Dark circle : bab 7

21 Februari 2017 in Vitamins Blog

35 votes, average: 1.00 out of 1 (35 votes, average: 1.00 out of 1)
You need to be a registered member to rate this post.
Loading...

Hendra dan Dimas masih terus menjaga Lili dan putrinya. Lili melihat putrinya sudah tertidur nyenyak setelah ia menenangkannya. “Kau juga tidurlah. Aku akan menjaga kalian sambil menunggu kabar dari pak Hermawan,” ujar Dimas. Lili menggeleng. “Aku tidak akan tidur sebelum ada kabar dari suamiku. Aku harus memastikan bahwa Hermawan baik-baik saja,” ucap Lili dengan wajah cemas. Hendra dan Dimas mengalah. Mereka tidak bisa memaksa Lili untuk tidur. Mereka berdua juga cemas menanti kabar dari Hermawan. Kabar terakhir yang ia terima, Hermawan sedang menyerang markas mafia narkoba terbesar di Indonesia. Tugas rahasia yang sangat berbahaya dan mengancam nyawa.

Tiba-tiba, suara pecahan kaca terdengar. Bersamaan dengan itu, cahaya dari percikan api terlihat dari kaca itu. Mereka bertiga beranjak dari kursinya. Hendra dan Dimas merogoh pistol dari saku celananya. Cepat-cepat, mereka menuju ke asal suara. Mereka terkejut begitu melihat kobaran api besar di halaman depan hingga belakang rumah Lili. “Cepat telepon pemadam kebakaran!” teriak Hendra pada Lili. Lili begitu ketakutan. Ia mencari ponselnya yang tadi ada di meja. “Kalian tidak akan menelepon pemadam kebakaran atau siapapun itu,” ujar Dimas sambil membawa ponsel Lili dan Hendra. Lili dan Hendra terkejut. Hendra bahkan tidak sadar jika ponselnya berada di tangan Dimas. “Apa maksudmu?” Hendra berjalan mendekati Dimas. Dimas mencengkeram pistol di tangannya. “Maaf, tapi aku harus melakukannya,” ujar Dimas lalu mengarahkan pistol itu pada Hendra. Hendra terkejut. Ia merogoh saku celananya, untuk mencari pistolnya. “Pistolmu ada disini.” Dimas memamerkan pistol milik Hendra.

“Dimas, apa yang kau lakukan?” Tangan Dimas bergetar. “Aku harus membunuh kalian semua. Kalau tidak, mereka akan membunuh keluargaku. Maafkan aku,” Dimas menekan pelatuk pistol ke arah kaki Hendra hingga Hendra terjatuh. Lili yang melihatnya, berteriak terkejut. Dimas langsung mengarahkan pistol itu pada Lili yang masih memegang teleponnya. “Jangan berani-berani telepon polisi atau pemadam kebakaran!” teriak Dimas.

“Dimas, jangan lakukan itu. Aku tahu, kau bukan penjahat,” ucap Hendra sambil memegangi kakinya yang mengeluarkan darah. “Kau adalah polisi. Seorang polisi seharusnya adalah pelindung masyarakat bukan pembunuh. Kita masih bisa menyelamatkan keluargamu dari mereka. Jangan bersikap seperti ini.” Hendra berusaha mempengaruhi pikiran temannya itu. Dimas mengerutkan alisnya. “Kita tidak akan mungkin bisa mengalahkan mereka. Jumlah mereka sangat banyak. Mereka sangat licik dan kejam. Mereka memiliki semua data kepolisian. Mereka punya data kita. Mereka tahu semua tentang kita, termasuk keluarga kita. Dan sekarang, nyawa keluargaku ada pada mereka!” teriak Dimas dengan wajah penuh emosi. Lili memikirkan putrinya yang masih tertidur di kamar. “Aku harus menyelamatkan Anarine.” Ketika Dimas lengah, cepat-cepat Lili berlari menuju kamar Anarine.

==

Anarine bangun di tengah tidurnya karena suara berisik. Ia melihat jam di dinding masih menunjukkan pukul setengah sebelas malam. Anarine keluar dari kamarnya. Tiba-tiba ia mendengar suara tembakan. Anarine terkejut. Ia segera berlari ke asal suara tapi kobaran api menghentikan langkahnya. Ruang dapur dipenuhi kobaran api yang begitu besar. “Mama!” teriak Anarine ketakutan. Ia terus berteriak memanggil mamanya. Asap tebal menghalangi pandangannya. Dadanya mulai terasa sesak karena asap itu, namun ia tetap berusaha berteriak memanggil mamanya. “Kenapa mama tidak datang? Dimana mama? Jangan tinggalkan aku! Aku takut!” Anarine mulai menangis keras.

“Ana.” Sebuah suara lirih terdengar. Anarine menghapus air mata yang menghalangi pandangannya. “Mama!” Anarine melihat mamanya berjalan dengan terseok-seok. Luka tembakan di kaki Lili, tidak menghentikan Lili untuk menghampiri putrinya. “Pergilah ke lantai paling atas. Kau akan aman disana. Mama sudah menghubungi pemadam kebakaran. Mereka pasti akan segera datang,” ucap Lili sambil memeluk Anarine.

“Tapi aku takut, ma. Api ada dimana-mana,” rengek Anarine.

“Jangan takut, sayang. Percaya pada mama. Sekarang, cepat naik ke lantai atas. Larilah!”

“Mama tidak ikut?” Anarine menyadari, ada luka di kaki mamanya.

“Mama tidak kuat menaiki tangga. Kau saja yang naik ke atas. Ayo cepat! Tidak usah pedulikan mama!”

“Tapi, ma….”

“Cepat Ana! Kalau sampai kamu terluka, mama tidak akan memaafkanmu!” teriak Lili sambil menangis. Anarine menangis. Ia berusaha memapah mamanya. “Mama pasti bisa menaiki tangga. Aku akan membantu mama.” Anarine berusaha membantu mamanya berjalan. Tiba-tiba runtuhan lemari kayu terjatuh. Lili segera mendorong tubuh Anarine agar tidak terkena runtuhan itu. “Mama!” teriak Anarine yang menyadari runtuhan kayu itu telah menimpa tubuh mamanya. “Pergilah cepat! Mama menyayangimu, Anarine,” ucap Lili sebelum akhirnya menutup matanya. Anarine berteriak histeris, memanggil mamanya yang tidak juga membuka mata.

“Anarine!” teriak seseorang. Hendra datang dengan langkah kaki terpincang-pincang. Ia terkejut begitu melihat Lili tertimpa runtuhan kayu. “Anarine, ayo kita pergi dari sini!” Hendra menarik tangan Anarine. “Selamatkan mamaku. Aku tidak mau dia mati. Selamatkan mamaku, om.”

“Maafkan om, Anarine. Om tidak bisa menyelamatkan mamamu.” Dengan paksa, Hendra menggendong Anarine yang masih menangis histeris.

==

“Mama!” teriak Bella sambil menangis. Air matanya terus membasahi wajah putihnya. “Jangan tinggalkan aku!” Bella terus berteriak dan menangis dalam tidurnya. Ia memimpikan masa lalunya yang menyedihkan. Ivena, Hendra dan Reza menatap sedih pada Bella yang mengigau. Ivena memeluk Hendra sambil menangis. “Aku tidak bisa melihatnya menangis seperti itu, Hendra. Kita harus menghapus ingatan masa lalunya,” ujar Ivena.

“Aku akan membangunkannya.” Reza mendekati Bella lalu menepuk pundak Bella. “Bella,” panggilnya lembut. Bella merasakan tepukan di pundaknya. Ia terbangun dari mimpi buruknya. “Kakak,” lirih Bella. Air matanya masih tidak berhenti mengalir. Reza memeluk Bella dengan penuh kasih sayang. “Semua sudah berlalu, Bella. Yang terpenting sekarang, orang tua kandungmu merasa bahagia karena kamu masih hidup dari kebakaran itu,” ujar Reza menenangkan Bella.

“Maafkan papa, Bella.” Hendra maju mendekati Bella. “Papa tidak bisa menolong mamamu saat itu,” ucap Hendra. Ia merasa bersalah karena tidak bisa menjaga keluarga dari sahabat baiknya. Padahal, Hermawan sudah mempercayakan hal ini pada Hendra. Bella menggelengkan kepalanya. “Itu bukan salah papa. Bagaimanapun juga, papa sudah berusaha menyelamatkan mama kandungku dan juga aku. Terima kasih. Aku juga berterima kasih pada mama dan kak Reza. Kalian sudah menjadikanku keluarga kalian. Aku benar-benar berterima kasih.” Ivena mendekati Bella dan memeluk Bella. “Kau mengucapkan terima kasih seperti akan berpisah dengan kami. Mama tidak mau mendengar kata itu lagi. Walaupun kamu bukan anak yang lahir dari rahim mama, tapi kamu tetaplah anak mama yang sangat mama sayangi. Jadi, jangan pernah tinggalkan mama hanya karena kamu bukanlah anak kandung mama. Kamu mau berjanji untuk itu kan, Bella?” tanya Ivena.

“Aku tidak akan meninggalkan mama. Aku tidak akan meninggalkan kalian semua. Aku janji. Kalian semua adalah keluargaku,” ucap Bella. Ivena tersenyum lalu kembali memeluk Bella. Hendra ikut memeluknya dari belakang. Reza tersenyum sendu. Ia tidak ingin kehilangan Bella. Dan oleh karena itu, Reza tidak akan mengungkapkan perasaan cintanya pada Bella. “Lebih baik, aku tetap menjadi kakakmu asalkan aku tetap bisa selalu bersamamu. Aku tidak ingin kamu menjauhiku, Bella. Aku tidak ingin, kamu meninggalkanku,” batin Reza.

“Pa,” panggil Bella. Hendra menatap Bella dengan penuh kasih sayang. “Ada apa, sayang?” tanyanya. “Aku ingin tahu semua tentang masa laluku. Bagaimana papa kandungku bisa meninggal, siapa yang membunuhnya, siapa yang menembakkan pistol pada mamaku, kenapa semua itu bisa__”

“Bella,” sela Hendra sambil menatap wajah Bella dengan seksama.

“Kamu masih terguncang dengan semua ingatanmu itu. Papa tidak mau menambah bebanmu dengan menceritakan semua masa lalumu. Biarkan saja seperti ini dulu. Seiring berjalannya waktu, papa akan menceritakan semuanya padamu.” Bella menggeleng.

“Aku ingin tahu sekarang. Aku harus tahu semuanya atau aku akan mencari tahu sendiri,” ancam Bella. Hendra menghela nafas panjang. “Kasus kebakaran dan pembunuhan papamu tidak akan bisa kamu temukan. Bahkan berita yang kamu baca di internet sekalipun, tidak ada yang benar dan lengkap. Informasi itu sudah terkunci. Kamu tidak akan bisa mengetahuinya sendiri. Jadi, berhentilah untuk mencari tahu sendiri tentang hal itu,” kata Hendra, membuat Bella merasa putus asa. Hendra tahu, jika Bella mengetahui informasi penting tentang mafia narkoba, Bella akan berusaha mengungkap mafia narkoba itu. Dan hal itu dapat membahayakan nyawa Bella, dirinya dan juga keluarganya. Informasi penting yang hanya diketahui oleh Hermawan dan juga dirinya tentang jati diri dari pimpinan mafia narkoba.

