Vitamins Blog

The Ruthless

Bookmark
Please login to bookmarkClose

No account yet? Register

20 votes, average: 1.00 out of 1 (20 votes, average: 1.00 out of 1)
You need to be a registered member to rate this post.
Loading...

6. Aldan-Rusia

Pemandangan yang luar biasa dengan deretan hutan pinus menjulang tinggi menakjubkan mata.

“Aku ingin membuka jendelanya.” Pinta Jenny dan  Jonathan mengijinkannya. Tak lama hawa dingin masuk saat jendela mobil perlahan turun.

Mobil melaju terus melewati perdesaan, danau, hutan cemara dan berhenti di sebuah rumah luas dan hanya memiliki satu lantai, bertempat dekat kaki bukit hijau. Semua sangat asri jauh dari polusi dan keramaian.

Sosok perempuan tua memandang serius kedatangan tuannya membawa seorang gadis lagi.  Pikirannya melayang menebak masa depan, apakah gadis tersebut akan mati dalam hitungan minggu atau paling lama dua bulan?

Terakhir kali, seorang gadis mati terbunuh karena mencoba menusuk tuannya. Dan tentang gadisnya sebelumnya lagi, dia memilih bunuh diri. Pandangan miris terlontar begitu saja ke arah Jenny walaupun sebagian penuh ekspresinya adalah datar.

“Selamat datang nona, saya akan menunjukkan kamar anda.” Jenny mendengar aksen Rusia pelayan tua itu sangat kental di balik ucapan bahasa Inggris yang lancar.

“Kau bisa memanggilku Jenny,” ucapan itu sektika membuat pelayan tua tersebut terkejut. Jenny tampak berbeda dari gadis-gadis sebelumnya. Dia terlihat lebih kuat. Buktinya ada keberanian dalam sorot mata yang terpancar.

“Berhentilah menatapku seperti aku akan mati sebentar lagi,” desis Jenny kesal lalu pergi melewatinya begitu saja.

“Bersikap santailah Marta, kau bisa berteman dengan perempuan satu ini” seru Jonathan

Bangunan rumah ini di beri design banyak penyekat ruangan sehingga berkesan seperti labirin, “aku bisa tersesat di dalam rumah ini Jonathan.” Jonathan terkekeh mendengar Jenny mulai bergurau aneh lagi.

“Dan mulai sekarang kau harus terbiasa dengan rumah ini,” balas Jonathan, tapi Jenny bisa menangkap nada perintah di baliknya.

“Apakah ada kolam renang?” seru Jenny antusias membuat Jonathan mengangkat sebelah alisnya.

“Tentu saja”

Pelayan tua yang berdiri disamping Jonathan mulai memimpin jalan ke area kolam renang.

Jenny tak sabar menunggu musim panas untuk berenang sambil memandang keindahan alam. Walaupun sikap semangatnya nyatanya bertujuan melupakan betapa sial takdirnya. Lagi pula apa salahnya mengikuti sesuai alur hidupnya? Menurutnya hidup tidak perlu terlalu dibuat dramatis. Karena masih banyak hal yang pantas untuk di syukuri seperti Jonathan telah menyelamatkan temannya.

Anggaplah pergi ke Rusia sebagai liburan, aku juga belum pernah mengalami perjalanan jarak jauh seperti ini. Dan jika Jonathan adalah laki-laki angkuh dan dingin, aku cukup berjalan pada terirorialnya. Tetap ini adalah hidupku dan yang memeganggang kendali utuh adalah aku, bukan Jonathan. Bisik Jenny dalam hati.

Arah mata Jonathan mengikuti Jenny sedang mengelilingi tepi kolam renang sambil bergumam kalau kolam renangnya mirip sekali dengan milik daddynya. Baguslah jika gadisnya itu menyukai tempat tinggal barunya karena dia tak perlu repot menangani gadisnya agar patuh dengannya, tidak seperti gadis-gadis lainnya.

“Jenny kemarilah, Marta akan memberi tahu kamarmu,” panggil Jonathan.

Jenny melangkah mendekat, tapi suara tembakan langsung menghentikannya. Mukanya memucat memandang bukit tinggi di belakangnya. Beberapa burung sedang berterbangan karena ikut terkejut.

“Mereka sedang berburu jadi kau tidak perlu takut.” Jonathan merangkul lebih dulu bahu Jenny supaya gadisnya lebih tenang.

“Apa kau juga suka berburu?”Jonathan mengiyakannya.

Kamar untuk Jenny menghadap ke bukit hijau. Di dalamnya ada sebuah lemari besar, kasur berukuran sedang dan lantai kayu yang berwarna coklat menambah kesan dingin dan membosankan.

“Kau tidak menyukai kamarmu” tanya Jonathan saat mendengar eluhan keras Jenny.

“Aku ingin merubah kamar ini seperti kamarku yang ada di Madrid. Ini begitu datar dan membosankan”

“Kau boleh menggantinya sesukamu. Nanti Marta akan membantumu,”balas Jonathan

Jenny tersenyum miris merasakan perasaan pahit. Kenyataannya, dia akan tinggal lebih lama untuk liburan yang satu ini. Alam bawah sadarnya begitu merindukan keluarganya. Daddy, mom, Luna dan Jessica. Kalau mereka berlibur bersama mereka, pasti akan lebih menyenangkan.

Jonathan menyuruh Marta keluar dari kamar dengan sebuah isyarat tangan. Jonathan butuh waktu berduaan dengan Jenny. Saat pintu telah tertutup Jenny mendekat dan mengatakan, “boleh aku memelukmu.” Sendu Jenny langsung menyentuh hati terdalam Jonathan

Jonathan merentangkan tangannya kemudian menerima pelukan erat gadisnya. Sudah lama sekali dia menginginkan hal seperti ini. Kehadiran dirinya di butuhkan bukan hanya di manfaatkan.

