13. Terjebak
Dwina menautkan kedua tangannya yang terasa sedingin es dengan erat. Lima menit rasanya seperti satu jam. Namun, sekuat tenaga ia tetap bertahan sampai Tari menjemputnya. Dengan gugup Dwina meminum jus mangganya sambil sesekali menggigit sedotannya dengan kuat. Bola matanya memutar kearah lain.
Kenapa ia harus terjebak dalam keadaan super sialan ini? Dwina bahkan menganggap dirinya layaknya tembok seolah tidak pernah dianggap kehadirannya oleh Putri yang tiba-tiba mengajak dirinya bertemu dengan Arya.
Putri memukul pelan paha Dwina untuk mengatakan “gue nggak bohong kan sekarang dia ganteng banget” Dwina hanya memberi anggukan sekaligus cengiran memaksa. Padahal sekalipun dulu sebelum benar-benar bertemu Arya, Dwina tidak pernah melihat foto laki-laki tersebut.
“Dia siapa?” tanya Arya pada Putri. Sungguh Arya benar-benar tersinggung pada tingkah Dwina yang pura-pura tidak mengenalinya, terpaksa dirinya berbuat seperti ini.
“Dia sahabat aku, namanya Dwina Aryani. Ini pertama kalinya aku ngenalin cowok yang deket sama aku ke dia, bahkan sekalipun dia nggak pernah mau liat foto-foto mantan aku. Dia-mah terlalu penakut. Takut jatuh cinta pada pandangan pertama kali ya?” mungkin hanya Putri saja yang dapat menertawakan perkataan itu. Sedangkan Arya memasang wajah dingin seperti biasanya, membuat orang lain menganggap dia tidak memiliki selera humor sama sekali.
Alam bawah sadar Dwina, menjedotkan kepala ketembok. Sebisa apapun ia membela diri. Tapi, tetap ia tidak bisa mengubah keadaan.
Ponsel Dwina berdering. Tari akhrinya menyelamatkannya juga. Dwina nyaris meneteskan air mata kebahagiannya.
“Wi, gue tunggu di gramedia ya?” suara terlalu pelan dari seberang telpon.
“Ok. bye” senyuman terbentuk begitu saja di bibir Dwina membuat rasa penasaran tersendiri bagi Arya. siapa yang dia telpon? siapa yang ingin dia temui?
“Sorry aku udah di tunggu teman aku. Aku duluan ya” ujar Dwina memberi kerlingan mata pada Putri sebagai isyarat supaya sahabatnya itu bisa berduaan dengan Arya.
Putri malah mencebik sebal pada tingkah Dwina yang meninggalkannya begitu saja. Padahal ia ingin Dwina mengenal sosok Arya yang kini sangat ia kagumi bahkan dirinya tidak bisa membendung perasaan bahagaiannya itu sendirian, maka dari itu ia ingin membagi kebahagiannya.
“Kebiasaan deh lo” Putri melototi Dwina yang sedang berpamitan pada Arya.
Arya tenggelam pada pemikirannya sendiri. Jadi selama ini Dwina menjaga jarak darinya karena mengetahui dirinya adalah mantan pacar sahabatnya. Hati Arya berdecak keras menerima kenyataan itu.
Sedangkan Dwina sudah berjalan ke gedung mall di seberang cafe tempat ia bertemu dengan Arya. Tangannya sudah tidak sedingin tadi. Ia pun juga bisa bernapas lega. Ada secercah penyesalan dalam batin Dwina. Dirinya terlalu menikmati debaran jantungnya karena akhrinya ia dapat bertemu dengan Arya. Bahkan tidak ada rasa bersalah karena berani melakukan hal itu pada sahabatnya sendiri. Arya mengenakan setelan kaos berbalut blezer coklat dan jeans. Jelas sekali dia penuh karismatik laki-laki dewasa.
Dwina meruntuki dirinya atas sikap tidak setia kawannnya. Sudahlah lupakan, Tari akan marah-marah bila ia membuat temannya itu menunggu terlalu lama.
Sesampai gramedia Dwina langsung cepat mencari sosok Tari Kumala dengan khas handbag berwarna jingga.
“Dwina lo kok keliatan ngos-ngosan emang kenapa?” celetuk Tari
“Gue buru-buru lari kesini takut lo nunggu kelamaan”
“Ya ampun sayang” Tari menyerahkan tissue pada Dwina supaya menghapus butiran keringan diwajah temannya itu.
Rencana mereka batal untuk pergi ke Senen atau Blok M karena mereka tiba-tiba saja muncul rasa tidak ingin untuk pergi kesana. Biasalah perempuan suka labil dan sering merubah rencana pada hari H nya. Jadi, mereka memilih ke gramedia yang ada di dalam mall sekalian bisa makan siang dan sekaligus shopping.
“Lo mau beli buku ini?” tanya Dwina pada novel tere-liye yang berada di kantung belanjaan Tari kemudian dibalas anggukan samar.
“Nggak usah beli, gue udah punya nanti minjem aja” Tari menyetujui hal itu lalu mengembalikan kembali ke rak semula.
Setelahnya mereka memborong pakaian di salah satu toko langganan Dwina. Dirinya sudah melupakan kejadian tadi karena pikirannya tersita pada potongan dress sederhana berada di balik kaca etalase. Harganya sangat fantastik menguras tagihan kartu kredit Kak Bayu. Ia tidak bisa melakukan hal sejahat itu pada Kakaknya, walaupun jika dia tetap berani melakukannya Dwina harus sekuat tenaga untuk menahan membeli barang yang lainnya supaya tagihan Kak Bayu tidak melunjak.
