat malam Yang Mulia, selamat malam nona Calistha.” Sapa salah satu prajurit yang berdiri di sebelah kamar Aiden. Aiden pun membalas sapaan itu dengan anggukan singkat yang terkesan datar, sedangkan Calistha, wanita itu masih terpaku di tempat dengan keterkejutannya. Padahal beberapa menit yang lalu ia begitu yakin dengan apa yang ia lihat. Namun, sekarang keyakinan itu langsung lenyap begitu saja dari dirinya, dan digantikan dengan perasaan malu yang luar biasa. Ia kemudian melirik wajah Aiden sekilas sambil menggigit bibirnya dengan gugup. Dalam hati ia terus meruntuki dirinya yang telah bertingkah bodoh di hadapan Aiden. Apalagi beberapa menit yang lalu tanpa sadar ia juga mengelus pipi Aiden dengan wajah panik dan ketakutan. Setelah ini Aiden pasti akan mengganggapnya sebagai wanita murahan, seperti wanita-wanita lain di luar sana yang dengan seenaknya masuk ke dalam ruang pribadi pria itu dan membelai wajahnya yang angkuh itu. Calistha pun hanya dapat terdiam di tempatnya tanpa berani menoleh pada Aiden. Ia terlalu malu hanya untuk menatap wajah angkuh nan menyebalkanku itu, hingga akhirnya ia memutuskan untuk mematung di tempat dan menunggu apa yang akan dilakukan Aiden padanya.
“Lihat, sepertinya kau terlalu depresi. Ayo, aku akan mengantarmu ke kamar. Aku khawatir, kau akan berhalusinasi lagi jika aku membiarkanmu berjalan sendiri.” Ucap Aiden datar, namum tersembunyi nada geli disetiap kalimatnya. Sungguh pria itu ingin sekali tertawa terbahak-bahak di depan Calistha, menertawakan wajah bodoh wanita itu yang terlihat bersungut-sungut di sebelahanya. Tiba-tiba saja Aiden mengerutkan dahinya heran.
“Apa yang terjadi padaku? Kenapa aku merasa bahagia saat bersamanya? Ini… sungguh kejadian yang sangat langka.” Batin Aiden tidak mengerti pada dirinya sendiri. Tanpa sadar ia telah meraba dada sebelah kirinya sambil merasakan detak jantungnya yang berdetak lebih cepat dari biasanya.
“Apa aku telah jatuh pada pesonanya?”
“Hey, aku tidak depresi! Kau tidak perlu mengantarkanku. Aku bisa berjalan sendiri ke kamarku.” Teriak Calistha tidak terima, membuatnya langsung tersadar dari lamunannya yang sedikit konyol menurutnya.
“Aku tidak yakin akan hal itu. Lebih baik kau diam dan jangan membantah.” Ucap Aiden tegas sambil berlalu begitu saja menuju arah kamar Calistha. Dibelakangnya Calistha tampak mendengus sebal sambil mengikuti langkah raja kejam itu dalam diam. Ia sungguh merasa kesal dengan sikap Aiden. Raja kejam itu jelas-jelas saat ini sedang menertawakannya dari balik tubuh tegapnya yang menjulang itu.
“Huh, kenapa raja cabul itu sangat menyebalkan! Awas saja, aku pasti akan menghancurkannya dan membuatnya bertekuk lutut padaku. Tak akan kubiarkan ia menginjak-injak harga diriku dan menikahiku. Secepatnya aku harus mencari cara untuk kabur dari kerajaan ini dan menemui Gazelle. Saat ini hanya Gazelle dan kelompoknya yang dapat menyelamatkanku. Semoga saja pergerakan mereka tidak diketahui oleh prajurit kerajaan Khronos.”
Bruk
“Aw, apa yang kau lakukan di depanku? Kau sengaja menghentikan langkahmu agar aku menabrakmu!” Sembur Calistha galak ketika ia tiba-tiba menabrak tubuh tegap Aiden yang berhenti tepat di depannya. Aiden kemudian menolehkan kepalanya sambil menatap datar pada wanita itu. Jelas-jelas wanita itu sedang melamun saat berjalan hingga ia menabrak tubuhnya. Benar-benar aneh. Namun, ia sama sekali tidak marah pada Calistha. Ia justru merasa hatinya menghangat dan dipenuhi oleh perasaan aneh yang selama ini belum pernah ia rasakan. Padahal selama ini ia terkenal sebagai seorang raja yang kejam dan bengis. Belum pernah sekalipun ia dibentak-bentak sesuka hati oleh orang lain seperti wanita itu membentaknya. Huh, bukankan cinta itu sungguh aneh?
“Perhatikan langkahmu. Kita sudah sampai di kamarmu.” Ucap Aiden datar dan langsung masuk ke dalam kamar wanita itu begitu saja tanpa persetujuan dari Calistha, membuat wanita itu langsung gelagapan dan langsung menyusul pria itu masuk ke dalam kamarnya.
“Apa yang kau lakukan di dalam kamarku?”
“Menurutmu? Sepertinya menemanimu hingga kau terlelap akan menyenangkan. Aku bisa menjagamu agar kau tidak berhalusinasi lagi dan berkeliaran di dalam istanaku dengan keadaan setengah depresi.”