“Oh ya. Satu hal yang harus kamu lakukan, Bella.” Bella menatap wajah penuh keseriusan dari Hendra. “Jangan pernah mengatakan siapa dirimu yang sebenarnya. Jangan pernah menceritakan masa lalumu pada siapapun meskipun pada saudara sepupu kita atau pada sahabat terbaikmu. Papa sudah menyamarkan identitasmu untuk keselamatanmu.” Bella tertegun. “Apa pembunuh papa kandungku sedang mengincarku?” tanya Bella penasaran.

“Papa tidak tahu, Bella. Tapi yang pasti pembunuh itu sangat kejam. Mereka ingin membunuh seluruh keluarga Hermawan. Kalau dia tahu, tidak semua keluarga Hermawan mati dan papa memalsukan kematian anaknya, mungkin mereka akan sangat marah. Demi keselamatanmu, jauhi semua hal yang berkaitan dengan mafia narkoba.”

==

Bella berusaha mencari berita-berita terkait kasus kebakaran di rumahnya. Ia juga terus mencari info tentang pembunuh papanya. Papa kandungnya telah dibunuh saat melakukan penyergapan di markas mafia narkoba. “Mafia narkoba itu sudah menghancurkan hidup keluargaku. Dan aku tidak akan tinggal diam. Aku akan menemukan mereka dan menghancurkan hidup mereka,” ucap Bella dengan penuh tekad. Diam-diam, Bella masuk ke ruang kerja Hendra. Ia harus mendapatkan informasi tentang pembunuh orang tuanya. Ia membuka lemari buku disana, tapi semua lemari tidak dapat dibuka. Semua lemari terkunci.

“Bagaimana aku bisa mencari tahu tentang mafia narkoba itu? Aku tahu, pasti papa memiliki informasi penting tentang hal itu.” Bella menghela nafas panjang.

==

Reza memandang kertas-kertas yang berada di dalam map plastik di hadapannya. Semua kertas itu adalah informasi penting tentang mafia narkoba milik papanya. Ia membobol lemari terkunci milik papanya dan mengcopy kertas penting itu secara diam-diam. Papanya tidak akan curiga karena ia telah merapikan lemari itu seperti sedia kala.

Alasan terbesarnya menjadi polisi adalah untuk melindungi orang-orang yang dia sayangi. Tapi sejak Bella datang ke rumahnya, alasan Reza berubah. Ia ingin memberikan hukuman pada mafia narkoba yang telah menghancurkan hidup keluarga Bella. Ia ingin keadilan ditegakkan. Dengan menjalankan misi rahasianya ini, Reza akan berusaha mengalahkan mafia narkoba itu. Dengan bantuan dari organisasi rahasia bernama ‘Light’, Reza dan timnya akan berusaha mengungkap mafia narkoba.

“Dark.” Reza mengucapkan kata itu sambil mengepalkan tangannya. “Aku pasti akan menghancurkan kalian,” lanjut Reza.

==

“Bagaimana?” tanya seorang cowok pada pria dihadapannya.

“Dia baik – baik saja. Tapi mungkin akan terjadi bahaya padanya.” cowok itu terkejut dengan laporan dari informannya.

“Ceritakan padaku.”

“Dia membantu kepolisian untuk menguak keberadaan mafia narkoba. Dengan keahliannya, dia menyamar sebagai anak SMA dan masuk ke sekolah yang sama dengam sekolah adik tiri anda.”

“Apa? bagaimana bisa dia melibatkan diri pada dark?”

“Saya juga tidak tahu, tapi kakaknya adalah polisi yang tertarik dengan kasus itu.”

Cowok itu tampak berpikir keras. “Terus lakukan tugasmu dan laporkan padaku.” Pria informan itu mengangguk sebelum akhirnya pamit. “Sebentar lagi, aku akan bertemu denganmu. Sebenarnya, aku tidak berharap bertemu denganmu dalam situasi yang melibatkan dark, tapi sepertinya aku harus turun tangan. Apa ini memang takdir kita, Bella?” ujar pria itu.

==

Dark Circle : bab 6

13 Februari 2017 in Vitamins Blog

28 votes, average: 1.00 out of 1 (28 votes, average: 1.00 out of 1)
You need to be a registered member to rate this post.
Loading...

Bella begitu penasaran dengan cowok bertopeng yang memberikannya minuman dengan zat narkotika di dalamnya. Keingintahuan Bella tentang kasus narkoba di SMA Charanata begitu meluap-luap. Tangannya beranjak meraih laptop lalu menyalakannya. Dengan segera, Bella membuka situs pencari lalu mulai mengetik kalimat ‘Kasus narkoba di SMA Charanata.’ Beberapa hasil pencarian muncul. Banyak dari hasil pencarian itu, merupakan berita tentang siswi SMA Charanata yang meninggal karena bunuh diri. Berita itu cukup membuatnya penasaran. Jarinya menekan mouse untuk membuka situs berita itu. ‘Anggrid ditemukan meninggal di kamarnya. Setelah dilakukan pemeriksaan, ditemukan adanya zat berbahaya narkotika darahnya. Dia meninggal karena overdosis zat opium. Sebelumnya, Ananda, ibu kandungnya, menemukan obat-obatan di dalam tas sekolah anaknya.’ Bella terus membaca semua berita-berita tentang Anggrid. Ia ingat cerita teman sekelasnya tentang Anggrid. Pikiran Bella melayang pada kejadian di pesta ulang tahun Sandra.

“Aku hampir saja meminum minuman yang sudah dicampuri zat berbahaya. Bisa saja, hal yang sama seperti yang terjadi denganku saat itu, juga terjadi pada Anggrid. Bisa saja, obat berbahaya itu sengaja ditaruh ke dalam tas Anggrid agar terlihat kalau Anggrid memang pecandu narkoba.” Bella mulai sibuk membuat hipotesis. “Apapun itu, aku harus menyelidikinya.” Tekad Bella.

Tidak puas dengan berita tentang Anggrid, ia mulai mencari berita lain tentang narkoba di sekolahannya. Namun tidak ada berita apapun tentang kasus narkoba di sekolahannya selain berita tentang Anggrid. Bella mengganti kata kuncinya. Ia menggantinya menjadi kasus narkoba di Indonesia. Beberapa berita muncul mengenai hal itu. Namun tidak ada satupun yang menarik untuknya. Bella terus berusaha mencari kata kunci yang tepat untuk menemukan berita tentang narkoba. Ia merasa perlu tahu banyak informasi tentang narkoba agar berguna untuk penyelidikannya ini. Hasil pencarian muncul. Bella memilih salah satu berita yang terlihat menarik. Berita dengan judul ‘Polisi tertembak mati dan keluarganya mati terbakar.’ Membaca judulnya saja, Bella sudah bergidik ngeri. Bella membaca berita itu. ‘Pukul setengah sebelas malam, kebakaran terjadi di rumah Hermawan, kepala polisi bagian kriminalitas. Liliana, istrinya dan Ana, putrinya yang masih berusia sebelas tahun itu meninggal di tempat. Kondisinya mengenaskan karena seluruh tubuhnya terbakar.’

Bella berhenti melanjutkan bacaannya. Entah kenapa, perasaannya begitu sedih setelah membacanya. Seperti menonton film, sebuah gambaran terbayang di otaknya. Ia seperti berada dalam sebuah ruangan yang sepertinya tak asing baginya. Ruangan itu remang-remang karena beberapa lampu sudah dimatikan. Bella bisa melihat jam di dinding menunjukkan pukul setengah sebelas malam. Tiba-tiba ia melihat kobaran api yang menyala dan membakar pintu rumah. Dalam waktu singkat, rumah itu menjadi terang karena kobaran api yang semakin besar dan merambat ke seluruh ruangan. Bella bisa mendengar suara teriakan wanita dan gadis kecil. Suasanya begitu mengerikan. Kobaran api dimana-mana. Kali ini, suara tangisan gadis kecil terdengar menyayat hati. Perabotan rumah hancur dilahap api. Beberapa kayu dari lemari jatuh menimpa seorang wanita disusul dengan teriakan dan tangisan seorang gadis kecil. “Mama!”

Semua gambaran itu berganti dengan kegelapan. Bella merasakan kepalanya begitu pusing. Air matanya mengalir tanpa ia sadari. Ia merasa gambaran itu begitu nyata dan sangat mengerikan. Seakan-akan, ia benar-benar mengalami hal itu. Seakan-akan, anak kecil itu adalah dirinya. Seakan-akan, ia benar-benar berada dalam ambang kematian. Suara teriakan dan tangisan anak kecil itu terus terngiang-ngiang di telinganya. Bersamaan dengan itu, kepalanya terasa pusing dan ia tidak bisa berhenti menangis. Tangisan Bella semakin kencang. Hingga gambaran itu kembali muncul. Gambaran gadis kecil yang sedang meringkuk ketakutan di tengah kobaran api. Bella bisa melihat dengan jelas wajah gadis kecil itu. “Tidak! Itu bukan aku!” Teriak Bella histeris.

“Bella! Ada apa?” Ivena datang tergopoh-gopoh. Ia makin cemas begitu melihat kondisi Bella. Apa yang ia takutkan terjadi lagi. “Bella, tenang. Mama ada disini untukmu. Jangan takut.” Ivena memeluk Bella untuk menenangkannya. Bella masih menangis histeris. Ivena begitu kalut melihatnya. Dengan segera, ia mengambil obat yang biasa digunakan untuk Bella. Ia meminumkan obat itu pada Bella. “Semua akan baik-baik saja, sayang. Jangan takut. Jangan menangis lagi.” Rasa pusing yang mendera Bella mulai berkurang. Bersamaan dengan itu, Bella merasa pandangannya gelap.

Ivena segera menghubungi suami dan anak laki-lakinya. Raut wajahnya diliputi dengan kecemasan yang amat sangat. Sambil menunggu kedatangan suami dan putranya, Ivena menyiapkan barang-barangnya termasuk sudah berganti pakaian untuk pergi. Ia akan membawa Bella ke dokter. Tak beberapa lama kemudian, Reza datang dengan wajah cemas. “Sepertinya, ia mulai ingat dan hal itu begitu mengguncangnya. Mama khawatir, Reza. Mama takut kalau Bella tidak akan kuat dengan semua itu lalu pikirannya jadi terganggu. Mama takut akan terjadi hal yang lebih buruk lagi dari pada tujuh tahun yang lalu.” Ucap Ivena sambil menangis. “Mama tenang saja. Bella pasti kuat. Dia harus kuat.” Ucap Reza sambil memandang Bella yang tertidur.

==

“Apa yang kamu rasakan saat ini, Bella?” tanya Dewi, dokter psikiater yang menangani Bella. Bella mengalihkan pandangannya dari kaca jendela yang sedari tadi ditatapnya. Matanya yang sendu menatap wajah sang dokter. “Aku sudah ingat semuanya, dok. Aku tahu semuanya.” Dokter itu agak terkejut mendengarnya. “Lalu bagaimana perasaanmu saat ini?”

“Aku merasa sangat bersalah pada kedua orang tua kandungku. seharunsya aku tidak melupakan mereka. Mereka sudah banyak berkorban untukku tapi aku malah melupakan semua hal tentang mereka. semua kenangan manis dan pahit dengan orang tua kandungku. aku…aku malah melupakannya dan hidup bahagia dengan orang tua lain yang bukan siapa- siapaku. Aku merasa kecewa dengan diriku sendiiri.”