Tubuh Jenny terangkat lalu di rebahkan di atas kasur empuk. Mereka terhanyut dalam ciuman manis dan menggairahkan. Rasa panas menderakan ke seluruh tubuh. Jonathan harus kembali menekan birahinya, sebenarnya kemarin mereka hampir melakukannya. Namun, kilatan ketakutan di balik kelopak mata Jenny yang sayu, meruntuhkan niatnya.

*

*

*

Jenny jengkel terhadap perempuan tua yang melayaninya. Marta adalah seseoranv kesulitan untuk  tersenyum ramah. Jenny merasa layaknya orang bodoh, ukiran senyum terbaiknya sebagai tanda pertemannan darinya, diacuhkan.

Siangnya, Jenny sudah boleh merombak kamarnya sesuai dengan kamarnya yang dulu, sayangnya lantai kayu membosankan itu tidak bisa ia ganti.

Sebelumnya Jenny mencatat semua perabotan tambahan untuk mengisi kekosongan kamarnya. Juga tidak lupa menggambar interior kamarnya. Hebat bukan? biasanya para pelayan hanya memiliki sedikit pekerjaan, tapi tahun ini Jenny membuat semua pelayan sibuk tak terkecuali.

“Aku ingin katalog Brand Edward Forrer, Victoria’s Secret dan Channel setiap bulannya dan jangan pernah membersihkan kamarku jika aku tidak menyuruhnya dan satu lagi jangan pernah mengganti gorden kamarku berwarna merah tua, aku kurang menyukai itu.” Perintah Jenny.

Semenjak Jenny menjadi anak tiri. Entah kenapa sikapnya berubah menjadi penyuruh dan perfectionis. Semua harus terkendali sesuai keinginannya.

“Apa ada yang anda inginkan lagi?” tanya Marta dengan datar.

“Kapan Jonathan kembali? aku butuh berbicara beberapa urusan dengannya”

Yah, laki-laki itu pergi meninggalkannya begitu saja setelah mereka berciuman luar biasa di atas ranjang. Tentu Jenny kesal, harga dirinya seolah disamakan seperti pelacur murahan.

“Sekitar jam sembilan malam.”

“Ok. Bila aku ingin sesuatu aku akan mengatakannya padamu, Marta”

Suara dobrakan dari pintu depan mengagetkan semua orang. Nada berat laki-laki asing memanggil nama Marta begitu keras sekaligus terdengar seretan benda berat mengeluarkan gemuruh karena bersentuhan dengan lantai kayu.

Jenny mengikuti langkah Marta. Betapa terkejutnya, Jenny mendapati rusa buruan berukuran besar bahkan tanduknya berbentuk sangat apik.

“Jaga sikapmu Eric!” Tegur Marta kemudian dibalas kekehan keras.

Laki-laki tua yang disebut Eric itu bertubuh gendut dan tinggi melebihi tinggi Jonathan. Kumisnya sangat tebal juga rambutnya keriting berwarna coklat legam.

Saat bau anyir darah rusa baru tercium, Jenny langsung berlari ke kamar mandi untuk muntah. Sekelibat kenangan buruk Ayah kandungnya menghantui kembali mengguncangkan batinnya. Pandanganya kabur, lututnya hampir goyah. Marta terburu menghampiri nonanya dan sigap memijit tengkuk leher Jenny.

Hati Marta terhanyut saat Jenny menggenggam erat lengan switernya dengan salah satu tangan, sedangkan tangan yang lain menghapus kasar air mata yang bergulir.

“Marta aku benci bau darah, jangan pernah…” Ujar Jenny sesenggukan

“Iya nona aku mengerti.” Sela Marta.

Jonathan telah kembali dari perjalannya menemui salah satu pembeli yang menerima tawaran propertinya, ketika menginjak bagian dalam rumah dia merasa keganjalan di antara pelayan termaksud Marta-orang kepercayaanya.

“Sialan! katakan apa yang kalian sembunyikan” bentak Jonathan di selimuti oleh lelahnya perjalanan panjang sejak kemarin.

“Nona Jenny. Dia….” Marta memberanikan diri untuk angkat bicara.

Mendengar nama Jenny, Jonathan segera melangkah ke kamar gadisnya. Jenny sedang meringkuk seperti janin dalam rahim di balik selimut tebalnya. Ada gumaman kurang jelas dalam bahasa Spanyol dan sedikit dipahami oleh Jonathan.

“Vete a la mierda!” umpat Jenny saat Jonathan menyentuh pundaknya.

“Aku sudah katakan padamu Marta. Pergilah! aku ingin sendirian” lanjut Jenny diiringi senggukan.

“Apa yang membuatmu marah?” Jonathan bertanya dengan nada lembut.

Perlahan Jonathan menyingkap selimut Jenny untuk melihat keadaan perempuan itu. Wajah gadisnya memerah, matanya bengkak terliputi oleh buliran air mata dan suaranya-pun terdengar serak.

Jonathan ikut masuk ke dalam selimut, menarik Jenny ke  rengkuhannya. Membiarkan perempuan itu menangis hingga puas. Dia harus menagih penjelasan pada Marta malam ini.

~~~~~~TBC~~~~~~

6 Komentar

  1. Kenapa dengan Ayah kandung Jenny??

  2. claradefianti menulis:

    Penasarannn..jo sayang bangt sama jenny. Meleleh …

  3. Jo sayang banget sama jenny

  4. :CURIGAH

  5. fitriartemisia menulis:

    hmmmmmmmmmmmmmmmmm Jo

  6. Ditunggu kelanjutannyaa