“Jangan harap! Cepat keluar, atau aku akan memanggil prajurit untuk menyeretmu.” Ancam Calistha keras yang hanya ditanggapi Aiden dengan kekehan kecil. Sejenak Calistha merasa terpana dengan kekehan kecil Aiden yang terdengar begitu merdu di telinganya. Ia pikir raja kejam itu tidak bisa tertawa dan hanya menghabiskan seluruh hidupnya untuk marah-marah dan membunuh. Tapi, ternyata ia salah. Aiden tetaplah seorang manusia yang memiliki selera humor dalam dirinya. Hanya saja pria itu jarang menunjukannya di depan umum karena ia memerlukan sikap garangnya untuk menghabisi semua musuh ayahnya. Dan betapa beruntungnya Calistha karena ia telah menjadi wanita pertama yang melihat tawa Aiden yang begitu manis. Andai saja Aiden bukan pembunuh kedua orangtuanya, ia pasti akan jatuh ke dalam pesona Aiden dengan mudah. Tapi, ketika ia mengingat seluruh keluarganya yang telah meninggal dan juga Tiffany, perasaan marah dan benci itu kembali menyeruak di dalam hatinya, membuat seluruh tubuhnya terasa panas karena terbakar emosi. Ia tidak boleh terlarut dalam pesona pria itu, karena ia harus membalaskan dendam seluruh keluarganya pada pria kejam yang saat ini sedang menatapnya dengan wajah datar itu.
“Naiklah ke ranjangmu, aku tidak akan melakukan apapun padamu.”
“Aku tidak mau! Jika kau tidak keluar dari kamarku, aku tidak akan mau naik ke atas ranjangku dan memejamkan mataku. Aku yakin, kau pasti sedang memikirkan hal-hal cabul di dalam otakmu dan berencana untuk menyerangku saat aku jatuh tertidur nantinya. Dasar pria licik!” Maki Calistha keras dan berhasil membuat Aiden sedikit terpancing. Padahal malam ini ia hanya ingin menunjukan sisi baiknya pada wanita itu, tapi Calistha justru terus melontarkan kata-kata pedas yang sangat tidat enak untuk didengar. Ternyata wanita itu tidak pantas untuk diperlakukan lembut. Wanita itu memang lebih pantas untuk diperlakukan kasar seperti wanita-wanita murahan lainnya.
“Jika kau tidak mau, maka aku akan memaksamu. Cepat naik dan tidur.” Desis Aiden marah sambil mencengkeram pergelangan tangan Calistha kuat. Pria itu kemudian langsung menghempaskan Calistha ke atas ranjangnya hingga membuat Calistha menjerit kesakitan karena kepalanya sedikit membentur tiang ranjang. Tapi, Aiden tampak tidak peduli dengan erangan kesakitan Calistha dan justru mendekatkan wajahnya ke arah Calistha sambil menyeringai mengerikan di depan wajah wanita itu.
“Lain kali kau harus lebih menurut padaku sayang, sebelum aku menyakitimu lebih jauh.”
“Dasar pria kejam! Kau iblis! Pergi dari kamarku.” Balas Calistha keras, mencoba untuk melawan aura mengintimidasi yang dikeluarkan oleh Aiden. Pria itu tampak memandang Calistha datar, sebelum ia menundukan kepalanya dan mencium kening Calistha lama dan lembut. Setelah itu ia segera berjalan pergi dari kamar Calistha sambil membanting pintu besar di kamar Calistha dengan keras, meninggalkan bunyi debuman yang cukup nyaring ditengah suasana senyap yang terjadi di lorong istana tersebut. Sedangkan Calistha masih mematung tak percaya sambil meraba keningnya berkali-kali. Ia tidak pernah menyangka jika Aiden akan selembut itu padanya, meskipun akhirnya pria itu memunculkan sisi kasarnya dengan membanting pintu. Tapi… pria itu tidak menciumnya dengan kasar seperti sebelumnya. Pria itu memperlakukannya dengan sangat lembut malam ini. Oh Tuhan, ia bisa benar-benar gila dengan sikap Aiden yang berubah-ubah itu. Calistha kemudian menggelengkan kepalanya kuat, menghalau semua pikiran anehnya yang saat ini tengah melintas di dalam kepalanya.
“Tidak tidak tidak! Aku tidak boleh terhanyut dalam pesonanya. Aku harus segera menyusun rencana untuk keluar dari kerajaan ini.” Gumam Calistha pelan sambil menarik selimutnya tinggi-tinggi menutup tubuh rampingnya untuk tidur.