“Itu semua bukan salahmu, Bella. Wajar kalau kamu tidak bisa mengingat hal itu. Kamu masih kecil saat itu dan keanangan buruk membuatmu trauma dan melupakan semua hal itu. orang tuamu tidak akan menyalahkanmu atau kecewa padamu. aku yakin itu. Justru mereka pasti ingin agar kamu bisa menjadi orang yang kuat dan bahagia. Kamu jangan merasa bersalah seperti itu.” saran dokter. Bella hanya terdiam. Ia sebnernya masih terlalu shock karena semua ingatan buruk itu.

“Datanglah setiap hari kemari untuk terapi. Aku harus memastikan bahwa kau baik-baik saja. Aku tidak ingin kejadian 5 tahun lalu terulang lagi. Saat kamu begitu frustasi karena ingatan buruk itu.” Bella mengangguk.
“Sebenarnya, ada hal aneh yang menganggu pikiranku tentang kejadian lima tahun yang lalu. Aku merasa, ada memoriku yang hilang tentang kejadian itu.” Dokter itu membetulkan letak kacamatanya.
“Ceritakan padaku semua yang kamu ingat,” ujarnya.

==

“Bella!” Panggil Reza, yang baru saja datang. Disusul kemudian, mamanya datang dengan langkah tergesa-gesa. “Kau sudah sadar, sayang.” Ucapnya lega. Bella menatap kedua orang yang baru masuk itu dengan wajah sendu. “Bagaimana keadaannya, dok?” tanya Reza. “Dia baik-baik saja. Mungkin hanya sedikit shock saja karena ingatannya__”

“Kamu sudah mengingat semuanya?” tanya Reza pada Bella dengan terkejut. Ivena juga menatap Bella dengan terkejut. Mereka berdua sama-sama menanti ucapan Bella. “Aku ingin istirahat. Bisakah kalian semua keluar?” Bella mengalihkan pandangannya dari tatapan Reza dan Ivena. Ia menutup matanya berpura-pura tidur. Ivena dan Reza menghela nafas kecewa. “Baiklah. Kami akan keluar.” Ujar dokter. “Kalau kamu membutuhkan sesuatu, kamu bisa segera memanggil kami. Kami akan menunggumu di luar.” Ucap Ivena, sebelum pergi meninggalkan ruangan. Dokter dan Reza juga ikut berjalan keluar kamar Bella. “Sepertinya, kamu memang sudah ingat semuanya, Bella. Apa itu berarti, kamu akan pergi meninggalkanku?” Batin Reza.

Bella menitikkan air matanya. Semua masa lalunya, telah dapat ia ingat dengan jelas. Ia masih ingat saat-saat kebersamaan dengan papa dan mama kandungnya. Papanya seorang polisi. Bella ingat. Papanya baru saja diangkat menjadi kepala polisi beberapa bulan sebelum kebakaran itu terjadi. Sejak papanya naik pangkat, papanya sering sekali pulang larut malam. Bahkan, pernah beberapa hari tidak pulang ke rumah. Karena itu, Bella merasa kesal pada papanya.

“Ma, aku tidak bisa tidur.” Ucap Bella sambil menghampiri Lili yang duduk di sofa. “Kenapa tidak bisa tidur, sayang?”tanya Lili lembut. “Aku bermimpi buruk. Entah kenapa, perasaanku tidak enak. Aku merasa sangat sedih dan cemas.” Lili memandang putrinya dengan wajah sendu. Ia memeluk putrinya dengan penuh kasih sayang. Sebenarnya, Lili juga merasakan perasaan yang sama dengan putrinya. Sampai sekarang, suaminya belum juga pulang. Sudah lima hari, Hermawan memilih untuk tidur di penginapan dekat kantor polisi. Terkadang, Hermawan juga tidur di kantor polisi. Ia menjalankan tugas yang sangat berat sebagai kepala polisi. Hermawan telah menemukan beberapa bukti tentang jaringan mafia narkoba terbesar di Indonesia. Ia sadar betapa bahayanya menangani kasus itu. Karena itu, Hermawan lebih memilih untuk menjauh dari keluarganya, sementara waktu untuk melindungi keluarganya. Ia juga menugasi beberapa polisi, termasuk sahabat baiknya, Hendra.

“Mama pasti menunggu papa pulang ya? Papa itu selalu saja begitu. Sudah beberapa hari, tidak pulang-pulang. Pulangnya juga selalu malam-malam.” Omel Bella. “Sebentar lagi, pasti pulang. Papamu itu kan orang sibuk. Apalagi, banyak sekali orang yang membutuhkan polisi untuk membantu menegakkan hukum. Tugas papamu itu sangat mulia. Kamu harus bangga dengan papamu. Dia bekerja untuk negara ini.”

Ketukan pintu yang keras mengejutkan mereka berdua. Hendra dan Dimas, polisi yang lain, datang. “Bagaimana? Hermawan baik-baik saja kan?” tanya Lili dengan nada cemas. Hermawan menghela nafas panjang. Wajahnya terlihat sendu. “Kenapa kalian diam? Apa yang terjadi? Hendra, apa yang terjadi pada Hermawan?”

“Aku ingin menemui Hermawan.” Tangis Lili. “Tunggu semuanya aman.”

==

Dark circle : bab 5

11 Februari 2017 in Vitamins Blog

164 votes, average: 1.00 out of 1 (164 votes, average: 1.00 out of 1)
You need to be a registered member to rate this post.
Loading...

“Cari tahu tentang Frans. Kenapa dia menyelidiki kasus Anggrit. Pastikan jangan sampai ada yang tahu tentang kejadian yang sebenarnya.” cowok itu duduk dengan santai. Kakinya dinaikkan ke atas meja dengan gaya bossynya.

“Baik, bos. Saya mengerti.” pria itu menunduk patuh.

“Oh ya, satu lagi. Kamu juga harus mencari tahu tentang hubungan Frans dengan gadis yang selalu bersamanya. Aku tertarik padanya.”

“Bos mencintai gadis itu?” tanya anak buah cowok itu ingin tahu. Bosnya ini terkenal kejam dan tidak punya hati walaupun di sekolah dia dikenal sebagai anak baik. Sebagai orang yang bekerja lama dengan bosnya, ia ingin tahu, apa bosnya masih memiliki perasaan.

“Cinta? Kata itu tidak ada dalam kamusku. Aku hanya ingin menjadikannya mainanku. Siapa tahu, aku bisa menggunakannya sebagai umpan umtuk Frans jika dia berani macam – macam denganku.” Cowok itu tersenyum licik. “Seperti Anggrit.” timpal anak buah cowok itu dengan pernyataan, bukan pertanyaan.

==

“Kamu mau kemana?” Tanya Reza sambil mengamati gaun cantik yang dipakai oleh Bella. Bella tersenyum. “Kakak sudah pulang! Bagaimana dengan penampilanku? Apa make-up ku terlihat berlebihan?” tanya Bella. Reza duduk di sofa.

“Kamu mau kemana?” ulang Reza.

“Aku akan pergi ke pesta ulang tahun temanku. Aku akan pergi sendiri naik taxi.” Reza menghela nafas berat.

“Untuk apa kamu datang ke pesta itu? Kalau terjadi apa-apa denganmu bagaimana? Kamu ini penyusup. Ingat tugas yang diberikan Pak Arif padamu. Kamu menjadi anak SMA bukan untuk bersenang senang atau mencari pacar. Tidak seharusnya kamu dekat-dekat dengan anak-anak itu. Bisa saja mereka mencelakakanmu.” Omel Reza. Bella tertunduk.

“Aku tahu, kak. Tapi tidak bisakah aku walau sebentar saja, mencoba merasakan bagaimana jadi anak SMA yang sesungguhnya. Mempunyai banyak teman, bersenang-senang dengan mereka, bermain dan bercanda. Aku belum pernah merasakan hal seperti itu. Aku ingin punya banyak teman. Aku tidak akan melupakan tugasku itu. Aku akan menyelidiki penyulundupan narkotika itu. Tapi setidaknya biarkan aku merasakan bagaimana rasanya jadi anak SMA yang sesungguhnya. Yang tidak hanya memikirkan pelajaran. Yang hanya belajar dan belajar saja.” Bella ingat sekali saat-saat SMAnya dulu. Ya, menuntut ilmu adalah yang terpenting dari segalanya. Namun saat itu Bella tidak pernah memikirkan hal lain selain belajar. Ia hampir tidak memiliki teman sedikitpun. Begitu memiliki teman, ia malah dikhianati oleh temannya itu. Ia bahkan tidak sempat pergi jalan-jalan bersama temannya atau bersenang-senang di pesta sweet seventeen temannya. Sekolah ia lalui dengan begitu cepat. Sampai-sampai ia seakan tak punya waktu untuk berteman. Semua anak mengejeknya. Sepertinya, tidak ada yang menyukainya.

“Mana ponselmu?” Tanya Reza. Bella mengangkat kepalanya. “A-apa?” Reza mengambil ponsel dari tangan Bella.

“Kalau terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, kamu tinggal menekan tombol ini maka ponselmu akan langsung terhubung ke nomorku sebagai keadaan darurat. Dan aku akan segera menolongmu. Aku akan tetap mengawasimu.” Jelas Reza lalu mengembalikan ponsel Bella. Bella tersenyum.

“Jadi kakak mengizinkan aku pergi?” Tanya bella masih tak percaya.

“Tentu saja. Apa kamu mau aku mengubah pemikiranku? Lagipula, penampilanmu saat ini sudah sangat cantik, jadi akan sangat sayang sekali jika aku tidak….” Kata-kata Reza terhenti begitu Bella memeluknya.

“Terimakasih, kak. Kak Reza memang yang terbaik. Aku janji, tidak akan mengecewakan kakak. Aku akan pulang dengan selamat. Aku pasti akan baik-baik saja. Lagipula, aku ini kan pintar karate. Kakak lupa ya?” Tawa Bella. Reza berusaha melepaskan pelukan Bella.

“Iya-iya. Aku tahu. Sekarang, bisa kamu lepaskan pelukanmu ini?” Bella tersenyum. Otaknya tak bisa berpikir begitu melihat senyum manis Bella. Reza terdiam sesaat. Ku mohon, jangan tersenyum semanis itu padaku. Kau tahu? Pelukanmu dan senyumanmu itu benar-benar membuat jantungku berdetak makin cepat. Saat ini kamu benar-benar kelihatan sangat cantik.

“Baiklah. Aku pergi dulu. Bye kak!” Bunyi dentuman pintu membuat Reza tersadar. Otaknya mulai bekerja normal kembali.

“Bella! Tunggu! Aku akan mengantarmu kesana!” Teriak Reza sambil mengejar Bella.

Bella bisa merasakan jantungnya berdebar dan wajahnya seakan memanas. Ah, kenapa aku memeluk kak Reza? Seharusnya aku tidak usah berlebihan seperti itu. Kenapa juga jantungku berdebar begitu kencang saat aku memeluknya tadi? Sadar Bella! Dia itu kakakmu. Seharusnya kamu menyayanginya seperti seorang adik yang menyayangi kakaknya. Tidak kurang dan tidak lebih.

==

Ana memakai topengnya dan melangkah memasuki tempat pesta. Tiba-tiba seseorang meraih tangannya dan menggandengnya. “Siapa? Frans?” Cowok bertopeng itu tersenyum sambil terus menggandeng Ana. “Hei. Kita mau kemana?” Tanya Ana bingung. “Kamu tunggu disini.” Ujarnya. Tak lama kemudian ia kembali dengan dua gelas minuman di tangannya. “Thanks.” Ujar Ana. Ia mengambil minuman yang disodorkan oleh Frans. Frans meminum minumannya. “Minumlah!” Ujar Frans. Ana memperhatikan wajah Frans lekat-lekat. Ana ingin melepas topeng Frans tapi Frans mundur ke belakang dan menarik tangan Ana. “Ini pesta topeng. Jadi topeng ini jangan dilepas.” Ujar Frans. Diam-diam Ana merasa ada yang aneh dari sikap Frans. Penampilannya memang mirip Frans tapi gaya bicaranya dan suaranya sedikit berbeda.

