Dengan bosan Zaffya menatap akuarium di hadapannya. Setidaknya ikan berwarna merah itu sedikit mengalihkan perhatiannya menghitung detik yang berlalu. Suasana dalam ruangan ini hangat. Sangat hangat hingga mampu membuatnya meleleh. Beberapa foto dipajang di dinding, penuh senyum di setiap ekspresinya. Bagaimana hal semudah itu sangat sulit untuk dilakukan dirinya yang hampir mempunyai segalanya.
Ruang kerja Richard seperti ruang kerja dokter pada umumnya yang bekerja di CMC. Berukuran sekitar tujuh kali tujuh, berwarna putih, dan berbau antiseptik. Bagaimana kesalahan Satya yang menerima lamaran Richard membuat hidupnya jungkir balik separah ini. Mungkin ia harus memberi Satya libur satu hari sebagai ucapan terima kasih. Lagi pula, Richard memang memenuhi kualifikasi sebagai dokter yang masuk ke CMC. Zaffya yakin, pria itu akan membawa dampak yang baik untuk rumah sakitnya.
Pintu terbuka dan Zaffya menoleh. Melihat Richard yang sesaat terkejut mendapati dirinya berdiri di tengah-tengan ruangan.
“Hai,” sapa Richard. Melepas jas putihnya sambil mendesah lelah setelah keterkejutannya berlalu oleh kejutan Zaffya.
Zaffya mengangguk singkat. Mengikuti pria itu duduk di sofa setelah menggantung jas putih di gantungan dekat meja.
“Apa kau masih benci menunggu?” tanya Richard.
“Sedikit,” dusta Zaffya. Ia masih benci menunggu, hanya saja, selalu ada pengecualian untuk Richard, bukan?
“Kenapa tidak menelponku lebih dulu?”
Zaffya mengernyit. “Apakah sopan menelponmu yang tengah sibuk dengan pasienmu? Aku tak mau reputasi CMC terganggu. Mempengaruhi bisnis keluargaku.”
Richard tertawa tipis. Matanya melekat memperhatikan Zaffya. Tak pernah membosankan seperti biasa.Cantik, mempesona, dan elegan. Hampir saja ia tak tahan untuk tidak menempelkan bibir mereka jika Zaffya tak segera memulai perbincangan mereka lagi.
“Kenapa kau datang menemuiku?” Pertanyaan Zaffya tiba-tiba membawa udara di antara mereka ke dalam kebekuan seketika.
Richard tak menjawab.
“Apa kau tahu apa yang terjadi dengan kedua orang tua kita?”
Richard semakin terdiam. Matanya tak lepas dari wajah Zaffya sedikit pun. Ada kekhawatiran, ketakutan dan kepanikan menghiasi wajah cantik itu. Lalu, Richard mengangguk dan berkata, “Aku tahu apa yang akan kita hadapi di depan sana.”
Kali ini Zaffya yang membungkam.
“Itu pilihan mereka untuk tak bersama, tapi aku memilih mengajakmu untuk berjuang bersama-sama.”
“Apa kau tidak merasa memaksaku untuk lebih memilihmu dibandingkan keluargaku?”
“Aku tidak akan sepadan jika dibandingkan dengan keluargamu, Zaf. Hanya saja, aku tidak mau kalah tanpa memperjuangkan hal paling penting di hidupku. Aku tidak mau menunggu dan menjadi orang kesepian yang takut untuk bertindak lebih dahulu. Itulah sebabnya aku kembali. Meyakinkanmu bahwa aku masih mencintaimu dan urusan kita belum selesai.”
Sudut mata Zaffya mulai memanas. Ia tak akan keberatan bertindak egois jika untuk Richard. Hanya untuk satu hal itu, ia tidak akan pernah keberatan. Lagi pula, ia sudah terlanjur melangkah sejauh ini. Setidaknya, hal inilah yang diinginkan kakeknya. Ia tahu kakeknya menginginkan yang terbaik untuk Zaffya, dan hal terbaik itu adalah Richard.