-00-
Max memandangi suasana di dalam perkemahan kaum pemberontak dengan perasaan gamang. Dulu ia pernah mendengar kabar mengenai kaum pemberontak ini, tapi ia tidak pernah terlalu menggubrisnya karena pemberontak itu sama sekali tidak mengusik kerajaannya. Saat itu ia sempat berpikir jika kaum pemberontak adalah sekelompok orang-orang jahat yang selalu melakukan hal-hal negatif untuk melakukan balas dendam pada kerajaan Khronos. Tapi, ternyata hal itu sama sekali tidak benar. Orang-orang yang bergabung di dalam kelompok ini adalah orang-orang baik yang menginginkan sebuah keadilan. Mereka berusaha mati-matian untuk meminta pertanggungjawaban dari raja Aiden atas semua perbuatan buruk yang dilakukan oleh raja itu selama ini. Tapi, jika ia melihat bagaimana sikap raja Aiden ketika datang ke kerajaannya, raja itu terlihat begitu angkuh dan sok berkuasa. Ia juga terlihat semena-mena terhadap semua wanita yang ia dapatkan dari berbagai kerajaan yang dijajahnya. Jadi, ia sama sekali tidak heran jika kaum pemberontak itu begitu keras menentang setiap kebijakan yang dibuat oleh raja Aiden, meskipun sebenarnya mereka telah diberikan tempat yang layak jika mereka bersedia untuk tunduk pada raja kejam itu. Tapi, kemudian ia berpikir kembali, apakah semua ini dilakukan tanpa adanya suatu alasan dibaliknya? Mungkinkah ada sesuatu di masa lalu yang tidak diketahuinya hingga sekarang rakyat-rakyat itu menjadi korban atas kekejaman raja Aiden? Max terus memikirkan hal itu di dalam kepalanya sambil menghela napas berkali-kali. Sejujurnya selama ini ia tidak pernah ikut andil dalam memerintah kerajaan Hora. Ayahnya selalu melakukannya sendiri tanpa pernah melibatkannya sedikitpun, sehingga ia merasa begitu bodoh sekarang karena ia hanya mengetahui fakta-fakta yang terjadi di depannya, sedangkan fakta-fakta yang buram, ia sama sekali tidak tahu.
“Huh, kenapa aku harus selemah ini?” Gumam Max pelan pada dirinya sendiri.
“Kau tidak lemah, kau hanya kurang terlatih.”
Tiba-tiba Gazelle mendekati Max sambil memberikan secangkir teh madu yang baru saja dibuat oleh nenek Smith yang terlihat cukup menggoda di tengah-tengah cuaca dingin yang begitu menusuk tulang mereka. Dengan senang hati Max segera meraih cangkir teh itu dan ia langsung meneguk isinya hingga menyisakan separuh cairan berwarna coklat muda yang begitu harum. Kini tubuhnya terasa lebih baik dan lebih hangat dari sebelumnya. Diliriknya Gazelle sekilas sambil menggumamkan terimakasih dan meminta wanita itu untuk bergabung dengannya untuk memandangi bintang-bintang yang tampak bersinar redup di tengah langit malam yang tampak mendung.
“Kau tidak tidur?” Tanya Max memecah keheningan diantara mereka berdua. Gazelle menoleh cepat ke arah Max dan menggelengkan kepalanya ringan.
“Tidak, maksudku belum. Hari ini adalah jadwalku untuk melakukan jaga malam. Tapi, besok pagi tugasku akan digantikan oleh orang lain. Jadi, aku bisa mengganti waktu istirahatku besok pagi. Lalu, bagaimana denganmu? Seharusnya kau beristirahat di tendamu bersama ibu ratu. Bukankah lukamu baru saja diobati. Kau harus banyak-banyak beristirahat.”
“Hmm, aku malu padamu. Seharusnya sebagai seorang pria aku dapat melindungi ibuku dan rakyatku. Tapi, aku justru dikalahkan dengan mudah oleh raja Aiden. Bukankah aku ini memang payah?” Ucap Max dengan kekehan getir. Gazelle menatap lembut pada Max dan mengelus pundak Max pelan untuk memberikan kenyamanan pada pria itu. Apa yang dikatakan Max memang benar. Pria itu memang sangat payah karena ia dapat dikalahkan oleh Aiden dengan mudah. Tapi, ia juga tidak bisa menyalahkan Max begitu saja, karena dalam hal berperang dan strategi, Aiden memang jauh lebih unggul daripada Max. Bertahun-tahun Aiden belajar untuk menjadi raja yang hebat untuk membalaskan dendamnya pada orang-orang yang telah membunuh kedua orantuanya. Jelas sekali jika Aiden memang bukan lawan yang ringan. Jika Max ingin mengalahkan Aiden, maka pria itu memerlukan taktik dan rencana yang harus benar-benar matang.
“Kau tidak salah, raja Aiden memang lawan yang tangguh. Wajar jika kau kalah darinya, mengingat bagaimana ia berlatih bela diri dan seni berpedang selama ini. Ia tipe pria yang sangat gigih dan pekerja keras.”
Max mengernyitkan dahinya bingung sambil memandang Gazelle penuh tanya.
“Darimana kau mengetahui semua itu?”
“Aku mengetahuinya sendiri, karena dulu aku adalah bagian dari kerajaan Khronos.” Bisik Gazelle pelan sambil memandangn sekelilingnya untuk berjaga-jaga jika seseorang menguping pembicaraan mereka. Bertahun-tahun Gazelle menyembunyikan identitasnya dari kaum pemberontak karena ia merasa belum memiliki partner yang benar-benar kuat untuk melawan Aiden. Sekarang setelah ia bertemu dengan Max, ia menjadi yakin jika Max adalah lawan yang seimbang untuk Aiden. Setidaknya Max hanya perlu sedikit diasah agar ia bisa sebanding dengan Aiden.
“Maksudmu? Kau sebenarnya adalah salah satu rakyat kerajaan Khronos?”