“Kamu tidak haus? Kenapa tidak diminum? Percuma aku mengambilkan minuman untukmu.” Ujar Frans lagi.

“Apa kamu benar-benar Frans? Aku hanya ingin memastikan kalau kamu memang benar-benar Frans.” Ucap Ana sambil terus memperhatikan cowok di depannya itu. Cowok di depannya itu tampak sedang berpikir. Sebelum akhirnya seseorang memanggil Ana.

“Ana! Apa itu kau?” Tanya seorang gadis dengan gaun yang terlihat sangat mencolok diantara yang lainnya. Ana bisa menebaknya.

“Sandra?” Tanya Ana.

“Ya. Ini aku. Ternyata kamu memang Ana. Aku sudah menunggumu dari tadi. Frans dan Diandra juga sudah menunggumu. Ayo kita ke sana!”

“Frans?” Ana menoleh ke arah Frans tadi berada. Tapi tidak ada siapa-siapa disana. Cowok itu sudah pergi.

“Bukankah tadi Frans ada bersamaku?” Tanya Ana.

“Kau bercanda? Dari tadi Frans dan Diandra sedang mengobrol disana. Ayo! Aku ingin melihatmu berdansa dengan Frans.” Ana masih merasa bingung. Namun sesaat kemudian Ia tersadar. “Oh ya, hadiah untukmu.” Kata Ana sambil berusaha mengeluarkan hadiah untuk Sandra dari dalam tasnya. Tangan kirinya memegang gelas minuman sedangkan tangan kanannya sibuk mencari hadiah untuk Sandra.

“Hati-hati. Minumanmu bisa tumpah.” Ujar Sandra sambil mencoba untuk membawakan gelas minuman Ana tapi dengan sengaja Ana menumpahkan gelas minuman itu ke bajunya. “Ah! Basah!” Seru Ana. “Tuh kan. Apa kubilang.”

“Dimana kamar mandinya? Biar segera ku bersihkan.” Sandra menunjuk dimana kamar mandi berada. Ana langsung berlari kesana. Ana masuk ke dalam kamar mandi dan segera mengeluarkan botol kecil kosong dari dalam tasnya. Ia memeras bajunya yang basah dan menaruh tiap tetesan minuman yang tumpah itu ke dalam botol itu. Ia memang sengaja melakukannya untuk mendapatkan sampel minuman itu. Ia curiga, minuman itu mungkin saja diberi semacam narkotika atau zat berbahaya lainnya. Setelah semuanya selesai, Ana segera kembali ke tempat dimana Sandra, Diandra dan Frans berada. Aku masih harus mengambil minuman tamu untuk ku teliti dan akan kulihat apa orang tadi memberikan narkotika pada minumanku atau pada semua tamu juga.

==

Bella berbaring di kasurnya yang empuk. “Hari ini begitu menyenangkan. Pestanya benar-benar meriah.” Ucap Bella dengan wajah gembira. “Aku tidak pernah menghadiri pesta semeriah ini. Dansa dengan Frans, bernyanyi bersama Diandra dan Sandra, juga melihat kembang api yang keren.” Tawa Bella. Tapi ada yang aneh disana. Sepertinya cowok tadi memang sengaja memberikanku minuman itu karena dia ingin sekali aku meminumnya. Dia bahkan menghilang begitu saja ketika Sandra datang. Topeng hitam yang menutupi hampir separuh wajahnya membuat aku tidak tahu kalau dia bukan Frans. Seharusnya aku tahu sejak awal. Siapa cowok itu sebenarnya?Aku harus menyelidikinya. Dan minuman itu juga akan ku teliti di lab besok.

——————–

“Apa sudah ada sesuatu yang kau temukan?” tanya Reza mengalihkan pembicaraan. Bella menceritakan kejadian di pesta topeng kemarin. Dia juga sudah mendapat kabar dari profesor tentang kandungan zat yang ada di dalam minuman itu.

“Jadi, hanya minumanmu saja yang mengandung zat berbahaya?” Sorot mata Reza menampakkan kekhawatiran. “Aku heran. Kenapa hanya aku? Apa jangan-jangan identitasku sebagai tim penyelidik sudah terbongkar?” Kedua matanya langsung melebar. Reza mengenyitkan alisnya, mencoba berpikir jernih.

“Apa tindak tandukmu mudah untuk dicurigai? Apa kamu melakukan sesuatu yang tak sengaja dapat membuka identitasmu?” tanya Reza. Ia cemas dengan keselamatan Bella. Bella berpikir sejenak sebelum akhirnya menggeleng yakin.

“Mungkin, orang itu belum tahu identitasmu. Kau harus berhati-hati. Jangan sampai kamu masuk dalam perangkapnya. Coba kamu dapatkan daftar nama anak-anak yang hadir di pesta topeng kemarin. Dari sana, kita bisa menyelidiki, siapa orang dibalik topeng itu.” Ucap Reza. Bella menganggukkan kepalanya. Ia siap bekerja untuk menyelidiki hal ini.

==

Dark Circle : bab 4

7 Februari 2017 in Vitamins Blog

337 votes, average: 1.00 out of 1 (337 votes, average: 1.00 out of 1)
You need to be a registered member to rate this post.
Loading...

“Kamu pasti sangat senang karena pacarmu itu menjadi gurumu. Aku tidak tahu kalau pacarmu itu seorang guru,” ujar Frans saat istirahat. Sandra dan Diandra terkejut.

“Pacarmu? Guru? Maksudmu Pak Reynald guru kita adalah pacarmu?” Tanya Sandra terkejut. Ana menghela nafas.

“Ehm, dia orang yang pernah aku ceritakan pada mu. Frans bahkan marah padaku karena dia. Tapi kan aku sudah menjelaskan semuanya pada kalian bahwa dia bukan pacarku. Dia kakakku.” Ujar Ana.

“Oh, jadi dia orangnya. Kok bisa sih dia menjadi guru disini?” Tawa Diandra.

“Sebentar-sebentar.” Ujar Frans sambil menatap wajah Ana. “Jadi dia bukan pacarmu? Lalu kenapa dia bilang kalau dia adalah pacarmu? Kamu tidak berbohong kan?” Tanya Frans.

“Bukankah Diandra sudah menjelaskannya padamu? Kakakku itu sangat overprotektif padaku. Sebenarnya, aku dan dia baru saja pindah ke kota ini. Jadi, aku di sekolahkan disini dan kakakku mencari pekerjaan disini.” Seketika itu juga, Frans langsung tersenyum lebar.

“Berarti, aku masih memiliki kesempatan.” Diandra dan Sandra langsung tersenyum menggoda Ana dan Frans.

“Sepertinya kita berdua menjadi obat nyamuk disini. Sebaiknya kita pergi saja dari sini. Frans dan Ana pasti butuh waktu berdua untuk saling mengenal,” tawa Sandra. Ana memukul pelan pundak Sandra. “Hei-hei! Jangan bicara sembarangan,” omel Ana.

==

Walaupun gayanya terkesan cuek, namun Reynald selalu memperhatikan sekelilingnya dengan baik. Dengan tidak kentara, ia mengamati sekelilingnya. Ia mengamati murid-murid, para guru, pertugas kebersihan, satpam bahkan penjual makanan dan minuman di kantin. Ia juga sering berkeliling melihat-lihat situasi di seluruh penjuru sekolah. Dari lantai bawah sampai gedung atap sekolah. Beberapa alat perekam suara juga dipasang di beberapa tempat dengan strategis. Alat itu akan tersambung dengan ponselnya sehingga ia bisa mendengar suara apa saja di tempat-tempat dimana alat tersebut di pasang.

“Hai, pak. Bagaimana pendapat bapak tentang mengajar di sekolah ini?” tanya Diana, guru bahasa Indonesia. Reynald menatap sekilas wajah Diana.

“Baik, seperti layaknya sekolah pada umumnya.” Jawab Reynald. Jujur saja, ia tidak tertarik untuk mengobrol atau berteman dengan siapapun yang ada di sekolah ini. Namun mengingat tugasnya sebagai detektif, ia langsung memasang ekspresi tertarik pada obrolan wanita muda itu. Ia harus melakukan pendekatan pada orang-orang di sekitarnya untuk mencari informasi sebanyak mungkin.

“Kalau boleh tahu, sejak kapan ibu bekerja disini?” tanya Reynald mendadak ramah. Diana langsung tersenyum senang. Sikapnya menunjukkan ketertarikannya pada Reynald. Wajar saja. Reynald memang guru paling tampan, termuda dan lajang di sekolah ini. “Sudah tiga tahun. Saya senang bisa mengajar di sekolah ini. Walaupun terkadang ada beberapa anak yang susah diatur tapi mereka tidak pernah melewati batas kenakalan. Paling-paling, hanya merokok dan bertengkar.” Ujarnya sambil terus menyunggin senyum.

“Memangnya, siapa saja anak yang terkenal nakal di sekolah ini? Saya merasa perlu tahu agar bisa mengantisipasi.” Dengan senang hati, Diana menceritakan semuanya. Reynald tersenyum senang. Ia berhasil mendapatkan informasi yang mungkin akan berguna untuk penyelidikannya.

Dari kejauhan, Bella bisa melihat senyuman manis Reza pada guru bahasa Indonesianya yang centil. Diana memang cantik dan masih muda. Mungkin, umurnya tak jauh berbeda dengan Reza. Entah kenapa, dadanya terasa sesak melihat keakraban mereka berdua. Bella tidak menyukai kedekatan Reza dengan Diana. Apalagi melihat kakaknya itu sedang tersenyum pada Diana. Jarang sekali Reza tersenyum pada orang lain selain keluarganya. Reza memang dikenal sebagai cowok dingin yang susah tersenyum. Hanya pada keluarganya, Reza selalu bersikap hangat dan mudah tersenyum. Apa aku cemburu? Apa aku benar-benar mencintai kak Reza? Bella bingung dengan perasaannya ini. Perasaan ini makin kuat menyiksanya. Cepat-cepat ia menepis pemikirannya itu. Sebisa mungkin, ia akan menghilangkan perasaannya ini. Ini tidak boleh terjadi.

==

Ana berjalan cepat menuju kelasnya. Bel masuk telah berdering nyaring. Ia terlambat bangun sehingga terlambat masuk ke kelas. Tak sengaja, ia bertabrakan dengan seorang cowok yang juga tergesa-gesa.

“Maaf.” Ucap Ana.

“Tunggu!” Ujar cowok itu sebelum bella pergi. “Bukumu jatuh.” Ucap cowok itu lalu tersenyum manis. Wajahnya yang tampan sempat membuat Bella terpanah. Sekilas, wajah cowok itu terlihat mirip dengan teman SMAnya dulu. Teman SMAnya yang pernah mengisi hatinya.

“Thanks.” Bella mengambil bukunya dari tangan cowok itu.

“Aku tidak pernah melihatmu sebelumnya. Apa kau anak baru?” tanyanya dengan nada bersahabat.

“Ya. Aku anak pindahan.” Cowok itu tersenyum lagi lalu mengulurkan tangannya.

“Namaku Bian, aku kelas 12 IPS-2. Kamu?”

