“Alles komt goed, Rin.” entah sudah berapa kali kau mengulang kalimat itu. Apa yang terlisan dari bibirmu sungguh berbanding terbalik dengan yang terjadi di hatimu.
Sesak.
Kau bahkan tak mempunyai riwayat asma, tapi kali ini mengapa rasanya sangat sulit sekali menghirup udara bebas yang berada di sekelilingmu.
Memejamkan mata sejenak. Maksud hati kau ingin mengurangi rasa sesak dan nyeri itu bersamaan. Tapi sialnya kau salah. Saat kau kembali membuka kedua matamu, rasa menyakitkan itu justru bertambah berkali-lipat. Bahkan kini sepertinya airmata itu pun ingin mengambil perannya. Benar-benar kondisi yang tidak pernah kau harapkan.
Sayup-sayup kau masih mampu mendengar suara hujan dibalik kaca bening tempat kau berdiri. Birunya langit yang beberapa jam lalu kau lihat kini sudah terganti sempurna dengan perpaduan jingga dan kelabu.
Warna favoritmu.
Kau meringis dalam hati. Bukan karna merasakan sakit, tapi karna saat ini kau tak dapat menarik sudut-sudut bibirmu ke atas. Membentuk lengkung senyum setiap kali kau menangkap moment itu.
Sekali lagi, airmata sialan itu mengambil peran yang cukup banyak. Sekuat apapun kau menahan atau berusaha menghentikannya. Itu hanya akan berakhir sia-sia. Sepertinya kau memiliki cadangan airmata yang sangat banyak kali ini.
Lelah mencoba. Kau menundukkan kepalamu, memandangi lantai kamar. Dan yang kau lihat hanyalah satu persatu-satu airmatamu jatuh, meninggalkan jejaknya di sana.
Diiringi isakkan pelan yang mulai mengalun dari bibir pucatmu.
Kau menyerah.
Membiarkan hati dan emosimu mengambil peran dan menjadikannya tokoh utama.
Luluh lantak sudah pertahanan yang kau buat dan kau jaga sejak beberapa jam yang lalu. Berusaha menampik segala sakit yang menyelubungi hatimu. Kini semua itu hancur.
Mungkin memang ada baiknya kau harus lebih memanusiawikan dirimu.
Menangis.
Lututmu terasa lemas beberapa menit kemudian, tak kuat menopang berat tubuhmu. Kini kau jatuh, tepat di atas lantai yang basah karena airmatamu.
Bahkan kini isakkan itu sudah terganti oleh raungan tangismu. Kau tersedu-sedu. Memukul-mukul dadamu dengan kepalan tangan.
Waktu berjalan teramat lambat bagi rasa sakit yang tengah menderamu, tapi kau pun tahu sampai kau menjadi bangkai sekali pun waktu tak akan pernah menunggu. Ia berjalan sangat konstan.
Di luar sana langit masih menyuling hujan dari airmata para malaikat. Seakan ikut merasakan apa yang tengah menimpamu.
Gemuruhnya langit terasa mencekam, biasanya kau langsung berlari ke atas tempat tidurmu dan menyembunyikan seluruh tubuh di bawah selimut. Tapi tidak untuk kali ini.
Kau tak sanggup? Ah, tidak. Lebih tepatnya kau tak merasa ketakutan akan hal itu karna pikiranmu kini teralihkan dengan sangat sempurna.
Udara dingin di luar meninggalkan jejak uap yang menempel diseluruh kaca bening yang menjadi pembatas dirimu dan dunia luar.
Kepalamu berdenyut pelan, potongan-potongan rasa sakit itu masih berkeliaran di ingatan. Memaksamu mengingat setiap bagiannya– Alasan dari keadaanmu saat ini.
-tiga tahun lalu, di waktu yang entah.-
:PATAHHATI
sediihnyaa,,
*pukpuk
Saya suka kiasan-kiasannya~~
Ah.. Terima kasih lestaa..
Ka Karin mah bikin ny yg sedih2 mulu
Huhuhuhuhuhuhuhu
Aq ampe baca 2 kli ini biar kerasa nyes ny di hati eaaaaa hihi
Lanjutkan ya ka
Sll suka karya2 dikau
Semangat ka karin
Ia nih ya hahaha tapi gag apalah tulisan na sedih asal hari-hari na gag sedih hhehe
yeay! Makasih adek.
Semangat trus pokok na!
Sma2 ka
Iyaa asal jngn dutany yg sedih2 ya ka hihi
:PEDIHH :PEDIHH
:PATAHHATI
iiih, sediiiiihh :PEDIHH :PEDIHH :PEDIHH
:TERHARUBIRU :TERHARUBIRU :TERHARUBIRU
Ditunggu krlanjutannyaaa