“Ya begitulah. Lebih tepatnya aku adalah putri dari menteri perang kerajaan Khronos. Dulu aku dan Aiden begitu dekat. Kami sering berlatih pedang dan bela diri bersama hingga aku merasa jika Aiden adalah sosok pria yang begitu sempurna untuk menjadi pasanganku. Sayangnya Aiden mendapatkan kutukan yang sangat mengerikan dari musuh-musuh ayahnya, sehingga ia tidak bisa menerima cintaku dan lebih memilih untuk mencari takdirnya agar ia dapat terbebas dari kutukan itu. Dan setelah aku tak memiliki harapan lagi, aku memutuskan untuk pergi dari kerajaan Khronos dan bergabung dengan kaum pemberontak agar aku bisa membuat Aiden sadar jika aku adalah wanita yang berbahaya, jadi sudah seharusnya ia berhati-hati denganku dan tidak melukai perasaanku yang berharga ini. Sayangnya selama bertahun-tahun aku bergabung menjadi anggota dari kaum pemberontak ini, mereka semua tak sehebat yang kukira. Kekuatan mereka masih jauh dibawah parajurit-prajurit bangsa Khronos, sehingga kami tidak pernah bisa menghancurkan kerajaan Khronos hingga benar-benar hancur. Aku merasa, seluruh rencana yang selama ini telah kami susun akan diketahui dengan mudah oleh seluruh prajurit kerajaan Khronos. Itulah sebabnya kenapa kami tidak pernah menang melawan prajurit Khronos, apalagi Aiden.”
“Pantas saja Aiden begitu terobsesi pada Calistha, pria kejam itu hanya ingin memanfaatkan Calistha demi menghilangkan kutukannya. Benar-benar licik. Kita harus segera membebaskan Calistha dari kerajaan Khronos.” Ucap Max geram sambil mengepalkan kedua tangannya tidak terima. Meskipun saat ini ia masih terluka, tapi ia tidak peduli. Apapun akan ia lakukan demi membebaskan Calistha dari cengkeraman raja iblis itu.
“Ya, Aiden hanya memanfaatkan Calistha untuk menghilangkan kutukannya. Dan setelah itu ia pasti akan membunuh Calistha, sama seperti wanita-wanita terdahulu yang didapatkan oleh Aiden dari berbagai kerajaan.” Ucap Gazelle terdengar begitu prihatin. Tapi, jauh di dalam lubuk hatinya, Gazelle sedang menyiapkan berbagai rencana jahat untuk menghancurkan Calistha dan juga untuk menyakiti Aiden. Ia ingin pria itu juga mengalami kesakitan yang sama seperti apa yang ia rasakan selama ini. Bertahun-tahun ia mencoba untuk melupakan setiap penghinaan yang dilontarkan oleh Aiden padanya. Tapi, ia tidak pernah bisa melupakannya karena hatinya sudah terlalu sakit untuk menerima semua fakta jika Aiden sama sekali tidak mencintainya dan justru menyebutnya sebagai wanita jalang yang hina. Malam itu ia benar-benar hancur dan sangat ingin bunuh diri karena ia sudah tidak sanggup untuk bertemu dengan Aiden. Tapi, kemudian ia teringat akan desas desus mengenai kaum pemberontak yang hendak melakukan balas dendam pada Aiden. Akhirnya dengan tekad yang bulat, Gazelle segera pergi dari rumahnya tanpa berpamitan pada siapapun. Bahkan, ia sama sekali tidak meninggalkan surat untuk keluarganya karena ia tidak ingin menambah beban bagi keluarganya dengan mencoreng nama baik ayahnya, sedangkan ayahnya adalah seorang menteri perang. Namun, setelah ia masuk ke dalam kelompok kaum pemberontak, ternyata desas desus mengenai kehebatan mereka selama ini hanyalah tipuan belaka. Mereka semua yang tergabung dalam kelompok pemberontak tidak sekuat yang ia kira. Bahkan banyak dari mereka yang tidak bisa menggunakan pedang dengan benar. Yang jelas mereka semua benar-benar payah dan tidak bisa diandalkan.
“Apa kau memiliki rencana untuk membebaskan Calistha? Jika kau memilikinya, katakan padaku. Aku ingin membalaskan dendamku pada raja iblis itu dan juga membawa Calistha pulang ke dalam pelukanku. Ia pasti sangat sedih dan tertekan berada di dalam kungkungan raja iblis itu. Jika kau benar-benar memiliki rencana yang bagus, aku pasti akan membantumu untuk menjalankannya karena dendamku pada Aiden juga sangat besar seperti dirimu.” Ucap Max berapi-api dan penuh emosi. Dibalik wajahnya yang tampak tenang, Gazelle sedang tertawa terbahak-bahak pada dirinya sendiri karena akhirnya ia dapat menjebak Max untuk ikut ke dalam permainannya. Melalui Max ia akan melakukan balas dendam pada Aiden. Ia akan membuat Aiden terpuruk karena ia kehilangan calon isterinya yang berharga itu. Lalu, ia akan membunuh Calistha tepat di depan wajah Aiden agar pria itu tidak bisa menyembuhkan kutukannya.
“Untuk saat ini aku belum memiliki rencana yang pasti. Tapi, aku berencana untuk datang ke kerajaan Khronos dan bertemu dengan Calistha. Kita harus menyamar dan meminta bantuan Calistha sebagai orang dalam. Apa kau bersedia membantuku?”