“Aku Ana, kelas 12 IPS-4. Ehm, maaf. Aku terburu-buru.” Bian tersenyum, mengerti. Ia membiarkan Bella berlari pergi menuju kelasnya. Bian tersenyum lagi. Cewek yang menarik.

==

Ana masuk ke dalam kelasnya. Beruntung, sang guru belum datang. Ia bernafas lega. “Hai, Ana. Kenapa kamu terlambat?” tanya Frans dengan wajah riangnya. Frans makin gencar mendekati Ana. Sepertinya, cowok itu benar-benar menyukai Ana. “Terlambat bangun.” Ucap Ana singkat. Sebenarnya, ia suka dengan sikap Frans yang selalu membuatnya tertawa. Ia merasa nyaman dengan cowok itu hingga menjadikannya sahabat. Walaupun sikapnya terkadang menyebalkan karena selalu saja menguntitnya hingga membuatnya kesulitan untuk bergerak. Ia juga harus tetap waspada pada Frans. Bisa saja, Frans adalah anggota mafia narkoba itu. Seorang guru masuk ke dalam kelasnya. Seketika itu juga, ruangan menjadi hening.

Pikiran Ana melayang pada kejadian saat SMA. Karena wajah Bian yang mirip teman SMAnya itu, Bella jadi teringat dengan temannya itu. Alden, begitulah nama cowok itu. Sejak ia lulus SMA, ia tidak pernah lagi bertemu dengan Alden. Rasa rindu menyeruak masuk ke dalam hatinya. Bella menyebutkan nama Alden dalam hatinya sambil mengingat Alden.

==
“Kak, kau tahu tidak__”

“Tidak!” Sela Reza. Bella memajukan bibirnya kesal. “Aku kan belum selesai bicara.” Rengek Bella manja. Reza hanya tersenyum kecil.

“Memangnya ada apa sih? Ada berita heboh apa?” tanya Reza lembut.

“Hari ini, aku ditugasi untuk mengajar teman sekelasku selama tiga bulan. Ternyata, cowok itu benar-benar menyebalkan, mengerikan, seenaknya sendiri, egois, dan misterius.” Celoteh Bella dengan penuh semangat.

“Cowok? Jadi orang yang harus kau ajari itu cowok?” tanya Reza dengan nada tak suka.

“Iya. Memangnya kenapa kalau cowok?” Reza mengubah ekspresinya dengan seketika.

“Tidak apa. Selama ini kan, kamu tidak pernah dekat dengan cowok. Kalau kamu harus mengajarinya selama tiga bulan, itu berarti kamu akan menjadi dekat dengan cowok itu.”

“Iya. Kakak benar. Aku jadi sebal sekali dengannya. Aku harus bertahan selama itu dengan cowok itu.”

“Kau harus berhati-hati dengan cowok seperti itu. Jangan sampai kamu jatuh cinta dengannya. Biasanya, cowok seperti itu, hobi menghancurkan hati perempuan.” Ujar Reza. Ia tidak suka jika Bella dekat-dekat dengan cowok, terutama cowok dengan sifat dan sikap yang dikatakan Bella tadi.

“Aku tidak akan mungkin tertarik dengannya,” ucap Bella membuat Reza sedikit lega. Namun kelegaan Reza tidak bertahan lama karena hampir setiap hari, Reza selalu mendengarkan celotehan Bella tentang cowok itu. “Sebenarnya, dia orang yang baik. Aku tidak tahu, kenapa dia bisa jadi seperti itu. Sepertinya, dia sudah tersesat dalam lingkaran gelap dan terjebak disana. Semuanya terlihat begitu misterius.” Ujar Bella sambil membayangkan Alden. “Misterius?”

“Iya. Dia sangat misterius.” Pandangan mata Bella menerawang jauh. “Aku tidak boleh menceritakan tentang Alden yang sepertinya mengonsumsi narkoba. Kalau kakak tahu, kaka pasti akan menyelidiki Alden dan membawanya ke kantor polisi.”

“Kamu suka padanya ya?” tuduh Reza dengan tatapan menyelidik. “Tidak. Memangnya kenapa bertanya begitu?”

“Karena kamu selalu membicarakannya. Setiap hari, kamu selalu membicarakan cowok itu dengan menggebu-nggebu. Kamu juga selalu tersenyum setiap menceritakan tentangnya.”

“Aku tidak menyukainya.” Bella menggeleng. “Aku juga tidak tersenyum.” Tambah Bella. Reza mendengus kesal. “Baguslah kalau begitu. Jangan sampai kamu menyukainya. Cowok seperti itu, tidak pantas denganmu.” Ucap Reza dengan nada tegas.

==

“Dulu pernah ada siswi bernama Anggrid yang meninggal karena overdosis narkoba. Aku sangat terkejut mendengarnya. Padahal, dia anak yang pintar dan cantik. Dia juga terkenal sebagai murid teladan yang berperilaku baik. Aku tidak tahu apa masalah yang dihadapinya hingga membuatnya seperti itu. Kasihan sekali, gadis itu.” Cerita Diana pada Reza. Akhir-akhir ini, hubungan mereka makin akrab. Diana menjadi sumber informasi Reza untuk penyelidikannya karena mulutnya yang suka sekali menggosip.

“Apa selama di sekolah, dia tidak pernah terkena masalah? Mungkin dia pernah bertengkar dengan pacarnya sehingga dia stress dan mengonsumsi narkoba lalu bunuh diri.” Diana berpikir sejenak.

“Dia sempat di bully oleh seorang cewek most wanted sekolah. Dia pernah di kunci di gudang sekolah namun ketahuan oleh satpam sehingga cewek itu dihukum. Hanya masalah itu yang aku tahu. Oh ya, setahuku, dia tidak memiliki pacar.”

“Apa cewek yang pernah mem-bullynya itu masih sekolah disini?” Diana mengangguk.

“Tentu saja. Dia Anita, anak kelas 12 IPA-1. Dia juga pernah berpacaran dengan cowok most wanted sekolah yang tampan dan pintar. Namanya Bian.”

Di sisi lain, Frans sedang mengorek-ngorek informasi tentang siswi di sekolah itu yang meninggal karena bunuh diri. Dengan tak kentara, ia mengungkit masalah itu. “Jadi benar isu itu? Ada siswi yang meninggal karena overdosis narkoba.” Kata Frans. Ia tidak tahu menahu soal kebenaran hal itu karena dia juga anak baru seperti Bella. Baru dua minggu ia pindah ke sekolah ini.

“Ya. Dia ditemukan di kamarnya bersama dengan zat narkoba. Aku curiga ada sesuatu yang aneh. Sebelumnya, sikapnya memang agak aneh. Dia suka sekali menyendiri. Aku sering melihatnya sedang melamun dengan wajah sedih. Aku tidak tahu kenapa. Dia tidak mau bercerita padaku. Sepertinya, dia memang sedang bermasalah. Tapi aku yakin. Dia bukan orang yang seperti itu. Dia anak yang baik. Dia tidak mungkin mengonsumsi narkoba. Aku curiga dia___” Ucapan Melly terhenti sejenak. Frans menanti jawaban Melly dengan tak sabar.

“Curiga apa?” Melly memajukan wajahnya, mendekati Frans.

“Mungkin saja ada orang yang sudah menjebaknya. Mungkin saja ada orang yang memberikan narkoba padanya. Anggrid terlalu polos untuk menjadi pemakai narkoba.” Frans mengernyitkan alisnya.

“Apa ada orang yang kamu curigai?” tanya Frans. Melly tampak sedikit gugup. “Aku tidak tahu. Dia tidak memiliki teman dekat selain aku. Tapi dia pernah di bully oleh Anita. Anggrit di kurung di gudang. Sampai saat ini, aku masih bingung. Aku kira, mereka tidak saling kenal. Setahuku, mereka tidak pernah berhubungan tapi tiba-tiba saja Anita membuat masalah dengan Anggrit. Kelihatannya, Anita sangat membenci Anggrit. Aku curiga mungkin dia yang sudah menjebak Anggrit. Tapi, aku juga tidak yakin sih.”

Diam-diam, Ana mencuri dengar. Ia berpura-pura sibuk mencatat catatan biologinya namun telinganya sibuk mendengar semuanya. Kenapa kelihatannya Frans sangat penasaran dengan gadis yang bunuh diri itu? Aku harus menyelidikinya.Mungkin, ini ada kaitannya dengan mafia narkoba.

==

Seorang remaja laki-laki masuk ke dalam rumah mewahnya. Masih dengan seragam sekolahnya, ia membaringkan diri di sofa empuk ruang tamunya. “Wah, adikku sudah pulang dari sekolah.” Ucap seorang lelaki yang baru saja memasuki rumah. Mereka saling bertatapan. Sorot mata mereka menunjukkan permusuhan yang kentara. Kalau saja pandangan mata bisa membunuh, maka keduanya akan saling terbunuh karena pandangan mematikan itu. “Tidak usah cerewet, kakakku sayang. Jalankan saja tugasmu. Aku tahu, kamu tidak ingin kalah dari anak SMA sepertiku kan? Jadi, berusahalah menjadi penerus bisnis papa yang hebat. Itupun kalau kamu bisa mengalahkanku.” Kata-kata dari remaja laki-laki itu membuat lelaki itu mencibir. “Tenang saja. Aku tidak akan mengecewakan papa.” Setelah itu, lelaki itu pergi. Ia mengepalkan tangannya. Rahangnya mengeras. Aku akan mengalahkanmu, anak haram! Aku akan menghancurkanmu!

==

Dark Circle : Bab 3

1 Februari 2017 in Vitamins Blog

336 votes, average: 1.00 out of 1 (336 votes, average: 1.00 out of 1)
You need to be a registered member to rate this post.
Loading...

“Ingat, kalau terjadi apa-apa denganmu, kamu harus menekan tombol itu. Aku akan segera datang menolongmu.” Ucap Reza sebelum melepas kepergian Bella ke sekolah. “Iya-iya. Aku akan selalu mengingatnya. Kakak ini seperti papa dan mama saja. Terlalu mencemaskanku. Lebih baik cemaskan diri kak Reza sendiri. Kenapa sampai sekarang belum punya pacar?”

“Bella. Aku ini….”

“Iya aku tahu. Kak Reza tenang saja. Lagipula, kalaupun terjadi sesuatu yang buruk padaku dan aku menekan tombol itu, apa kakak akan segera datang secepat kilat untuk menolongku? Kak Reza kan berada jauh dariku.” Reza tersenyum.

“Lihat saja nanti. Aku akan berada di dekatmu.” Bella mengernyit bingung.

“Hari ini kak Reza harus bekerja kan? Masa kak Reza mau menguntit dan mengawasiku terus di sekolahan?” Reza hanya tersenyum misterius.

==

Ana berjalan riang memasuki pintu gerbang sekolah. “Ah, hari yang indah. Tidak ku sangka aku bisa bersekolah disini.” Ucap Ana dengan penuh senyum.

“Hai Frans! Kenapa wajahmu itu? Sedang ada masalah?” Tanya Ana yang melihat Frans sedang cemberut.

“Bukan urusanmu. Bukankah aku ini bukan siapa-siapamu. Untuk apa mengurusiku? Urusi saja pacarmu itu!” Tukas Frans sambil berbalik badan dan melangkah pergi.

“Kamu ini kenapa sih? Pagi-pagi sudah marah-marah.” Bella kesal juga dengan sikap Frans. Dengan segera Ana meninggalkan tempat itu dan berjalan memasuki kelasnya.