“Aku akan menikah denganmu.”
Richard terpaku, mengerjap dan tersenyum lembut saat berkata, “Kita akan melakukan itu.”
Zaffya menggeleng. “Kau hanya punya satu pilihan. Menikah denganku besok atau tidak untuk selamanya?”
“Zaf?”
“Aku akan mengatur semuanya. Ryffa dan Vynno akan menjadi saksi pernikahan kita.”
“Zaf?”
“Aku akan mengirimkan beberapa contoh cincin, kau bisa memilihkanya untuk kita. Hanya dipakai sebagai syarat, aku tak akan keberatan meskipun tanpa cincin. ”
“Zaf?”
“Aku tidak terlalu suka yang mencolok, tapi aku akan menerima semua pilihanmu.”
Richard mendesah dengan keras. “Kau tidak mendengarkanku, Zaf.”
“Aku mendengarkan. Bukankah kau memintaku untuk berjuang bersama. Apa kau tidak ingin menikahiku?”
“Kita akan menikah, tapi sekarang bukan waktu yang tepat.”
“Sekarang adalah waktu yang paling tepat,” tegas Zaffya.
“Zaf, aku …”
“Aku akan memberimu dua pilihan. Hamili aku atau nikahi aku?”
Richard membelalak. Menelan ludahnya dengan ngeri.
“Kita akan mendapatkan restu orang tuamu terlebih dahulu.” Richard mengajukan syarat.
“Kau akan mendapatkan setelahnya.” Zaffya mengangkat jam tangan, lalu mendekat dan mencium bibir Richard cepat dan berkata, “Aku sudah terlambat sepuluh menit untuk menemui klienku. Kirim pesan tentang cincin pilihanmu, nanti malam kita akan mencobanya sebelum mengenakannya di pagi hari.” Zaffya cepat-cepat berdiri atau mereka akan saling berciuman lebih lama lagi.
Bahu Richard merosot tanpa daya. Seperti inilah Zaffya yang dia kenal. Wanita itu menghancurkan bayangan kejutan lamaran untuk kedua kalinya.
“Dan tolong pilihkan beberapa gaun untukku. Aku harus mengurus berkasku yang menumpuk setelah bertemu dengan klien nanti. Okey?”
Zaffya tak menunggu Richard mengangguk. Pria itu akan melakukannya. Baiklah, ia memang butuh membanting setir. Ia tidak tahu apa yang mereka hadapi di depan nanti. Kemurkaan orang tuanya? Tapi ia sudah terlalu lelah untuk berpikir ataupun meratapi kisah cinta atau hatinya yang kosong. Yang ia tahu, pernikahannya dengan Richard hanya berarti satu hal. Richard akan mengisi kekosongan di dalam hatinya yang telah lama menghilang.
***
“Kau tidak bisa segila ini, Zaf.” Ryffa berjalan memutari meja pantry. Meletakkan segelas susu di depan Zaffya dan Vynno sebelum duduk di kursi paling ujung. “Kalian baru bertemu tiga hari.”
“Kami sudah saling mengenal sejak sembilan tahun yang lalu.” Zaffya mengambil satu tegukan susunya.
“Dan delapan tahun kalian habiskan tanpa kontak sama sekali.”
“Mungkin saja dalam delapan tahu, Richard sudah berubah dan kembali hanya untuk membalaskan dendamnya padamu,” sela Vynno.
“Apa itu yang biasa terjadi di dramamu?” ejek Zaffya.
“Atau … mungkin saja, dia sudah punya istri yang disembunyikannya.”
Zaffya memukul kepala Vynno. “Aku tidak tahu ternyata dokter bisa sebodoh ini.”
“Aku pemilik rumah sakit.”
“Oh ya? Aku sama sekali tidak merasa pernah memberikan rumah sakit padamu meskipun dalam keadaan mabuk.”