“Tentu saja, aku pasti akan membantumu. Aku akan ikut denganmu untuk datang ke kerajaan Khronos dan menemui Calistha. Jadi, kapan kita akan berangkat menuju kerajaan Khronos?” Tanya Max bersemangat. Ia merasa sudah begitu tidak sabar untuk bertemu Calistha dan melepas rindu pada wanita itu. Ia ingin segera merengkuh Calistha dan membawa wanita itu pergi sejauh-jauhnya dari kerajaan Aiden.
“Besok kita harus pergi ke kerajaan Khronos dan menemui Calistha. Dua hari lagi Aiden pasti akan menikahi Calistha karena lusa adalah malam bulan purnama. Sebisa mungkin kita harus menggagalkan Aiden untuk menikahi Calistha agar kutukannya tidak pernah hilang. Apa kau setuju denganku?”
“Ya, aku setuju. Kurasa luka di perutku juga sudah lebih baik dari sebelumnya, jadi aku akan ikut denganmu ke kerajaan Khronos.” Ucap Max mantap dan penuh keyakinan. Gazelle kemudian menggenggam telapak tangan Max kuat sambil mengangguk yakin pada pria itu jika mereka berdua pasti dapat menjadi sepasang partner yang handal untuk menjatuhkan kerajaan Khronos.
“Baiklah. Lebih baik sekarang kau beristirahat agar besok kita dapat melakukan perjalanan menuju kerajaan Khronos.”
“Ya, aku akan beristirahat. Terimakasih Gazelle atas semua kebaikan hatimu. Aku tidak akan pernah melupakan seluruh jasamu.”
“Hmm, sama-sama. Selamat malam Max.”
“Selamat malam. Sampai jumpa esok pagi.” Bisik Max pelan sebelum Gazelle melangkah pergi dari tendanya yang kecil. Dibelakangnya sang ibu tengah tertidur lelap dengan wajah tuanya yang tampak begitu damai. Max kemudian mengelus pundak ibunya dengan lembut dan mencium kening ibunya cukup lama sebagai bentuk rasa sayangnya pada wanita mulia yang telah melahirkannya ke dunia ini. Max kemudian berbisik pelan di telinga ibunya jika ia sangat menyayanginya dan setelah itu ia langsung merebahkan tubuhnya di sebelah sang ibu sambil melipat kedua tangannya di belakang kepala untuk menjadi bantal. Besok akan menjadi hari yang sangat panjang untuk mereka dan Max benar-benar akan mempersiapkan yang terbaik demi menyelamatkan Calistha dari cengkeraman raja iblis yang sangat kejam itu. Kali ini ia tidak akan kalah lagi dari raja Aiden. Ia pasti akan membawa Calistha kembali ke dalam pelukannya.
“Tunggu aku Cals, aku pasti akan menyelamatkanmu.”
-00-
Keesokan paginya Calistha terbangun dengan suasana hati yang sangat buruk. Bagaimana tidak, ketika ia membuka mata, seorang wanita dengan pakaian yang norak telah duduk di sebelah ranjangnya sambil mengamati setiap gerak-geriknya dengan mata aneh yang tampak menelisik. Merasa dipandangai dengan begitu intens, Calistha menjadi risih dan langsung menyuruh wanita itu untuk keluar dari dalam kamarnya. Namun, wanita itu tampak tak menggubrisnya sama sekali dan justru mengeluarkan berbagai macam kain sutra dari dalam sebuah peti besar yang entah dari mana datangnya, tiba-tiba peti itu sudah berada di dalam kamarnya yang luas. Lalu tanpa sopan santun wanita itu segera menarik tangan Calistha untuk masuk ke dalam kamar mandi, dan tanpa diduga wanita itu langsung menceburkannya begitu saja ke dalam kolam air panas yang disiapkan untuknya, lengkap dengan sabun susu yang begitu wangi dan lembut. Tapi, bagaimana mungkin ia dapat menikmati aroma wangi sabun susu itu jika ia masuk ke dalam kolam itu masih menggunakan gaun tidur lengkap dan ia juga belum menggulung rambutnya yang panjang agar tidak basah. Kemudian setelah ia selesai mandi yang terkesan dipaksakan itu, ia segera diseret menuju ranjangnya untuk memilih gaun mana yang akan ia kenakan untuk pesta pernikahannya lusa. Tentu saja Calistha langsung menolak semua gaun itu mentah-mentah karena ia sama sekali tidak setuju dengan rencana gila Aiden yang ingin menikahinya tepat di malam bulan purnama. Ia merasa pria itu mirip seperti siluman srigala karena ingin menikahinya di malam bulan purnama. Meskipun jika pria itu akan menikahinya di malam lain selain bulan purnama, ia juga tidak akan pernah mau.
“Aku tidak mau mengenakan gaun-gaun itu. Aku tidak mau menikah dengan rajamu.” Teriak Calistha geram pada wanita berkulit coklat yang sedang memandang Calistha dengan dahi terangkat santai. Ia tampak tak memperdulikan teriakan nyaring Calistha dan justru mendorong Calistha untuk mengenakan sebuah gaun berwarna pink muda yang begitu cantik. Meskipun awalnya Calistha menolak, tapi ia tidak bisa berbuat apapun setelah wanita itu terus mendesaknya untuk mencoba gaun itu di tubuhnya.