“Ada apa sih? Kok cemberut gitu? Lagi bertengkar dengan Frans ya?” Celetuk Sandra sambil tersenyum. “Ya. Frans marah denganku. Benar-benar aneh! Memangnya apa salahku? Aku punya pacar atau tidak, tidak seharusnya dia marah-marah seperti itu.” Ungkap Ana sambil duduk di kursinya. “Pacar? Kamu sudah punya pacar?” Tanya Diandra yang duduk disamping Sandra.

“Siapa namanya? Seperti apa orangnya?” Ujar Sandra. Temannya itu memandang wajah Ana menanti jawaban.

“Sebenarnya sih bukan pacar. Aku belum punya pacar kok. Mungkin salah paham saja.” Jawab Ana pelan.

“Oh jadi Frans cemburu karena dia kira, kamu sudah memiliki pacar?” Tanya Diandra memperjelas.

“Cemburu? Cemburu apanya?” Tawa Ana. Sandra dan Diandra tersenyum.

“Dari ceritamu tadi. Sudah terbukti kalau Frans pasti jatuh cinta padamu. Makanya dia marah-marah, begitu tahu kamu sudah memiliki pacar. Padahal sebenarnya, kamu belum memiliki pacar.” Jelas Diandra.

“Belum tentu juga kan? Sudahlah jangan beranggapan konyol begitu.” Ujar Ana. Sandra dan Diandra saling berpandangan.

“Sepertinya, kita harus mempersatukan mereka lagi. Kamu tidak mau jadi musuh Frans kan? Lagipula, kita tidak boleh membiarkan kesalahpahaman ini membuat perpecahan terjadi.” Ucap Sandra lalu mengambil sesuatu dari dalam tasnya.

“Ini! Kamu harus datang bersama dengan Frans.” Sandra menyodorkan sebuah undangan yang cukup elegan pada Ana. “Apa ini?” Ana membacanya. “Kamu berulang tahun hari ini?” Ana terkejut. Sandra mengangguk sambil tersenyum. “Maaf. Aku benar-benar tidak tahu. Aku malah belum mengucapkan selamat. Selamat ulang tahun ya?”

“Ya. Tidak apa-apa. Kamu kan baru mengenalku jadi kamu juga belum tahu tanggal ulang tahunku. Tapi kalau kamu merasa bersalah, kamu harus mengabulkan permintaanku.” Ucap Sandra dengan mata berbinar.

“Iya-iya. Aku pasti akan datang tapi jangan bersama Frans. Frans kan masih marah denganku.” Sandra melirik Diandra.

“Aku akan memberitahu Frans.” Ucap Diandra kemudian berlari pergi mencari Frans. Sandra tersenyum puas.

“Tenang saja. Frans itu cowok yang baik. Dia tidak akan marah lagi denganmu. Aku jamin itu.” Ucap Sandra sambil menepuk pundak Ana.

Bella asyik mengobrol dengan Diandra dan Sandra, ketika tiba-tiba seorang lelaki paruh baya memasuki kelas. “Anak-anak, tenang sebentar. Pelajaran akan dimulai.” Ucap Pak Doni, lelaki paruh baya itu. Ana segera memfokuskan pandangannya ke depan. “Kita kedatangan guru baru. Dia hanya sementara mengajar disini sebagai guru sosiologi sampai Bu Riska selesai menjalani proses persalinannya. Kalian berbaik hatilah padanya. Hormati guru barumu ini. Silakan Pak, saya persilahkan.” Pak Doni mempersilahkan masuk. Dan seorang pria yang sudah sangat dikenal oleh Ana masuk ke dalam kelas, membuat Ana terkejut. Kak Reza muncul dan membuat Ana benar-benar terkejut. “Nama saya Reynald. Kalian panggil saja saya, Pak Reynald. Saya adalah guru sosiologi baru kalian. Mohon kerjasamanya. Terimakasih.” Ucap Reza tanpa senyuman sedikitpun. Saat itu juga Frans menoleh ke arah Ana dan melihat reaksi Ana. Namun sepertinya Ana juga sama terkejutnya seperti dirinya. Sandra dan Diandra menoleh ke arah Ana.

“Dia guru termuda disini. Dia juga lumayan.” Bisik Diandra. Ana melongo. “Lumayan?”

“Ya. Kau tidak melihatnya? Dia sangat tampan dan keren.” Bisik Diandra. Sandra tersenyum menggeleng-gelengkan kepalanya.

Jadi ini yang dimaksud Kak Reza. Dia menjadi guruku agar lebih mudah dan dekat mengawasi dan menjagaku.

Diam- diam Bella merasa takut jika pengalaman buruk yang pernah terjadi padanya akan terulang lagi. Saat kakaknya yang tampan itu menjadi idola teman- teman ceweknya. Saat seorang cewek yang tergila-gila pada kakaknya menghancurkan hidupnya.

—————–

Flashback

Bella merasa pipinya memerah. Ia memegang pipinya sambil berusaha untuk tidak meneteskan air mata. “Cewek jelek sepertimu tidak akan bisa bersama dengan kak Reza! Kak Reza hanya milikku seorang. Jadi, jangan dekat- dekat dengannya lagi atau aku akan melakukan hal yang lebih parah dari ini!” Ancam Melia dengan tatapan tajam. Bella benar-benar tidak menyangka dengan sikap Melia yang seperti ini. Ia pikir, Melia adalah sahabatnya tapi ternyata Melia mengkhianati persahabatan itu hanya karena cemburu padanya. Padahal dia bukan pacar Reza. Dia adalah adik Reza. Semua ini hanya salah paham.

“Aku bukan pacarnya, Melia. Aku hanya__”

“Cukup! Jangan berbohong lagi padaku! Kak Reza sendiri yang bilang kalau kalian berpacaran, Bella. Aku mendengarnya sendiri. Dia mengatakan hal itu pada Crista, cewek genit itu. Kau kira, aku bisa dibodohi olehmu! Kau pembohong yang buruk!” Melia menjambak rambut Bella dengan keras. Bella meringis kesakitan. Rambutnya rontok seketika. Perih. Rasanya begitu perih. Bukan hanya hatinya yang terasa perih tapi tubuhnya juga.

“Bagaimana bisa aku menjauhi kakak kandungku sendiri? Aku ini adiknya. Kak Reza adalah kakak kandungku. Kak Reza mengatakan hal itu pada Kak Crista karena kakakku tidak menyukai Crista jadi dia berbohong dengan mengatakan hal itu agar Kak Crista tidak lagi mengejar-ngejar kak Reza. Percayalah padaku, Melia.” Kata-kata Bella rupanya membuat Melia sedikit bimbang.

“Aku akan mencari tahu hal ini. Kalau kamu berbohong, aku akan memberi pelajaran padamu!” Setelah mengatakan hal itu, Melia meninggalkan Bella begitu saja.

Bella merapikan rambutnya yang berantakan. Kemudian ia melangkah keluar kelas. Matanya melihat kakaknya sedang menunggunya di depan pagar sekolahnya. Terlihat beberapa gadis memperhatikan wajah tampan kakaknya. Beberapa gadis juga mencoba mencuri perhatian Reza dengan senyuman dan kedipan mata. Bella merasa muak dengan gadis- gadis itu. Mereka berusaha menarik perhatian Reza dengan cara yang tidak baik. Mereka juga sangat cemburu pada Bella. Kemarin saja, Crista datang menemuinya lalu menyiramnya dengan air mineral yang ada di botol minumnya hingga seragamnya basah kuyup. Belum puas, Crista juga mendorong tubuhnya dengan keras hingga ia terjungkal. Crista mengancamnya seperti Melia. Namun Bella tidak memberitahukan hal ini pada Reza. Ia tidak mau kakaknya merasa bersalah padanya karena menyebabkan semua hal buruk ini.

==

 

Dark circle : Bab 2

1 Februari 2017 in Vitamins Blog

342 votes, average: 1.00 out of 1 (342 votes, average: 1.00 out of 1)
You need to be a registered member to rate this post.
Loading...

10 Tahun kemudian…

“Sewaktu saya sedang mengejar perampok jalanan, tak sengaja saya melihat transaksi narkoba terjadi di gang sempit yang sepi itu. Ada dua orang yang ada disana saat itu. Satu orang pria dewasa berumur sekitar empat puluh tahunan dengan pakaian rapi dan terlihat mahal serta remaja laki-laki yang memakai seragam sekolah SMA Charanata 2. Remaja laki-laki itu mengambil bungkusan narkotika dari pria itu lalu berbincang sebentar. Saya sudah ingin pergi dari sana tapi orang itu keburu melihat saya sehingga akhirnya orang itu mengejar saya. Saya tidak melihat remaja laki-laki itu lagi. Yang ada hanya pria dewasa itu. Dia langsung menghunuskan pisaunya. Setelah itu, saya tidak sadarkan diri.” Cerita Danar pada Rudi, sang kepala polisi. “Anggap kejadian itu tidak pernah ada. Jangan katakan pada siapapun soal transaksi narkoba itu. Kau tahu kan, bahaya apa yang akan terjadi kalau kamu membuka mulut?” Danar mengangguk. “Saya mengerti.”

Tanpa mereka sadari, Reza mencuri dengar semua hal itu. Bersama dengan teman-teman polisinya, ia membentuk tim rahasia untuk menyelidiki kasus narkoba. Ia tak peduli walaupun hal ini menentang perintah sang kepala polisi. Sebagai polisi investigator, Reza memiliki naluri yang kuat untuk mengungkap kebenaran dan menangkap para penjahat. Ia tidak bisa membiarkan para mafia narkoba itu tetap bergerak aman untuk menghancurkan orang banyak dengan barang haram itu. Ia sudah menyiapkan rencana untuk penyelidikannya kali ini. Tidak ada seorangpun yang boleh mengetahui hal ini terlebih lagi keluarganya.

==

Seorang gadis berambut panjang melepas sarung tangannya. “Profesor, bubuk ini sudah ku teliti. Memang benar ada campuran narkoba didalamnya. Narkotika jenis heroin.” Ujarnya. “Baiklah. Kau boleh istirahat sekarang. Urusan heroin itu, biar aku yang tangani.” Profesor Daniel tersenyum pada gadis itu.

“Kamu masih begitu muda. Aku selalu berpikir bahwa kau masih berumur 17 tahun.” Tawa Profesor Daniel. Umurnya kira-kira baru mencapai empat puluhan namun beberapa helai rambutnya sudah mulai memutih. Gadis itu tersenyum. Ia sudah biasa mendengar ucapan seperti itu. “Aku sudah berumur dua puluh satu tahun. Tapi aku bersyukur masih terlihat muda.” Ujar gadis itu, gadis dengan kulit putih, mulus dan penampilannya yang masih terlihat sangat muda. Baru beberapa bulan, gadis itu ditugaskan untuk menjadi peneliti narkotika di lembaga penelitian dan rehabilitasi pecandu narkoba. Ia memang termasuk lulusan termuda. Saat SMA, dia lompat dua kelas. Nilai-nilainya tidak pernah mengecewakan. “Jarang sekali menemukan seorang gadis yang berkecimpung dalam bidang ini. Tapi kau melakukannya dengan baik. Apa ada latar belakang khusus?” Tanya profesor Daniel. Sedetik kemudian wajah gadis itu berubah murung. “Maaf. Aku tidak bisa memberitahukan hal itu. Yang pasti, aku ingin menyelamatkan banyak orang dari bahaya narkoba.” Profesor Daniel tersenyum.