Sosok Arya bertubuh tinggi terpantul dari kaca etalase mendekat kearah Dwina. Mata Dwina membulat. Barusan ia berhasil melupakan laki-laki satu ini, kenapa sekarang harus terjebak berada didekatnya kembali. Maafkan aku Putri menjadi sahabat yang jahat.
Dwina tidak berani berbalik dan memilih berjalan kearah lainnya menganggap bayangan tadi hanyalah halusinasinya saja. Sayangnya alam bawah sadarnya menjerit kegirangan ketika mendengar suara berat Arya memanggil namanya.
“Dwina” dengan sangat terpaksa Dwina membalikan tubuhnya ke arah Arya yang terlihat penuh kesal padanya. Apa laki-laki itu tidak memiliki kerjaan lain dari pada harus menemuinya?”
“Kenapa Kak?” Dwina bertanya balik tanpa ada rasa bersalah.
“Kakak kamu dari tadi nelponin kamu untuk pulang, tapi kamu nggak angkat” balas Arya terdengar frustasi.
Dwina terburu memeriksa ponselnya yang ternyata dalam mode silent. Memang benar Kak Bayu memberikannya pesan untuk segera pulang untuk menjaga keponakan-keponakan dari pihak Ibu yang telah tiba secara mendadak dirumahnya, karena tante Indri sedang kerumah sakit bersama suaminya. Sedangkan Ibu pergi kondangan bareng tetangganya. Jadi pastilah Kak Bayu stres mengurusi para bocah. Decakan lolos dari mulut Dwina. Padahal ia senang keponakannya datang mengunjunginya, tapi timmingnya yang tidak tepat. Namun, yang harus disyukurinya adalah Arya tidak membahas kejadian tadi yang mau ikut berpura-pura tidak mengenalinya.
“Sebentar lagi aku pulang kak. Makasih ya udah ngasih tau”
Dwina kembali ke etalase yang memajang potongan dress sederhana namun kelihatan sekali barang menawan di matanya. Ia memilih mengikuti keinginannya.
“Mbak saya ambil yang ini” Dwina tersenyum bahagia seolah mendapatkan tiket konser Zayn Malik.
Tari tidak langsung pulang setelah mengetahui Dwina harus pergi dari acara jalan-jalan mereka. Katanya dia masih ingin berbelanja. Sebenarnya Dwina merasa tidak enak hati tapi Tari berusaha menyingkirkan dugaan yang dilontarkannya.
“Beneran nggak pa-pa nih?”
“Iya, pulang sana. Hus-hus” Tari memberi isyarat mengusir untuk Dwina.
Rasa pasrah menyelubung pada Dwina saat Arya memaksanya mengantar pulang. Jadilah ia menyenderkan kepalanya di jendela mobil dengan melas sambil memikirkan nasib persahabatan dirinya dan Putri. Sepertinya ia harus menceritakan semuanya pada Putri, ia tidak ingin mengalami ending yang buruk. Persabatan mereka itu sangat berharga baginya.
“Kenapa kamu pura-pura nggak kenal aku tadi? dan kamu nggak pernah ngomong kalau kamu sahabatan sama dia?” tanya Arya di balik kemudinya.
“Karena kakak nggak nanya” Dwina tidak menjawab pertanyaan pertamanya. Ia saja masih bingung dengan dirinya sendiri. Kemudian Dwina mengumpulakan kata-kata yang tepat untuk pertanyaan pertama “katanya dia mau balikan sama kakak. Jadi, masa aku bilang ke dia kalau kita pernah jalan bareng ke Bandung selama beberapa hari”
Arya tersenyum miring mendengar keinginan Putri yang tak terduga untuk balikan dengannya. Nggak akan pernah ia mau melakukan hal itu. Cukup sekali perempuan sialan itu menyita hidupnya dalam lubang hitam tanpa perasaan.
“Dari kapan kamu sahabatan sama dia?” Arya menggenggam erat stri mobilnya. Kini dirinya selalu memanggil sebuatan dia-untuk Putri. Karena begitu jijik dengan perempuan satu ini.
“Dari SMA sekitar enam atau tujuh tahunan” sungguh Dwina lupa sudah berapa tepatnya mereka bersahabat yang penting adalah kebersamaan dan keseruan mereka.
Semua berakhir hingga kediaman Dwina tanpa ada lagi percakapan diantara mereka. Keduanya tenggelam dalam pemikiran dan dugaan masing-masing.
Entah bagaiamana kehidupan keduanya berlanjut? hati Dwina terasa terjebak dalam delima yang begitu pelik atau dirinya saja yang membuat itu semakin sulit. Intinya sebelum Dwina masuk kedalam rumah, Arya mengatakan padanya “Kamu harus ingat ini. Aku nggak akan pernah mau balikan sama dia”
tuh udah ditegasin tu sama si Arya,,
dia gak mau balikan sama si Putri,,
jadi Dwina, jangan menghindar terus dong dari Arya,,
:tepuk2tangan
Kode keras tuh arya ..
Arya uda terlalu sakit hati sama putri , ampe nyebut “dia”
Arya maunya sama dwina, tapi dwina ga enak hati krn putri masih suka sama arya, benar2 pelik
Dwina masih ngk enak aja sama si Putri
Arya bujang posesip eaaaaaaaaaaa
Mantap Aryaaa, I like youuuuu??