“Itulah yang selalu kupikirkan, bagaimana caranya membuatmu mabuk dan menandatangani surat pemindahan saham padaku.”
“Sayangnya, kau sering tak berpikir.”
Vynno membelalak. Bibirnya membuka lalu menutup dan membuka lagi. “Tapi aku tidak menikahi pria asing yang kukenal hanya beberapa hari.”
“Seseorang tidak harus sempurna, bukan? Bisa membuat siapa pun mengutukmu.”
“Maaf, mengganggu kesenangan kalian.” Ryffa berusaha melerai sebelum fokus kembali pada Zaffya dan berkata, “Tapi, sebelum kalian terperosok terlalu jauh, kau harus tahu alasanmu memulai pernikahan ini.”
Zaffya tercenung, butuh tak lebih dari tiga detik untuk memikirkan jawabannya. “Kau tahu, aku hanya butuh membanting setir dan menabrak sesuatu untuk berhenti dari kekosongan ini.”
Ryffa tak menjawab.
“Dan aku tak bisa berhenti jika itu bukan Richard.”
Ryffa mengangkat kedua alisnya, memandang Zaffya penuh dengan kepahaman. “Alasan yang bagus.”
Vynno tersedak. Air susu yang ia telan menyembur ke meja di hadapannya. Membuat Ryffa menyingkir dan mengumpat dengan marah.
Vynno mengusap mulutnya sebelum kembali menyela, “Tapi itu bukan berita yang bagus jika orang tuamu mendengarnya.”
“Bukan berarti aku akan mundur, kan?”
“Richard benar-benar memberikan pengaruh yang buruk, Zaf.”
“Sebaiknya kau menjaga mulutmu, Vyn. Dia kandidat terbaik untuk menggantikan posisimu.” Zaffya berdiri dari duduknya. Menepuk pundak Vynno dua kali dan berkata lagi, “Ditambah, kualitas dan kwantitasnya sebagai dokter jauh lebih baik dibandingkan dirimu.”
Bibir Vynno seketika terkatup rapat. Mungkin ia harus memikirkan langkah berikutnya untuk membatalkan pernikahan Zaffya dan Richard besok pagi.
“Fa,bisakah kau memberitahuku tentang beberapa kontrasepsi?” Pandangan Zaffya beralih pada Ryffa yang sudah hampir menghabiskan cangkir susunya.
“Kenapa? Apa kauingin menikahi Richard tapi tak ingin memiliki anak dengannya?” Vynno kembali menyela sebelum Ryffa mengangguk mengiyakan.
“Menikah dan memiliki anak adalah dua hal yang berbeda, Vyn. Setidaknya aku tidak sepertimu yang tidur dengan orang asing tanpa ikatan pernikahan. Richard jauh lebih bersih dan terhormat darimu untuk meniduriku.”
Vynno menganga, lalu mengangkat kedua tangannya ke atas dan berteriak, “Ya, selamat datang kegilaan!”
“Sampai jumpa besok pagi, dan aku tidak ingin kalian terlambat.” Zaffya melambai dan berjalan ke pintu kamarnya.
“Apa kau yakin akan menjadi saksi pernikahan Zaffya?” tanyaVynno ketika pintu kamar Zaffya sudah tertutup.
Ryffa menggeleng, lalu berkata, “Tapi aku yakin Zaffya tahu apa yang dia lakukan.”
Vynno mendengkus. “Haruskah aku memberitahu tante Nadia?”
“Kalau itu, aku yakin kau akan menyesal jika kau melakukannya tanpa sepengetahuan Zaffya.”
****
“Aku bersedia,” Zaffya mengakhiri upacara pernikahanku sebelum pendeta mempersilahkan mereka untuk berciuman.