“Barang-barang itu memang sangat berbahaya. Sekali mencoba, orang itu akan terjerat selamanya. Menimbulkan kekacauan dalam setiap aspek kehidupannya. Aku juga sangat prihatin dengan orang-orang seperti itu.” Ujar Profesor Daniel lalu berjalan ke arah meja panjang yang terbuat dari besi. Di meja itu sang gadis meletakkan bungkusan bubuk yang tadi telah di telitinya. “Oleh karena itu, aku ingin membantu banyak orang agar tidak terjerat oleh benda haram itu. Itulah misi utamaku. Jangan sampai benda haram itu menjerat orang terlalu banyak.” Profesor Daniel tersenyum.

“Misimu benar-benar mulia. Aku suka orang-orang sepertimu.” Gadis itu balas tersenyum. “Terimakasih. Profesor, aku harus segera pergi. Pak Arif memanggilku ke ruangannya. Katanya ada tugas baru untukku.” Gadis berambut panjang itu melepaskan jas labnya dan menggantungnya di dekat pintu masuk. “Ya silakan.”

Dengan segera sang gadis berjalan keluar dengan langkah lincah. Langkah lincah dan riang seperti biasanya. Gadis itu mengetuk pintu ruangan Pak Arif. “Masuk!” Ujar suara dari dalam. “Aku sudah menyiapkan tugas penting untukmu. Aku yakin, kamu pasti menyukainya. Ini juga berhubungan dengan misimu itu.” Kata Pak Arif. Pak Arif juga sudah mengetahui misi sang gadis yang ingin menyelamatkan banyak orang dari bahaya narkotika. “Hanya kamulah satu-satunya yang dapat aku percayai untuk melakukan tugas ini dan hanya kamulah yang memang paling memungkinkan untuk masuk ke sekolahan itu. Aku harap, kamu menyetujuinya.”

“Sekolah? Maksud bapak?” Tanya gadis itu tak mengerti.
“Aku ingin kamu menyamar menjadi anak SMA kelas 12 selama beberapa bulan. Aku ingin kau__”
“Menyamar menjadi anak SMA?” Gadis itu mengernyitkan alisnya. “Apa aku tidak salah dengar?” Pak Arif menggeleng.

“Pihak kepolisian mencurigai adanya transaksi narkotika di sebuah sekolah. Mereka sedang kebingungan untuk menyelidikinya. Jadi, mereka meminta bantuanku untuk mengirim orang yang ahli dalam narkotika untuk menyelidiki hal ini. Aku langsung teringat padamu. Jadi, tugasmu adalah menyamar menjadi anak kelas 3 SMA untuk menyelidiki penyelundupan narkoba di sekolahan itu. Semua data untuk sekolah barumu akan segera kami urus. Mulai minggu depan, kamu bisa langsung masuk ke sekolahan itu sebagai anak SMA. Kamu harus berhati-hati. Nanti, akan ada detektif dari kepolisian yang juga menyamar menjadi guru di sekolahan itu untuk menyelidikinya juga. Kamu harus bekerja sama dengannya.” Jelas Pak Arif.

Gadis itu masih melongo mendengar kata-kata Pak Arif. Aku akan jadi anak SMA lagi! Wow! Ini luar biasa! Walaupun aku tahu, itu sebuah pekerjaan yang berisiko tinggi, tapi aku benar-benar bahagia bisa merasakan jadi anak SMA lagi. Wajarkan, masa SMA-ku berlangsung begitu cepat tanpa aku benar-benar bisa menikmatinya karena harus lompat kelas.

==

Bella tersenyum sambil memegang catatan tentang peran yang akan dijalankannya dalam misi ini. “Jadi, namaku adalah Anastasya Hendrawan yang lahir tanggal 24 April 1999 di Bekasi. Aku anak kedua dari dua bersaudara. Aku memiliki kakak laki-laki bernama Reynald yang saat ini bekerja sebagai guru SMA. Orang tuaku bernama Rudi Hendrawan dan Titania Avanya. Papaku bekerja di Perusahaan X sebagai ketua komisaris.” Bella tercengang melihat semua informasi itu.

“Aku harus menghafalkan semua informasi ini?” tanya Bella pada Pak Arif. Bella membalik-balik kertas itu. Semua informasi itu begitu lengkap. Ada informasi rinci tentang kedua orang tuannya, kakaknya dan juga dirinya. Termasuk pengalaman, kemampuan, sifat dari identitas barunya.

“Ya. Pasti itu bukan pekerjaan yang sulit kan? Daya ingatmu sangat tajam. Bahkan melebihi manusia normal. Kau punya ingatan fotografi yang jarang dimiliki manusia. Kamu bisa mengingat secara detail hanya dengan satu kali mengingatnya.” Ucap Pak Arif.

“Ya. Aku tahu. Hanya saja, aku takut kalau semua ini akan terbongkar karena aku terlalu ceroboh. Aku takut kalau aku tanpa sengaja keluar dari skenario ini.” Pak Arif tersenyum sambil menatap wajah Bella.

“Kamu pasti bisa. Aku yakin itu. Kamu hanya harus berusaha. Belajarlah menjadi artis yang baik.” Bella balas tersenyum. “Semoga saja.”

“Ini kartu identitasmu. Jangan sampai kamu hilangkan. Mulai sekarang, kamu adalah Anastasya Hermawan.” Bella merasa dejavu dengan kata-kata Pak Arif tadi. Ia merasa seperti pernah mendengar kata-kata yang mirip dengan itu, tapi dia tidak dapat mengingatnya. “Mulai sekarang, ingatlah terus hal ini. Kau adalah Bella, anakku.”

==

“Mau pulang bareng denganku? Aku akan mengantarkanmu pulang dengan selamat, tuan putri.” Ujar Frans dengan gaya seorang pelayan. Ana menggeleng sambil tersenyum.

“Tidak usah. Aku bisa pulang sendiri.” Setengah merengek, Frans menarik tangan Ana.

“Ayolah, Ana. Please, kali ini saja aku mengantarmu pulang. Aku sangat ingin dekat denganmu.” Ujar Frans, kali ini seperti anak kecil. Ana menatap wajah Frans lekat-lekat.

“Bukankah kita sudah dekat?” Ujar Ana dengan tatapan serius. Frans jadi salah tingkah.

“Ehm. Apa kamu menganggap bahwa hubungan kita sangat dekat?” Tanya Frans dengan mata berbinar.

“Ehm, maksudku jarak kita ini. Terlalu dekat. Bisakah kau minggir sedikit?”

“Ah ya, kau benar. Aku kira__” Frans semakin salah tingkah. Ia mundur beberapa langkah. Ana tertawa melihat tingkah Frans yang lucu. Frans menatap wajah Ana dengan penuh kekaguman.

“Kau makin cantik ketika sedang tertawa.” Ana menghentikan tawanya.

“Apa?” Tanya Ana. Frans kembali salah tingkah. “A-aku__” Bunyi klakson mobil menghentikan kata-kata Frans. Cowok berkemeja hitam keluar dari mobil dan berjalan ke arah Ana. Ana terkejut.

“Ayo pulang!” Ujar cowok itu sambil meraih tangan Ana. Frans melongo melihatnya. “Jangan bilang kalau dia pacarmu.” Kata Frans sambil terus memandangi cowok itu dari atas sampai ke bawah. “Kelihatannya agak tua untuk jadi pacarmu. Tapi juga terlalu muda untuk jadi ayahmu.” Komentar Frans. Ana tak menanggapi kata-kata Frans. Otaknya sibuk berpikir. Kenapa dia ada disini? Dari mana dia tahu kalau aku bersekolah disini? “Darimana kau tahu kalau aku sekarang__” Cowok itu langsung menarik kasar tangan Ana dan mendorongnya masuk ke mobil. Ana menurut saja. Ia duduk di kursi depan. Sebelum cowok itu masuk ke dalam mobilnya, Ia menghampiri Frans yang masih bingung. “Biar ku tegaskan padamu. Ana adalah pacarku.” Ujar cowok itu dengan menekankan tiap katanya.

“Kau belum menjawab pertanyaanku.” Ucap Ana ketika cowok itu sudah masuk ke dalam mobil. “Seharusnya aku yang bertanya padamu. Kenapa kamu merahasiakan hal ini dariku? Apa kamu tidak tahu bagaimana perasaanku? Aku takut jika terjadi hal-hal yang tidak diinginkan denganmu. Kau tahu kan, tugasmu saat ini benar-benar berbahaya. Kau akan menghadapi penjahat-penjahat narkoba yang bukan saja anak-anak SMA tapi juga orang dewasa yang menjadi dalang dari semuanya itu. Kenapa kamu menerima pekerjaan itu?” Ana tertunduk lesu. “Aku tahu, kak Reza. Tapi aku harus melakukannya. Ini adalah kesempatanku. Aku__”

“Tapi kamu bisa celaka. Apa kamu tidak pernah memikirkan keselamatanmu sendiri? Kamu tidak perlu melakukan ini semua untuk papa.” Jelas Reza dengan wajah sedih. Hendra, ayahnya memang pernah hampir dibunuh oleh mafia narkoba karena tak sengaja mengungkit masalah transaksi narkoba di kepolisian.

“Ini bukan hanya untuk papa, kak. Tapi juga untuk semua orang yang ada di dunia ini. Aku ingin menyelamatkan mereka semua dari bahaya narkotika.” Ujar Bella sambil terus menunduk. “Kamu tidak perlu melakukan itu semua. Biar aku saja yang melakukannya. Aku yang akan melakukan apa yang menjadi keinginan dan tujuanmu itu. Lagi pula, aku adalah seorang polisi investigator. Aku bisa melakukan semuanya itu dengan mudah. Tapi kau perempuan. Kau bisa saja celaka.”

“Aku tidak peduli, kak. Aku pasti bisa melakukan itu semua. Pak Arif sudah mempercayakan semuanya padaku. Aku tidak boleh mengecewakannya. Hanya aku satu-satunya yang bisa dan memungkinkan untuk misi ini. Aku juga memiliki ingatan fotografi yang dapat membantu penyelidikan ini. Kalaupun sesuatu yang buruk terjadi padaku, setidaknya aku sudah berusaha melakukan yang terbaik dan aku tidak akan menyesalinya. Kakak hanya perlu mendukung dan membantu misiku ini.” Reza tidak bisa berkata-kata lagi. Meskipun ia bisa, Reza tetap tidak akan bisa mengubah keputusan Bella. Bella benar-benar keras kepala untuk urusan seperti ini. “Selama aku menjalankan misi ini, aku tidak bisa tinggal di rumah. Pak Arif sudah mempersiapkan rumah untukku.” Ucap Bella. Reza tak menoleh sedikitpun ke arah Bella. Ia memfokuskan diri dalam menyetir mobil. Bella hanya menatap Reza dengan wajah sedih. Ia tahu, kak Reza akan marah padanya karena hal ini. Begitu pula dengan orang tuanya, jika mengetahui misi ini.

Tak lama kemudian, mobil sport merah itu berhenti di depan rumah yang cukup asing bagi Bella. “Kita kemana?” tanya Bella bingung. “Ini rumah baru kita.” Bella makin bingung mendengar jawaban Reza. “Ayo kita masuk!” Reza turun dari mobil lalu membuka pintu pagar rumah itu. “Maksud kakak apa?” tanya Bella. Reza hanya diam sambil memberi aba-aba agar Bella mengikuti langkahnya. Reza dan Bella memasuki rumah yang cukup mewah itu.

“Papa, mama, aku pulang.” Ujar Reza sambil mencari kedua orang tuanya. Bella mengernyitkan alisnya, bingung. Seorang wanita dan pria paruh baya muncul. “Kalian sudah datang rupanya. Aku sudah menunggu kalian dari tadi sampai ketiduran.” Ucap wanita itu.