“Ya Tuhan, siapa wanita itu? Kenapa ia begitu menyebalkan? Arghhh, untuk apa aku harus mencoba gaun ini jika aku sama sekali tidak ingin menikah dengan Aiden. Dasar menyebalkan!” Geurutu Calistha di dalam kamar mandi sambil mematut dirinya di depan cermin. Tiba-tiba Yuri masuk ke dalam kamar mandi sambil bertepuk tangan kagum pada Calistha. Ternyata pilihannya memang tepat. Calistha benar-benar cantik saat menggunakan gaun berwarna pink muda itu. Ia yakin, sang raja pasti akan membayar mahal untuk gaun itu.
“Wah, anda sangat cantik Yang Mulia calon ratu. Raja Aiden pasti akan terpesona melihat kecantikan ratu saat pesta pernikahan nanti. Apa anda menyukainya?” Tanya Yuri begitu bersemangat. Calistha jelas-jelas menunjukan ketidaksukaannya pada Yuri dengan mendengus kesal di hadapan wanita itu. Ia kemudian dengan kasar segera mendorong Yuri untuk keluar dari dalam kamar mandi karena ia ingin mengganti pakaiannya dengan gaun biasa. Ia terlalu risih untuk menggunakan pakaian mewah itu di dalam kamarnya, meskipun ia akui jika gaun itu benar-benar indah dan sangat pas di tubuhnya.
“Yang Mulia calon ratu, saya telah menyiapkan peralatan makeup saya di luar untuk menghias wajah anda. Dimohon supaya anda tidak terlalu lama berada di dalam kamar mandi.” Teriak Yuri dari luar sambil bersenandung kecil. Dengan malas, Calistha segera menyeret kakinya untuk keluar dari dalam kamar mandi sambil melempar gaun pink itu dengan sembarangan ke atas ranjangnya. Sungguh ia sangat muak dengan kerajaan ini.
“Dimana Sunny? Kenapa kau terus menggangguku dengan berbagai macam persiapan pernikahan yang tak penting ini. Bukankah aku sudah mengatakannya berkali-kali jika aku tidak akan menikah dengan Aiden. Aku membenci pria itu. Aku muak dengannya.” Marah Calistha pada Yuri. Namun, Yuri hanya menanggapi setiap kemarahan Calistha dengan berbagai macam lelucon dan tetap melanjutkan kegiatannya untuk merias wajah Calistha. Bagaimanapun di sini tugasnya adalah untuk mempercantik sang calon ratu, jadi ia tidak akan terpengaruh pada setiap kemarahan yang dilontarkan oleh wanita itu.
“Dayang anda sedang menyiapkan sarapan di meja makan. Setelah ini anda dan raja akan sarapan bersama di bawah, sehingga anda harus tampil cantik di hadapan sang raja, agar raja Aiden semakin tergila-gila pada anda Yang Mulia calon ratu.”
“Kenapa aku harus sarapan bersama pria kejam itu? Aku ingin sarapan di sini saja. Aku tidak mau bertemu dengannya.”
Yuri menjulurkan jari telunjuknya yang panjang tepat di depan wajah Calistha sambil menggerak-gerakan jarinya ke kanan dan ke kiri. Wanita itu kemudian langsung menghujaninya dengan berbagai macam petuah yang menurut Calistha sangat menyebalkan itu.
“Nona, anda tidak boleh berkata seperti itu. Bagaimanapun juga anda dan raja Aiden telah digariskan oleh Tuhan untuk bersama dan menjadi satu kesatuan yang utuh. Anda dan raja Aiden adalah harapan kami. Saya dan seluruh rakyat kerajaan Khronos sangat yakin jika anda dapat membawa sebuah kedamaian untuk kerajaan ini dan juga untuk tuan Aiden. Tolong jangan kecewakan kami.” Mohon Yuri sambil menggenggam kedua tangan Calistha dengan erat. Wanita itu kemudian mengangguk kaku di depan Yuri sambil memandangi wanita berkulit coklat itu dengan tatapan penuh tanda tanya.
“Bagaimana mungkin Aiden memiliki seorang rakyat yang sungguh sangat cerewet seperti ini? Ia benar-benar cerewet dan sangat menyebalkan.” Batin Calistha gusar sambil memandangi pantulan rambutnya di dalam cermin yang sedang disisir oleh Yuri.
“Sepertinya kau sangat memuja Aiden, bukankah ia pria yang sangat kejam dan jahat? Apa kau tidak membenci Aiden seperti kebanyakan orang di luar sana? Bahkan aku sendiri pun sangat membenci Aiden, ia telah menghancurkan kerajaanku dan juga memporak-porandakan hidupku hingga aku tidak bisa hidup bahagia dengan pria yang kucintai.”
Yuri menatap kedua manik Calistha dengan penuh arti melalui cermin besar yang menjulang di depan wanita cantik itu.
“Nona, sungguh tuan Aiden tidak seburuk itu. Tuan Aideng adalah sosok pria yang baik. Mungkin saja anda belum menemukan sisi itu diri raja Aiden. Tapi pada akhirnya anda pasti dapat menemukannya di dalam diri raja Aiden. Percayalah padaku nona karena kami telah membuktikannya sendiri selama bertahun-tahun.”
“Sudahlah, hentikan semua omong kosongmu itu. Dan tolong tinggalkan aku sendiri di sini sebentar sebelum aku turun ke bawah untuk sarapan bersama.”
