Jendela kaca di lantai dua rumah itu menampilkan sosok wanita terkasih, yang berhias wajah mendung. Celeina berdiri di balik lindungan jendela tersebut, memaku sosok lelaki berpayung yang membalas tatapannya dari bawah. Robin, nama sosok itu, sempat-sempatnya terdiam di tengah guyuran hujan petang yang semakin menggila tiap detiknya. Padahal Celeina menunggu berita terbaru tentang suaminya yang pastinya ada di genggaman Robin.
Ketidaksabaran Celeina tidak membuat Robin segera bergegas untuk beranjak dari tempatnya berdiri. Lelaki itu tak tahu bagaimana wanita di atas sana akan menerima kabar yang dibawanya. Celeina begitu mencintai Otto, suaminya yang dinikahi selama sedekade lebih. Tak pernah mereka berpisah selama empat hari tanpa komunikasi seperti yang mereka alami sekarang.
Robin meneguhkan hati dan melangkah menuju pintu depan rumah. Dia memaksa benaknya untuk mengingat kembali alasan utama dia ke rumah Celeina dan Otto. Ketika tangan kanannya bersiap untuk mengetuk, daun pintu rumah sudah terlebih dulu berayun terbuka. Robin disambut oleh putri suami-istri itu, Eugenia, yang menengadah ke arahnya dengan ekspresi yang begitu serupa dengan ibunya.
“Kak Robin,” Eugenia membuka suara dengan pelan, “apa yang menahanmu begitu lama?”
Robin hanya bisa memberikan senyum pahit.
“Urusan ayahmu di rumah sakit ternyata lebih rumit dari yang kuduga. Diagnosis penyakitnya, pengaturan menginapnya, administrasinya…”
“Mengapa aku dan Ibu tak bisa membantu itu semua? Ayah pasti ketakutan di sana. Rumah sakit itu… bukan rumah sakit biasa, bukan?” Suara Eugenia bergetar seiring dengan bayang-bayang kabar buruk tentang rumah sakit tempat ayahnya di rawat di sana.
Namun, sebelum Eugenia kembali berkata, suara tegas ibunya terdengar dari belakang gadis itu.
“Robin. Lama sekali aku tidak melihatmu,” sambut Celeina yang turun dari tangga kayu. Terlihat sekali bahwa wanita itu tak ingin berbasa-basi. Eugenia mengenali ketegasan dari suara ibunya dan segera mundur untuk menyiapkan ruang tamu. Kedua mata Robin mengamati bagaimana Eugenia tergesa-gesa membuka pintu ruang tamu dan menyalakan perapian di bawah lirikan tajam Celeina. Rasa iba tumbuh di hati Robin karena jatuh sakitnya Otto berimbas pada memburuknya hubungan Celeina dan Eugenia.
Ketika ruang tamu yang disiapkan terburu-buru itu sudah siap, dengan sekali lirik, Celeina mengusir Eugenia dari tempat itu.
“Nyonya Celeina,” Robin memberanikan diri angkat suara. “Anda tidak seharusnya memperlakukan Eugenia seperti itu…”
“Urusanku dengan Eugenia bukanlah urusanmu, Robin,” potong Celeina dengan nada kasar nan tajam. “Otto-lah urusanmu. Katakan padaku, bagaimana keadaannya?”
Robin terdiam di atas sofa sembari menyusun jawaban. Dengan perlahan, lelaki itu menjawab, “Ketika beliau diwawancarai dan diobservasi oleh tim dokter, Tuan Otto menjawab dengan kesadaran penuh. Tuan Otto mengatakan bahwa ada yang salah dengan jiwanya sehingga dia nekat melakukan percobaan bunuh diri… enam hari yang lalu.”
“Bunuh diri…” gumam pelan Celeina, meresapi informasi itu sedalam-dalamnya. Tubuh wanita itu bersandar pada sofa di seberang Robin. Wajahnya yang sedari tadi mendung kini semakin menggelap oleh kesedihan yang tak berujung. Kesedihan yang Robin tahu takkan sanggup dirinya hilangkan.