Ryffa tersenyum bahagia. Melihat senyum di wajah Zaffya dan Richard. Setelah sekian lama, pada akhirnya mereka berdua kembali. Keduanya tampak begitu kuat. Ia yakin, mereka akan mampu menghadapi apa pun yang ada di depan.
“Setidaknya pernikahan mereka terasa sangat mengharukan, bukan?” bisik Vynno yang berdiri di samping Ryffa. Memegang segelas jus jeruk dan melambaikan tangan ke arah Richard dan Zaffya yang menatap mereka.
“Sesekali kau memang harus merasakan apa itu cinta.” Ryffa ikut melambai.
Vynno berdecak. “Cinta hanya ada dalam drama romantis di filmku. Pernikahan ini, hanya obsesi Zaffya yang tak bisa lepas dari cinta pertamanya. Kau sangat mengenal dengan baik Zaf, bukan? Dia tak akan berhenti penasaran sebelum rasa penasarannya itu terpuaskan.”
“Aku berharap Richard tak sepolos itu untuk tidak merebut posisimu sebagai pimpinan CMC,” timpal Ryffa sebelum berjalan pergi meninggalkan Vynno.
“Ikatan darah lebih kental daripada air,” seru Vynno tak terima. “Benar, bukan?” tanyanya meragu pada dirinya sendiri.
****
“Apa kau yakin dengan pernikahan ini?” Pertanyaan Richard mengalihkan perhatian Zaffya dari koper yang baru saja dibukanya di atas kasur King size. Setelah pernikahan usai, Zaffya sudah mempersiapkann barangnya untuk dibawa ke apartemen Richard. Tidak semewah miliknya di gedung megah dan berkawasan elit, tapi apartemen Richard tidak bisa dibilang buruk. Tempat itu selalu beraroma rumahan yang Zaffya sukai. Ramah dan hangat. Desain dan tatanannya juga bukan hasil arsitektur terkenal seperti miliknya. Zaffya yakin, pria itu menata sendiri segala macam furniture yang tersemat dalam ruangan ini.
“Apa kau menyesal?”
Richard berjalan mendekat. Menangkup wajah Zaffya dan memberikan kecupan ringan di kening. “Ini adalah satu-satunya hal yang tak pernah berani kuimpikan.”
“Aku tahu.” Zaffya memegang lengan Richard. “Lalu untuk apa sekarang kau meragukan diriku?”
“Aku tidak mengatakan aku meragukanmu. Aku hanya … hanya meragukan diriku sendiri.”
“Dan secara tidak langsung kau meragukan penilaianku.”
“Maafkan aku.” Richard mencium bibir Zaffya. Kali ini dengan ciuman yang menggoda dan lama.
“Apa kau sudah siap dengan malam pertama kita?”
Wajah Zaffya memerah. Sialan, ia belum pernah segugup dan semalu ini. Baiklah, mungkin ia yang menyatakan cinta dan melamar Richard lebih dulu. Akan tetapi, ia tetaplah seorang wanita yang belum berpengalaman dengan hal seintim itu. Ia memang tak pernah sedekat itu dengan seorang pria, kecuali dengan Richard. Dewa, selama bertunangan delapan tahun dengan Dewa, hal paling jauh yang pernah mereka lakukan hanyalah ciuman singkat dan kecupan di kening.
“Kau benar-benar menggemaskan, Zaf.”
Zaffya membelalak tak percaya. “Menggemaskan? Itu jauh dari pencitraan yang selama ini berusaha kubangun.”
“Tapi sayangnya, aku tak pernah sebodoh mereka.” Richard kembali memagut bibir Zaffya. Mendorong tubuh wanita itu di ranjang dan ikut berbaring di sana. Salah satu tangan menahan berat tubuhnya di atas Zaffya, sedangkan tangannya yang lain meraih kancing kemeja putih Zaffya dan meloloskan dari kaitannya.
“Mungkin malam ini aku akan berbaik hati dan menjadi menggemaskan seperti yang kauinginkan.”
****
Zaffya