“Siapa kalian?” tanya Bella bingung. Wanita dan pria itu tersenyum.

“Aku adalah Titania, mamamu dan dia adalah Rudi, papamu.” Bella mulai mengerti. Tapi, ia masih bingung. Kenapa kakaknya juga berada disini? Kenapa kakaknya tahu tentang skenario ini lebih dari yang dia tahu? Kenapa kakaknya memanggil dua orang asing di depannya ini dengan sebutan papa dan mama?

“Apa jangan-jangan, kakak adalah___”

“Reynald, kakak kandungmu.” Sela Reza. Bella terkejut. Ia benar-benar tak menyangka bahwa misi ini akan melibatkan kakaknya juga. “Aku juga sama terkejutnya denganmu saat tahu kalau pak Arif memilihmu untuk menjalankan misi ini.” Ucap Reza jujur.

“Oh ya, aku sudah memberitahu pada papa dan mama kalau kita sedang menginap di rumah teman karena pekerjaan. Aku pastikan, mereka tidak akan tahu tentang misi ini.” Bella tersenyum lega. “Baguslah, karena yang menjadi kakakku adalah kakakk kandungku sendiri. Rumah ini juga kelihatannya sangat menyenangkan untuk ditinggali.” Reza tersenyum kecil melihat Bella tersenyum. Walaupun dalam hati kecilnya, Reza takut jika terjadi hal buruk pada Bella karena misi ini.

==

“Hati-hati disana. Jangan sampai misimu itu diketahui oleh mereka. Kau adalah penyusup. Jangan terlalu dekat dengan siapapun termasuk orang yang kelihatannya polos seperti cowok kemarin itu.” Celoteh Reza.

“Maksudmu Frans? Kenapa? Cemburu kalau aku dekat-dekat dengannya?” Tawa Bella.

“Cemburu apanya? Kau bercanda? Aku ini kan kakakmu.” Reza memukul pelan pundak Bella. Bella tertawa.

“Aku tahu. Tapi kenapa wajah kakak memerah? Bukankah kemarin kakak mengatakan pada Frans bahwa aku adalah pacar kakak?” Goda Bella.

“I-itu kan supaya dia tidak mendekatimu. Bagaimanapun juga, kamu tidak boleh terlalu dekat dengan orang-orang disini. Bisa saja dia musuh dalam selimut.” Ujar Reza. Bella menepuk pundak kakaknya. “Tenang saja, kak. Aku akan baik-baik saja. Lebih baik, kakak mulai mencari pacar. Dari pada terus sibuk bekerja dan mencemaskanku. Aku ini kan sudah dewasa. Ingat berapa umurku sekarang? Sudah dua puluh satu tahun.” Jelas Bella sambil tersenyum. Reza mengangguk. “Baiklah. Aku masuk ke sekolah dulu! Bye!” Bella melambaikan tangannya dan memasuki gerbang sekolah.

Reza menghela nafas panjang. “Seandainya kamu tahu hal yang sebenarnya, apa kita masih bisa sedekat ini? Asal kamu tahu, aku sangat menyayangimu. Bukan sebagai seorang adik tapi lebih dari itu. Aku mencintaimu seperti cinta sepasang kekasih.” Ujar Reza kemudian menghidupkan mesin mobilnya dan pergi.

==

Dark circle

23 Januari 2017 in Vitamins Blog

330 votes, average: 1.00 out of 1 (330 votes, average: 1.00 out of 1)
You need to be a registered member to rate this post.
Loading...

Seorang gadis kecil membuka matanya dengan perlahan. Cahaya lampu kamar menerobos masuk hingga membuatnya mengerjapkan mata. “Kau sudah sadar.” Ujar seorang wanita lalu segera menekan tombol panggilan dokter yang ada di samping kanan Bella. Gadis kecil itu menatap wanita itu dengan wajah bingung. Matanya beralih menelusuri seisi ruangan.

“Dimana aku?” Tiba-tiba seperti tersadar sesuatu, gadis kecil itu menatap kembali wajah wanita di depannya itu.

“Mama? Aku tahu, mama pasti baik-baik saja. Aku takut sekali kehilangan mama. Tadi, aku bermimpi buruk. Mama….Mama meninggalkanku.” Gadis itu mulai menangis. Air matanya sudah mengumpul di pelupuk matanya. Wanita itu tertegun. Dengan insting seorang ibu, ia memeluk gadis kecil yang masih berumur sepuluh tahun itu. “Semua akan baik-baik saja, sayang.” Ujarnya lembut.

Tak lama kemudian, seorang suster dan dokter masuk ke dalam kamar inap itu. Setelah memeriksa keadaan gadis kecil itu, dokter itu menatap wajah sang wanita.

“Bu Ivena, saya harus membicarakan beberapa hal penting mengenai kondisinya.” Ujar sang dokter. Ivena mengangguk.

“Kau tak keberatan kan, kalau aku pergi sebentar?” tanya Ivena. Gadis itu mengangguk. Ivena pun keluar dari kamar, mengikuti sang dokter dan suster.

Gadis kecil itu memandangi langit-langit kamarnya. Ia baru saja bermimpi buruk tentang keluarganya. Namun ketika terbangun, ia tak mengingat apapun yang dimimpikannya. Yang pasti, mimpi itu begitu menakutkan dan menyedihkan. Mimpi buruk itu berkaitan dengan keluarganya. Perasaan takut akan kehilangan keluarganya, langsung memenuhi hatinya begitu ia terbangun dari tidurnya. Tiba-tiba pintu kamar terbuka. Seorang lelaki paruh baya bersama dengan seorang anak laki-laki, masuk ke dalam kamarnya.

“Bagaimana keadaanmu? Sudah baikkan?” tanya laki-laki paruh baya itu. Gadis itu mengangguk. “Siapa kalian?” Sebelum laki-laki itu menjawab, Ivena datang dan memberi aba-aba pada laki-laki itu untuk diam.

“Dia adalah papamu dan yang ini…” Ivena menunjuk seorang anak laki-laki yang lebih tua lima tahun darinya.

“Kakakmu, Reza.” Gadis itu mengernyit bingung. Begitu pula dengan lelaki paruh baya dan anak laki-laki itu.

“Apa maksud mama?” tanya Reza bingung. Namun mamanya segera menutup mulut anaknya.

“Aku tidak ingat, kalau aku memiliki kakak.” Ujarnya pelan. Ia mencoba mengingat-ingat namun tak bisa. Kepalanya malah terasa pusing.

“Kau mungkin tidak ingat, Bella. Tapi, mulai sekarang, ingatlah terus hal ini. Kau adalah Bella, anakku. Dia adalah papamu dan kau memiliki kakak laki-laki bernama Reza.” Ucap Ivena lembut. Bella tersenyum. “Ya. Aku akan selalu mengingatnya. Aku tidak akan melupakan keluargaku sendiri.”

==

Bella memejamkan matanya. Ia mulai mengantuk. Beberapa menit kemudian, dia sudah pulas tertidur di sofa ruang keluarga. Reza mendengar suara TV yang begitu berisik. Ia masuk ke ruang keluarga dan segera mematikan TV. Ia berbalik ingin pergi, namun pandangan matanya terhenti pada gadis kecil yang asyik tertidur di sofa. Ia mendekati Bella, ingin membangunkannya.

“Mama! Jangan tinggalkan aku! Aku takut.” Ujar Bella dengan mata yang masih terpejam. Alisnya tertekuk dan keringat dingin membasahi tubuh gadis itu. Perlahan, air mata membasahi pipi putihnya.

“Ma, aku takut.” Lirih Bella dalam tidurnya. Reza tertegun melihat raut wajah Bella. Melihat Bella menangis, membuat hatinya ikut perih. Perlahan, tangannya menghapus air mata di wajah Bella. Tangannya yang lain membelai rambut Bella. “Mama.” Lirih Bella lagi. Reza menepuk-nepuk pelan pundak Bella.

“Jangan takut. Aku akan selalu menjagamu. Aku akan selalu melindungimu dari apapun. Jangan menangis lagi.” Bisik Reza lembut. Dengan perlahan, ia mengecup puncak kepala Bella. Reza sendiri bingung dengan tindakannya ini. Padahal ia tidak menyukai Bella namun sekarang, ia malah memperlakukan Bella dengan begitu baik. Melihat Bella yang menangis dan selalu bermimpi buruk, membuat hatinya tergerak untuk selalu melindungi dan menghiburnya.

“Kakak akan selalu menjaga dan melindungimu. Kakak akan selalu ada di sampingmu, Bella. Kakak janji.” Ucapnya lagi dengan nada lembut.

==

Bella memandang jam dinding. Sudah pukul sepuluh malam. “Kenapa kamu tidak tidur, Bella? Ini sudah malam.” Ucap Ivena sambil menghampiri Bella.

“Aku belum ngantuk.” Ivena sudah duduk di samping Bella.

“Kalau kamu belum ngantuk, mama akan temani kamu sampai kamu tertidur.” Bella tersenyum. “Baiklah. Aku mau mama membacakanku cerita.” Ivena tersenyum. Setelah Ivena selesai membacakan ceritanya, Bella minta ditemani ke toilet. Hari sudah makin larut.

“Papa kemana?” tanya Bella. “Papa masih belum pulang dari kantornya. Sebentar lagi, pasti pulang. Papamu itu orang sibuk.” Kata-kata mamanya, membuat Bella seperti tersadar akan sesuatu. Seperti dejavu, ia merasa pernah mengalami hal yang seperti ini. Ruangan yang remang-remang karena beberapa lampu sudah dimatikan. Jam yang menunjukkan pukul setengah sebelas malam. Ia yang tidak bisa tidur lalu keluar kamar. Ia yang hanya sendirian bersama dengan mamanya di rumah. Bayang-bayang kejadian itu terus memenuhi otaknya. Bella merasakan kepalanya begitu pusing.

“Bella, kau kenapa? Apa yang sakit, sayang?” tanya Ivena cemas. Suara mamanya perlahan menghilang lenyap. Ia hanya mendengar suara teriakan minta tolong. Suara kobaran api. Suara anak kecil yang menangis. Bella memijat kepalanya yang terasa sakit. Kali ini, kejadian kebakaran itu menyeruak masuk ke dalam otaknya. Ia bisa melihat dirinya yang sedang menangis ketakutan di ruang keluarga.

“Mama, aku takut.” Lirih Bella. “Nanti akan ada kebakaran. Rumah ini akan terbakar habis. Mama akan terluka dan aku menangis disini.” Ujar Bella sambil menangis. Ia menggeleng-gelengkan kepalanya dengan cepat, berusaha mengusir bayangan menyedihkan itu. “Itu hanya mimpi buruk. Sekarang, kau tidur saja. Ayo, kembali ke kamarmu. Mama akan mengambilkan obat untukmu.” Ucap Ivena sambil menggandeng tangan Bella erat-erat.

“Aku tidak mau masuk ke kamar. Kita harus keluar dari rumah ini, ma. Kebakaran itu benar-benar akan terjadi. Aku tidak mau kehilangan mama.” Tangis Bella.

“Tidak akan ada kebakaran, Bella. Semua hanya mimpi buruk. Mama tidak akan pergi kemana-mana. Mama tidak akan meninggalkanmu.” Janji Ivena. Air matanya ikut mengalir melihat kondisi Bella. Perlahan, tangisan Bella mereda. Ivena memeluk Bella dengan penuh kasih sayang hingga Bella tertidur pulas.

==

DayNight
DayNight