“Apakah ini bayaran dari seluruh kerja keras jeniusnya sebagai komposer…” Celeina kembali bergumam, sepertinya dimaksudkan untuk dirinya sendiri. Mata terindah itu, yang selalu Robin lihat selalu berkilau cerah akan semangat pengabdian seorang istri, menutup dalam ekspresi pedih.
Lalu tiba-tiba, mata itu terbuka. Begitu intens menembus kedalaman jiwa Robin, yang tak bisa berbuat apa-apa selain menerimanya dan merinding karenanya.
“Bagaimana denganmu, Robin? Kau juga seorang komposer seperti Otto, bukan? Kalian sama-sama komposer cemerlang dan beban kerja kalian juga sama. Tapi, kenapa suamiku tumbang dan kau masih tegak berdiri di sini?”
“Nyonya…”
“Apa yang salah dari ini semua?” Kegetiran yang nyata lolos dari pertanyaan singkat itu. Celeina menutup wajah dengan kedua tangannya, mencoba menahan pergolakan emosi yang berombak kuat menguasai seluruh tubuh.
Hati Robin yang mudah tersentuh akan segala tentang Celeina mendorongnya untuk menyeberangi jarak untuk merangkul wanita itu dalam pelukan. Harum wewangian oud, yang dikenakan Celeina—parfum milik Otto—menusuk indra olfaktori lelaki itu. Dengan kejam, realita kembali mengingatkannya bahwa sebesar apapun cintanya pada Celeina, wanita itu akan selalu memilih berada di sisi Otto, menjadi milik Otto, bahkan sampai ajal menjemput.
Dengan lembut, Robin memeluk dan membuai Celeina tanpa pengharapan apa-apa. Derasnya hujan petang di luar sana menciptakan harmoni kesedihan, yang lagi-lagi akan menghiasi karya musik lelaki itu. Persembahannya untuk Celeina: istri gurunya, ratu di hatinya, dan sumber kesedihannya.
Puk puk Robin.
Akkk T.T Poor Eugenia T.T
Salah apa dia sampai diperlakukan seperti itu? Jawab aku, Otto T.T
Ada..ada apa dengan otto????
Yang sabar ya Robin
…
Walau bukan jadi yang pertama komen tapi tetap seneng dong karena bisa jadi yang pertama ngasih vote! yay!! Yayy, Otto debut juga akhirnya!
Otto, ceritanya menarik. Sesuailah ya sama bidang yang Otto kuasai. Sangat ditunggu kelanjutannya.
Yang bikin penasaran, berapa umur Robin? Berapa jarak umurnya dengan Celeina karena Eugenia manggil dia “kak” berarti gak tua2 banget ‘kan, ya? Apa Eugenia anak sambungnya Celeina? Kalo dilihat dari sikapnya sih kemungkinan sih iya ya? Kemungkinan juga Robin ma Celeina ini temen seangkatan gitu, Robin cuma berani naksir diam2 sementara Celeina terpesona ma guru mereka? Hihi, aku banyak tanya. hampura tapi penasaran sih.
Btw, aku mayan kaget, ada nama Otto di ceritanya. Kenapa gak meranin yang bertubuh kuat gitu biar kelihatan wow? kenapa harus meranin yang dah tua, sakit2n dan depresi? Ah, aku banyak tanya lagi. Udah ah, aku tunggu banget lho ya kelanjutan ceritanya. Semangat, Otto. Love yaaa.
Woww,,,keren ceritanya. Ditunggu lanjutannya kak
Bau² kasih tak sampai nih
Semoga dikau berbaik hati untuk membuka tabir cerita sehingga kisah Otto, Robin, dan Celeina ini utuh dan tak membuatku penasaran
Semangat menulis 🌹
Keren ceritanya…lanjut
Lanjut thor
Aku mampir
Cek in disini
Semangat menulis
Huwaaa
Semangatt
Aku mampirr dulu yaa
Semangat nulisnyaa
Keren