Setelah mendengar hal itu, Yuri segera berpamitan pada Calistha sambil mengumpulkan semua alat makeupnya yang tampak tercecer di atas ranjang milik Calistha. Dan setelah semua barangnya ia bereskan, Yuri segera melambai pada Calistha dan langsung menghilang keluar begitu saja dari kamar Calistha, menyisakan sebuah tanda tanya besar di dalam benak Calistha mengenai kebenaran dari semua ucapan Yuri tentang Aiden.
-00-
Max dan Gazelle saat ini sedang berada di luar gerbang utama kerajaan Khronos. Mereka berdua sejak tadi terus mengintai keadaan disekitar mereka dengan penuh semangat. Kilatan mereh karena marah tampak berkobar di mata Max kala ia melihat beberapa prajurit kerajaan Khronos sedang mencoba menghadangnya dan juga Gazelle. Mereka berdua kemudian mulai menyerang prajurit itu satu persatu dengan kemampuan bela diri mereka yang mumpuni. Sesekali Max megerahkan tendangan pada prajurit itu dan sama sekali tidak memberikan kesempatan pada mereka untuk menyerangnya.
Buk
Gazelle tersungkur di atas tanah setelah mendapatkan serangan dari salah satu prajurit kerajaan Khronos. Max yang melihat hal itu segera membantu Gazelle dan memberikan tendangan pada wajah prajurit itu hingga ia juga tersungkur ke atas tanah dengan hidung yang mengeluarkan darah.
“Gazelle, apa kau baik-baik saja?” Tanya Max khawatir sambil membantu Gazelle untuk berdiri. Wanita itu kemudian sedikit membenarkan letak penutup wajahnya yang merosot sambil mengangguk pada Max.
“Ya, aku baik-baik saja. Cepat ambil pakaian mereka, kita harus menyamar sebagai prajurit untuk masuk ke dalam kerajaan Khronos.” Perintah Gazelle cepat dan mulai melucuti pakaian prajurit itu satu persatu. Setelah itu Max mengeluarkan pedang dari dalam sarung pedang milik prajurit yang jatuh pingsan itu, kemudian ia langsung menusuk dada para prajurit itu dengan pedang perak yang ia genggam hingga tidak ada satupun dari penjaga itu yang masih hidup. Setelah Max berhasil membunuh mereka, ia dan Gazelle segera menyembunyikan mayat-mayat itu disekitar semak belukar. Setidaknya untuk dua hari kedepan mereka tidak akan ketahuan, tapi mungkin setelah itu mereka berdua akan langsung ketahuan karena mayat-mayat itu pasti akan segera mengeluarkan bau busuk. Tapi mereka yakin, sebelum dua hari, mereka pasti sudah pergi dari kerajaan Khronos dengan membawa Calistha.
“Bagaimana, apa kau sudah siap?” Tanya Gazelle pada Max yang tengah mengenakan penutup kepala milik prajurit penjaga. Max pun segera mengangguk cepat sambil berjalan mendahului Gazelle untuk membuka pintu gerbang istana yang cukup besar dan berat itu.
“Ayo, waktu kita tidak banyak. Apa kau tahu dimana keberadaan kamar Calistha?” Tanya Max sambil melihat kesana kemari. Sesekali mereka mengangguk pada beberapa prajurit yang mereka temui di jalan. Gazelle tampak berpikir sejenak sambil mengamati deretan jendela kamar yang berada di istana kerajaan Khronos. Refleks ekor matanya mengamati sebuah jendela besar yang berada di sayap kanan. Jendela itu tampak kosong dan tidak ada siapapun yang berdiri di sana. Ia kemudian menghela napas pelan, berusaha untuk membesarkan hatinya yang mulai goyah. Dulu ia sering sekali berada di depan jendela itu untuk mengamati pemandangan dari atas kamar milik Aiden. Ya, jendela besar itu adalah jendela yang berada di dalam kamar Aiden. Tiba-tiba Gazelle menoleh ke arah bangunan di sayap kiri, disana terdapat sebuah jendela besar juga yang menghadap ke sebuah taman yang luas. Dengan penuh keyakinan Gazelle mengatakan pada Max jika jendela besar itu adalah jendela yang terhubung dengan kamar Calistha.
“Kita harus berpencar untuk menemukan Calistha. Jika kau atau aku bertemu dengan Calistha, kita harus segera membawanya ke sini untuk memikirkan langkah selanjutnya. Berhati-hatilah, karena Aiden pasti akan memberikan penjagaan yang ketat pada Calistha karena ia adalah calon ratunya. Apa kau mengerti?” Tanya Gazelle pelan di sebelah Max sambil terus mengintai keadaan disekitarnya. Max kemudian mengangguk dan langsung berjalan keluar dengan tenang untuk masuk ke dalam bangunan istana. Hal pertama yang Max lakukan ketika ia berada di dalam istana adalah ia menanyakan pada seorang juru dapur yang kebetulan sedang berjalan di depannya mengenai dimana letak kamar Calistha berada.
“Apa kau tahu dimana letak kamar Yang Mulia Calistha? Aku adalah prajurit baru di sini, dan aku hendak menyampaikan pesan dari Yang Mulia Aiden.”
Tanpa menaruh rasa curiga sedikitpun juru dapur itu segera menunjukan letak kamar Calistha yang berada di lantai dua dan terletak di sebelah kiri lorong panjang. Setelah mengucapkan terimakasih, Max segera berjalan naik untuk menemui Calistha. Para prajurit yang berlalu lalang disekitarnya pun tampak tak menaruh curiga sedikitpun pada Max. Tapi, ketika Max melewati undakan tangga terakhir, Max bertemu Spencer. Dengan sedikit gugup Max mulai membungkukan tubuhnya hormat di depan Spencer sambil berdiri kaku.
“Apa yang akan kau lakukan di atas? Bukankah kau prajurit penjaga gerbang?” Tanya Spencer curiga. Dari balik baju prajuritnya, jantung Max terus berdetak dengan keras karena ia merasa begitu tegang. Ia tidak tahu jika Spencer akan langsung mengenalinya sebagai prajurit penjaga gerbang, mengingat seragam yang ia kenakan terlihat begitu mirip dengan seragam prajurit yang lain. Tapi, cepat-cepat ia menghilangkan kegugupan hatinya dengan berdeham sebentar sebelum ia menjawab pertanyaan dari Spencer.
“Maaf tuan, saya sedang melakukan patroli menggantikan salah satu prajurit senior yang sedang sakit.” Jawab Max tampak gugup. Ia tidak tahu apakah alasannya itu terdengar masuk akal atau tidak bagi Spencer karena pria itu adalah pengawal setia raja Aiden, sehingga ia pasti sangat tahu siapa saja prajurit yang sedang izin hari ini.
“Sakit? Oh, aku memang menerima laporan dari salah satu prajurit jika prajurit Felix sedang sakit dan ia mengatakan padaku jika pekerjaannya hari ini akan digantikan oleh prajurit lain, jadi prajurit itu adalah kau?” Tanya Spencer menelisik seluruh tubuh Max dari ujung kepala hingga ujung kaki. Max mengangguk kaku di depan Spencer sambil menundukan wajahnya dalam.
“Kalau begitu cepat kau periksa semua bangunan di istana ini, sepertinya ada seorang penyusup yang datang kemari dan ingin mencelakai Yang Mulia Calistha. Jangan kecewakan raja Aiden, apa kau mengerti?”
Max mengangguk tegas pada Spencer sambil berdiri kaku di hadapan pria itu. Rasanya kakinya sudah tidak sabar untuk segera melangkah ke atas, menuju kamar Calistha. Dalam hati Max menggerutu kesal karena Spencer yang tiba-tiba muncul dan mengganggu jalannya seperti ini.
“Baiklah, lanjutkan tugasmu. Semoga berhasil.”
Setelah Spencer berlalu pergi, tanpa sadar Max menghela napas lega dan langsung berjalan cepat menuju arah kamar Calistha berada. Lorong yang dilewatinya tampak begitu sepi dan hanya ada beberapa penjaga yang berdiri di sana. Ia pikir apa yang dikatakan oleh Gazelle benar, ternyata tidak. Di sini Aiden sama sekali tidak memberikan penjagaan yang ketat pada kamar Calistha. Semuanya tampak sama dan normal.
Akhirnya Max tiba di depan kamar Calistha dengan perasaan menggebu-gebu yang bercampur dengan perasaan bahagia. Sebentar lagi ia akan bertemu dengan Calistha, dan ia benar-benar sudah tidak sabar untuk hal itu.
“Apa yang kau lakukan di sini?” Tanya seorang prajurit yang berdiri di depan pintu kamar Calistha. Max kemudian membungkuk hormat pada prajurit itu sebelum ia menyampaikan berita bohong yang dibawanya.
“Raja Aiden ingin aku menyampaikan pesan pada Yang Mulia Calistha.”
“Baiklah, silahkan masuk.”
Max sedikit memandang tak percaya pada prajurit itu karena ia dengan mudahnya langsung dipersilahkan masuk tanpa menanyainya lebih lanjut. Sungguh, hari ini pasti adalah hari keberuntungannya. Tanpa ragu, Max segera masuk ke dalam kamar Calistha yang didominasi oleh warna emas dan merah itu. Dari ujung pintu, Max dapat melihat siluet punggung Calistha yang sedang melamun di dekat jendela besar kamarnya tanpa menyadari kehadirannya sedikitpun. Dengan pelan dan perasaan yang membuncah, Max segera berjalan menyeberangi kamar milik Calistha yang sangat luas itu untuk memberikan kejutan pada wanita yang dicintainya. Ia yakin, wanita itu pasti akan sangat terkejut dengan kedatangannya yang tiba-tiba ini.
Grep
Calistha menegang kaku di tempatnya ketika sepasang tangan kekar tiba-tiba memeluknya dari belakang dengan suara hembusan napas yang terdengar begitu keras di telinganya. Refleks Calistha menolehkan kepalanya ke arah belakang untuk melihat siapa yang telah berani memeluknya seperti ini. Dan betapa terkejutnya ia setelah ia melihat wajah Max sedang tersenyum lembut ke arahnya sambil berbisik pelan.
“Calistha, aku merindukanmu.” Bisik pria itu mesra sambil mencium pipi Calistha lembut.
“Max.” Bisik Calistha parau dengan mata yang berkaca-kaca bahagia.
Capcus next